Anda di halaman 1dari 54

REFERAT

KGD KULIT
Disusun oleh :
Pembimbing :
Nailah Rahmah (406181048)
dr. Gina Triana Sutedja, SpKK
Ivany Lestari Goutama (406181049)
Kartika Sanra Dila (406181084) dr. Novia Yudhitiara, SpKK
Latar Belakang
• KGD  suatu keadaan medik serius yang membutuhkan
pertolongan segera  mengancam nyawa.
• KGD  mengenai seseorang /sekelompok orang pada
setiap saat dan di mana saja.
• Saat KGD terjadi  tindakan pertolongan harus segera
dilakukan (pertolongan pertama - pertolongan yang di RS)
 ↓ mortalitas & morbiditas.
• Dibidang kulit  penyakit KGD: Pemphigus vulgaris,
Sindrom Steven Johnson - Nekrolisis Epidermal Toksik, dan
Eritroderma  kasus2 membutuhkan pertolongan yang
cepat & tepat  ↓ kecacatan - kematian.
KGD KULIT

Pemphigus Vulgaris
PEMPHIGUS VULGARIS

• Epidemiologi :

Kasus jarang, lebih sering pada orang yahudi dan di


dataran mediterania

Usia : 40-60 tahun

Sex : pria = wanita, tetapi lebih banyak wanita pada


Colombia dan Tunisia
Definisi

• Merupakan penyakit kulit autoimun (antibody mediated (type


II) hypersensitivity reactions) bullosa yang dapat mengancam
jiwa dan ditandai dengan hilangnya daya adhesi atau
perlekatan antar keratinosit di lapisan epidermis (acantholysis)
Etiologi

• Autoimun :

Yakni melibatkan autoantibodi (IgG


class) yang mengikat desmogleins
(glikoprotein transmembran pada
desmosom) sehingga menganggu
fungsi adhesi antar keratinosit dan
menginduksi terjadinya acantholysis
Klasifikasi

• Drug induced : D-penisilamin,


captopril

• Pemphigus vegetans : bentuk


lain dimana tempat predileksi
di intertriginosa, perioral,
leher, dan kepala
Desmoglein tipe 1 dan 3
Patogenesis
Patogenesis
• Rx inflamasi
• Terlepasnya sel epidermis
Manifestasi Klinis
• Distribusi : awal lokalisata, kemudian generalisata

• Tempat : awal pada mukosa mulut (dapat juga di hidung, faring, laring, dan vagina), lalu
beberapa bulan kemudian diikuti dengan lesi yang sama ditempat lain (kepala, wajah, dada,
axila, lipat paha, punggung, dan umbilikus). Dapat juga akut langsung diseluruh tubuh namun
jarang

• Sifat : tidak gatal, namun nyeri seperti rasa panas terbakar  lesi pada mulut menurunkan
nafsu makan, suara serak, dan disfagia

• Lesi : tampak multiple, tersebar secara acak, diskret-konfluens, ukuran bervariasi mulai dari
lentikuler-plakat, kering (jika pecah maka basah), batas tegas, dengan efloresensi vesikel dan
bulla, flaccid, mudah pecah dan keluar cairan serosa dengan makula eritema disekitarnya. Jika
pecah  erosi dan mudah berdarah.

 Krusta (jika di kepala), mukosa jarang vesikel/bula dan lebih sering erosi
Lesi berupa erosi dengan
perdarahan, berjumlah
multiple, tersebar secara
acak, diskret, basah.

Lesi berupa bulla dan


kerusta, dengan makula
hiperpigmentasi
disekitarnya,multiple,
diskret, kering, dengan
ukuran sebesar milier-
lentikuler
Lesi berupa bulla lepuh,
erosi, berjumlah
multiple, ada yang
diskret dan ada yang
konfluens, basah,
dengan ukuran
Lesi berupa erosi dan
lentiluler-plakat
terdapat perdarahan,
sebesar plakat dia
area punggung
Manifestasi Klinis
• Pemphigus vegetans

Lesi : vegetasi plak purulent dengan


reaksi granulomatosa yang terutama
terletak pada intertriginosa, perioral,
leher, dan kepala

Distribusi lokalisata pada daerah


predileksi dengan multiple, konfluens,
batas tegas, ukuran plakat, basah,
dengan efloresensi plak eritema
dengan makula eritema disekitarnya
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
• Keadaan Umum : tampak sakit sedang-berat

