Anda di halaman 1dari 18

Logo

Bab
kampus

I
Bukti Penyebaran Agama dan
Kebudayaan Islam di Pati oleh
Bab

II
Syech Ahmad Mutamakkin
Nama Kelompok:
1. A n a n d a R i z q i P e r m a t a S a r i ( 0 4 )
2. F i r d a P u t r i A u l i a ( 1 8 )
3. N i r a B u n g a S r i k a n d i ( 2 7 )
Bab 4. Wi s c a R a c h e l N u r u s s y i f a ( 3 6 )
III
Latar Belakang Bab

Syech Ahmad Mutamakkin merupakan wali qutub pada zamannya, sosok yang pernah menggemparkan I
pada masa Pakubuwono II. Syech Mutamakim sangat terkenal di daerah pinggir pesisir Jawa bagian utara
yaitu daerah Pati, yang menjadi tempat dakwah serta pemakamannya disana, Mbah Mutamakkin sebutan
populernya mempunyai kewalian yang kaitannya dengan silsilah keturunan dengan Joko Tingkir atau Sultan
Hadiwijaya dan masih ada hubungan dengan salah satu keraton Solo dan Yogjakarta. Kisah Mbah
Mutamakkin terkenal juga sangat fenomenal dari seorang kyai yang memeliahara dua anjing, bahkan
kesaktiannya seperti dalam kisah Nabi Yunus dan Nabi Ibrahim. (bangkitmedia.com)
Bab Bagi warga Kajen dan sekitarnya, sosok ini lebih akrab dipanggil Mbah Mutamakkin. Tempat
pemakamannya terletak di tengah-tengah desa. Tidak jauh dari makam tersebut, kira-kira 50 meter di arah
II timur laut, ada bangunan masjid yang diyakini masyarakat setempat sebagai peninggalan Mbah Mutamakkin.
Dari kunjungan yang telah kami lakukan menuju tempat persemayaman Mbah Mutamakkin, ada banyak
rombongan peziarah yang berdatangan seolah setiap saat tidak pernah sepi pengunjungnya.
Kami tertarik meneliti mengenai topik ini karena merupakan tugas penelitian sejarah, selain itu topik
sejarah yang kami pilih berkaitan dengan kehidupan warga Desa Kajen dan sekitarnya terutama salah satu
teman kami yang berasal dari daerah sekitar tersebut, sehingga pemerolehan informasi mengenai topik ini
akan jauh lebih mudah didapat. Dengan kami menganalisis dan mengkaji topik ini, dapat pula menumbuhkan
Bab rasa kecintaan atas perjuangan seorang ulama besar yaitu Syech Ahamd Mutamakkin dalam menyebarkan
dakwah islam di wilayah kajen, Pati.
III
Rumusan Masalah Bab

I
a) Siapakah sosok beliau Syech Ahamd Mutamakkin ?
b) Bagaimanakah asal usul dari Syech Ahmad Mutamakkin ?
c) Bagaimana kisah perjalanan dan perjuangan dari Syech Ahmad Mutamakkin ?
d) Siapa guru Syech Ahmad Mutamakkin ?
e) Apa saja bukti penyebaran agama dan Kebudayaan Islam dari Syech Ahmad Mutamakkin ?

Bab

II Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui sosok Syech Ahmad Mutamakkin


b) Untuk mengetahui silsilah asal usul dari Syech Ahmad Mutamakkin
c) Untuk mengetahui kisah perjalanan dan perjuangan dari Syech Ahmad Mutamakkin
d) Untuk mengetahui guru Syech Ahmad Mutamakkin
Bab e) Untuk mengetahui berbagai bukti penyebaran agama dan kebudayaan islam dari Syech
Ahmad Mutamakkin
III
Manfaat Penelitian Bagi Penulis
Bab

 Dapat melatih ketrampilan dasar I


dalam melakukan reset atau
Bagi Pembaca penelitian.
 Dapat menjadi sumber rujukan 01  Dapat meningkatkan kemampuan
informasi. menganalisis suatu masalah
 Dapat meningkatkan wawasan dan melalui pembelajaran dengan
pengetahuan, khususnya dalam 02 model pembelajaran inovatif.
mengenal sejarah yang ada di sekitar.  Dapat meningkatkan wawasan
Bab  Dapat meningkatkan minat dalam penulis.
III mendalami sejarah.
 Dapat menumbuhkan rasa
 Dapat membantu penulis dalam
mendalami teori.
kebanggaan dan kecintaan terhadap
tokoh tokoh sejarah.

