Anda di halaman 1dari 32

TITRIMETRI

Apt. M. Rifqi Efendi, M. Farm.


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS
 Macam-macam reaksi volumetri:
1. Reaksi asam-basa (penetralan):
H+Cl- + NaOH  Na+Cl- + H2O
H+ + OH-  H2O
2. Reaksi oksidasi –reduksi (redoks):
Fe2+ + Ce4+  Fe3+ + Ce3+
5C2O42- + 2MnO4- +16H+  2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-
3. Reaksi pengendapan:
Ag+ + Cl-  AgCl(s)
Pb2+ + CrO42-  PbCrO4(s)
4. Reaksi pembentukan kompleks:
Ag+ + 2CN-  Ag(CN)2-
Mg2+ + (EDTA)4- --) Mg(EDTA)2-
ISTILAH ISTILAH DALAM TITRIMETRI
 Larutan Standar / Titrant Standar :
larutan yang diketahui konsentrasinya.
ada 2 macam larutan standar standar primer & standar
sekunder.
 Larutan standar primer:
larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan hanya dengan
menimbang dan melarutkannya dengan tepat.
 Larutan standar sekunder:
larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan cara titrasi
dengan larutan standar primer. prosesnya disebut
standarisasi / pembakuan
Titrasi :
Proses penambahan larutan standart dari buret/ alat lain secara
perlahan lahan ke dalam larutan analat sampai terjadi reaksi
antara keduanya dengan sempurna.
 Volume reagent yg diperlukan untuk kesempurnaan titrasi
ditentukan dari selisih pembacaan awal dan akhir di buret (volume
titrasi).
 Indikator :
Zat yang ditambahkan kedalam larutan analat untuk mengamati
perubahan fisik yang terjadi saat mendekati TE atau TA titrasi
 Titik Ekivalent (TE) dalam titrasi:
dicapai jika jumlah titrant yang ditambahkan
ekivalent secara kimia dengan sejumlah analat dalam
sample. Secara teoritis titik ekivalent tidak dapat
ditentukan dari percobaan.

 Titik Akhir (TA) dalam titrasi :


kondisi dimana proses titrasi harus dihentikan, karena
sudah tercapai kondisi ekivalent antara titrant dan
analat. Titik akhir dapat ditentukan dari percobaan
karena adanya perubahan sifat fisik larutan dekat TE.
 Sifat –sifat fisik tersebut antara lain:

1. Warna pereaksi atau indikator.


2. Kekeruhan disebabkan oleh terbentuknya atau
melarutnya endapan.
3. Daya hantar listrik dari larutan
4. Potensial antara dua elektroda yang dicelupkan
dalam larutan
5. Indek bias larutan
6. Suhu larutan
7. Arus listrik dalam larutan
 Titrasi kembali:
jika zat A ditentukan dengan cara penambahan zat B
(berlebih), lalu kelebihan B ditentukan dengan titrasi kembali
(backtitration) dengan zat C ( standar):
A + B (berlebih)  hasil reaksi + B sisa
B sisa + C  hasil reaksi

Titrasi kembali digunakan jika reaksi A + B  hasil reaksi,


berjalan sangat lambat.
Perhitungannya:
{(mLB.NB) –(mLC.NC)}. BEA = mg A
8
 Kesalahan Titrasi :
Perbedaan volume/massa diantara titik ekivalen dan titik
akhir titrasi.

Karena 
1. Kehilangan cuplikan karena tumpah saat penimbangan,
pemindahan larutan, buret bocor, salah pipet.
2. Kontaminasi atau larutan jadi encer karena kurang baik
membilas buret, pipet atau labu.
3. Salah mencampurkan larutan setelah diencerkan.
4. Pengotoran pada standar primer
5. Kesalahan menimbang
6. Salah baca buret
7. Salah pemakaian indikator
8. Peralatan ( pipet atau buret) kurang bersih
Syarat analisa titrimetri:
1. Reaksi harus stoikiometri (tidak ada reaksi
samping)
2. Pada saat mendekati TE reaksi harus sempurna (K
>>)
3. Ada cara untuk menentukan bahwa TE /TA sudah
tercapai.
4. Reaksi berlangsung cepat , sempurna dalam
beberapa menit.
Syarat Larutan Standar primer:
1. Kemurnian tinggi (>99%) atau bila tidak ada maka
impuritas harus diketahui dan inert.
2. Stabil terhadap udara
3. Tidak mengandung air hidrat (komposisi tertentu)
4. Mudah dikeringkan, tidak higroskopis (tidak
menyerap air dan CO2)pada waktu penimbangan
5. Harga murah.
6. Dapat larut dalam medium titrasi
7. Berat rumus besar supaya kesalahan penimbangan
kecil.
 Contoh : Na2CO3 , Na2B4O7, KHP, HCl.
 Satuan konsentrasi (analisa volumetri):
Molaritas (M)  mol zat terlarut dalam 1 liter
larutan.
Normalitas (N) jumlah ekivalen (gram-ekivalen)
zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Titer (T) jumlah g/L suatu zat yang tepat bereaksi
dengan sekian titer suatu larutan.
 Perhitungan analisa Volumetri dengan konsentrasi
Molar, Normal, ppm, %.
 Kurva titrasi dalam analisa titrimetri : kurva sigmoidal
(volumetric) atau kurva linier-segment (Coulometri).
Cara menyatakan dalam titrasi volumetri
 Cara Molar.
larutan satu Molar mengandung 1 mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Pada analisa sering digunakan milimol, karena pada titrasi biasanya digunakan larutan dalam jumlah sedikit.
 Cara ekivalen:
kenormalan suatu larutan yang dinyatakan sebagai jumlah ekivalen per liter larutan.