• Tampak lemah, dengan keluhan tambahan malaise dan penurunan BB

• Kulit : tampak vesikel/bula dengan atau tanpa erosi dan pendarahan dengan makula
eritema disekitarnya pada area predileksi. Dirasakan nyeri dan rasa panas seperti
terbakar + Nikolsky sign (+)

• PP :

Mikrosop cahaya : separasi keratinosit suprabasal

Imunopathology : deposit igG di sibstansi intraseluler epidermis

Serum (ELISA) : autoantibodi IgG terhadap desmoglein 3 yang terletak di desmosome


keratinosit
Pemeriksaan Penunjang
DD
• Aphthae
• Mucosal lichen planus
• Erythema multiforme
Tatalaksana
• Glukokortikoid : 2-3 mg/KgBB prednisone sampai dengan lepuh tidak muncul kembali dan nikolsky

sign (-). Jika sudah maka reduksi setengah dosis, dan tapering off sampai dengan dosis meintanance

• Imunosupresif

Azathioprine : 2-3 mg/KgBB

Methotrexate : PO/IM, 25-35mg/minggu

Cyclophosphamide : 100-200 mg/hari

Mycophenolate mofetil : 1g 2X/hari

Plasmapharesis

High dose IVIG : 2g/KgBB tiap 3-4 minggu

Rituximab : IV 1X/minggu selama 4 minggu


Tatalaksana

• Topikal : sebenarnya tidak terlalu penting dibandingkan


dengan sistemik

Erosi : silver sulfadiazine (antiseptic dan astringen)

Jika lesi sedikit : kortikosteroid intralesi dengan


triamsinolon asetonid
Komplikasi

• Sepsis

• Kakhesia

• Electrolite imbalance

 Merupakan 3 penyebab kematian utama


Monitoring

• Klinis : perbaikan dari lesi kulit dan efek samping obat

• Hematologi : Antibody titer

• Metabolik : efek dan efek samping dari glukokortikoid


dan atau imunosupresif agent
Prognosis

• Ad vital : dubia ad malam

• Ad functionam : dubia ad bonam

• Ad sanationam : ad malam
KGD KULIT

Steven Johnson Syndrome –


Toxic Epidermal Necrolysis
Epidermal Necrolysis
EPIDERMAL NEKROLISIS (EN) : STEVEN-
JOHNSON SYNDROME (SJS) DAN TOKSIK
EPIDERMAL NEKROLISIS (TEN)

• KGD kulit yang dapat mengancam nyawa dan ditandai dengan


adanya reaksi mukokutan akut berupa nekrosis ekstensif dan
lepasnya lapisan epidermis kulit dan membran mukosa. TEN
merupakan bentuk luas dari SJS, yaitu :

SJS : meliputi <10% BSA (Body Surface Area)

SJS/Ten (overlap) : meliputi 10-30% BSA (Body Surface Area)

TEN meliputi >30% BSA (Body Surface Area)


Epidemiologi

• Lebih sering pada usia 40-60 tahun

• Pria = Wanita

• FR : SLE, HIV/AIDS, gen HLA-B12, HLA-B1502, dan HLA-


B5801 di Han Chinese
Etiologi

• 80% : obat-obatan

• 20% : zat kimia,


Mycoplasma,
pneumonia,
infeksi virus, dan
reaksi post-
imunisasi
Pathogenesis
• Patogenesis dari SJS dan TEN belum sepenuhnya diketahui. Diduga akibat
reaksi imunitas sitotoksik terhadap antigen asing (obat-obatan) yang
mengakibatkan destruksi keratinosit secara ekstensif. Diduga reaksi ini
merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hypersensitivity)
subtipe c. Terdapat beberapa agen sitotoksik yang berperan, yaitu :

