Anda di halaman 1dari 20

ANTROPOLOGI PSIKOLOGI

MATERI 4
Hakikat Ilmu Antropologi Psikologi

Antropologi Psikologi (Psycological


Anthropology) adalah subdisiplin ilmu
antropologi. Ilmu antropologi psikologi adalah
ilmu yang menjembatani kebudayaan dan
kepribadian, yang menjadi fokus dari dua ilmu
yang berbeda (antropologi dan psikologi), yang
sebenarnya sangat erat hubungannya
Beberapa peneliti berusaha melakukan
penelitian yang berkenaan dengan antropologi
psikologi. Menurut Singer penelitian antropologi
psikologi dapat dikategorikan ke dalam tiga
kelompok permasalahan besar,yaitu:
1. Kelompok hubungan kebudayaan dengan
sifat pembawaan manusia (human nature).
2. Kelompok hubungan kebudayaan dengan
kepribadian khas kolektif tertentu (typical
personality), dan
3. Kelompok hubungan kebudayaan dengan
kepribadian individual (individual personality).

Dari ketiga kelompok permasalahan besar itu


timbul beberapa pokok permasalahan penelitian
lainnya, yaitu:
a. Hubungan antara perubahan kebudayaan
dengan perubahan kepribadian, dan
b. Hubungan kebudayaan dengan kepribadian
abnormal.
Sejarah Perkembangan Ilmu Antropologi
Psikologi
Ada dua salah anggapan yang harus dikoreksi
sehubungan dengan sejarah perkembangan ilmu
antropologi psikologi:
a) menganggap ilmu Antropologi Psikologi adalah
subdisiplin baru dari ilmu Antropologi Umum;
b) menganggap ilmu Antropologi Psikologi adalah
suatu ilmu yang diciptakan oleh sarjana
Amerika Serikat saja
Yang paling penting bagi perkembangan ilmu
Antropologi psikologi adalah Spengler, karena ia
adalah teoritikus pertama yang telah
mengajukan untuk pertama kali berpendapat
tentang peminjaman unsur-unsur kebudayaan
secara selektif, yakni suatu bangsa jika
meminjam unsur kebudayaan lain akan memilih
yang sesuai dengan kebudayaannya sendiri. Jika
kurang sesuai, unsur kebudayaan asing tersebut
akan dirombak sesuai dengan kebudayaan
pribuminya
Penelitian Antropologi Psikologi di Indonesia

1. Masa Sebelum Perang Dunia Kedua

Penelitian antropologi psikologi di Indonesia, telah dimulai jauh


sebelum orang di AS dan Inggris (antara 1920-1935) memulainya. Hal
ini terbukti dari penelitian yang dilakukan seorang ahli antropologi
Belanda bernama A.W. Niewenhuis terhadap sifat pembawaan
manusia daro beberapa suku bangsa di Indonesia. Akan tetapi
penelitian antropologi psikologi di Indonesia secara intensif bukanlah
dilakukan oleh orang Belanda tersebut, melainkan oleh orang Amerika
yang sekaligus merintis antropologi psikologi di negara mereka bahkan
juga di dunia. Mereka itu adalah Cora Dubois dan Margaret Mead yang
dibantu dengan Gregory Bateson. Tujuan penelitian Margaret Mead
dan Gregory Bateson adalah untuk mengetahui kepribadian khas
orang Bali, dengan jalan mempelajari cara pengasuhan anak di desa
Bayung Gede.
Masa Setelah Perang Dunia Kedua

Setelah usai perang dunia kedua, topik akulturasi dan kontak sosial telah mendapat
perhatian besar dari para ahli antropologi, terutama agi mereka yang mengadakan
penelitian di daerah Pasifik dan Indonesia. Hampir semua kepustakaan di mengenai
akulturasi di Indonesia berkesimpulan, fenomena akulturasi di Indonesia adalah juga
krisis sosial. Ahli antripologi Belanda, J. Van Baal, misalnya menganggap krisis sosial
karena usaha pihak Indonesia untuk menyesuaikan diri mereka dengan zaman baru.
Utnuk mencapai itu orang-orang Indonesia harus mengubah dasar pandangan hidup
serta dasar cara berfikir kunonya ke yang bersifat modern. Bagi J. Van Baal, proses
akulturasi bukan hanya merupakan suatu proses masuknya unsur kebudayaan asing ke
dalam kebudayaan pribumi semata-mata, melainkan juga merupakan suatu proses
tambahan dan penyesuaian diri kembali dari cara hidup pribumi ke cara hidup modern.

