Anda di halaman 1dari 30

Menata Sistem

Penyuluhan Pertanian
di Era Otonomi Daerah

Disampaikan oleh
Margono Slamet
Institut Pertanian Bogor
DAFTAR ISI

PENATAAN PENYULUHAN PERTANIAN

1. Sistem Penyuluhan Pertanian


2. Struktur Kelembagaan Penyuluhan Pertanian (Pusat -
DT II – Kecamatan)
3. SDM Penyuluhan Pertanian
4. Proses Penyuluhan Pertanian
5. “Content” Penyuluhan Pertanian.
6. Petani dan Kelembagaan Petani.

Margono Slamet : Menata Sistem


Penyuluhan Pertanian Menuju 2
Pertanian Modern
MEMBANGUN SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN

PETANI ~ KELOMPOK TANI ~ PETANI ~ PELAKU AGRIBIS

Kelembagaan/ PENYULUH LAPANGAN Kelembagaan


(Sub-professional)
Organisasi Petani Sistem Agribis

PENYULUH AHLI
(Professional)

SUMBER INFORMASI

PENDIDIKAN PENELITIAN PELATIHAN


(Sub-prof. & Prof.) (Teknologi, Sosek,
Pasar) 3
P E T A N I ~ KELOMPOK TANI ~ PELAKU AGRIBIS

ORGANISASI PENYULUHAN SISTEM


PETANI AGRIBISNIS

PENDIDIKAN PENELITIAN PELATIHAN

DEPARTEMEN PERTANIAN
Fungsi :
 Pengaturan/Perencanaan (Makro)
 Pelayanan & Pengawasan
 Penyuluhan & Pendidikan
4
 Sistem itu ditetapkan/diputuskan oleh Menteri
Pertanian/Pemerintah /DPR dengan UUPP.
 Penyuluh Lapangan berstatus sebagai Tenaga Sub-
professional yang bersertifikat., bertanggung jawab atas
pelaksanaan penyuluhan, bertugas melayani kebutuhan
petani dan pelaku agribisnis.
 Penyuluh Ahli adalah “otak” penyuluhan yang berstatus
professional dan bersertifikat dan bertanggung jawab atas
penyusunan program atas dasar analisa pasar,
pertimbangan teknologi dan analisa usahatani (farm
planning analisis).
 Penyuluh Ahli dan Penyuluh Lapang didukung oleh
Sumber/Pusat Informasi yang tangguh dan up-to-date.
 Pusat Informasi dipasok informasi dari berbagai sumber,
antara lain dari hasil-hasil penelitian domestik dan lokal
yang meliputi teknologi, sosial-ekonomi, dan informasi
pasar.

5
 Penyuluh Lapangan dan Penyuluh Ahli direkrut dari
program pendidikan formal, pendidikan yang terakreditasi
dan wajib menpunyai sertifikat dari Asosiasi Profesi
Penyuluh Pertanian.
 Penyuluhan yang professional perlu dilaksanakan oleh
tenaga-tenaga professional juga.
 Penyuluh Pertanian dikembangkan keahliannya secara terus
menerus melalui sistem pelatihan yang diselenggarakan
secara professional.
 Kelembagaan/Organisasi Petani diikutkan dalam proses
penyuluhan terutama dalam mempersiapkan petani dan
menindak-lanjuti program penyuluhan.
 Penyuluhan Pertanian perlu berkoordinasi dengan pelaku-
pelaku agro- bisnis non-petani sebab mereka juga
berkepentingan dengan adanya penyuluhan yang efektif dan
relevan dengan usahanya.

6
 Penyuluh Pertanian dapat berperan sebagai fasilitator dalam
membangun hubungan/keterkaitan antara petani dan pelaku
agrobisnis lainnya.
 Fungsi-fungsi dari semua komponen sistem penyuluh- an
pertanian itu harus ”berjalan” dan interaksi antar
komponen itu juga harus terjadi agar penyuluhan per-tanian
yang bermutu dapat terjadi secara berkelanjut-an.
 Penelitian pertanian harus lebih diutamakan untuk mengisi
usaha pemberdayaan petani ke arah kemandirian.
 Pengumpulan, analisis dan penyebaran informasi pasar
perlu dilembagakan.
 Informasi pasar akan digunakan sebagai dasar perencanaan
usahatani.
 Perencanaan usahatani (maximizing profit) perlu dijadikan
materi penting dalam penyuluhan pertanian.