1. CD8+

2. Sel NK

3. Makrofag
Pathogenesis

• Sel T CD8+ dan agen sitotoksik lainnya yaitu meliputi


Fas, perforin, dan Granzyme B yang mencetuskan
proses apoptosis pada keratinosit. Granulisin
merupakan substansi yang memiliki efek sitolitik dan
pro-inflamasi yang diduga menjadi faktor utama
penyebab terjadinya proses apoptosis pada keratinosit
Manifestasi Klinis
• Gejala prodromal : demam, sakit kepala dan malaise terjadi 1-3 hari
sebelum lesi kulit muncul
• Lesi kulit :
Prodromal rash (lesi kulit sesaat setelah gejala prodromal) : lesi berupa
morbiliformis (ruam maculopapular eritema), dapat juga seperti sel
target dengan atau tanpa purpura. Awalnya diskret tetapi akan menjadi
konfluens dengan cepat (beberapa jam sampai dengan hari), dapat juga
dengan lesi eritema difus dan tanpa adanya ruam.
Fase akut : muncul setelah gejala prodromal, yaitu lesi berupa makula
eritema sebagai penanda sudah terdapat nekrosis pada epidermis.
Makula cepat membesar dan konfluens. Lalu timbul bulla dengan
Nikolsky sign (+). Epidermis yang terlepas menyisakan dermis yang
terlihat merah dan oozing (basah) dan terlihat seperti luka bakar
Manifestasi Klinis
• Keluhan tambahan lainnya : nyeri tekan kulit ringan sampai
dengan sedang, terasa panas seperti terbakar, paresthesia,
mikturisi, dan anxietas
• Mukosa : Lesi berupa eritema yang sangat nyeri. Tempat
predileksi berupa bibir, mukosa buccal, konjungtiva, genital, dan
anus.
Konjungtiva : 85% pasien mengeluh terkena pada konjungtiva
yang terasa gatal, panas seperti terbakar, dengan lesi hyperemia,
terbentuk formasi pseudomembran, keratitis, erosi kornea, dan
terdapay sinekia antara kelopak mata dan konjungtiva bulbi,
disertai keluhan berupa fotofobia, nyeri, lakrimasi, dan
penurunan visus.
Manifestasi Klinis
• Oral : terdapat erosi dengan pseudomembran berwarna
putih keabuan dengan krusta sanguilenta dibibir.
Keluhan disertai disfagia, nyeri dan panas seperti rasa
terbakar, dan kesulitan makan.
Manifestasi Klinis
• Genitalia : bagian mukosanya terdapat erosi,
kemerahan, panas, nyeri, ditambah keluhan berupa
nyeri saat berkemih.
Distribusi
• Biasanya lesi awal eritema berada
pada wajah, ekstremitas, lalu
berkonfluens dalam beberapa jam
sampai dengan hari. Kemudian
menjadi generalisata sampai
dengan universal meliputi mukosa.
Distribusi lesi juga dapat dihitung
berdasarkan BSA/LPT (Luas
Penampang Tubuh) yang
didapatkan dari perhitungan rule of
nine untuk dapat membedakan dan
mendiagnosis EN secara benar.
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan histopatologis kulit
• Darah tepi lengkap  anemia,
leukositosis dan trombositopenia
• Analisis gas darah  alkalosis respiatori
• Kadar elektrolit, albumin dan protein
darah  hipoalbuminemia dan
hipoproteinemia
• Fungsi ginjal  prerenal azotemia
• Fungsi hepar  peningkatan kadar
enzim hepar
• Glukosa darah sewaktu  diatas 14mM
menunjukkan severitas.
Diagnosis Banding
Komplikasi
• Akut  sepsis
• Multisystem organ failure dan
pulmonary complications
• Late ophthalmic complications
• Perubahan pertumbuhan kuku
Treatment
• Symptomatic treatment
• Mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit, suhu
lingkungan yang optimal 28-30 derajat celcius, nutrisi sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan asupan makanan, perawatan
kulit secara aseptik tanpa debridement, perawatan mata dan
mukosa mulut.
• Spesific treatment in acute stage
• Kortikosteroid  masih kontroversial
• Imunoglobulin IV
• Cyclosporin A
• Plasmapheresis atau hemodialisis
• Antitumor necrosis factor agent
KGD KULIT

