Anda di halaman 1dari 17

Sejarah Kekristenan

di Sulawesi Selatan & Sulawesi Tenggara


Kelompok 3
Kelompok 3

01 02
Delsya Salonga Ritayani Siling
(2020196667) (2020196658)

03
Septiani Marce
(2020196679)
Gambaran Umum Keadaan Sulseltra
Di wilayah Sulseltra terdapat gereja suku yang berakar pada usaha
Pekabaran Injil yang dilakukan oleh berbagai badan. Sebelum
kekristenan masuk ke wilayah Sulseltra, sebagian besar penduduknya
menganut agama suku/ agama nenek moyang. Jemaat protestan di kota
Makassar atau Ujung Pandang pada tahun 1910 dilayani oleh seorang
pendeta GPi bernama R. W. F. Kijftenbelt. Dalam abad ke–19
pemerintah menekankan netralitasnya, bersedia untuk membiayai
kegiatan tersebut meskipun dengan syarat harus dicari lembaga pI yang
dapat mengoper tugas itu dari GPI. NZG pada tahun – tahun itu
memperluas pekerjaannya di Poso, menduduki daerah–daerah yang
berbatasan dengan Poso dan telah mempertimbangkan kemungkinan itu
sebelum GPI memulai kegiatannya.
01
Sejarah Kekristenan
di Sulawesi Selatan
Sejarah Kekristenan
di Sulawesi Selatan
Pada tahun 1905, Tana Toraja dijajah oleh pemerintah Belanda. Pembesar-
pembesar di daerah itu sudah biasa bergaul dengan bangsawan-bangsawan
Islam di daerah Sulawesi Selatan lainnya dan mereka giat di bidang
perdagangan. Pada tanggal 7 November 1913, tibalah zendeling pertama,
yaitu A.A. Van de Loosdrecht di Rantepao. Beberapa hari kemudian, ia
berangkat untuk belajar selama beberapa bulan pada Adrianii dan Kruyt di
Poso. Tetapi sejak 8 Mei 1914 ia menetap di Rantepao. Setahun sesudahnya,
berlangsung pelayanan baptisan pertama kali atas empat pemuda Toraja
tamatan sekolah dasar. Pada tahun 1917, ada lagi 11 orang Toraja yang
dibaptis.
Pada tahun 1928, GZB menempati daerah Rongkong dan Seko, dan
pada tahun 1930 seorang zendeling di tempatkan di Palopo.
Khususnya pada tahun 1932-1934 jumlah rang Kristen bertambah
secara menonjol. Pada akhir tahun 1938 terdapat 14.000 orang yang
sudah di baptis. NBG (Lembaga Alkitab Belanda) menunjang usaha
pI di daerah Toraja dengan menempatkan Van de Loosdrecht, yang
merupakan ahli bahasa. Ia mulai menerjemahkan PB yang selesai
dicetak pada tahun 1951 dan PL yang selesai dicetak tahun 1960.
Pada tahun 1927, diterbitkan buku berisi sejumlah mazmur dan
nyanyian rohani, tiga diantaranya memakai lagu asli Toraja.
Pada tahun 1930an klasis mulai dibentuk dan tahun 1938 telah ada sinode wilayah
disatu resort, sehingga tahun 1940 telah berdiri jemaat pertama di wilayah GZB
dimana mereka memanggil pendetanya sendiri.
Pada Maret 1947 diadakan sidang sinode di Rantepao, pada saat itu ditetapkan
penerimaan tata gereja yang telah dirancang oleh zending 1937 serta menetapkan
nama gereja menjadi Gereja Toraja.
Pada tahun 1950-1965 ditetapkan halilhwal Gereja Toraja melalui pergolakan
DI/TII yang dilangsungkan di Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1950 banyak tenaga zending belanda yang meninggalkan Tana Toraja
karena merasa tidak aman.
Tahun 1952,ribuan orang Kristen terpaksa mengungsi ke kota-kota karena pada saat
itu jemaat-jemaat mengalami tekanan,meskipun demikian pada tahun itu juga
terdapat puluhan ribu orang Toraja memilih masuk Kristen.
Pada tahun 1921 telah ada jemaat yang memilih penatua, yang dipilih
menjadi penatua pada umumnya adalah orang terkemuka dalam
masyarakat.
Dalam tahun 1950-1980 Gereja Toraja menempuh haluan yang lain dari
yang telah diwariskan oleh induknya dimana Gereja Toraja memberikan
corak dalam organisasi yang lebih sentralistis, nyanyian rohani dinyanyikan
dalam ibadah disamping nyanyian mazmur.
Tahun 1981, Gereja Toraja menerima pengakuan iman sendiri.
Pada tahun 1913-1914, GPI berhasil mempertahakan daerah Mamasa dan
sekitarnya karena GZB tidak mempunyai tenaga untuk menggarap.
Pada tahun 1920-1928, GPI menempatkan seorang pendeta kedua di
Makassar dengan tugas khusus melayani di daerah tersebut.
Pada tahun 1948 berkumpullah sinode pertama Gereja Toraja Mamasa
(GTM).
Dan pada tahun 1965 daerah dan gereja Mamasa memasuki masa
pembangunan.
Mulai tahun 1667, Makassar dan daerah sekitarnya termasuk wilayah
kekuasaan Belanda. GPI menempatkan seorang pendeta di kota tersebut untuk
merawat jemaat-jemaat kecil di Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1895 ada lagi pI diutus ke SulSel, yaitu oleh UZV. Pada tahun
1933, dua badan memulai lagi usaha pI di SulSel. Pendeta GPI di Makassar
membuka pos pI di Lanjuanging dan di pulau Salayar.
Sebelum Perang Dunia beberapa puluh orang dibaptis di Makassar dan
Salayar, serta beberapa ratus orang Bugis di daerah Watansoppeng. Pada
waktu perang, gerakan di Soppeng meluas lagi. Sesudah perang, kedua
cabang, yaitu pekerjaan GPI dan Gereja-Gereja Gereformeerd digabungkan
menjadi GKSS (1966), yang kini beranggotakan ±6.000 orang.
02
Sejarah Kekristenan
di Sulawesi Tenggara
Sejarah Kekristenan di Sulawesi Tenggara
Injil masuk di wilayah Sulawesi Tenggara pada tahun 1916 yang
dipelopori oleh seorang berkebangsaan Belanda yakni Ds. Hendrik
Van Der Klift. Dalam misi pekabaran Injilnya, Van Der Klift
bersama isterinya, A.G. Van Der Klift Sniyer, memulai dengan
membangun masyarakat melalui pendidikan dengan mendirikan
sekolah-sekolah, kesehatan dengan mendirikan poliklinik-poliklinik,
pertanian dengan cara mengajar berkebun dan bersawah,
membangun perkampungan yang teratur, dan memberikan latihan
keterampilan seperti pertukangan dan keterampilan kewanitaan.
Pada Tahun 1918 di Mowewe, dilakukanlah pembaptisan pertama atas
murid-murid Van Der Klift, yaitu Wala Wongga (Petrus Wongga), Lama
Tungga, Tabeke, dan Korahi bersama dengan anak-anaknya.
Van Der Klift kemudian mengembangkan wilayah kegiatannya ke
daerah lain seperti Sanggona (Mowewe Utara), Rate-Rate, Lambuya,
Puriala, Kendari, Moronene, dan akhirnya keseluruh jazirah Sulawesi
Tenggara.
Pada Tahun 1942, para missionaris dari Belanda harus kembali ke
negara mereka karena Jepang telah menguasai daerah Sulawesi
Tenggara. Agar pekabaran Injil terus berlangsung, maka sebelum Ds.
Hendrik Van Der Klift meninggalkan Jazirah Sulawesi Tenggara,
dilakukanlah pentahbisan Guru-Guru Injil.
Tanggal 19 Nopember 1945 terjadi pertempuran antara Tentara
Kemerdekaan Rakyat (TKR) dengan tentara NICA di Kolaka.
Sehingga Badan Zending (Nederland Zendingsvereeniging/ NZV)
kemudian menyerahkan tanggung jawab pertumbuhan gereja di
Sulawesi Tenggara kepada gereja Hervormed (NHK) yang kemudian
pada tahun 1946 mengutus 3 (tiga) orang pendeta ke Sulawesi
Tenggara yakni, Ds. J. Schurman, Ds. L. Boor, Ds. Th. Schurmans.
Bulan Oktober 1946 diadakanlah pertemuan di Lambuya untuk
pengaturan pelayanan Jemaat dan Pekabaran Injil untuk
mempercepat pertumbuhan.
NZV di Sulawesi Tenggara
Pada tahun 1905 pemerintah Belanda ditegakkan di Sulawesi Tenggara. Di
daerah – daerah Sulawesi lainnya kedatangan orang Belanda memberi
keleluasan kepada pedagang dan lainnya untuk menyebarkan agama Islam.
NZG yang menggarap daerah yang berbatasan dengan daerah Sulawesi
Tenggara melihat perkembangan itu dengan prihatin. NZV yang sudah bekerja
di Jawa Barat bersedia untuk menangani pekerjaan di Sulawesi Tenggara.
Orang pertama yaang diutus adalah H. Vander Klift (1916-1946) yang bekerja
dibagian Barat Sulawesi Tenggara yang termasuk kerajaan Luwu (Kolaka).
Tahun 1917 berlangsung pembatisan pertama, kemajuan didaerah itu lambat
sebab Islam sudah tertanam disana. Raja–raja telah masuk Islam namun pekabar
Injil M. J. Gouweloos (di Sulawesi 1941 – 1942 berhasil menerapkan asas
Kruyt). Pada tahun 1923 dibuka pekerjaan di daerah Timur yang tidak termasuk
wilayah Luwu sehingga di sana pekabaran Injil maju lebih cepat.
Refleksi Teologis
Meskipun pada saat itu dalam memberitakan Injil sangatlah tidak
mudah tetapi ketika kita melihat perjuangan daari para misionaris
yang rela melakukan berbagai cara untuk memenangkan jiwa orang
yang perlu dirangkul dalam kebenaran Injil sehingga mereka dapat
percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Sebagai umat kristen dalam memberitakan kabar keselamatan zaman
sekarang telah terbilang cukup mudah seperti halnya bisa melalui
media sosial yang di share, yang bisa mempengaruhi orang – orang
yang melihatnya. Dengan demikian, sepatutnya kita menggunakan
waktu bermain media sosial dengan baik, terlebih khusus dalam
membagikan postingan yang positif seturut dengan yang dikatakan
Firman Tuhan, sehingga hidup menjadi bermakna dan membawa
berkat bagi banyak orang.
Kesimpulan
Pada awal abad ke–20 kekristenan di wilayah Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara merupakan kepercayaan sekelompok kecil para
pendatang. Di daerah tersebut GPI mulai bekerja (1912) khususnya
dibagian Utara tetapi beberapa dari badan PI datang
menggantikannya, karena pola kerja mereka berbeda, dalam hal sikap
terhadap adat, pendekatan ala Poso yang umumnya juga dipakai di
Sulawesi Selatan. Kemudian dalam hal organisasi gereja GZB dan
CGK lebih banyak meneladani pola gereja Gereformeerd di Jateng.
Menurut jumlah orang yang masuk Kristen, hasil PI di Sulawesi
Selatan yang paling besar adalah baagian Utara, terlebih khusus
didaerah pedalaman karena disana zending masuk mendahului atau
bersamaan waktu dengan agama Islam. Tetapi dipesisir dan daerah
Sulawesi Tenggara, pengaruh Islam sudah terlanjur tertanam.
Thank You!
Any
Question?

Anda mungkin juga menyukai