Anda di halaman 1dari 15

PARADIGMA KADERISASI

DAN GERAKAN PMII

Disampaikan oleh Agus Mulyono Herlambang


Menyoal paradigma
paradigma di sini dibatasi maknanya pada tiga hal: cara melihat realitas
atau cara pandang terhadap realitas 1) memahami positioningnya,
menyadari living reality yang dihadapi, menghayati historical context
yang melingkupinya, dan; 2) teori, konsep, metode, atau kerangka
transformasi sosial yang diyakini dan dianut, serta 3) tahapan-tahapan
pergerakan yang dirumuskan
Menyoal paradigma
• Sedangkan aspek landasan ontologis, epistema, aksiologis, orientasi,
nilai, cita –cita sosial kemasyarakatan pergerakan, sepenuhnya diambil
dari tradisi aswaja an-nahdhiyyah. Jika menggunakan bahasa sosial,
paradigma ini berisi dual hal pokok, yakni what have to do (aspek
aswaja an-nahdhiyyah) dan how to do (aspek paradigma sosial).
• Persoalan what have to do merupakan persoalan subtansi gerakan, ideologis,
normatif, yang sudah banyak dirumuskan. Persoalan yang harus dituntaskan adalah
soal how to do, persoalan paradigma gerakan. Jika mengacu ke sejarah, secara
gamblang terjelaskan bahwa kunci transformasi sosial adalah
• akumulasi spiritual
• akumulasi politik
• akumulasi ekonomi
• akumulasi pengetahuan
• akumulasi kebudayaan
atau yang sering disederhanakan dengan taswirul afkar, nahdlatut-tujjar, nahdlatul
wathon, Komite Hijaz.
Kunci keberhasilan Perjuangan
• Menguasai dan mengendalikan arus struktural politik dan ekonomi
• memiliki basis pengetahuan yang memadai
• memiliki akar ruhaniah yang kokoh
• memegang arus tradisi dan kebudayaan yang bekerja di masyarakat.
Bandingkan dengan ahli ekonomi politik internasional, Susan Strange,
kunci dominasi dan hegemoni global terdapat pada penguasaan
knowledge structure, financial structure, production structure, dan
security structure.
• Pertanyaannya adalah, bagaimana menerjemahkan paradigma perubahan
tersebut dalam konteks gerakan mahasiswa PMII?
• Bagaimana wujud kontekstualisasinya dalam kerangka PMII? Kenyataan bahwa
PMII merupakan organisasi mahasiswa, berbasis di kampus, bagian dari gerakan
besar NU, mutlak dijadikan variabel pokok dalam merumuskan paradigma PMII.
• Kenyataan bahwa PMII adalah organisasi kader, bukan organisasi politik, bukan
satu-satunya aktor sosial dalam semesta perjuangan aswaja, yang memiliki
berbagai berbagai keterbatasan-keterbatasan struktural merupakan hal yang
harus dijadikan pijakan. Kegagalan memahami jati diri PMII dan realitas
struktural PMII tersebut merupakan akar disorientasi gerakan, tidak tertatanya
gerakan, kebingungan dalam positioning, dan akhirnya melahirkan anarkisme
gerakan.
Landasan
• 1) PMII merupakan bagian dari masyarakat sipil, bukan masyarakat politik, dan
masyarakat ekonomi. PMII bukanlah bagian dari negara, partai politik, namun
merupakan entitas sosial seperti NU. Keberadaan kader-kader dan alumni dalam
political society bukan berarti menggeser posisi kelembagaan PMII sebagai bagian dari
kekuasaan, sebagaimana juga posisi NU. Pembedaan ini bukan dalam kerangka oposisi-
biner, antinegara, namun sebatas untuk kebutuhan positioning khittah perjuangan.
• 2) PMII merupakan organisasi kemahasiswaan dengan anggota mahasiswa, berlokus
di Universitas, yang berimplikasi secara spesifik pada perbedaan sasaran, target, fokus,
dan tujuan dengan organisasi yang lain meskipun sama-sama berideologi aswaja an-
nahdhiyyah. PMII, misalnya, berbeda dengan Fatayat dalam area perjuangan meskipun
sama-sama organ sayap muda NU.
• 3) PMII memiliki dua sasaran perjuangan, yakni kader dan ranah sosial.
Sasaran Internal
• Pada sasaran yang pertama PMII, yakni mencetak kader, memobilisasi
seluruh sumber dayanya untuk mendidik para kadernya menjadi
sosok kader ideal yang diterminologikan sebagai kader ulul-albab.
Kader ulul-albab ini dibagi menjadi dua, yakni kader basis dan kader
pelopor. Kader basis adalah warga PMII secara umum dengan dua
karakter dasar: berpegang teguh pada prinsip dan setia pada proses.
Kader yang sholihun fizamanih. Kader pelopor adalah warga PMII
memenuhi persyaratan khusus untuk dikader pada tahap lanjut sesuai
dengan kebutuhan perjuangan organisasi dan dinamika zaman yang
senantiasa mengalami pergeseran.
Sasaran eksternal
Pada sasaran kedua, yakni, ranah sosial, PMII merupakan alat atau instrumen
perjuangan sosial yang menyasar sasaran pada institus-institusi supranegara
(global/transnational institution) dan political society, economic society (negara);
masyarakat; dan arena kebudayaan. Pada sasaran institusi-institusi global PMII
berkepentingan memahami ideologi, mekanisme kerja, basis legal kelembagaan
operasional, impact, dan strategi “penetrasi” dalam lembaga-lembaga tersebut yang
kian mengarah ke terbentuknya global governance.
Pada sasaran ranah negara PMII berkepentingan proses-proses bernegara di
republik ini berjalan sesuai dengan konstitusi (Pancasila, UUD 45, NKRI,
Kebhinekaan) atau dalam bahasa pesantren semua kebijakan koheren dan konsisten
dengan maqoshid syariah. Pada sasaran masyarakat PMII bercita-cita mewujudkan
sistem sosial masyarakat yang bertumpu pada nilai-nilai aswaja an-nahdhiyyah
Problem utama kita
Paradigma-paradigma yang berkembang di PMII berdiri di atas asumsi
seolah-olah PMII adalah partai politik, organisasi besar dengan multi-
basis dan sasaran, sektoral maupun non-sektoral, hingga diimajinasikan
bisa menjangkau semua bidang. Inilah yang mesti dibongkar dan
diperjelas agar cara pandang terhadap diri, realitas, dan proyeksi peran
yang hendak dimainkan terang bendarang (clear and distinct).
• Untuk mewujudkan negara sebagaimana diimajinasikan di atas dapat dilakukan dengan
dua cara, pertama menguasai negara atau menjadi bagian dari negara (eksekutif,
parlemen, birokrasi, dan lembaga-lembaga supranegara lain yang ada) dan kedua, melalui
jalur di luar negara melalui advokasi, judicial review, dan terlibat dalam ruang partisipasi
publik yang dijamin undang-undang dalam proses pembuatan kebijakan publik.
• Dengan ini, kita menyadari bahwa ruang strategis yang harus menjadi area distribusi
bukan hanya jabatan-jabatan produk elektoral (presiden, kementrian, kepala daerah,
parlemen, dan lainnya), namun birokrasi, yudikatif, institusi “ekstra-negara” seperti KPK,
KY, Ombudsmen, dan lainnya, strategic think-thank, pressure group, hingga BUMN. Hal
yang sama juga berlaku pada ranah global (global front) oleh karena kekuatan global
sangat berpengaruh dalam dinamika global dan nasional. Dalam ranah global ini PMII
berkepentingan menempatkan kadernya dalam institusi-institusi global yang
berpengaruh.
• Keduanya, bergerak melalui dalam-negara dan di luar negara, merupakan
komplementer, saling melengkapi, dan bukan oposisi biner, apalagi saling
menegasikan. Kedua front ini dibutuhkan dalam (war of position) dan (war of
manuever).
• Pertanyaannya, sebagai organisasi mahasiswa, positioning dan peran apa yang
mestinya diambil oleh PMII untuk mencapai tujuan tersebut. Di sinilah, sekali lagi,
kita harus menghayati bahwa PMII bagian dari matarantai perjuangan yang
panjang, dan bukannya aktor tunggal. Pada fase PMII, jelas secara kelembagaan
PMII bukanlah partai politik, karena itu tidak mungkin menguasai negara secara
langsung, dan karenanya menegaskan identitas bukan sebagai bagian dari political
society selayaknya partai politik. Artinya, sebagai organisasi mahasiswa, bukan
khittah PMII memobilisasi sumber dayanya untuk merebut negara secara langsung.
• Jika demikian, peran apa yang mesti diambil?
PMII mengambil dua peran. Pertama, menyiapkan kader pelopor untuk
bertarung pasca-PMII untuk merebut negara. Kedua, sebagai proses
pematangan ideologi, tempaan pengalaman, internalisasi nilai,
sekaligus exercise gerakan, peran yang bisa dilakukan oleh PMII adalah
dorongan perubahan melalui jalur kedua, jalur di luar negara, yakni
advokasi dan metode lainnya. Ketiga, sesuai lokusnya, maka
memenangkan pertarungan di kampus merupakan tugas PMII.
• Wal-hasil, secara sederhana, dapat disimpulkan paradigma gerakan
PMII bertumpu pada cara pandang organisasi sebagai alat untuk: 1)
merebut sumber daya mahasiswa dan mendidiknya menjadi kader
ulul-albab baik sebagai warga pergerakan maupun kader pelopor,
yang memiliki kapasitas mengelola organisasi dan persenjataan
tangguh untuk bertarung pasca-PMII di ruang-ruang distribusi
strategis; 2) merebut ruang-ruang strategis di kampus; 3)
memperkuat public awareness dan advokasi kebijakan publik dengan
central concern pada pada kebijakan ekonomi, politik, pendidikan;
dan 4) dinamisasi dan produksi kebudayaan.
• Fungsi produksi (rekruitmen dan pendidikan kader) diperankan oleh
PMII, sedangkan fungsi distribusi by design pasca-PMII diperankan
oleh IKA-PMII.
• Pada fase PMII lokus pertarungannya tidak di sentrum-sentrum
kekuasaan, namun pada perebutan sumber daya mahasiswa di
kampus, kaderisasi, penguatan kapasitas sumber daya, dan advokasi
sosial. Di atas semua pandangan paradigmatik inilah nanti sistem
kaderisasi disusun.

Anda mungkin juga menyukai