Anda di halaman 1dari 30

MASSIVE HEMATOTORAKS

Oleh:
Kelompok 4
GUSTI AGUNG MEIDY PUSPITA DEWI (1914201006)
GUSTI AYU PUTU SRI UDYANI (1914201007)
IDA AYU NYOMAN SANTIARI ANDRIATI (1914201021)
IDA AYU UTARI PRADNYASUARI (1914201022)
NI KADEK AYU DIAH PURNADEWI (1914201028)
NI WAYAN IKAOKTAPIANTI DEWI (1914201059)
Hematotoraks

Hematotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada rongga

pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi

terpenting perembesan darah yang berkumpul di kantong pleura sehingga tidak bisa

diserap oleh lapisan pleura.


Massive Hematotoraks

Massive Hematotoraks yaitu terkumpulnya darah

dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga

pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka

tembus yang merusak pembuluh darah sistemik

atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga

dapat disebabkan trauma tumpul.


ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau

dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah

internal (Mancini, 2011).

Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain:

 Penetrasi pada dada

 Trauma tumpul pada dada

 Laserasi jaringan paru

 Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal

 Laserasi arteri mammaria interna


 
Patofisiologi
 Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru atau arteri, menyebabkan darah

berkumpul di ruang pleura. Benda tajam seperti pisau atau peluru menembus paru-paru. mengakibatkan pecahnya

membran serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya membran ini memungkinkan

masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.

 Perdarahan jaringan interstitium, Pecahnya usus sehingga perdarahan Intra Alveoler, kolaps terjadi pendarahan. arteri

dan kapiler, kapiler kecil , sehingga takanan perifer pembuluh darah paru naik, aliran darah menurun. Vs :T ,S , N.

Hb menurun, anemia, syok hipovalemik, sesak napas, tahipnea,sianosis, tahikardia. Gejala / tanda klinis

 Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka di pleura viseralis

umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan

gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis,

tahipnea berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan
Tanda dan gejala Hemotoraks

1. Denyut jantung yang cepat


2. Kecemasan
3. Kegelisahan
4. Kelelahan
5. Kulit yang dingin dan berkeringat
6. Kulit yang pucat
7. Rasa sakit di dada
8. Sesak nafas
KLASIFIKASI
 Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
 Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
 Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
 Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV
MANIFESTASI KLINIS

Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area mayor:


a. Respon hemodinamik

 Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Tanda-tanda
shock seperti takikardi, takipnea, dan
 nadi yang lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah.
a. Respon respiratori

 Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus trauma, dapat
terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada dinding dada.
Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan dispnea. (Mancini, 2011)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Sinar X dada
 Menunjukkan akumulasi cairan pada area pleura
 Dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
 GDA
 Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan, dan
kemampuan mengkompensasi
 PaCO2 mungkin normal atau menurun
 Saturasi oksigen biasanya menurun
 Torasentesis
 Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
 Full blood count
 Hb menurun
 Hematokrit menurun
KOMPLIKASI

1. Kegagalan pernapasan
2. Kematian
3. Fibrosis atau parut dari membran pleura
4. Syok
PENATALAKSANAAN

Tujuan menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan


menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada
hemothoraks adalah:
 Resusitasi cairan
 Pemasangan chest tube
 WSD aktif
 WSD pasif
 Thoracotomy
WOC MASSIVE HEMATOTORAKS
Infeksi
Penghambatan drainase Tekanan osmotik koloid
limfatik plasma

Peradangan permukaan
pleura Transudasi cairan
Tekanan kapiler paru
meningkat intravaskuler

Permiabilitas vascular

Tekanan hidrostatik Edema

Transudasi

Effusi Pleura

Hematotoraks
Nyeri Akut Trauma tumpul /
penetrasi dada

Perdarahan Volume darah


Syok hipovolemik
menurun

Akumulasi darah pada


rongga pleura Defisit volume cairan

Kolaps rapu parsial atau


total

Pergeseran mediastinum pada


sisi yang tidak terkena

Penekanan oleh jantung, pembuluh darah besar,


dan trakea pada paru normal
ASUHAN KEPERAWATAN
MASSIVE HEMATOTORAKS
PENGKAJIAN

Anamnesis Pemeriksaan fisik


Riwayat dan mekanisme trauma  Suara napas menghilang
 Perkusi pekak
 Takikardia
 Takipneu
 TD menurun
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hematokrit cairan pleura


2. Biasanya tidak diperlukan untuk pasien hemotoraks traumatic.
Diperlukan untuk analisis dari efusi yang mengandung darah
dengan penyebab nontraumatik.
3. Dalam kasus ini, efusi pleura dengan hematokrit lebih dari 50%
dari hematokrit sirkulasi mengindikasikan kemungkinan
kemotoraks
4. Chest X-ray
5. USG
6. CT-scan
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola napas