• Penelitian antropologi psikologi uang dilakukan ahli antropologi berkebangsaan


Indonesia sendiri masih sedikit sekali, namun hasilnya cukup menarik. Dua orang ahli
antropologi lulusan Universitas Indonesia misalnya, dalam rangka penulisan skripsi
mereka telah mengadakan penelitian di bidang antropologi psikologi.
•  
TEORI DAN KONSEP ANTROPOLOGI PSIKOLOGI

1)      Teori Seksualitas Kanak-kanak Sigmund Freud


- Tahap Oral
Perasaan seksual anak yang pertama kali muncul adalah ketika sang
anak mengemut puting payudara ibunya. Pada tahap yang sangat dini
dan dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia satu tahun ini ,
ibu merupakan objek seksual sang anak. Periode ini pun kemudian
berlanjut pada tahap seksualitas masa kecil dimana sang anak akan
terkesan akan penginderaan tubuhnya sendiri yang ditandai dengan
kebiasaan bayi mengemut banyak bagian tubuhnya terutama
jempolnya sendiri. Kebiasaan mengemut jempol dan benda-benda
lain yang menempel di bagian tubuhnya seperti baju yang ia pakai
dan sebagainya ini adalah merupakan kelanjutan dari mengemut
puting susu ibunya. Emutan ini bersifat ritmis dan seringkali juga
disertai dengan gesekan. Freud mengatakan bahwa hal ini akan
mengarah pada masturbasi. Kegiatan ini sangat mengasyikan dan
nyaman serta sering kali mengantar sang bayi pada tidur nyenyaknya.
- Tahap Anal
Tahap ini berlangsung antara umur 1 hingga 3 tahun
yang oleh Freud disebut sebagai fase latihan kamar
kecil yakni fase ketika sang anak belajar untuk
mengendalikan kandung kemih dan isi perutnya.
Menurut Freud pada tahap ini anak-anak akan
merasa sangat bangga karena bisa menghasilkan
kotorannya sendiri. Ketika menjalani latihan kamar
kecil ini, anak-anak seringkali memegang-megang
kotorannya sendiri, karena ia ingin menikmati
kesenangan erotis ketika mampu menghasilkan
kotoran secara pribadi.
- Tahap Phallic

Tahap ini berlangsung antara umur 3 hingga 5 tahun. Sekarang genital


menjadi zona erogen dan anak mulai melakukan masturbasi. Zona genital
anak kecil oleh ibunya sering dicuci, digesek dan sebagainya ketika sehabis
buang kotoran atau pun mandi yang tanpa disadari oleh ibunya bahwa ketika
terjadi gesekan, bilasan dan sebagainya ini membuat sang anak merasa
nyaman dan terangsang. Dan dengan segera sang anak pun kemudian
mencoba untuk melakukannya sendiri dengan gesekan tangan atau dengan
merapatkan paha. Disamping perpindahan zina rangsangan yang mengarah
ke zona genital, pada masa ini pun menurut Freud semua anak pada tahap ini
khusus untuk anak perempuan merasakan ‘penis envy’ yaitu sebuah
kecemburuan kepada anak laki-laki yang memiliki penis. Para anak
perempuan melihat diri mereka sendiri telah dikebiri oleh orang tuanya.
Dalam tahap ini juga berkembang kompleks Oedipus yakni sang anak akan
jatuh cinta pada ibunya sendiri dan menjadi cemburu terhadap ayahnya serta
ingin membunuh serta menyingkirkan ayahnya agar tak menghalanginya.
- Tahap Latensi

Menurut Freud, perasaan dari tahap Oedipal


akhirnya ditekan dan dorongan dorongan
seksual mereda hingga tibanya masa pubertas.
- Tahap Genital

Tahap terakhir pada perkembangan seksual pun


adalah tahap genital ini yang berlangsung sejak
pubertas dan seterusnya. Pada tahap ini terjadi
pembaharuan terhadap minat seksual dan objek
yang baru pun ditemukan untuk pelampiasan
dorongan seksnya.
2)      Teori Gejala Akil Balig Margaret Mead

Menurut hasil penelitian, Mead berkesimpulan bahwa para gadis di


Samoa tidak mengalami gejala akil baligh, karena keluarga orang samoa
buka termasuk keluarga inti, sehingga seorang anak tidak selalu harus
berhubungan terus-menerus dengankedua orangtuanya, tetapi juga
mendapat kesempatan untuk berhubungan secara bebas dengan
anggota kerabatnya yang lain. Penelitiannya di Papua, Mead
berkesimpulan bahwa perbedaan sifat-sifat kepribadian atau
temperamen antar laki-laki dan wanita tidak bersifat universal, karena
dalam kebudayaan Arapesh tidak ada perbedaan temperamen antar
laki-laki dan perempuan, keduanya mempunyai kepribadian yang halus,
lembut, dan pasif. Sebaliknya pada masyarakat Mundugumor, kedua
jenis kelamin mempunyai kepribadian yang kasar, keras, dan agresif
seperti yang dimiliki laki-laki pada umumnya masyarakat Eropa-
Amerika. Pada masyarakat Tchambuli, kaum wanita pada umumnya
berkepribadian kasar, keras, dan aktif, dan melaksanakan tugas berat,
sedangkan laki-laki sebaliknya.
B.     Benerapa Teori Kepribadian Khas Kolektif Tertentu

1)      Teori Pola Kebudayaan Ruth Benedict

Teori Pola Kebudayaan (Pattern of Culture) dapat juga disebut sebagai teori
konfigurasi kebudayaan, teori mozaik kebudayaan, teori representation colletive, atau
teori etos kebudayaan. Teori benedict dapat diringkas sebagai berikut: “Di dalam
setiap kebudayaan ada aneka ragam tipe temperamen, yang telah ditentukan oleh
faktor keturunan (genetic) dan kebutuhan (konstitusi), yang timbul berulang-ulang
secara universal. Namun setiap kebudayaan hanya memperbolehkan jumlah terbatas
dari tipe temperamen tersebut berkembang. Dantipe-tipe temperamen tersebut
hanya yang cocok dengan konfigurasi dominan. Mayoritas dari orang-orang dalam
segala masyarakat akan berbuat sesuai terhadap tipe dominan dari masyarakatnya.
Hal ini disebabkan karena temperamen mereka cukup plastis untuk dibentuk tenaga
pencetak dari masyarakat. Ini adalah apa yang disebut tipe kepribadian normal.
Benedict berpendapat bahwa tidak ada kriteria yang shahih(valid) mengenai tipe
kepribadian “normal” dan “abnormal”. Suatu kepribadian dianggap normal apabila
sesuai dengan tipe kepribadian yang dominan, sedangka tipe kepribadian yang sama
jika tidak sesuai dengan kepribadian yang dominan akan dianggap abnormal alias
tidak normal atau penyimpangan (derivant).
2)   Teori Gaya Hidup Petani Desa Robert Redfield
Menurutnya masyarakat di kelompokkan menjadi 3
bagian:
a.   Folk, masyarakat primitif yang belum memiliki
kebudayaan;
b.  Person society, masyarakat petani desa yang
memiliki ketergantungan dengan masyarakat kota;
c.   Urban society: ketergantungan pada masyarakat
desa, kebudayaan kompleks, mengenal
peradanab.
3)   Teori Kepribadian Status Ralph Linton
Kepribadian status adalah seperangkat
kepribadian tipikal yang sesuai dengan status
seseorang di dalam masyarakatnya. Status
tersebut berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang
pribadi yang menduduki status sosial harus
mengembangkan sikap dan emosi yang sesuai dan
berguna bagi status tersebut.
Pribadi-pribadi yang dapat membawakan
kepribadian statusnya dengan baik dan tepat,
adalah orang yang penyesuaian dirinya baik
Beberapa Teori Mengenai Kepribadian Individual
Dengan pengetahuan kondisi umum psikologi masyarakat yang
ingin dibangun tersebut dapat mempermudah dalam
penentuan prioritas pembangunan serta penyesuaian proses
pembangunan dengan karakteristik masyarakat. Sebenarnya
metode ini sudah lama digunakan ketika era kolonialisme.
Ketika itu yang digunakan adalah catatan-catatan etnografi
yang menjadi dasar pengetahuan karakteristik wilayah dan
masyarakat yang akan dijajah. Tidak dapat dipungkiri bahwa
perkembangan ilmu antropologi memang berasal dari
kepentingan kolonialsme yang banyak membawa
kesengsaraan. Namun, secara ilmu pengetahuan
perkembangan itu membawa dampak positif dalam
pembentukan tradisi keilmuan yang baru, yaitu yang
berorientasi pada masyarakat.
Watak suatu bangsa begitu kompleks karena tersusun dari berbagai
watak manusia yang mungkin bisa saja sama, tetapi terdapat suatu
poin di mana mereka memiliki identitas yang jelas tentang suatu hal
yang bersifat umu dalam masyarakat mereka. Misalnya, etnis Jawa
yang terkenal dengan kelemahlembutannya, ramah tamahnya, dan
lain-lain, kemudian orang Batak dengan watak keras dan tegas, dan
sebagainya. Dalam bab ini disebutkan bahwa:
Linton yang juga berpendirian bahwa tiap kebudayaan mempunyai
kepribadian umum, menyatakan bahwa kepribadian umum adalah
sejumlah ciri watak yang kadang-kadang seluruhnya dan ada
kalanya hanya sebagian berada dalam jiwa dari sebagian besar
warga dari suatu masyarakat. Hal itu disebabkan karena selain
ditentukan oleh bakatnya sendiri, kepribadian individu juga
ditentukan oleh latar-belakang kebudayaan dan sub-kebudayaan
dari lingkungan sosial di mana individu itu dibersarkan.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai