Anda di halaman 1dari 20

REFORMASI

PERUMAHSAKITAN DI
INDONESIA
Marisa Lia Anggraini, S.ST, M.Keb
1. Sejarah
O “Kalau mau mengikuti kata hati, seharusnya
juga tidak perlu ada Departemen Kesehatan”
(Abdurrahman Wahid, 1999)
O Isi kata hati diatas mungkin tidak akan begitu
diperhatikan bila datangnya dari seorang
birokrat atau pengamat kesehatan. Namun jika
yang mengucapkan kata hati tersebut adalah
Presiden dari suatu negara berpenduduk 210
juta jiwa, maka paling sedikit departemen
yang bersangkutan perlu memperhatikannya
dengan serius
Semenjak runtuhnya pimpinan teras Orde
Baru, berbagai pihak mulai dari petinggi negara
sampai dengan masyarakat luas telah banyak
menyuarakan tentang buruknya kinerja birokrasi
dalam melayani berbagai kebutuhan masyarakat.
Rumah Sakit Pemerintah sebagai institusi
publik yang menangani salah satu kebutuhan
pokok manusia, yaitu kesehatan, juga tidak luput
dari berbagai keluhan masyarakat maupun dari
kalangan profesi kesehatan sendiri.
Ironisnya, gerakan reformasi yang berhasil
menumbangkan Soeharto dan segelintir pejabat
yang terlibat KKN, telah dipakai pula oleh
banyak birokrat justru untuk mengukuhkan
kedudukan dan perilakunya yang “status quo”.
Arti kata “reformasi” di negara ini telah menjadi
semakin kabur, karena dipakai secara bebas
untuk berbagai kepentingan yang berbeda oleh
berbagai pihak. Beberapa direktur RSUD
terancam lengser karena “direformasi” oleh anak
buahnya sendiri.
Lingkungan politik, ekonomi dan sosial yang
serba tidak menentu sebagai dampak berkepanjangan
dari krisis multidimensional di negara ini,
mengakibatkan organisasi milik pemerintah maupun
swasta sulit menentukan arah perkembangannya di
masa mendatang.
Bahkan untuk beberapa diantara organisasi
tersebut yang menjadi masalah bukannya
perkembangan, tetapi bagaiaman organisasinya bisa
tetap hidup di tengah berbagai tantangan mulai dari
desentralisasi sampai dengan globalisasi dan
liberalisasi perdagangan. Demikian pula hal yang
terjadi pada banyak RS milik pemerintah maupun
swasta,
Dalam suasana yang serba tidak menentu
inilah, dirasakan perlunya melakukan reformasi/
redifinisi fungsi dan peran RS dalam Konteks
sistem kesehatan mulai dari tingkat Kabupaten/
Kota sampai dengan tingkat nasional.
2. Faktor Kontekstual
1. Pemerintah
2. Penyedia Pelayanan Kesehatan
3. Institusi Penyedia Sumber Daya Manusia
(SDM) dan pengembangannya
4. Institusi Pembeli Jasa Pelayanan Kesehatan
(“puschasers”)
5. Institusi dari sektor lain
6. Masyarakat
Refomasi RS tidak dapat diseragamkan dalam
suatu model, sebagaimana telah ditunjukkan dalam
Seminar Nasional “Model Pelayanan RS di Indonesia
di Abad 21” di Bandung tanggal 25-27 Oktober 1999
yang lalu.