7
PETANI DAN PENYULUHAN PERTANIAN

 Masyarakat Petani adalah lembaga yang mantap dan tangguh


sebagai produsen/pelaku agrobisnis utama komoditas pertanian.
 Ada atau tidak ada intervensi (bantuan) dari luar petani terus
berproduksi  bukti kemandirian.
 Faktor dominan yang berpengaruh pada pengambilan keputusan
petani adalah kehidupan keluarganya.
 Petani memang perlu bantuan, tetapi bantuannya harus efektif dan
tidak membawa dampak negatif (ketergantungan, hilang tanggung
jawab, dsb)

8
 Revitalisasi Penyuluhan Pertanian perlu
memperhatikan tujuh masalah utama :
1. Masalah agro inputs dan fluktuasi harga produk
usahatani.
2. Masalah agro-ekologi.
3. Masalah prasarana pertanian.
4. Masalah SDM dan kelembagaan petani.
5. Masalah penyuluh pertanian dan
kelembagaannya.
6. Masalah status petani yang tidak hanya sebagai
produsen tetapi sebagai pelaku agrobisnis dan
konsumen.
7. Masalah agrobisnis setempat.

Margono Slamet : Menata Sistem


Penyuluhan Pertanian Menuju 9
Pertanian Modern
Perlu diingat bahwa :
 Petani sekarang sadar bahwa dirinya tak lebih hanya
sebagai obyek dalam proyek-proyek pembangunan
pertanian.
 Petani ingin lebih berperan dan mengharapkan
pemberdayaan penyuluhan akan menjadikan petani
lebih mandiri dalam membangun pertanian dan
membangun dirinya.
 Kemampuan penyuluh melemah oleh kelembagaan
yang mandul dan harus bekerja tanpa strategi yang
jelas dan fasilitas yang memadai.
 Petani merasa tidak berperan dalam menentukan
RDKK dan RDK, sehingga pelaksanaan programa
pertanian tidak menggambarkan aspirasi petani yang
sebenarnya.

10
Penyuluhan Pertanian Masa Depan
VISI dan MISI :
 Tempatkan petani dan usahatani sebagai sentral.
 Pendekatan yang humanistik  subyek yang berpotensi untuk mandiri
(People Centered Development).
 Pengembangan pemberdayaan petani  mampu meningkatkan
kesejahteraan dirinya sendiri.
 Petani tidak tersubordinasi oleh fihak manapun dan oleh kepentingan
fihak lain yang manapun.
 Misi penyuluhan pertanian adalah melayani kebutuhan-kebutuhan
petani  petani merasa puas.
 Misi Penyuluhan adalah mengembangkan kemandirian petani.

11
PROFESIONALISASI PENYULUHAN
PERTANIAN PERLU REORIENTASI :

 Dari pendekatan instansi ke pengembangan


mutu individu penyuluh.
 Dari pendekatan top down ke bottom up.
 Dari hierarkhi kerja vertikal ke kerjasama
horisontal.
 Dari pendekatan instruktif ke partisipatif dan
dialogis.
 Dari sistem kerja linier ke sistem kerja
jaringan.
Margono Slamet : Menata Sistem
Penyuluhan Pertanian Menuju 12
Pertanian Modern
Perlu Pengembangan Individu
Penyuluh (Pemberdayaan)

• Peningkatan wawasan.
• Peningkatan keahlian.
• Peningkatan kesejahteraan.
• Berpihak kepada petani.
• Fokus pada pemberdayaan petani.
• Tanggung jawab moral kepada petani.
• Kewenangan berinisiatif menanggapi situasi.
• Perlu sertifikasi tenaga penyuluh pertanian (menjadi
penyuluh professional)
13
Otonomi Daerah
• Membawa dampak desentralisasi penyuluhan pertanian
yang lebih luas.
• Pengembangan kelembagaan penyuluhan di daerah,
dengan pedoman dari pusat.
• Pengembangan dan pemanfaatan potensi SDM
penyuluhan di daerah.
• Tanggung jawab ada ditangan daerah.
• Keragaman struktur antar daerah harus dimungkinkan,
tetapi fungsi pada dasarnya sama.
• Kepentingan pengembangan daerah dan petani daerah
harus diutamakan.
14
Trifungsi Departemen Pertanian

1. Fungsi Pelayanan & Pengawasan


2. Fungsi Pengaturan & Perencanaan
3. Fungsi Penyuluhan (didukung fungsi penelitian)
• Lembaga pelaksana masing-masing fungsi terpisah
dan tugas-tugasnya juga harus jelas terpisah (tidak
tumpang tindih dan campur aduk).
• Masing-masing dilaksanakan secara profesional oleh
tenaga-tenaga profesional di bidangnya.
• Koordinasi antara ketiganya mutlak diperlukan,
dengan status sejajar sama tinggi.

Margono Slamet : Menata Sistem


Penyuluhan Pertanian Menuju 15
Pertanian Modern
Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
• Dari pusat sampai daerah di tingkat yang paling bawah
lembaga penyuluhan pertanian terpisah dari lembaga
yang punya fungsi berbeda.
• Fungsi lembaga penyuluhan di pusat (nasional), DT I
(propinsi), DT II (Kab/Kodya), dan Kecamatan perlu
dibedakan secara jelas.
• Lembaga pelaksana penyuluhan di lapangan ada-lah
BPP, lembaga yang lain fungsinya adalah penentu
kebijakan, fasilitator (dana, sarana, informasi): BIPP,
koordinator, atau penunjang (rekruting tenaga, pelatihan,
pangadaan sarana, dll)
• Programa Penyuluhan hanya dibuat di tingkat BPP.

Margono Slamet : Menata Sistem


Penyuluhan Pertanian Menuju 16
Pertanian Modern
Keterkaitan dengan Lembaga Penelitian

• Penyuluhan harus bisa mendinamiskan kehidupan


petani.
• Untuk itu Lembaga Penyuluhan sendiri harus
dinamis.
• Untuk dinamis harus didukung adanya inovasi-
inovasi  hasil penelitian (Tekno, Sosek, Pasar).
• Perlu ada keterkaitan yang erat dengan lembaga
penelitian
• Penelitian sosial, ekonomi dan pasar juga sangat
penting. Margono Slamet : Menata Sistem
Penyuluhan Pertanian Menuju 17
Pertanian Modern (2001)
Penataan Sistem Penyuluhan
Pertanian
 Perlu ditata berdasarkan Undang-Undang Penyuluhan Pertanian.
 Apa yang akan ditangani Pemerintah  sampai di mana.
 Siapa saja yang boleh melakukan penyuluhan pertanian ?
 Instansi mana saja yang perlu dilibatkan dan diberi tanggung jawab.
 Misi utama dari penyuluhan pertanian perlu dirumuskan.
 Status petani dan Kelompok Tani perlu diperjelas.
 Penyuluhan Pertanian punya program sendiri dengan anggaran sendiri (Tidak
sebagai subordinat program lain).
 Penyuluhan Pertanian bukan sekedar membantu program lain, tetapi punya
program sendiri (pemberdayaan petani) meskipun harus bekerja sama dengan
fihak-fihak lain.
 Dalam penataan ini harus bisa memanfaatkan potensi-potensi dan aset-aset yang
ada di luar Deptan dan di luar Dinas-Dinas Pertanian. (Perhatian untuk adanya
Fakultas Pertanian yang ada di tiap Propinsi)

18
Kesimpulan
• Perlu dibangun strategi penyuluhan yang bertujuan
mengembangkan kemandirian petani.
• Penyuluhan harus dilakukan dengan pendekatan
humanistik.
• Sistem kelembagaan penyuluhan pertanian dibangun untuk
mengoptimalkan pemanfaatan semua sumberdaya
nasional/daerah yang ada, bukan untuk saling
melemahkan.
• Trifungsi Deptan diwujudkan secara konsekuen.
• Penyuluhan bukan sekedar alat (pendukung) peningkatan
produksi, tetapi suatu sistem pengembangan kemandirian
petani.
• Ketahanan pangan nasional akan terjamin bila
kemandirian petani tercapai.
19
Hasil Pengamatan di Daerah

Ada sekurangnya 6 hal yang mendapat pengamatan :


1. Perubahan kelembagaan penyuluhan.
2. Kemampuan daerah dalam pendanaan bagi penyuluhan.
3. Sikap petani terhadap penyuluhan pertanian.
4. Kondisi para penyuluh di daerah.
5. Peran peneliti pertanian di daerah.
6. Sumber-sumber informasi lain.

Margono Slamet : Menata Sistem


Penyuluhan Pertanian Menuju 20
Pertanian Modern (2001)
1. Perubahan kelembagaan
penyuluhan

1.1. Dari 334 BIPP yang semula ada terjadi perubahan :


- 87 tetap sebagai BIPP - 53 menjadi Kantor IPP
- 4 menjadi Badan IPP - 17 menjadi UPT-D
- 22 menjadi SubDinas - 22 menjadi Seksi
- 14 menjadi Bag. Unit Kerja
- 98 belum jelas - 16 bubar.
1.2. Para Penyuluh Pertanian tersebar dalam berbagai
kelembagaan di atas dan Dinas-Dinas/SubDinas Pertanian
serta BPP.

21
1.3. Perlu ada deferensiasi fungsi/tugas antara Dinas
(pengaturan & pelayanan) dengan BIPP/KIPP dan BPP
(penyuluhan).
1.4. Demikian juga deferensiasi fungsi/tugas penyuluh yang
ada di Dinas, KIPP/BIPP, BPTP/IP2TP dan BPP.
1.5. Perlu ada atau dikembangkan Balai Diklat di daerah yang
berfungsi memberdayakan para penyuluh se-cara
berkelanjutan. Atau dikembangkan sistem pe-latihan bagi
para penyuluh yang kemudian dilembagakan.
1.6. BPTP/IP2TP dirasakan sangat perlu sebagai sumber
informasi teknologi dan ilmiah yang local specific, serta
perlu diperluas cakupan tugasnya termasuk informasi
sosial-ekonomi-pasar.

22
1.7. Dinas-Dinas otonom di daerah masih sangat memerlukan
peran Pusat, dan memerlukan peran penyuluh di BPP (yang
polivalen).
1.8. Di Dinas-Dinas terdapat Kelompok Fungsional (penyuluh
dan peneliti), yang keberadaan dan tugasnya perlu
mendapat pengaturan yang sesuai dengan statusnya.
1.9. Mengingat beberapa BPP statusnya di bawah Dinas, maka
penugasan penyuluhnya perlu di buatkan rambu-rambu agar
sesuai dengan status fungsionalnya.
1.10. Deptan perlu segera menyusun rambu-rambu tentang
fungsi penyuluhan pertanian dan disosialisasikan ke
Pemda-Pemda untuk dilaksanakan guna menjamin
terjadinya perkembangan pertanian dan petaninya secara
berkelanjutan.

23
1.12. Deptan perlu mendorong daerah (Pemda & instansi
terkait) agar penyuluhan pertanian dijadikan gerak-an
regional untuk membangun rakyat (petani dan
keluarganya) di wilayahnya masing-masing .
1.13. Deptan perlu secara terus-menerus berusaha me-
yakinkan Pemda-Pemda bahwa tanpa adanya penyuluhan
pertanian sebagai proses pendidikan, akan berakibat
petani (bagian terbesar rakyat di wilayahnya) kehilangan
masa depannya.

24
2. Otonomi Daerah
2.1. Pemda-Pemda umumnya menyadari perlunya dilaksanakan
penyuluhan pertanian dan menyadari tanggung-jawabnya,
tetapi kemampuan pendanaannya memang terbatas sekali.
2.2. Perlu difikirkan adanya sistem patungan antara Pemda,
Deptan, pelaku agribis. dan kelembagaan petani dalam
membiayai penyuluhan pertanian.

25
3. Sikap Petani

3.1. Dengan dibubarkannya BIPP banyak petani di daerah itu


yang menyesalkannya.
3.2. Saat ini sebagian petani belum merasa mampu mandiri
tanpa keberadaan penyuluh pertanian.
3.3. Di beberapa daerah petani mampu membantu kehi-dupan
penyuluh pertanian yang melayaninya.
3.4. Kelembagaan petani (kelompok tani & koperasi per-tanian)
perlu dikembangkan dan dibina lebih lanjut agar dapat
berperan sebagai wadah, sasaran dan media penyuluhan
pertanian.

26
4. Penyuluh Pertanian
4.1. Masih banyak yang berstatus honorer meskipun telah
bertugas bertahun-tahun.
4.2. Insentif yang kecil berakibat kurangnya motivasi.
4.3. Menuntut tunjangan fungsional yang sama dengan
tenaga peneliti.
4.4. Kemampuannya umumnya terbatas pada aspek
teknologi, dan sangat memerlukan kemampuan dalam
aspek ekonomi/bisnis dan sosial.
4.5. Sudah cukup lama tidak mendapatkan pelatihan baru.

27
5. Peneliti Pertanian
5.1. Keberadaannya di daerah sangat strategis untuk
menunjang penyuluhan pertanian.
5.2. Topik penelitian umumnya belum berorientasi pada
masalah yang sedang dihadapi petani, atau belum
mengantisipasi masalah yang akan dihadapi petani.
5.3. Kinerjanya belum optimal akibat terbatasnya dana
penelitian.
5.4. Kerjasamanya dengan penyuluh belum cukup harmonis.
Perlu strategi pengelolaan kerjasama baru.
5.5. Tugasnya perlu diperluas ke masalah ekonomi dan sosial
(termasuk agribisnis dan farm planning)

28
6. Sumber Informasi Lain

6.1. Kenyataannya petani mendapatkan dan memanfaatkan


berbagai informasi yang berasal dari sumber-sumber lain
selain penyuluh, misalnya dari pedagang, media massa, dan
sesama petani. Sumber-sumber informasi itu perlu diberi
peran, tetapi juga perlu dicermati agar tidak merugikan
petani.
6.2. Perlu dikaji kemungkinannya untuk membina kerjasama
antara sumber-sumber informasi yang berada di daerah
untuk kepentingan petani dan penyuluh (termasuk dengan
perguruan tinggi dan Dinas-Dinas lain).

29
30

Anda mungkin juga menyukai