Normalitas= ekiv zat terlarut = mekiv zat terlarut


L larutan mL larutan
 Reaksi asam-basa :
Satu ekiv jumlah gram zat yang menghasilkan/ bereaksi
dengan satu mol ion H+.

 Reaksi redoks:
Satu ekiv jumlah gram zat yang menghasilkan / bereaksi dengan 1 mol elektron.
Penyelesaian
Contoh standarisasi:
Sebuah sampel Na2CO3, dengan berat 0,3542 g dilarutkan dalam air dan dititrasi dengan larutan
HCl. Volume HCl yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen = 30,23 ml. Hitung molaritas
dari HCl.
Reaksi yang terjadi : Na2CO3 + 2HCl ------------- 2NaCl + H2O + CO2
 Tiap Na2CO3 bereaksi dengan 2H+ , oleh itu berat ekuivalennya setengah BMnya,
 BE = 106/2 = 53 g/ek
 jadi, banyaknya Na2CO3 yang diperlukan:
 ek = g/BE
Pada titik ekivalen :
0,3542 g / (53 g/ek) = 0,0067 ek = 6,7 mEk mmol HCl = 2 x mmol Na2CO3
N. HCl x V HCl = N.Na2CO3 x V Na2CO3 VHCl x MHCl = 2 x mg Na2CO3/BM Na2CO3
= ek Na2CO3 30,23 x M HCl = 2 x 354,2/106,0
M HCl = 0,2211 mmol/mL
M HCl x 30,23 ml = 6,7 mEk
M HCl = 6,7 mEk / 30,23 ml
= 0,22 M ATAU
TITRASI ASAM – BASA (NETRALISASI)
 Titrasi asam - basa digunakan untuk menentukan kadar analit yang bersifat asam/basa
atau zat yang dapat diubah menjadi asam/basa.
 Air umumnya digunakan sebagai pelarut karena mudah diperoleh, murah, tidak
beracun dan mempunyai koefisien suhu muai yang rendah.
 Penentuan titik ekivalen secara umum dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
dengan penambahan indikator (penambahan dilakukan sebelum titrasi) atau
monitoring perubahan pH dengan pH meter selama proses titrasi berlangsung yang
kemudian dilakukan plot perubahan pH terhadap volume titran. Titik tengah dari
kurva titrasi tersebut merupakan titik ekivalen.
 Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin
dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
 Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama
dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai
berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
 Mol ekivalen = perkalian antara Normalitas dengan volume = N x V
 Normalitas = Molaritas x jumlah H+ pada asam atau OH- pada basa
MOLARITAS

 Molaritas = jumlah mol per liter larutan atau M = n/V


M = molaritas, n = jumlah mol dalam larutan; V = volume larutan dalam liter

n = g/BM; dimana g = gram zat terlarut; BM = berat molekul larutan


maka, M = g/(BM x V) atau g = M x V x BM

Contoh soal:
Hitung molaritas larutan yang mengandung 6,00 g NaCl (BM = 58,44) dalam 200
mL larutan.
M (mol/liter) = 6,00 g NaCl x 1000 mL/liter/ 58,44g/mol NaCl x 200 mL
M = 0,513 mol/liter.
INDIKATOR ASAM - BASA

Nama pH range Warna Tipe (sifat)

Biru timol 1,2 – 2,8 Merah – kuning asam


8,0 – 9,6 Kuning - biru
Kuning metil 2,9 – 4,0 Merah - kuning basa
Jingga metil 3,1 – 4,4 Merah - jingga basa
Hijau bromkresol 3,8 – 5,4 Kuning - biru asam
Merah metil 4,2 – 6,3 Merah - kuning basa
Ungu bromkresol 5,2 – 6,8 Kuning - ungu asam
Biru bromtimol 6,2 – 7,6 Kuning - biru asam
Merah fenol 6,8 – 8,4 Kuning - merah asam
Ungu kresol 7,6 – 9,2 Kuning - ungu asam
Fenolftalein 8,3 - 10 t.b - merah asam
Timolftalein 9,3 – 10,5 t.b - biru asam
Kuning alizarin 10,0 – 12,0 Kuning - ungu basa
Teori perilaku indikator

Indikator adalah asam dan basa organik lemah yang bentuk tak-terurainya dan bentuk ioniknya
memiliki warna yang berbeda. Salah satu contoh adalah p-nitrofenol, yang merupakan asam
lemah. Dalam bentuk tak-terurai p-nitrofenol tidak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai
suatu sistem pengubah ikatan tunggal dan ganda (sistem terkonjugasi) berwarna kuning.