Exfoliatve Dermatitis
(Erythroderma)
Exfoliatve Dermatitis
(Erythroderma)
Definisi
• Eritroderma ialah kelainan kulit yang dtandai dengan
adanya eritema universalis (90%-100%), biasanya
disertai skuama. Bila eritemanya antara 50%-90% 
pre-eritroderma.
• Mutlak  eritema
• Skuama tidak selalu terdapat  eritroderma karena
alergi obat sistemik
Epidemiologi
• Dapat terjadi pada usia berapapun namun jarang terjadi
pada anak-anak. Pria memiliki prevalensi yang lebih
tinggi dari wanita. Psoriasis merupakan penyakit kulit
utama yang mendasari terjadinya ED (Exfoliative
Dermatitis).
Etiologi
• Dapat disebabkan oleh berbagai penyakit kulit dan penyakit sistemik. Tidak
ada etiologi yang mendasarinya diidentifikasi pada sekitar 20% kasus DE
(kisaran,7% -33%) dan kasus-kasus ini diklasifikasikan sebagai idiopatik.
Psoriasis adalah penyakit kulit yang paling umum yang mendasari
menyebabkan ED (23% kasus), diikuti oleh spongiotik dermatitis (20%).
Kemungkinan pemicu untuk ED psoriasis:
• Obat-obatan, seperti litium, terbinafin dan antimalaria;
• Obat topikal iritan, termasuk tar;
• Penyakit sistemik;
• Menghentikan obat topikal kortikosteroid atau oral yang poten, metotrexate, atau
biological (efalizumab);
• Infeksi, termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV);
• Kehamilan;
• Stres emosional;
• Phototherapy burns.
Etiologi
• Dapat disebabkan oleh berbagai penyakit kulit dan penyakit sistemik. Tidak
ada etiologi yang mendasarinya diidentifikasi pada sekitar 20% kasus DE
(kisaran,7% -33%) dan kasus-kasus ini diklasifikasikan sebagai idiopatik.
Psoriasis adalah penyakit kulit yang paling umum yang mendasari
menyebabkan ED (23% kasus), diikuti oleh spongiotik dermatitis (20%).
Kemungkinan pemicu untuk ED psoriasis sertakan yang berikut:
• Obat-obatan, seperti litium, terbinafin dan antimalaria;
• Obat topikal iritan, termasuk tar;
• Penyakit sistemik;
• Menghentikan obat topikal kortikosteroid atau oral yang poten, metotrexate, atau
biological (efalizumab);
• Infeksi, termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV);
• Kehamilan;
• Stres emosional;
• Phototherapy burns.
Patofisiologi
• Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat
diketahui ialah akibat suatu agent dalam tubuh, maka
tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah
kapiler (eritema) yang universal.
Manifestasi Klinis
• Perluasan ukuran patch eritematosa dan menyatu
menjadi eritema dengan penampilan mengkilap,
melibatkan lebih dari 90% permukaan kulit pasien.
• Perubahan rambut  Sisik di kulit kepala, alopecia, dan
dalam beberapa kasus, efluvium difus dapat dilihat.
• Perubahan kuku  onikolisis, hiperkeratosis subungual,
perdarahan splinter, paronychia, Beau’s line, dan,
kadang-kadang, onikomadesis.
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
• anemia, leukositosis, limfositosis, eosinofilia, peningkatan IgE, penurunan
albumin serum, dan tingkat sedimentasi eritrosit yang meningkat.
• Kehilangan cairan  kelainan elektrolit dan fungsi ginjal yang abnormal
(peningkatan kadar kreatinin)
• Peningkatan kadar IgE telah dicatat pada pasien dengan DE yang tidak
terkait dengan dermatitis atopik, termasuk pada ED psoriatik.
• Histopatologi
• Temuan histopatologi berbeda, tergantung pada etiologi yang mendasari.
• Spesimen biopsi sering memberikan gambaran nonspesifik 
hiperkeratosis, parakeratosis, acanthosis, dan infiltrasi inflamasi kronis.
Diagnosis Banding
Komplikasi
• Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan
termoregulasi, gagal jantung berefek tinggi, syok
kardiogenik, sindrom gangguan pernapasan akut,
dekompensasi penyakit hati kronis, dan ginekomastia.
• Hipoalbuminemia
• Disregulasi suhu tubuh
• Sepsis
Tatalaksana
• Kortikosteroid
• Antihistamin
• Antibiotik
Prognosis
• Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik  baik.
• Pada eritroderma yang belum diketauhi penyebabnya,
pengobatan kortikosteroid hanya mengurangi gejala dan
pasien akan mengalami ketergantungan dengan
kortikosteroid (corticosteroid dependece).
• Sindrom Sezary  buruk
Pencegahan
• Obat dan iritasi yang sebelumnya menyebabkan ED
harus dihindari.
• Steroid sistemik harus dihindari  psoriasis. Untuk
mencegah flare rebound.
• Mendidik pasien dengan penyakit yang mendasari
(misalnya, psoriasis, dermatitis atopik) tentang
kemungkinan pemicu ED (iritasi, penghentian tiba-tiba
terapi tertentu) juga dapat membantu mencegah ED.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
Wolff K. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine ed VIII. McGraw-Hill Companies. United States.
2. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. Int
ed. Saunders Elsevier. Philadelpia, USA. 2013
3. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and Molecular
Immunology. 6th ed. Saunders Elsevier. Philadelpia, USA.
2007
4. Menaldi SLSW. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed
7. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Anda mungkin juga menyukai