2. Defisit volume cairan
3. Penurunan curah jantung
4. Nyeri akut
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Ketidakefektivan pola napas
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Tidak ada sianosis
Dalam waktu 1 x 24 1. Identifikasi etiologi /factor pencetus, 1. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang
jam pola napas klien 2. Tidak ada contoh kolaps spontan, trauma, dada yang tepat dan memilih tindakan terapiutik yang tepat
efektif dyspnea dan infeksi, komplikasi ventilasi mekanik 2. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
takipnea 2. Evaluasi fungsi pernapasan, catat sebagai akibat stress fisiologis dan nyeri menunjukan terjadinya syok
3. Klien mampu kecepatan/pernapasan serak, dispnea, b/d hipoksia/perdarahan
bernapas dengan terjadinya sianosis, perubahan tanda 3. Kesulitan bernapas dengan ventilator atau peningkatan tekanan jalan
mudah vital napas diduga memburuknya kondisi/terjadi komplikasi
4. Klien 3. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila (pneumotorak)
menunjukkan menggunakan ventilasi mekanik dan 4. Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada lobus,
jalan napas yang catat perubahan tekanan udara segmen paru/seluruh area paru (unilateral). Area Atelektasis
paten 4. Auskultasi bunyi napas tidak ada bunyi napas dan sebagian area kolaps menurun
5. TTV dalam 5. Catat pengembangan dada dan posisi bunyinya.
rentang trahea 5. Pengembangan dada menunjukkan ekspansi paru. Deviasi
normal trahea dari area sisi yang sakit pada tegangan
pneumothoraks.
   
6. Kaji fremitus 6. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun
pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi
7. Sokongan terhadap dada dan
7. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, otot abdominal membuat batuk
napas dalam
8. Meningkatkan inspirasi maksimal,
8. Pertahankan posisi nyaman (peninggian meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
kepala tempat tidur) pada sisi yanmg tidak sakit

9. Membantu pasien alami efek fisiologis


9. Pertahankan perilaku tenang, Bantu klien hipoksia yang dapat dimanifestaikan sebagai
untuk kontrol diri dengan gunakan ansietas/takut
pernapasan lambat/dalam.
10.
10. Bila selang dada dipasang : a. Mempertahankan tekanan negatif intra
a. Periksa pengontrol pengisap pleural sesuai yang diberikan,
untuk jumlah hisapan yang benar meningkatkan ekspansi paru optimum
(batas air, pengatur dinding/meja atau drainase cairan
disusun tepat)
b. Air botol penampung bertindak sebagai
b. Periksa batas cairan pada botol pelindung yang mencegah udara atmosfir
pengisap, pertahankan pada batas masuk kearea pleural.
yang ditentukan
c. Gelembung udara selama ekspirasi
c. Observasi gelembung udara botol menunjukan lubang angin dari
penampung pneumothorak (kerja yang diharapkan).
   
d. Evaluasi ketidak normalan/kontuinitas
d. Bekerjanya pengisapan, menunjukan kebocoran udara
gelembung botol penampung
menetap mungkin berasal dari pneumotoraks besar pada
sisi pemasangan selang dada (berpusat pada pasien), unit
drainase dada berpusat pada system

e. Tentukan lokasi kebocoran udara e. Bila gelembung berhenti saat kateter diklem pada sisi
(berpusat pada pasien atau system) dengan
pemasangan, kebocoran terjadi pada pasien (sisi
mengklem kateter torak pada bagian distal
sampai keluar dari dada pemasukan / dalam tubuh pasien)

f. Klem selang pada bagian bawa unit f. Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system
drainase bila kebocoran udara berlanjut

g. Awasi pasang surut air penampung g. Botol penampung bertindak sebagai manometer
menetap atau sementara
intra pleural (ukuran tekanan intrapleural), sehingga
fluktuasi (pasang surut) tunjukan perbedaan tekanan
antara inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6
selama inspirasi normal dan sedikit meningkat saat
batuk. Fluktuasi berlebihan menunjukan abstruksi
jalan napas atau adanya pneumothorak besar.
    h. Catat karakteristik/jumlah drainase h. Berguna untuk mengevaluasi kondisi/terjadinya
selang dada komplikasi atau perdarahan yang memerlukan
upaya intervensi.Pemijatan mungkin perlu untuk
 
meyakinkan/mempertahan kan drainase pada
  adanya perdarahan segar/bekuan darah besar atau
eksudat purulen (Empiema).
 
i. Evaluasi kebutuhan untuk memijat i. Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi pasien
karena perubahan tekanan intratorakal, dimana
selang (milking)
dapat menimbulkan batuk/ketidaknyamanan dada.

j. Pijat selang hati-hati sesuai j. Pemijatan yang keras dapat timbulkan tekanan
protocol, yang meminimalkan hisapan intratorakal yang tinggi dapat mencederai.
tekanan negatif berlebihan  
  k. Pneumothorak dapat terulang dan memerlukan
k. Bila kateter torak putus/ intervensi cepat untuk cegah pulmonal fatal dan
lepas.Observasi tanda distress gangguan sirkulasi.
pernapasan
l. Deteksi dini terjadinya komplikasi penting,
l. Setelah kateter torak dilepas. Tutup contoh berulang pneumothorak,
sisi lubang masuk dengan kasa steril. adanya infeksi.

 
   
 
Kolaborasi
 
1. Kaji seri foto thorak 1. Mengawasi kemajuan
perbaikan
hemothorak/pneumothorak dan
ekspansi paru. Mengidentifikasi
posisi selang endotracheal
mempengaruhi inflasi paru
2. Mengkaji status pertukaran gas
dan ventilasi.
2. Awasi GDA dan nadi oksimetri, kaji
kapasitas vital/pengukuran volume
3. Alat dalam menurunkan kerja
tidal.
napas, meningkatkan
3. Berikan oksigen tambahan melalui
penghilangan distress respirasi
kanula/masker sesuai indikasi.
dan sianosis b/d
Hipoksemia.
 
Diagnosa 2 : Defisit volume cairan
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan 1. Tekanan darah, nadi, 1. Pertahankan catatan intake 1. Mempertahankan status
intervensi keperawatan suhu tubuh dalam batas dan output yang adekuat volemik yang baik
selama 1 x 24 jam defisit normal 2. Monitor hasil lab yang sesuai 2. Mengetahui status volemik
volume caira teratasi 2. Intake oral dan intravena (hematokrit, Hb, clotting klien
adekuat profile)
3. Jumlah dan irama 3. Monitor x-ray dada setiap hari 3. Mengetahui perkembangan
pernapasan dalam batas kondisi klien setelah
normal dilakukan intervensi
4. Monitor status volemik
4. Elektrolit, Hb, hematokrit 4. Tekanan darah yang tinggi dan
(tekanan darah, nadi)
dalam batas normal takikardi menunjukkan
terjadinya syok hipovolemik
5. Monitor frekuensi
5. Takipnea dapat menunjukkan
dan kedalaman napas
adanya syok hipovolemik
Kolaborasi

6.
6. Kolaborasi pemberian cairan IV
 Darah, produk darah  Mengembalikan volume
darah yang hilang akibat
perdarahan.
 Kristaloid  Mengembalikan elektrolit
Diagnosa 3 : Penurunan curah jantung
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan 1. Tanda-tanda vital 1. Catat adanya tanda dan gejala 1. Mengetahui status kesehatan klien sehingga
intervensi selama 1 x dalam rentang penurunan curah jantung dapat menentukan intervensi yang tepat
24 jam penurunan normal 2. Monitor status pernapasan 2. Status pernapasan yang menandakan gagal
curah jatung teratasi 2. Tidak ada distensi jantung dapat ditemukan secara dini
vena leher sehigga dapat dilakukan intervensi dengan
3. AGD dalam batas
cepat
normal
3. Monitor balance cairan 3. Volume cairan tubuh yang kurang dapat
menyebabkan penurunan curah jantung
4. Atur periode latihan dan 4. Aktivitas yang berlebih dapat
istirahat untuk menghindari meningkatkan kerja jantung
kelelahan 5. Dyspnea dan takipnea mungkin terjadi
5. Monitor adanya dyspnea dan karena kurangnya oksigen yang dibawa oleh
takipnea darah akibat penurunan curah jantung
   
6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, 6. Mengetahui perkembangan kondisi
dan RR klien setelah dilakukan intervesi
7. Monitor jumlah, bunyi, dan irama 7. Jumlah, bunyi, dan irama jantung
jantung menunjukkan kerja jantung dalam
memompa
Darah
Diagnosa 4 : Nyeri akut
1. Monitor TTV
Setelah dilakukan 1. Klien mampu 1. Nyeri dapat meningkatkan TD dan
intervensi keperawatan menggunakan teknik nadi klien.
selama 3 x 24 jam nyeri nonfarmakologi untuk 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Membuktikan kesesuaian antara
ketidaknyamanan
bahu berkurang mengurangi nyeri data subjektif dan objektif yang
2. Klien melaporkan bahwa didapat dari klien
nyeri berkurang dengan 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 3. Dengan mengurangi pajanan
menggunakan faktor presipitasi, dapat
manajemen nyeri mencegah semakin parahnya
3. TTV normal nyeri yg dirasakan
4. Tidak mengalami 4. Tingkatkan istirahat 4. Nyeri dapat berkurang saat klien
gangguan tidur beristirahat
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2006). Implementasi keperawatan
dilakukan sesuai dengan rencana intervensi yang telah ditetapkan.Dalam tahap pelaksanaan ada tiga
tindakan yaitu:

a. Mandiri: Aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan bukan merupakan
petunjuk/perintah dari petugas kesehatan.

b. Delegatif: Tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas kesehatan yang
berwenang.

c. Kolaboratif: Tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana didasarakan atas
keputusan bersama.
EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan


seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses
mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri. (Ali, 2009) Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu:


a. Masalah teratasi, apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan perkembangan
kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Masalah teratasi sebagian, apabila pasien menunjukkan perubahan dan perkembangan
kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan perubahan perilaku
dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.
Thanks!

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai