Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN

NYERI
dr. Rohmad hariyono, Sp. An
NYERI
• SESUNGGUHNYA PERSEPSI NYERI
MERUPAKAN RAHMAT TUHAN Y.M.E YANG
PATUT DISYUKURI
• TANPA PERSEPSI NYERI, KITA TIDAK MAPU
MEMPERTAHANKAN DIRI DARI ANCAMAN
DARI LUAR ATAUPUN DARI DALAM TUBUH
KITA
Panduan nyeri adalah tata laksana penanganan
nyeri secara komperehensif yang bertujuan
a) Melakukan skrining
b) Melakukan tindakan keperawatan dan medis
c) Melakukan monitoring
d) Memberikan informasi dan edukasi
e) Mampu melakukan pencatatan pada berkas
rekam medis pasien
DEFINISI
Nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik
ringan maupun berat. (International Association for
Study of Pain 1994)

SYARAT
1. Perasaan tidak menyenangkan
2. Komponen indrawi ( sensorik )
3. Komponen psikologi ( emosional )
4. Kerusakan jaringan
A. PENGGOLONGAN NYERI
1. Nyeri Akut

 Nyeri < 6 minggu.


 Lakukan asesmen nyeri: - anamnesis hingga -
pemeriksaan penunjang.
 Tentukan mekanisme nyeri:
1. Nyeri somatic
a. kerusakan jaringan.
b. Karakteristik : onset cepat,
terlokalisasi dengan baik,
nyeri bersifat tajam, menusuk, atau seperti ditikam.

Contoh : nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.


2. Nyeri visceral
a. Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic.
b. Penyebab: iskemi/nekrosis
inflamasi,
peregangan ligament,
spasme otot polos,
distensi organ berongga/lumen.
c. Biasanya diikuti gejala otonom (mual, muntah, hipotensi,
bradikardia, berkeringat.)
3. Nyeri neuropatik
d. Berasal dari cedera jaringan saraf
e. Sifat nyeri: rasa terbakar,
nyeri menjalar,
kesemutan,
alodinia (nyeri saat disentuh)
c. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal
d. Biasanya pada pasien : diabetes, multple sclerosis, herniasi
diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi/radioterapi.
2. Nyeri kronis

 Nyeri > 6 minggu


 Manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi
nyerinya.
 Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
 Terbagi menjadi 4 jenis :
1. Nyeri neuropatik
 Disebabkan oleh kerusakan/disfungsi system somato sensorik
2. Nyeri otot
 Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive
3. Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif)
 Terdapat riwayat cedera / luka.
4. Nyeri mekanis/ kompresi
 Merupakan nyeri nosiseptif
B. WAKTU PENATALAKSANAAN NYERI

Melakukan penatalaksanaan nyeri 24 jam terus


menerus tanpa membedakan waktu dan status
sosial ekonomi.
C. TEMPAT PENATALAKSANAAN NYERI

1. Rawat inap,
2. Rawat jalan,
3. Instalasi Gawat Darurat (IGD),
4. Ruang operasi
5. Penunjang medis seperti fisioterapi.
D. KUALIFIKASI STAF
Seluruh staf medis dan penunjang medis Rumah
Sakit
(sudah mendapat pelatihan penatalaksanaan
managemen nyeri)
TATA LAKSANA
A. SKRINING PASIEN YANG BERISIKO NYERI

1. Individu/pasien menyatakan saat ini masih merasakan nyeri


2. Adanya perubahan kondisi/ penyakit individu/pasien
3. Pasien didiagnosa penyakit kronis yang berisiko mengalami nyeri (chronic
painful disease)
4. Pasien mempunyai riwayat keluhan nyeri kronis
5. Pasien mendapatkan pengobatan yang dapat menimbulkan efek samping
berupa nyeri dalam 72 jam
6. Individu yang menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan
kondisi distress (distress-related behaviour)
7. Keluarga memberitahukan bahwa individu mengalami nyeri
B. ASESMEN PASIEN DENGAN NYERI

1. Pengkajian Dilakukan bilamana hasil skrining


menunjukkan adanya nyeri.
Pengkajian nyeri meliputi sedikitnya :
a. Lokasi nyeri
b. Penjalaran nyeri
c. Karakter nyeri
d. Intensitas nyeri
e. Onset dan durasi nyeri
f. Gejala penyerta yang menyertai nyeri
g. Faktor – faktor yang memperberat maupun memperingan
nyeri
2. Numerik Rating Scale

Indikasi
 Digunakan pada pasien dewasa dan anak
berusia > 9 tahun yang dapat menggunakan
angka untuk melambangkan intensitas nyeri
yang dirasakannya.
3. Skala Nyeri Wong Baker Faces Pain Scale

Indikasi :
 Pada pasien (dewasa dan anak > 9 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka –
 Pada anak-anak < 9 tahun
C. PENANGANAN NYERI NON FARMAKOLOGIS

1. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan


memiliki efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat
untuk anak
2. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain
seperti musik, cahaya, warna, mainan, permen, computer,
permainan, film, dan sebagainya.
3. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat
meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat
menurunkan nyeri.
4. Terapi relaksasi: dapat berupa mengepalkan dan mengendurkan
jaritangan, menggerakkan kaki sesuai irama, menarik napas
dalam
D. PENANGANAN NYERI FARMOKOLOGIS

1. Jika hasil pengkajian skor nyeri 1-3 maka perawat melakukan


terapi non farmakologi (teknik distraksi, relaksasi ataupun
fisioterapi)

2. Apabila hasil pengkajian skor nyeri lebih dari tiga maka lakukan
pengkajian nyeri berupa :
a. Lokasi nyeri
b. Penjalaran nyeri
c. karakter nyeri
d. intensitas nyeri
e. Onset dan durasi nyeri
f. Gejala penyerta yang menyertai nyeri
g. Faktor – faktor yang memperberat maupun memperingan nyeri
3. Jika skor > 3, lapor ke dokter jaga.
4. skor 7-10
pasien emergency
membutuhkan pertolongan segera.
Dokter jaga akan melaporkan ke DPJP
5. Pada prinsipnya, diberikan obat yang
paling poten dulu.
a. Langkah pertama Aspirin, asetaminofen atau OAINS dikombinasikan
dengan obat-obatan ajuvan analgesik.

b. Langkah kedua Bila langkah pertama kurang efektif, maka obat pada
langkah pertama diteruskan ditambah dengan narkotik oral dan
ajuvan analgesic. Narkotik pilihan adalah Codein. Bisa
dikombinasikan dengan aspirin, asetaminofen atau OAINS.

c. Langkah ketiga Langkah ketiga diambil bila langkah kedua kurang


efektif. Obat-obatan dilangkah kedua dihentikan, obat dilangkah
pertama diteruskan, ditambah grup narkotika yang lebih poten. Obat
pilihan adalah morfin dengan dosis dapat dinaikan tanpa batas,
sementara diawasi respirasi, mental status dan kesiagaan. (Catatan:
pada penderita kanker dengan fase terminal, pemberian morfin
dosis tinggi dapat menyebabkan komunikasi terganggu, maka dapat
diberikan stimulan, misalnya methylphenidate, (Ritalin).
6. Hal-hal yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan
nyeri
a. Privacy Setiap pasien yang dilakukan penatalaksanaan nyeri
wajib dilindungi privacy-nya sesuai standar prosedur
operasional.
b. Risiko yang dihadapi Setiap petugas yang melakukan
penatalaksanaan nyeri mewaspadai terhadap risiko yang
mungkin terjadi, antara lain :
a. Syok neurogenik
b. Syok anafilaktik
c. Monitoring Pasien
E. PENGKAJIAN ULANG NYERI
1. Perawat melakukan penilaian ulang nyeri pada keadaan sebagai berikut :
a. Pasien yang berpotensi mengalami nyeri, sedikitnya setiap 2 jam pada 24 jam
pertama, kemudian setiap 4 jam pada 24 jam berikutnya.
b. Dalam waktu 15-30 menit setelah intervensi penanganan nyeri dengan obat
intravena, 60-120 menit setelah intervensi melalui jalur oral atau intramuskular.
c. Dapat lebih sering apabila rasa nyeri tidak teratasi.
d. Bila nyeri telah teratasi, kembali dilakukan pengkajian setiap shift perawat.
e. Untuk rawat jalan, penilaian ulang dilakukan apabila diperlukan sesuai dengan
proses kunjungan pasien (misalnya apabila terjadi perubahan terapi atau
dilakukan tindakan rawat jalan).
2. Pada penilaian ulang nyeri dikaji:
1. Ada/ tidaknya nyeri
2. Intensitas nyeri
3. Lokasi nyeri, bila berubah
4. Kualitas nyeri, bila berubah
5. Onset nyeri, lama nyeri, variasi, dan pola nyeri, bila berubah
6. Efek samping obat nyeri yang diberikan
7. Pemeriksaan fisik berkaitan dengan lokasi nyeri
3. Hal-hal yang perlu segera dilaporkan ke Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri yang tidak terkontrol, tidak dapat diatasi yang
meliputi nyeri sedang-berat.
b. Intervensi nyeri yang tidak mencapai tujuan
c. Nyeri baru atau nyeri yang memberat
d. Efek samping pengobatan nyeriGangguan sensorik/
motorik
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai