Anda di halaman 1dari 11

5

BAB II
ASPEK KIMIA & PREFORMULASI
2.1 Tinjauan Umum Zat Aktif dan Aspek Kimia
1. Nama Obat

: Flunarizine dihidroklorida

2. Struktur

3. Nama Kimia

: 1-[Bis(4-fluorophenyl)methyl]-4-[(2E)-3-phenylprop-2enyl] piperazine dihydrochloride.

4. Struktur Molekul : C26H28Cl2F2N2


5. Berat Molekul

: 477.4

6. Pemerian

: Serbuk berwarna putih atau hampir putih, higroskopis

7. Kelarutan

: Kurang larut dalam air, agak larut dalam metanol, kurang


larut dalam alkohol dan dalam metilen klorida .

8. Susut Pengeringan: Maksimum 5.0 % yang ditentukan pada 1.000 g


dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 4 jam
9. Sisa Pemijaran

: Tidak lebih dari 0,1%.

10. Penyimpanan

: Simpan dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari

cahaya.
(British Pharmacopea, 2009)

2.2

Analisis Bahan Baku

2.2.1

Zat Aktif

a. Identifikasi
1. Spektrofotometri Inframerah
Senyawa Flunarizine memiliki gugus fungsi spesifik yang akan
mengalami vibrasi dan rotasi apabila terkena sinar inframerah

dan

menghasilkan

itu,

pola

spektrum

yang

spesifik. Oleh karena

spektrofotometri IR dapat digunakan sebagai metode analisis kualitatif zat


tersebut.
Spektrum inframerah zat yang didispersikan di dalam kalium
bromida P menunjukkan jumlah maksimum hanya pada bilangan gelombang
yang sama seperti Flunarizine (Council of Europe, 2004)
Berikut adalah spektrum inframerah dari Flunarizine

A : Ikatan rangkap
B : Gugus Amin
C : Gugus Aromatik
D : Gugus ikatan rangkap
(Mills, et.al., 2006).

2. Reaksi klorida
Larutkan 25 mg zat dalam 2 ml metanol P dan tambahkan 0,5 ml air
P. Masukkan ke dalam tabung reaksi lalu tambahkan 0,2 g kalium dikromat P
dan 1 ml asam sulfat P. Tempatkan strip kertas saring yang mengandung
larutan difenilkarbazid P di atas mulut tabung reaksi. Kertas akan berubah
dari violet ke merah. Kertas tidak boleh kontak dengan kalium dikromat
(Council of Europe, 2004).
b. Penetapan Kadar

Titrasi Volumetrik
Analisis Flunarizine menggunakan titrasi potensiometri. Titrasi potensiometri

dapat digunakan untuk reaksi pengendapan, reaksi asam-basa, kompleksometri,


dan reaksi oksidasi reduksi dalam media air atau media bebas air. Dalam hal ini
perubahan potensial sel atau perubahan pH pada setiap penambahan pereaksi
diamati untuk mendapatkan lokasi titik ekivalen yang tepat pada kurva titrasi
potensiometri (Day, 1991).
Larutkan zat sebanyak 0,2 g ke dalam alkohol P. Lakukan titrasi
potensiometri menggunakan larutan natrium hidroksida
volume

natrium

hidroksida

0,1

M.

Catat

yang ditambahkan pada saat mencapai titik

lonjakan ke dua. 1 ml Natrium hidroksida 0,1 M setara dengan 23.87 mg


Flunarizine.

2.2.2

Bahan Tambahan/Eksipien

1. Magnesium stearat (Depkes, 1995)

1 g zat,didihkan dengan 50 ml asam sulfat 0,1 N selama lebih kurang 30


menit, dinginkan, dan saring. Netralkan filtrat terhadap lakmusdengan
natrium hidroksida 1 N.

Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M (sambil diaduk dengan pengaduk


magnetik) sebagai berikut: tambahkan lebih kurang 30 ml melalui buret 50 ml
kemudian tambahkan 5 ml dapar ammonia-amonium klorida dan 0,15 ml
hitam eriokromdan lanjutkan titrasi hingga berwarna biru.

2. Talkum (Depkes, 1995)

Campur lebih kurang 200 mg natrium karbonat anhidrat pekat dan 2 gram
kalium karbonat anhidrat pekat, dan lebur ke dalam krus platina. Setelah
melebur tambahkan 100 mg zat uji dan teruskan pemanasan sampai melebur
sempurna.

Dinginkan dan pindahkan ke cawan. Tambahkan asam klorida pekat hingga


pembuihan berhenti, tambahkan lagi 10 ml asam klorida pekat. Uapkan diatas
tangas air hingga kering, dinginkan.

Tambahkan 20 ml air, kemudian didihkan dan saring.

Pada filtrat, tambahkan lebih kurang 2 gram amonium klorida pekat dan 5 ml
amonia encer, jika terjadi endapan, saring. Tambahkan larutan natrium fosfat
pekat dan akan terbentuk endapan hablur putih amonium magnesium fosfat.

3. Avicel (Rowe et al, 2009).

Siapkan larutan zink klorida yang teriodinasi dengan cara melarutkan 20 g


zink klorida dan 6,5 g kalium klorida dalam 10,5 mL air. Tambahkan 0,5 g
iodin kemudian dikocok selama 15 menit.

Letakkan 10 mg Microcrystalline cellulose diatas gelas arloji kemudian


didispersikan dalam 2 mL larutan zink klorida yang teriodinasi. Campuran
membentuk warna biru-ungu .

4. Laktosa Monohidrat (Depkes, 1995)

Larutkan dengan 5 ml NaOH 1 N pada 5 ml larutan jenuh laktosa panas dan


hangatkan dengan hati-hati. Cairan menjadi kuning dan akhirnya merah
kecoklatan.

Dinginkan hingga suhu kamar, dan tambahkan beberapa tetes tembaga(II)


tartrat alkali dan akan terbentuk endapan merah tembaga(I) oksida

5. PVP (Polivinil Pirolidon) atau Povidon (USP 32, 2009)

Pada 10 ml larutan 2% b/v tambahkan 20 ml asam klorida 1 N dan 5 ml


larutan kalium bikromat pekat, terbentuk endapan kuning jingga

Pada 5 ml larutan 2% b/v tambahkan 2 ml larutan ammonium kobalt tiosianat


pekat, terbentuk endapan biru pucat

Pada 5 ml larutan 0,5% b/v tambahkan 0,2 ml iodium 0,1 N, terjadi warna
merah tua

6. SSG (Starch Sodium Guaikolat) (Council of Europe, 2004)

Campurkan 4,0 g dan 20 ml air bebas karbon dioksida R, maka campuran


akan membentuk gel.

Tambahkan 100 ml air bebas karbon dioksida R dan kocok, akan terbentuk
suspensi yang mengendap setelah dibiarkan.

Untuk 5 ml suspensi yang diperoleh dalam tes identifikasi di atas, tambahkan


0,05 ml larutan yodium, akan terbentuk warna biru tua.

10

2.3

Validasi Metode Analisis Bahan Baku dan Sediaan


Metode yang digunakan untuk pemeriksaan produk farmasetika untuk

kuantitasi komponen maupun substansi bahan baku obat atau bahan aktif
(termasuk pengawet) pada hasil akhir farmasetika termasuk ke dalam kategori I
yang memerlukan parameter analitik kualitatif meliputi spesifisitas, batas deteksi,
dan ketangguhan, sedangkan untuk perhitungan kembali kategori I memerlukan
parameter meliputi akurasi, presisi, spesifitas, linearitas, rentang, dan ketangguhan
(Harmita, 2004).
2.3.1

Akurasi (kecermatan)
Kecermatan ditentukan dengan metode penambahan baku (standar

addition method). Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah


analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis
dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan
berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan. Kadar analit dalam
metode penambahan baku dapat dihitung sebagai berikut:

Keterangan :
C = kadar analit dalam sampel
S = kadar analit yang ditambahkan pada sampel
R1 = respon yang diberikan sampel
R2 = respon yang diberikan campuran sampel dengan tambahan analit
(Harmita, 2004).

11

2.3.2

Presisi (keseksamaan)
Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif

(koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan


(repeatability)

atau

ketertiruan

(reproducibility).

Keterulangan

adalah

keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada
kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Uji presisi dilakukan pada
hari yang berbeda selama 3 hari.
Keseksamaan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
1. Hasil analisis adalah x1 , x2 , x3 , x4, .....................xn maka simpangan
bakunya adalah :

2. Simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) adalah:

(Harmita, 2004).
2.3.3

Selektivitas (spesifisitas)
Untuk uji selektifitas maka zat yang akan diuji harus ditentukan terlebih

dahulu panjang gelombang maksimum. Selanjutnya dibuat larutan baku, larutan


uji dan larutan blanko. Hasil kromatogram standar dan sampel harus menunjukkan
waktu retensi yang sama dan pada daerah sekitar waktu retensi standar tersebut
tidak boleh ada gangguan yang dapat dilihat dari kromatogram larutam blanko
(Harmita, 2004).
2.3.4

Linearitas dan Rentang


Pada uji linearitas digunakan beberapa variasi konsentrasi larutan standar

untuk pembuatan kurva baku. Sebagai parameter adanya hubungan linier


digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bx. Hubungan
linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau 1 bergantung pada arah
garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang

12

digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual
(Sy). Simpangan baku residual dapat dihitung dengan :

Sebanyak 20 l standar pada pada panjang gelombang maksimum dan


kecepatan alir 1,0 ml/menit. Hubungan linear antara konsentrasi (ppm) dan area
sampel dalam pelarut air pada tingkat konsentrasi akan memberikan persamaan
y = ax + b (Harmita, 2004).
2.3.5

Batas Deteksi dan Kuantifikasi


Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur

respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan
formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan :

Keterangan :
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
K = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl

= arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap
konsentrasi
Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis

regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada
persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan
simpangan baku residual (Sy/x.).
a. Batas deteksi (Q)
Karena k = 3 atau 10 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka :

13

b. Batas kuantitasi (Q) :

(Harmita, 2004).
2.3.6

Ketangguhan metode (ruggedness)


Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot

sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda
menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi
menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan hasil uji
kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat
dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah kondisi normal untuk
mendapatkan ukuran ketangguhan metode. Perhitungannya dilakukan secara
statistik menggunakan ANOVA pada kajian kolaboratif yang disusun oleh Youden
dan Stainer.
2.4

Metode Analisis Sediaan

2.4.1

Identifikasi zat aktif Flunarizin HCl dalam sediaan


Larutkan 25 mg zat dalam 2 ml metanol P dan tambahkan 0,5 ml air P.

Masukkan ke dalam tabung reaksi lalu tambahkan 0,2 g kalium dikromat P dan 1
ml asam sulfat P. Tempatkan strip kertas saring yang mengandung larutan
difenilkarbazid P di atas mulut tabung reaksi. Kertas akan berubah dari
violet ke merah. Kertas tidak boleh kontak dengan kalium dikromat (Council of
Europe, 2004).
2.4.2

Penetapan Kadar Tablet Flunarizin HCl (Wiwin, 2003)


Penetapan kadar zat aktif pada sediaan digunakan metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Prinsip: Solut-solut yang terdistribusi diantara fase
diam berupa fase cair dan fase gerak berupa fase cair akan memiliki perbedaan
laju migrasi dikarenakan perbedaan polaritas pada fase diam dan fase gerak.

14

Metode KCKT dapat digunakan untuk analisis tablet Flunarizin HCl dengan
kondisi analisis, sebagai berikut:
1. Metode analisis flunarizine dihidroklorida tablet menggunakan detektor
Photodioda Array (PDA).
2. Uji akurasi : Tablet uji flunarizine dihydrochloride dibuat dalam beberapa
konsentrasi yaitu (9.6, 10.8, 12.0, 13.2, and 14.4 mg)
3. Larutan baku :Timbang saksama flunarizine dihidroklorida (20,0 mg) dalam
lalu dilarutkan metanol (10,0 mL). Larutan standar disiapkan dari larutan stok
dengan pengenceran methanol.
4. Ekstraksi sampel : Dua puluh tablet ditimbang seksama dan dihitung berat
rata-rata. Serbuk tablet yang halus dan beratnya setara dengan tablet kelima
(setara dengan 2,4 mg flunarizine dihidroklorida) lalu dipindahkan ke dalam
labu volumetrik 10.0 mL yang telah berisi

methanol sebanyak 9 mL,

diultrasonifikasi selama 15 menit, dan diencerkan menjadi 10,0 ml dengan


metanol. Larutan disaring dengan filter Millipore 0,45 mm sebelum
diinjeksikan ke HPLC (20 mL)..
5. Untuk uji linearitas : Flunarizine dihidroklorida (20,0, 30,0, dan 40,0 mg)

dilarutkan dalam metanol (10,0 mL) dan diencerkan masing-masing menjadi


100, 150, 200, 250, 300, 350, 400, dan 450 g/mL dan masing-masing larutan
(20 mL) diinjeksikan ke HPLC
6. Sistem kromatografi:

Fase diam : LiChrospher 100 RP-18


Fase gerak: campuran metanol-ion 8+2 v/ v yang mengandung larutan garan
natrium 1-hexanesulfonic acid 5 Mm dan di-n-butylamine 20 Mm. Fase gerak
disaring dengan filter Millipore 0,45 mm, dan diultrasonifikasi selama 30
menit.
7. Untuk analisis kualitatif, eluen dipantau menggunakan detektor PDA pada

210-400 nm. Penghitungan dengan regresi linier dilakukan pada area puncak
max 254 nm, menggunakan kalibrasi setidaknya empat titik.
8. Validasi metode analisis : Metode divalidasi linearitas, homogenitas, batas
deteksi (DL), akurasi, dan jangkauan dengan metode Funk et al.. Presisi

15

dievaluasi dengan menganalisis enam ekstrak berbeda dari tablet yang dibuat
di laboratorium yang mengandung tablet Flunarizine dihidroklorida. 6, 12.0,
dan 14.4 mg.

Gambar 1. Contoh Kromatogram HPLC flunarizine dihydrochloride (Sigma) menggunakan


LiChrospher 100 RP-18 (Fase diam) dan campuran methanolion 8+2 v/v (Fase gerak),dengan
kecepatan aliran 0.7 mLmin_1. (A) HPLC chromatogram at 254 nm, (B) Contour plot of the HPLC
chromatogram from 210 to 400 nm, (C) UV spectrum of flunarizine dihydrochloride peak (Wiwin, 2003)

Anda mungkin juga menyukai