Bab

V
Pembahasan
Bab

A. Sosok Syech Ahmad Mutamakkin I


Syech Ahmad Mutamakkin di kenal juga dengan nama Mbah Cebolek, beliau adalah seorang faqih
yang disegani karena berpandangan jauh dan luas. Sebagai guru besar agama beliau berdakwah dari satu
tempat ke tempat yang lain yang beliau anggap tepat sasaran. Melihat penduduk dibeberapa tempat yang
berlainan bahasa dan adatnya, dalam memilih daerah-daerah di pantai utara Jawa Syech Ahmad
Mutamakkin membuat pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu.
Adapun sejarah beliau menurut catatan ahli tarikh, pada masa itu beliau melakukan misi dakwah Bab
menuju ke arah barat, sampai ke Desa Kalipang, suatu daerah yang terletak di Kecamatan Sarang
Kabupaten Rembang. Disana beliau menetap beberapa lama dan sempat mendirikan sebuah masjid. II
Kemudian beliau melanjutkan perjalanan sampai ke Cebolek, sebuah Desa di Kecamatan Margoyoso
Kabupaten Pati Jawa Tengah, yang waktu itu Cebolek masih bagian dari Kecamatan Juwana. Setelah
bermukim di Cebolek beberapa lama, beliau kemudian hijrah ke Desa Kajen, sebuah Desa yang terletak
disebelah Barat Desa Kajen.
Sebagai guru besar agama, Syeikh Ahmad Mutamakkin menyebarkan agama dan membuka lapangan
pendidikan Islam untuk mencetak mubaligh dan kader-kader agama yang nantinya akan menyambung tali
Bab perjuangan beliau. (wiki.laduni.id)

III
B. Silsilah Asal Usul Syech Ahmad Mutamakkin
Bab
Menurut KH Abdurrahman Wahid, Syech Ahmad Mutamakkin berasal dari Persia (Zabul) Provinsi 
Khurasan Iran Selatan. Akan tetapi, silsilah yang di percaya masyarakat setempat Ia adalah bangsawan
I
Jawa. Sedangkan menurut catatan sejarah lokal Syech Ahmad Mutamakkin dari garis bapak adalah
keturunan Raden Patah (Raja Demak) yang berasal dari Sultan Trenggono. Sedangkan, dari garis Ibu
keturunan, Syech Ahmad Mutamakkin dari Sayyid Ali Bejagung Tuban Jawa Timur. Sayyid ini memiliki
putra namanya adalah Raden Tanu dan Raden Tanu memiliki seorang putri yang menjadi ibunda Syech
Ahmad Mutamakkin.

Diyakini bahwa Syech Ahmad Mutamakkin adalah keturunan Raja Muslim Jawa Jaka Tingkir, cicit Bab
Raja Majapahit terahir Brawijaya V. Ayah Syech Ahmad Mutamakkin adalah Sumahadiwijaya adalah 
Pangeran Benowo II Raden Sumahadinegara bin Pangeran Benawa I Raden Hadiningrat bin Jaka Tingkir II
 atau Sultan Hadiwijaya bin ki Ageng Pengging bin Ratu Pambayun binti Prabu Brawijaya V Raja
Majapahit terakhir. Ratu Pambayun adalah saudara perempuan Raden patah. Istri Jaka Tingkir adalah
putri Sultan Trenggono bin Raden Patah Raja Demak.

Menurut sumber lain, Syeikh Ahmad Mutamakkin masih memiliki garis keturunan langsung dengan
Nabi Muhammad SAW. Silsilah Syeikh Ahmad Mutamakkin menunjukkan pertemuannya dengan Nabi
melalalui garis ayah:
Bab

III
Telah disebutkan bahwa Pangeran Benowo II pada tahun 1617 M melarikan diri ke Giri untuk meminta Bab
suaka politik atas serangan Mataram. Di ceritakan juga, adipati Tuban yang menjalin hubungan kekerabatan
dengan (pangeran Benawa II). Maka dapat diasumsikan bahwa dari hasil perkawinan itu lahir Sumadiwijaya
I
(nama ningrat al-Mutamakkin) tahun kelahiranya tidak diketahui secara tepat, oleh karena itu, masih di
perlukan pelacakan secara cermat tentang peninggalan dan silsilahnya.