Hal ini disebabkan oleh adanya faktor kontekstual


dalam sistem pelayanan kesehatan yang spesifik
menurut masing-masing daerah kabupaten/ kota.
Demikian pula halnya reformasi sistem kesehatan
tidak dapat diseragamkan dalam suatu model, karena
adanya spesifisitas yang ditentukan oleh interaksi
antara komponen-komponen di dalam sistem
kesehatan.
3. Perubahan Lingkungan
O Lingkungan yang langsung berpengaruh pada
Rumah Sakit
O Lingkungan yang tidak langsung berpengaruh
pada Rumah Sakit
O Lingkungan Yang Langsung didapat Mitra di dalam dan
Mitra di Luar Sistem Pelayanan Kesehatan Kabupaten/
Kota
O Mitra di Dalam Sitem Pelayanan Kesehtan Kabupaten/
Kota meliputi :
- Pemilik RS
- Dewan Penyantun RS
- Direksi RS
- Karyawan RS
- RS lain dalam sistem pelayanan kesehatan Kabupaten/
Kota
- Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
- Jaringan Rujukan RS sampai dengan bidan dan perawat
praktek swasta
- Penyedia pelayanan kesehatan non-formasl
O Mitra di Luar Sistem Pelayanan Kesehatan
Kabupaten/ Kota meliputi:
- Masyarakat
- Lembaga Swadaya Masyarakat
- Ikatan Profesi
- Lembaga Finansial
- Keditur Pinjaman Luar Negeri (PLN)
- Instansi dari Sektor Lain
- RS Propinsi
- RS Lain (Swata, ABRI, BUMN) di luar Kabupaten/
Kota
- Pemasok
- Depkes
O Lingkungan Yang Tidak Langsung memiliki
paling sedikit 4 variabel umum, yaitu :
- Variabel sosial
- Variabel Teknologi
- Variabel Ekonomi
- Variabel Politik
1) Variabel Sosial
a. Mulai diakuinya penyebab utama kematian dan penderitaan
adalah kemiskinan yang sangat dan pendapatan yang rendah
b. Urbanisasi, akibat globalisasi, modernisasi, dan industrialisasi
menimbulkan pergeseran nilai-nilai dan norma kehidupan,
meningkatkan pula stress, konflik, dan anxietas, meningkatnya
masalah psikososial, dan gangguan jiwa yang beraneka ragam
c. Krisis Kesehatan yang dipicu oleh krisis ekonomi
d. Terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap integritas
instatnsi milik pemerintah
e. Induknya segala krisis adalah krisis etika. Fokus utama etika
profesi kesehatan, terutama dokter, seharusnya adalah
kemanusiaan.
f. Perkembangan masyarakata yang semula masih bersifat feodal
menjadi masyarakat madani
g. Meningkatnya kesadaran akan hukum mengakibatkan kasus
medikolegal cenderunf meningkat
2. Variabel Teknologi :
a. Penggunaan pengobatan alternatif dan pengobatan
tradisional cenderung meningkat
b. Kemajuan dalam terapi penyakit akan
mempersingkat lama waktu penyembuhan
c. Perkembangan teknologi untuk diagnosa dan
monitoring penyakit kronis memungkinkan
dilakukannya berbagai pemeriksaan yang sudah
dapat dilakukan di klinik, bahkan di rumah pasien
sendiri
d. Penggunaan Telemedik memiliki potensi yang
sangat besar untuk meningkatkan mutu
e. Pesatnya kemajuan dalam bidang rekayasa genetik
3. Variabel Ekonomi :
Globalisasi dengan Kompetensi Bebas akan
meningkatkan pembiayaan oleh pihak swasta
yang sudah besar perannya, terutama setelah
meredanya krisis ekonomi.

4. Variabel Politik :
a. Demokratisasi kepemerintahan
b. Desentralisasi berikut dengan segala
implikasinya
c. Kepentingan politik
Reformasi Kesehatan
O Reformasi Kesehatan adalah adalah
perubahan pola dan landasan pikir
(paradigma) yang berkaitan dengan persepsi
kesehatan dalam konteks pembangunan
nasional.
O Justifikasi Reformasi
- Melihat kinerja RS Pemerintah dalam aspek fungsi sosial,
efektifitas, pemerataan dan efisiensi, maka reformasi RS
dibutuhkan dalam segi manajemen dan
pengorganisasiannya.
- Ada hal yang harus diperhatikan yaitu mengarah pada
konsep nilai (value), pola pikir dan visi. Pemerintah
terlambat memformulasikan hal tersebut, sehingga tidak
ada falsafah nasional mengenai kesehatan, yang dijabarkan
secara konsisten ke dalam strategi dan kebijakan mulai dari
tingkat pusat sampai tingkat daerah. Akibatnya para pelaku
kesehatan cenderung jadi barang komersial.
- Jika tetap dalam kondisi seperti sekarang, dimana RS
Pemerintah harus melayani Depkes dan sekaligus melayani
masyarakat, nantinya RS akan menjadi kantor.
O Hal Yang Paling Mendesak untuk Direformasi
- Perubahan pertama dan terpenting adalah merubah pola
dan landasan pikir/ paradigma.
- Pusat perlu melepaskan sebagian kewenangannya
untuk terlaksananya desentralisasi dan otonomi
termasuk sumber daya, baik cara dan penggunaannya.
- Untuk menolong masyarakat banyak yang sedang
mengalami krisis, reformasi yang paling mendesak
ialah terhadap sistem subsidi silang di RS Pemerintah
- Reformasi pembiayaan perlu dilakukan melalui sistem
perasuransian untuk memberi jaminan kesehatan
kepada masyarakat dan jaminan keuangan bagi RS
dalam meningkatkan keterjangkauan pelayanan.
O Kendala dalam Melakukan Reformasi Pelayanan RS
- Resistensi terhadap perubahan merupakan hambatan
utama
- Struktur dan nilai yang terpecah-belah dengan
pandangan yang sempit
- Pemda masih mengharapkan RS sebagai sumber
pendapatan daerah.
- Peran Pemerintah terlalu dominan
- Tidak jalannya desentralisasi karena organisasi tidak
medukung dan intervensi Pusat ke bawah terlalu
banyak.
- Anggapan bahwa daerah belum siap menerima
tanggung jawab yang lebih besar, adalah salah

Anda mungkin juga menyukai