Anda di halaman 1dari 19

ICU (Intensive Care Unit)

Naylil Mawadda Rohma, M.Kep


 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di
Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah
direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang di
tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit,cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia (tidak tentu/ragu – ragu).
 ICU menyediakan kemampuan dan saranan,prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan
staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. Pada ICU,
perawatan untuk pasien dilaksanakan dengan melibatkan berbagai tenaga profesional yang
terdiri dari multidisiplin ilmu yang bekerjasama dalam tim. Pengembangan tim
multidisiplin yang kuat sangat penting dalam meningkatkan keselamatan pasien
(Kepmenkes RI, 2010).
Tujuan PELAYANAN YANG DILAKUKAN DI
RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ISICU, 2012).

1. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya kematian atau cacat.


2. Mencegah terjadinya penyulit.
3. Menerima rujukan dari level yang lebih rendah & melakukan rujukan ke level yang lebih
tinggi.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien
Pembagian ICU Berdasarkan Kelengkapan
( Rab, 2007).
ICU tingkat I ICU tingkat II ICU tingkat III

• terdapat di rumah sakit kecil • terdapat pada rumah sakit • merupakan ICU yang terdapat
yang dilengkapi dengan umum yang lebih besar di di rumah sakit rujukan dimana
perawat, ruangan observasi, mana dapat dilakukan terdapat alat yang lebih
monitor, resusitasi dan ventilator yang lebih lama lengkap antara lain
ventilator jangka pendek yang yang dilengkapi dengan dokter hemofiltrasi, monitor invasif
tidak lebih dari 24 jam. ICU ini tetap, alat diagnosa yang lebih termasuk kateterisasi dan
sangat bergantung kepada ICU lengkap, laboratorium patologi monitor intrakranial. ICU ini
yang lebih besar dan fisioterapi. dilengkapi oleh dokter spesialis
dan perawat yang lebih terlatih
dan konsultan dengan berbagai
latar belakang keahlian
DEFINISI PASIEN ICU

 Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien yang sakit gawat bahkan dalam keadaan
terminal yang sepenuhnya tergantung pada orang yang merawatnya dan memerlukan
perawatan secara intensif. Pasien ICU yaitu pasien yang kondisinya kritis sehingga
memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi, berkelanjutan,
dan memerlukan pemantauan secara terus menerus (Hanafie, 2007; Rabb, 1998).
Kondisi pasien yang dirawat di ICU (Hanafie,
2007; Rabb, 1998)

Pasien sakit berat, pasien tidak stabil


yang memerlukan terapi intensif Pasien yang memerlukan bantuan Pasien yang memerlukan terapi
seperti bantuan ventilator, pemberian pemantauan intensif sehingga intensif untuk mengatasi komplikasi-
obat vasoaktif melalui infus secara komplikasi berat dapat dihindari atau komplikasi dari penyakitnya seperti
terus menerus, seperti pasien dengan dikurangi seperti pasien pasca bedah pasien dengan tumor ganas dengan
gagal napas berat, pasien pasca besar dan luas, pasien dengan komplikasi infeksi dan penyakit
bedah jantung terbuka, dan syok penyakit jantung, paru, dan ginjal jantung.
septik
INDIKASI MASUK DAN KELUAR ICU
Kriteria Masuk

 Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care.
 Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan
berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan, terus menerus, dan
metode terapi titrasi.
 Pasien sakit kritis yang memerlukan pantauan kontinyu dan tindakan segera untuk
mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis. Namun, karena terdapat adanya
keterbatasan dalam hal fasilitas di ICU, maka berlakulah tiga asas prioritas. Dalam
keadaan yang terbatas, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas satu) lebih
didahulukan dibandingkan dengan pasien yang hanya memerlukan pemantauan intensif
(prioritas tiga). Perlu diperhatikan bahwa dalam menentukan prioritas pasien masuk ICU
sebaiknya ditentukan berdasarkan penilaian objektif terhadap berat dan prognosis
penyakitnya (Kepmenkes, 2010).
Prioritas Dalam Menentukan Pasien Masuk ke
ICU (Marik, 2015)
Prioritas satu
• Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis serta tidak stabil yang
• memerlukan terapi intensif dan pengawasa yang tidak selalu tersedia di luar
• ICU. Contohnya pasien yang membutuhkan bantuan ventilator, pemberian
• infus obat vasoaktif yang diberikan secara titrasi terus menerus, dll (Marik, 2015).

