Anda di halaman 1dari 27

GLIBENKLAMIDE

Kelompok II :
Yulanda Roring 821417068
Tiansi permatahati eda 821417154
Wawan Miyodu.
PENDAHULUAN

 Glibenklamid merupakan obat golongan sulfonilurea generasi

kedua yang diindikasikan dalam pengobatan oral untuk pasien

diabetes melitus tipe II

 Glibenklamid atau gliburid diketahui juga sebagai 5-cloro-N-(4-N-

(cyclohexylcarbamoil) sulphamoil] phenetil)-2- metoxybenzamide

yang secara kimia merupakan obat hipoglikemik oral.


MEKANISME

 Mekanisme aksi glibenklamid adalah menghambat kanal potasium


yang sensitif terhadap ATP pada sel beta pankreatik.
 Mekanisme penghambatan ini menyebabkan depolarisasi
membran sel, yang menimbulkan tegangan sehingga kanal
kalsium terbuka. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan jumlah kalsium di sel beta yang menstimulasi
pelepasan insulin
 Menurut Biopharmaceutical Classification System (BCS), glibenklamid
termasuk dalam kelas II, yaitu bahan obat yang memiliki permeabilitas
baik namun kelarutannya rendah. Kelarutan glibenklamid dalam air pada
suhu 27ºC hanya sebesar 4 mg/L.
 Kelarutan yang rendah ini mengarah kepada disolusi yang buruk dan
bioavailabilitas yang tidak dapat diprediksi. Dalam kasus tersebut,
peningkatan kelarutan bahan obat dapat memperbaiki kemampuan klinis
bahan obat tersebut
RIVIEW JURNAL 1

Optimasi Kombinasi Polietilen Glikol dan Polivinilpirolidon sebagai


Bahan Pembawa pada Dispersi Padat Glibenklamid dengan
Desain Faktorial
ALAT

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Scanning electron microscopy (SEM) (TM 3000 Tabletop Microscope- Hitachi), alat uji

disolusi (Logan UDT-804), spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10S UV-Vis), fourier

transform infrared spectrofotometry (FTIR) (Alpha Bruker), oven (Memmert),

differential scanning calorimetry (DSC) (Rigaku 8230), melting point apparatus (Stuart

Melting Point SMP10), hotplate magnetic stirrer (IKA C-MAG HS 7), timbangan digital

mikro (Sartorius ME36S), timbangan digital (Adventurer Ohaous), pH meter (Elmetron

CP- 502), software design expert versi 9.0.6.2 (Trial version), ayakan no.80, mortir dan

stemper.
BAHAN

 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah


glibenklamid (Sri Krishna Pharmaceutical, India),
polivinilpirolidon K-30 (PT. Bratachem), Polietilen
Glikol 6000 (PT. Bratachem), potasium fosfat monobasik
(KH2 PO4 ) (PT. Bratachem), natrium hidroksida (PT.
Bratachem), etanol 96% dan akuadestilata.
METODE

 Penelitian dilakukan dengan metode desain faktorial. Faktor yang dioptimasi

adalah jumlah bahan pembawa PEG 6000 dan PVP K- 30. S

 Pada penelitian ini glibenklamid, PEG 6000 dan PVP K-30 dicampur dan

dilarutkan ke dalam etanol 96% sebanyak 1 L pada suhu 50oC selama 15

menit. Proses dilanjutkan dengan menguapkan poven dengan suhu 60oC

selama kurang lebih 24 jam. Hasil dispersi padat kering digerus dan diayak

hingga didapat serbuk dispersi padat lalu disimpan dalam wadah yang

tertutup rapat
PENGUJIAN DISOLUSI

Pengujian disolusi in vitro dilakukan menggunakan metode

dayung. Dispersi padat ditimbang (setara 5 mg glibenklamid)

dimasukkan dalam kapsul setelah itu kapsul dimasukkan labu

disolusi yang berisi 900 mL media dapar fosfat pH 7,4 dengan suhu

37 ± 0,5oC. Dayung diputar dengan kecepatan 50 rpm. Pengambilan

larutan sampel dilakukan pada menit ke-0,15, 30, 45, 60, 75, 90 dan

120 sebanyak 5 mL.


PENGUJIAN DISOLUSI

Pada setiap pengambilan larutan sampel, larutan media disolusi


yang baru segera ditambahkan kembali ke dalam labu disolusi
dengan volume dan suhu yang sama. Sampel diukur serapannya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum
glibenklamid. Hasil serapan yang didapatkan kemudian dibuat kurva
hubungan antara persen pelepasan kumulatif tiap satuan waktu.
HASIL

Pengujian disolusi in vitro dilakukan


selama 120 menit. Berdasarkan hasil pengujian
pada menit ke-120 hampir semua formula dispersi
padat menunjukkan persen pelepasan terbesar yang
hampir mendekati 100%.
HASIL

didapat hasil uji pada menit ke-120


yang menunjukkan persen
pelepasan glibenklamid tertinggi
dan terendah. Persen pelepasan
tertinggi dicapai oleh dispersi
padat F(ab) dan persen pelepasan
terendah dicapai oleh dispersi
padat F
HASIL

garis melengkung berupa indeks


respon persen pelepasan yang dapat
dihasilkan.
Nilai respon dapat diperoleh
dengan cara menarik garis dari
kedua faktor secara tegak lurus
sampai diperoleh perpotongan
garis.
PEMBAHASAN

Hasil pengujian disolusi pada Gambar


menunjukkan bahwa dengan meningkatnya aras
PEG 6000 dan PVP K-30 maka akan menghasilkan
respon persen pelepasan yang semakin tinggi seperti
yang diperlihatkan pada warna hijau yang mendekati
kuning dengan respon lebih besar dari 95%.
PEMBAHASAN

Berdasarkan persamaan yang dihasilkan dari analisis respon persen pelepasan,


kedua faktor memberikan efek positif pada respon persen pelepasan dispersi padat
glibenklamid.

Hal tersebut dapat diartikan bahwa semaki besar kedua faktor dapat memberikan
efek peningkatan persen pelepasan dispersi padat namun, pada interaksi kedua
faktor tersebut menghasilkan efek negatif yang dapat diartikan jika terjadi
peningkatan konsentrasi kedua fakto secara terus menerus akan menghasilkan efek
penurunan terhadap respon persen pelepasan dispersi padat glibenklamid.
KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


peningkatan aras PEG 6000 dan PVP K-30 serta
interaksi keduanya akan menghasilkan respon
penurunan titik lebur dan persen pelepasan yang
semakin tinggi.
REVIEW JURNAL II
PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI
GLIBENKLAMID DENGAN PIPERAZIN SEBAGAI KOFORMER
ALAT

ALAT YANG DIGUNAKAN ADALAH : SPEKTROFOTOMETER UV-VIS


(GENESYS 10S UV- VIS), MIKROSKOP POLARISASI (OLYMPUS BX-50,
GERMANY), SPEKTROFOTOMETER FOURIER TRANSFORM INFRA
RED (SHIMADZU A213749), DSC (LINSEIS THERMAL ANALYSIS,
GERMANY), X-RAY POWDER DIFFRACTROMETER (PHILIPSPW1835),
LABORATORIUM BASIC SCIENCE ITB)
BAHAN

Bahan-bahan yang di gunakan : glibenklamid (PT.


Indofarma), Piperazin (Sigma aldrich), metanol pro
analysis (Merck), kalium fosfat (Merk), NaOH
(Merk).
METODE
1. Pembuatan Kokristal Metode Slurry
2. Karakterisasi Dengan Mikroskop Polarisasi
3. Karakterisasi Dengan FTIR (Fourier Transform Infra
Red)
4. Karakterisasi Dengan DSC (Differential Scanning
Calorimetry)
5. Karakterisasi Dengan PXRD (Powder X Ray
Difraction)
6. Uji kelarutan
7. Uji disolusi
METODE

Uji Kelarutan
GL murni dan kokristal 1:1, 1:2 dan 2:1 ditimbang equivalen,
kemudian dimasukan ke dalam vial yang berisi 10 ml pelarut,
disimpan pada waterbath shaker dengan kecepatan 250 rpm
(putaran per menit) dan dikondisikan pada suhu kamar
(25±0,5oC). Pelarut yang digunakan adalah air, setelah 24 jam
sampel disaring. Filtrat dianalisis dengan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang glibenklamid dalam pelarut.
Konsentrasi glibenklamid yang terlarut ditentukan dengan
persamaandari kurva kalibrasi glibenklamid
METODE

Uji Disolusi
Uji dilakukan terhadap GL dan hasil kokristal 1:1,
1:2 dan 2:1 menggunakan alat disolusi tipe II
dengan kecepatan pengadukan 75 rpm dengan
volume 900 mL. Media disolusi yang digunakan
adalah buffer fosfat pH 8. Sampel diukur setiap 5
menit hingga 60 menit dan dianalisis secara
spektrofotometri UV-Vis (Budiman et al., 2016).
HASIL
Uji Kelarutan
Pada hasil uji kelarutan kokristal pada perbandingan (1:1) dan (1:2) meningkat
lebih tinggi dari glibenklamid standar, terutama pada kokristal GL-PZ (1:2)
memiliki tingkat kelarutan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil uji termal
dimana peningkatan entalpi peleburan dan penurunan titik lebur pada kokristal
GL-PZ (1:2) dapat meningkatkan kelarutan.
Sedangkan pada kokristal GL-PZ (2:1) menghasilkan kelarutan yang masih
rendah sama dengan glibenklamid murni, hal ini sesuai dengan hasil
difraktogram yang dihasilkan yaitu tidak terbentuknya fasa kristalin baru
sehingga bentuknya masih sama dengan glibenklamid murni, maka akan
menghasilkan kelarutan yang rendah.
HASIL
Uji Disolusi
Berdasarkan hasil uji disolusi terjadi peningkatan laju disolusi pada semua
perbandingan.
HASIL
Persentase tertinggi glibenklamid terlarut dari masing-masing
sampel hingga menit ke 60 adalah pada kokristal GL-PZ (1:1)
dan (1:2) sebesar 39,75 %. Hal ini saling berkorelasi dengan
penurunan titik lebur dan peningkatan entalpi peleburuan pada
kokristal GL-PZ (1:2) dapat meningkatkan laju disolusi.

Terjadinya peningkatan kelarutan mungkin disebabkan karena


terjadinya interaksi antara glibenklamid dan piperazin sebagai
koformer sehingga terjadi peningkatan kelarutan pada
glibenklamid dalam media disolusi. Interaksi tersebut berupa
ikatan hidrogen yang mampu memperbaiki kelarutan zat aktif
obat (Mustapa, 2012).
KESIMPULAN
1. Berdasarkanmenggunakan mikroskop polarisasi, Fourier Transform Infra
Red (FTIR), Differential Scanning Calorimetry (DSC), dan Powder X-
Ray Difraction (PXRD) pada kokristalhasilGL-PZ dengan metode slurry
memgindikasikan terbentuknya kokristal pada perbandingan 1:1 dan 1:2
2. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan mikroskop polarisasi
menghasilkan perbedaan habit kristal, hasil pengamatan Fourier
Transform Infra Red (FTIR) menghasilkan terjadinya pergeseran gugus
fungsi N-H dan C=O, pada Differential Scanning Calorimetry (DSC)
menunjukan terjadinya penurunan titik leleh dan Powder X-Ray
Difraction (PXRD) menghasilkan puncak baru yang mengidikasikan
diperolehnya fasa kristalin baru yaitu kokristal pada perbandingan 1:1 dan
perbandingan 1:2.
3. Dari hasil uji kelarutan dan uji disolusi pada kokristal GL-PZ
perbandingan 1:1 dan 1:2 dengan metode slurry dapat meningkatkan
kelarutan dan laju disolusi glibenklamid dalam air dan dalam larutan
buffer fosfat pH 8.

Anda mungkin juga menyukai