Syech Ahmad Mutamakkin di lahirkan di Desa Cebolek, 10 Km dari Kota Tuban, Ia kemudian di kenal
dengan nama Mbah Mbolek. Nama Al-Mutamakkin sebenarnya adalah gelar yang di peroleh dari rihlah
ilmiahnya di Timur Tengah. Al-Mutamakkin di ambil dari Bahasa Arab yang artinya orang yang meneguhkan
hati atau diyakini akan kesuciannya. Bab
Di Desa Cebolek Tuban, Syech Ahmad Mutamakkin menghabiskan usia mudanya. Desa Cebolek di Tuban
yang sekarang bernama Desa Winong. Di sana terdapat peninggalannya berupa masjid Winong. Masjid
II
tersebut tepat berada di tepi sungai. Pelacakan secara mendalam mengalami kesulitan karena masjid sudah di
pugar berkali-kali akibat sering terkena banjir besar. Di dalam masjid tersebut terdapat klebut (kayu agak
lonjong bulat tempat untuk menjemur kopyah atau peci haji) dan batu kecil mirip seperti asbak. Di depan
masjid terdapat sawo kecik yang cukup besar yang di yakini terdapat keris pusaka Syech Ahmad
Mutamakkin. Desa sunyi senyap dan banyak penyamun ini berkat usaha KH. Ahmad Mutamakkin berubah
menjadi Desa yang penuh damai dan sejahtera. (wiki.laduni.id)
Bab

III
C. Kisah Perjalanan dan Perjuangan Syech Ahmad Mutamakkin
Bab
Di ceritakan pada abad ke 17 hubungan Tuban dan Pati dengan daerah Banten dapat di lihat dari
seringnya pelabuhan Tuban dan Juwana (Pati) di singgahi para pelayar dari Banten. Kedua pelabuhan itu I
mempunyai kedudukan penting bagi Mataram dalam distribusi hasil pertanian dari pedalaman. Bahkan,
dengan kebijakan Mataram yang membagi empat wilayah daerah pesisir dua pelabuhan tersebut mampu
menandingi pelabuhan Semarang dan Jepara. Terlebih lagi ketika Jepara dipandang tidak aman karena sering
terjadi pembajakan kapal.
Diduga Syech Ahmad Mutamakkin mengawali perjalanan intelektualnya dengan berlayar ke Banten
dan di sana beliau bertemu dengan ulama besar Syech Muhammad Yusup al Makassari yang kemudian beliau
melanjutkan ke Negeri Timur Tengah. Dapat juga di duga sebelum sampai ke Banten beliau singgah Bab
ke Tegal Jawa Tengah. Hal ini di dasarkan atas makam ayahnya (pangeran Benawa II) yang diyakini terdapat
di Tegal. Bahkan, di daerah tersebut terdapat Desa yang bernama Kajen. Sepulang dari Timur Tengah, Syech II
Ahmad Mutamakkin tidak kembali ke Tuban melainkan ke sebuah Desa di Pati bagian utara.
Sedangkan menurut KH. Maspu’duri salah satu keluarga dekat dari keturunan Syech Ahmad Mutamakkin,
riwayat intelektual Syech Mutamakkin di peroleh pertama dari keluarganya sendiri karena keluarga Syech
Ahmad Mutamakkin merupakan putra salah satu keluarga ningrat dan keluarga terdidik yaitu putra salah satu
Adipati di Tuban yaitu Hadinegoro atau Sumohadiningrat. Namun, sejak kecil Syech Ahmad Mutamakkin
tidak menyukai gaya hidup Keraton yang gelamor kemudian melakukan pengembaraan ke arah Barat hingga
Bab sampai Sarang Rembang dan menetap sementara di Sarang dan mendirikan sebuah masjid, kemudian
melanjutkan perjalanan dakwah ke arah Barat dan kemudian singgah di Cebolek.
III
Setelah menetap di Cebolek sementara, Syech Mutamakkin setiap malam setelah melakukan shalat malam atau  Bab
shalat Tahajud beliau melihat sinar ke arah atas, dan dicarilah sinar itu ke arah Barat hingga ketemu pusat sinar
yaitu di kediaman KH Shamsuddin di Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Jawa Tengah. Kemudian I
Syeikh Mutamakkin berbaiat menjadi murid dan santri KH Shamsuddin. Akhirnya Syeikh Mutamakkin menjadi
murid KH Shamsuddin, karena kealimannya, kebagusan akhlaqnya dan kecerdasannya, Syeikh Mutamakkin
kemudian dijodohkan dan diambil menantu KH. Shamsuddin dengan seorang putrinya bernama Nyai Shalihah.
Setelah menjadi santri KH. Shamsuddin, Syech Mutamakkin kemudian melanjutkan perjalanan intelektualnya
ke Timur Tengah. Syech Mutamakkin belajar di Timur Tengah dalam beberapa lama, salah satu gurunya adalah
makamnya ada di Madinah. Makam gurunya Syech Mutamakkin ada lubangnya, dan lubangnya selalu
mengeluarkan angin yang berbau harum. Namun, karena di sana menganut paham Wahabi sekarang makam guru Bab
Syeikh Mutamakkin tersebut sudah tidak terawat dan dibuangin sampah oleh masyarakat Arab.
Sepulang dari Timur Tengah pada abad 18, Syech Ahmad Mutamakkin terdampar di Desa Cebolek, tepatnya
II
di wilayah Pati Utara wilayah Kawedanan Tayu. Namun, menurut sejarah tradisi lisan yang sekarang masih
terpelihara dengan baik, sebenarnya terhempasnya Syeikh Mutamakkin di tengah lautan itu karena Syech
Mutamakkin dikhianati muridnya yang dari bangsa jin. Menurut cerita KH. Maspu’duri, ketika mau berhaji,
Syeikh Mutamakkin memanggil salah seorang muridnya yang dari bangsa jin untuk mengantarkan berhaji
ke Mekkah. Sewaktu pulang dari Mekkah, Syeikh Mutamakkin juga diantarkan muridnya dari bangsa jin, ketika
sampai di tengah lautan berpapasan dengan Ratu jin Kafir.
Bab

III
Bab
Dan Ratu jin kafir itu meminta agar Syech Mutamakkin di lepaskan saja oleh muridnya. Kalau tidak
mau melepaskan, maka ratu jin kafir itu akan membunuh murid dari jin Syeikh Mutamakkin. Syeikh
Mutamakkin kemudian dikhianati oleh muridnya dan ditinggalkan sendirian di tengah lautan, kemudian
I
Syeikh Mutamakkin pasrah kepada Allah dan memejamkan mata, sehingga ditolong oleh ikan Mladang
diantarkan ke pinggir pantai dan kemudian Syech Mutamakkin membuka matanya (jebul-jebul melek).
Maka daerah pantai tempat terhempasnya Syech Mutamakkin ini di namakan Cebolek. (kompasiana.com)
Dan perjuangan Syekh Ahmad Mutamakkin menyebarkan Islam di pantai utara Jawa, terutama di
Kabupaten Pati berbuah manis. Desa Kajen, tempatnya memulai perjuangannya, kini menjadi ”Desa Santri”
dengan ada lebih dari 70 pondok pesantren berdiri di sana. Bab
Desa Kajen di Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, kini populer di tingkat nasional, bahkan
internasional. Mengingat, sejumlah ulama asal Kajen dikenal secara global, seperti KH MA Sahal Mahfudh.
II
Saat ini, 70 pondok pesantren berdiri di Kajen dan sekitarnya. Sebutan Kajen memang tidak hanya satu
wilayah geografis desa, melainkan termasuk daerah sekitar, terutama Desa Cebolek. Kajen dan Cebolek
memang dua desa yang berhimpitan.
Cebolek berada di sebelah timur Kajen. Dua desa itu biasa disebut Kota Santri karena keberadaan puluhan
pesantren tersebut. Secara administratif, Kajen yang merupakan desa dengan luas 660 ha. Di tengah wilayah
itu terdapat makam waliyullah, Syekh Ahmad Mutamakkin.
Bab

III
Bab

I
Mbah Bolek atau Mbah Mutamakkin tersebut merupakan penyebar Islam di pantai utara Jawa. Sang
wali berasal dari Tuban, Jawa Timur sebelum akhirnya berdiam di Cebolek. Dari cerita tutur, Cebolek
yang kini menjadi desa di Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati merupakan tempat pertama Mbah
Mutamakkin tinggal setelah datang dari Tuban. ”Setelah itu, dia pindah ke Kajen hingga wafat,” ujar
pengurus Makam Syech Ahmad Mutamakkin, KH Faeshol Muzammil.
Sejak pandemi Covid-19, terdapat pembatasan dalam kegiatan di makam waliyullah tersebut, termasuk Bab
pengunjung dan peziarah. Saat Ramadhan, tidak banyak pengunjung dari luar daerah. Gus Faeshol
menyebut, mayoritas mereka yang ke makam adalah santri dari pondok pesantren. Mereka ingin mengaji
II
Al-Qur’an. (suaramerdeka.com)

Bab

III
D. Guru Syech Ahmad Mutamakkin
Guru Syeikh Ahmad Mutamakkin termaktub dalam serat Cebolek adalah Syeikh Zayn dari Yaman. Figur ini juga
di kenang oleh masyarakat di sekitar makam Syeikh Sheikh Ahmad Mutamakkin. Syeikh Zayn a adalah Syekh Bab
Muhammad Zayn al Mizjazi al Yamani, seorang tokoh tarikat Naqsabandiyah yang sangat berpengaruh. Meski
tahun kehidupan Syeikh Zayn tidak di ketahui pasti, tetapi ayahnya Syekh Muhammad al Baqi al Mizjaji adalah
I
guru Syekh Yusuf al Makassari dan Syekh Abdurrouf As Singkili yang wafat pada tahun 1663 dan putranya Syekh
Abdul Khaliq Ibnu Zayn al Mizjaji wafat tahun 1740.
Tidak diketahui secara persis Syeikh Ahmad Mutamakkin berguru kepada Syeikh Muhammad Zayn al-Yamani.
Baik serat Cebolek maupun lokal historis masyarakat tidak mengungkapkannya, juga tidak tentang guru-gurunya
yang lain. Akan tetapi, kita bisa bercermin pada riwayat historis murid Jawi pendahulunya 
Syekh Abdul Rauf as Singkili dan Syekh Yusuf al Makassari yang menyusuri kawasan Timur dan selatan Arabia Bab
termasuk Yaman sebelum sampai ke Haramain (Mekah dan Madinah). Diasumsikan, Syekh Ahmad Mutamakkin
mengikuti rute perjalanan serupa sebelum akhirnya sampai ke Mekah, dengan demikian dapat melaksanakan II
ibadah Haji.
Rihlah ilmiyah dan jaringan keilmuan Syeikh Ahmad Mutamakkin penting untuk di ungkapkan dalam tulisan
ini. Jika benar Ia mengikuti rute gurunya al Singkili dan al Makassari, maka dapat dicatat disini beberapa tempat
yang disinggahinya, yaitu Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, dan akhirnya Mekah dan 
Madinah. Tetapi, sebelum ke Timur Tengah penting untuk dicatat tentang kemungkinan pertemuan Syeikh
Mutamakkin dengan Muhammad Yusuf al Makassari di Banten sekitar 1691 M. Syeikh Al-Makassari di asingkan
Bab di Tanjung Harapan pada tahun 1694 M. Kemungkinan ini di dasarkan atas catatan dalam karangan Syeikh al-
Mutamakkin yang menyebutkan Tarikat Naqsabandiyyah dan Tarikat Khalwatiyyah yang diasumsikan diinisiasi
III atau sekedar di perkenalkan oleh Syeikh al-Makassari.
Berkat Syeikh al-Makassari kemudian beliau diperintahkan belajar ke Timur Tengah mengikuti rute yang pernah
dilakukan oleh al-Makassari. Dari beberapa tempat dalam rutenya di perkirakan beliau juga belajar beberapa guru
dan diinisiasi oleh guru Tarikat yang hidup pada masa itu selain berguru kepada Syeikh Zayn al-Yamani.
Bab
Perlu dicatat di sini beberapa murid Syeikh al-Singkili (w. 1693) yang sezaman dan barangkali bertemu dengan
Syeikh al-Mutamakkin antara lain Syekh Abdul Muhyi asal Jawa Barat, Syekh Abdul al Malik bin Abdullah (1089- I
1149/1678-1736) asal Semenanjung Melayu yang di kenal sebagai tokoh pulau Manis dari Trengganu, 
Syekh Daud al Jawi Fansuri bin Ismail bin Agha Mustafa bin Agha Ali al-Rumi. Yang terahir ini adalah murid
kesayangan Syeikh al-Makassari yang juga sebagai Khalifah utamanya.
Barangkali Syeikh Assingkili-lah yang yang menginisiasi Syeikh al-Mutamakkin ke dalam Tarikat Sattariyyah
 meski sumber-sumber yang ada tidak memberikan angka tahun pertemuannya, dugaan ini didasarkan atas catatan
teks karangan Syeikh al-Mutamakkin yang membicarakan Tarikat Sattariyyah berbahasa Arab Melayu (Jawa
Pegon). Bab
Ketika Syeikh al-Mutamakkin sampai di Yaman, Syekh Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji sudah wafat dan
diganti oleh anaknya Syekh Zayn bin Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji. Selain Syeikh al-Mutamakkin, Flecer
II
menegaskan, seorang muslim Cina Ma Mingxin juga belajar dengan 
Syekh Zayn bin Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji (1053-1138H/1643-1726M) dan putranya Abdul al-Khaliq
wafat 1740 M.
Begitu juga ketika sampai di Makkah dan Madinah, Syeikh al-Mutamakkin tidak menemui guru-guru Syeikh al-
Singkli dan Syeikh al-Makassari karena mereka sudah meninggal dunia. Ia hanya menemui generasi selanjutnya
yang dapat dicatat dari kolega-kolega Syeikh al-Singkli dan Syeikh al-Makassari. Karena ada baiknya di sini
Bab
dikemukakan hubungan antara Syeikh al-Singkli dan Syeikh al-Makassari serta ulama-ulama yang berperan yang
III hampir sezaman dengan Syeikh al-Mutamakkin agar dapat di ketahui situasi dan interelasi keilmuan pada masa itu.
(wiki.laduni.id)
E. Bukti Penyebaran Agama dan Kebudayaan Islam dari Syech Ahmad Mutamakkin
 Masjid jami’ kajen
Bab
Dalam mengutarakan peri hidup al-marhum dan perjuangannya beliau, tidak dapat di pisahkan dengan
masjid Kajen. Masjid yang terletak 100 m ke arah Timur dari makam beliau. Masjid mengalami dan perluasan
pada masa Syaikh Abdussalam dan Syaikh Nawawi sekitar tahun 1910, kemudian di perluas dengan serambi
I
muka pada tahun 1952 sampai pada tahun 1999 wajah Mikhrab pun direnovasi.
Adapun bekas-bekas aslinya masih dapat dilihat, diantaranya dua tiang di muka yang lebih di kenal dengan
nama Saka Ngaten. Kemudian dua buah daun pintu yang terletak di sebelah Utara dan sebelah Selatan.
 Mimbar
Sebagaimana di maklumi pula al-Marhum di kenal sebagai seorang filosof dan ahli pikir yang agung.
Bab
Didalam masjid dapat dijumpai sebuah mimbar asli buah karya beliau. Bila kita perhatikan dan amati dari dekat
disitu bukan hanya merupakan kayu-kayu berukir, namun tampak banyak corak batik bermotif lukisan timbul II
yang beraneka ragam sarat dengan makna.
Menurut sesepuh yang pernah memberikan penjelasan, semua yang terlukis dan terukir di dalamnya
banyak mengandung filsafat yang dalam. Sebagian dari penjelasan adalah sebuah lukisan bulan sabit di patuk
burung bangau (kuntul), mengandung arti dan perlambang kepada yang ditinggalkan agar dalam hidup ini
sanggup meraih Cita-cita yang mulia.
Ditambahkan pula, bahwa lukisan-lukisan tersebut di mungkinkan mengandung arti yang lain kalau
Bab ditilik dari candra sengkala. Sayang hinggasekarang bhelum ada seorang ahli purbakala yang meninjaunya,

III sehinngga belum bisa di tafsirkan.


Bab

 Sumur I
Salah satu bukti peninggalan Arkeologis Syekh Ahmad Mutamakkin adalah sumur yang berada di
Desa Bulumanis Lor Kec. Margoyoso Kab. Pati.  Sumur yang sering disebut dengan sebutan sumur
Mbah Mutamakkin ini terletak di jalan Bangau.
Mulanya, bentuk sumur tersebut masih berupa sendang yang di kanankirinya ditumbuhi pohon
sagu dan aneka vegetasi lain, terdapat beberapa ekor ular yang cukup besar. Di dalam telaga hidup
beberapa ikan yang oleh masyarakat sekitar tidak berani mengambilnya. Meskipun ikan tersebut
besarbesar, terutama jenis ikan gabus/kutuk..Karena takut berhadapan dengan ularular tersebut. Warga Bab
sekitar bila ingin  mengambil air sumur biasanya mengambil di selokan/sungai kecil (kalen) yang
memuat limpasan air dari sumur tersebut II
 
 Papan bersurat dan dairoh
Di dalam masjid juga terdapat seperti; papan tulisan melingkar atau yang lebih di kenal dairoh papan
tersebut terletak di dalam masjid atau tepatnya di langit – langit kemudian tiga papan bersurat yang
terletak di imaman. Papan tersebut dapat dilihat dengan jelas dan masih terawat dengan baik sampai
sekarang.
Bab

III
Bab
 Pasujudan
Bangunan ini terletak di muka makam, bila kita jumpai bangunan menghadap ke timur mirip
I
dengan surau. Sebelum di bangun berupa batu besar yang lingkari tembok dalam segi empat. Menurut
sesepuh kita, batu besar ini pada hidup Mbah Ahmad Mutamakkin digunakan untuk menjalankan sholat
dhuha. Sampai pada masa Mbah Salam tempat yang bersejarah ini digunakan untuk sholat sunat di saat-
saat Mbah Salam akan berangkat dan pulang dari berpergian. Kemudian batu asli ini ditutup dengan
bangunan (di dalam) pada pembangunan yang di lakukan oleh KH. Sirodj dan kemudian disempurkan
pada pembangunan kedua oleh KH. Thohir Nawawi.
Bab
Banyak kalangan dari berbagai daerah datang ke desa Kajen untuk berziarah di makam, mengaji
sama keturunannya Mbah Ahmad Mutamakkin, seperti ulama besar yaitu KH. Muhammad ahmad sahal II
mahfudz yang mempunyai pondok pesantren Maslakul Huda atau sering di sebut pondok putra. Beliau
adalah keturunan Mbah Ahmad Mutamakkin yang ke -8 , dan banyak keturunan Mbah Ahmad
Mutamakkin yang jadi orang ulama besar, yang melanjutkan kiprah perjuangan beliau contohnya
berdirinya pondok-pondok pesantren di desa Kajen. Ada orang yang menyurvei bahwa Kota Pati yang
khusus di desa Kajen jumlah pondok pesantrennya hampir 50 lebih putra-putri, itulah keturunan beliau
yang menjadi ulama-ulama besar yang melanjutkan perjuangan beliau. . (kompasiana.com)
Bab

III
Bab

I
Kesimpulan
a) Syech Ahmad Mutamakkin adalah seorang wali, ulama besar yang menyebarkan dakwah
islam di tanah Jawa pada abad ke- 17.
b) Syekh Ahmad Muttamakin adalah murni keturunan bangsawan. Menurut catatan sejarah,
Syech Ahmad Mutamakkin dari garis bapak adalah keturunan Raden Patah (Raja Demak) Bab
yang berasal dari Sultan Trenggono. Sedangkan, dari garis keturunan ibu, Syech Ahmad
Mutamakkin dari Sayyid Ali Bejagung, Tuban, Jawa Timur.
III
c) Kisah perjalanan Mbah Muttamakin dalam penyebaran agama Islam, khususnya di daerah
Pati bagian Utara yaitu Desa Kajen, tempatnya memulai perjuangannya, kini menjadi ”Desa
Santri” dengan ada lebih dari 70 pondok pesantren berdiri di sana.
d) Guru Syekh Ahmad Mutamakkin adalah Syech Zayn dari Yaman
e) Masjid jami’ kajen, sumur keramat yang terdapat di desa bulumanis, Papan bersurat dan
mimbar kayu ukiran batik yang terdapat didalam masjid jami' Kajen merupakan bukti bukti
dan peninggalan penyebaran Agama dan Kebudayaan Islam dari Syech Ahmad Mutamakkin Bab

V
Bab

Bab

II Terima kasih

Bab

III

Anda mungkin juga menyukai