Prioritas dua
• Kelompok ini merupakan pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan
• canggih di ICU dan merupakan pasien yang berisiko untuk memerlukan terapi
• intensif secara tiba-tiba. Contohnya pasien dengan penyakit jantung, paruparu, ginjal, atau penyakit
sistem saraf pusat dimana pasien tersebut memiliki
• penyakit yang berat dan akut atau pasien yang menjalani bedah mayor (Marik,
• 2015).
Prioritas Dalam Menentukan Pasien Masuk ke
ICU (Marik, 2015)
Prioritas tiga
• Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis serta pasien tidak stabil status kesehatannya sebelumnya, yang
disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya atau penyakit akut yang dapat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan manfaat dari perawatan di ICU. Pasien ini dapat menerima perawatan intensif untuk
mengurangi penyakit akutnya tetapi usaha dengan tujuan terapi diberhentikan sebentar misalnya untuk
pemasangan intubasi atau resusitasi jantung paru.
• Contoh pasien pada prioritas tiga ini yaitu pasien dengan keganasan metastatik dengan komplikasi infeksi,
pericardial tamponade atau obstruksi jalan nafas, atau pasien dengan penyakit jantung atau paru pada stadium
terakhir dengan komplikasi penyakit yang berat dan akut (Marik, 2015). Pasien yang tergolong dalam
prioritas tiga mamiliki kemungkinan sembuh dan/ atau manfaat terapi yang sangat kecil (Kepmenkes, 2010).
Prioritas empat
• Pasien pada prioritas empat ini merupakan pasien yang secara
umum tidak tepat untuk masuk ICU. Indikasi masuk pasien ini
seharusnya berdasarkan individu tersebut, pada keadaan yang
tidak biasa, dan atas kebijaksanaan pimpinan. Pasien ini dapat
digantikan apabila memenuhi kategori berikut:

Manfaat perawatan di ICU sedikit atau Pasien dengan penyakit terminal, penyakit yang
bahkan tidak ada (dibandingkan dengan irreversibel. Contohnya: pasien dengan kerusakan otak
berat yang irreversibel, irreversible multiorgan sistem
perawatan yang tidak di ICU) yang failure, keganasan metastatik yang tidak respon
didasarkan atas intervensi aktif yang terhadap kemoterapi dan/ atau teapi radiasi, brain dead
berisiko rendah yang tidak bisa dengan non-organ donor, pasien dengan keadaan vegetatif yang
menetap, pasien yang tidak sadar secara menetap, dll.
aman dipindahkan ke ruangan non-ICU. Kelompok ini termasuk pasien yang menolak untuk
Contohnya: pasien dengan peripheral dirawat di ICU dan/ atau monitor infasif dan lebih
vascular surgery, diabetic ketoacidosis memilih perawatan yang aman saja. Kelompok ini
mengecualikan pada pasien yang mengalami kematian
dengan keadaan hemodinamik yang batang otak tetapi akan mendonorkan organnya (pasien
stabil, conscious drug overdose, dan mild ini membutuhkan monitor infasif dan/ atau perawatan
congestive heart failure. di ICU).
Kriteria pasien masuk berdasarkan parameter objektif (Kariadi, 2013):

• Nadi <40 atau >140 kali/menit


• Tekanan darah sistolik arteri <80 millimeter air raksa (mmHg) atau 20 mmHg di bawah tekanan darah pasien sehari-hari
Tanda vital • Mean arterial pressure <60 mmHg
• Tekanan darah diastolic arteri >120 mmHg
• Frekuensi napas >35 kali/menit

• Natrium serum <110 MilliEquivalent per Liter (mEq/L) atau >170 mEq/L
• Kalium serum <2,0 mEq/L atau >7,0 mEq/L
• PaO2 <50 mmHg
Nilai laboratorium • pH <7,1 atau >7,7
• Glukosa serum >800 milligram per desiliter (mg/dl)
• Kalsium serum >15 mg/dl
• Kadar toksik obat atau bahan kimia lain dengan gangguan hemodinamik dan neurologis

• Perdarahan vascular otak, kontusio atau perdarahan subarachnoid dengan penurunan kesadaran atau tanda deficit neurologis fokla
Radiografi/Ultrasonografi/Tomografi • Ruptur organ dalam, kandung kemih, hepar, varises esophagus atau uterus dengan hemodinamik tidak stabil
• Diseksi aneurisma aorta
Elektrokar •a. Infark miokard dengan aritmia kompleks, hemodinamik
tidak stabil atau gagal jantung kongestif
•b. Ventrikel takikardi menetap atau fibrilasi

diogram •c. Blokade jantung komplit dengan hemodinamik tidak stabil

Pemeriksaan •a. Pupil anisokor pada pasien tidak sadar


•b. Luka bakar >10% Body Surface Area (BSA)
•c. Anuria

Fisik (onset •d. Obstruksi jalan napas


•e. Koma
•f. Kejang berlanjut

akut)
•g. Sianosis
•h. Tamponade jantung
Kriteria Keluar ICU
Menurut Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Ditjen BUK), beberapa kriteria yang dapat
digunakan untuk mengeluarkan pasien dari pelayanan ICU adalah sebagai berikut (Ditjen BUK, 2011):
1. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak membutuhkan terapi
atau pemantauan intensif yang lebih lanjut.
2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak bermanfaat atau tidak
memberikan hasil yang berarti bagi pasien.

Waktu optimal untuk keluar dari ICU penting dikarenakan penundaan


pelepasan dan pelepasan dini berkaitan dengan peningkatan angka kematian.
Peningkatan pemakaian tempat tidur ICU yang lebih tinggi berkaitan dengan
peningkatan resiko kematian dan peningkatan resiko penerimaan kembali pasien
ke ICU. Hal tersebut diduga dikarenakan terjadinya kelebihan kapasitas ICU,
yang dapat mempengaruhi keputusan dokter dan mengakibatkan pelepasan dini
pasien dari ICU (Peltonen, 2015).
Tatalaksana Pasien Masuk dan Keluar ICU
(Kepmenkes,2010).

Pasien dari kamar bedah Pasien dari ruang rawat RS


Dengan sistem konsultasi oleh
Sudah dibicarakan sebelumnya
dokter spesialis yang menangani
dengan ahli bedah dan disetujui
pasien tersebut atau oleh dokter
oleh konsultan anestesi/ICU jaga ruangan atas nama spesialis
atau usul konsulen anestesi/ICU yang bersangkutan

Pasien dari instalasi gawat darurat


Pasien dapat langsung masuk dibawa oleh keluarganya Pasien rujukan rumah
atau dikirim oleh dokter spesialis/dokter umum. Pasien
akan diperiksa atau dinilai oleh unit gawat darurat (UGD), sakit lain
bila segera membutuhkan tindakan dan perawatan ICU
langsung dikonsulkan ke ICU. Dokter ICU akan segera Dari dokter spesialis melalui
melihat untuk penanganan segera sambil menunggu
konsultasi dari IGD ke SMF yang terkait, atau oleh IGD IGD, konsultasi ke ICU, lalu
Lama Perawatan di ICU
 Sebuah penelitian menunjukkan semakin lama pasien berada di ICU, maka kondisinya akan
semakin memburuk. Lamanya perawatan berkaitan dengan peningkatan risiko infeksi
nosokomial, efek samping obat, dan kejadian ulkus dekubitus (Rooij et al, 2005).
 Rata-rata pasien medikal dirawat di ICU dalam jangka waktu 4 hari dan penggunaan ventilator
2,5 hari (Farid et al, 2011). Ratarata pasien surgikal dirawat di ICU dalam jangka waktu 4 hari
dan penggunaan ventilator 2,5 hari (Putra , 2011).
 Dalam penelitian Vera, lama rawat 0-1 hari atau >7 hari mempengaruhi hasil rawat pasien. Lama
rawat responden lebih dari 7 hari kemungkinan disebabkan sifat penyakit yang kronis, muncul
komplikasi, dan faktor biaya. Faktor biaya merupakan salah satu faktor nonmedis yang turut
berperan dalam penanganan pasien ICU. Responden yang memiliki lama rawat lebih dari tujuh
hari sehingga biaya perawatan lebih besar cenderung memutuskan pulang paksa. Tingginya
biaya ICU memang salah satu kendala di negara berkembang seperti di Indonesia (Vera et al,
2011).
INFEKSI PADA PASIEN ICU
 Infeksi nosokomial atau yang dikenal dengan Health care associated infection merupakan infeksi yang
didapatkan oleh pasien saat berada di pelayanan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya (Dasgupta, Das,
Chawan, dan Hazra, 2015). Infeksi ini merupakan masalah yang serius pada rumah sakit di seluruh dunia.
Kejadian infeksi ini cukup tinggi pada ruangan ICU dibandingkan dengan ruangan non-ICU (Naidu et al,
2014).
 Jenis-jenis infeksi yang sering terjadi adalah
1. infeksi saluran kemih,
2. infeksi pembedahan dan pada jaringan lunak,
3. gastroenteritis,
4. meningitis, dan
5. Infeksi pernapasan.
Agen penyakit yang biasanya menjadi
penyebab pada infeksi pada ICU
1. Streptococcus spp.,
2. Acinetobacter spp.,
3. Enterococci.,
4. Pseudomonas aeruginosa,
5. Staphylococcus koagulasi-negatif,
6. Staphylococcus aureus,
7. Bacillus cereus,
8. Proteus mirablis,
9. Klebsiella pneumonia,
10. Escherichia coli,
11. Serratia marcescens.
Namun diantara bakteri patogen tersebut, Enterococcus, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli merupakan bakteri yang memegang peran besar
dalam terjadinya infeksi nosokomial. (Khan, 2015).

Anda mungkin juga menyukai