Indikator fenolftalein merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Pada penguraian pertama
masih tetap tidak berwarna dan kemudian dengan hilangnya proton kedua, menjadi ion dengan
sistem terkonjugasi dan memberikan warna merah.

Metil oranye, indikator ini merupakan basa dengan warna kuning dalam bentuk molekulnya.
Adanya penambahan proton menghasilkan kation berwarna merah muda.
KELAYAKAN TITRASI ASAM BASA

• Supaya reaksi kimia cocok untuk proses titrasi, reaksinya harus sempurna
pada titik ekivalen. Semakin besar tetapan kesetimbangan, semakin
sempurna reaksinya dan semakin besar perubahan pH pada titik ekivalen.

• Tetapan kesetimbangan untuk asam kuat – basa kuat sangat besar :


H3O+ + OH- 2H2O ; K = 1/Kw = 1,0 x 1014
• Konsentrasi zat yang dititrasi dan titran mempengaruhi besarnya ΔpH
• Diinginkan bahwa pH berubah 1 atau 2 satuan untuk penambahan beberapa
tetes titran pada titik ekivalen, jika digunakan indikator visual.
Penentuan rentang Perubahan Warna Suatu Indikator

 Sebagai ilustrasi kita permisalkan Indikator asam sebagai HIn dan Indikator basa sebagai
In.
 Persamaan penguraiannya :
HIn + H2O H3O+ + In-

In + H2O InH+ + OH-

Tetapan penguraian dari asam = Ka = (H3O+)(In-)/(HIn)


Dalam bentuk logaritma : pH = pKa – log (HIn)/(In)

Diasumsikan molekul HIn berwarna merah dan ion In- berwarna kuning
Warna yang terlihat tergantung pada jumlah relatif kedua bentuk itu. Pada pH rendah, HIn
asam menonjol sehingga akan terlihat merah. Dalam larutan ber pH tinggi, In - akan
menonjol sehingga terlihat kuning. Pada nilai pH menengah dimana kedua bentuk
memiliki konsentrasi hampir sama, warnanya mungkin oranye.
KURVA TITRASI
 Untuk menentukan bisa atau tidaknya suatu reaksi digunakan dalam titrasi, kita
perlu membuat suatu kurva titrasi. Kurva ini merupakan plot antara pH atau pOH
dengan mililiter titran. Kurva ini juga berguna dalam pemilihan indikator yang
sesuai.

Fenolftalein
Kurva asam kuat –
Bromtimol biru
pH basa kuat

Metil merah

50
mL NaOH
KURVA TITRASI ASAM KUAT – BASA KUAT
 Contoh kasus:
Sebanyak 50 mL HCl 0,10 M dititrasidengan NaOH 0,10 M. Hitung pH pada awal
titrasi dan setelah penambahan 10; 50; dan 60 mL titran.

(a) pH awal, HCl merupakan asam kuat dan terurai sempurna. Maka
(H3O+) = 0,10; pH = 1,0

(b) pH setelah penambahan 10,0 mL basa.


Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,10 mmol/mL = 5,0 mmol HCl, dan
menambahkan 10,0 mL x 0,10 mmol/mL NaOH. Reaksinya :
mmol H3O+ + OH- 2H2O
Awal : 5,0 1,0
Berubah: -1,0 -1,0
Kesetimbangan: 4,0 -
 Reaksi selesai dengan baik, karena tetapan kesetimbangannya, K, sama dengan 1/Kw atau 1,0 x
1014. Konsentrasi H3O+ sama dengan
(H3O+) = 4,0 mmol/60,0 mL = 6,67 x 10-2 mmol/mL
pH = 2 – log 6,67 = 1,18

(c) pH pada titik ekivalen. Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,10 mmol/mL = 5 mmol HCl dan telah
menambahkan 50,0 mL x 0,10 mmol/mL = 5,0 mmol NaOH.
Reaksinya
mmol H3O+ + OH- 2H2O
Awal : 5,0 5,0
Berubah :-5,0 -5,0
Kesetimbangan - -
Kesetimbangannya : 2H2O H3O+ + OH-
dan (H3O+)(OH-) = Kw = 1,0 x 10-14
Karena (H3O+) = (OH-) ------ (H3O+)2 = 1,0 x 10-14
(H3O+) = 1,0 x 10-7 ---------- pH = 7,0
(d) pH setelah penambahan 60,0 mL basa. Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,10
mmol/mL = 5,0 mmol HCl dan telah menambahkan 60,0 mL x 0,10 mmol/mL =
6,0 mmol NaOH. Reaksinya :
mmol H3O+ + OH- 2H2O
Awal : 5,0 6,0
Berubah : -5,0 -5,0
Kesetimbangan : - 1,0
Konsentrasi ion OH- adalah
(OH-) = 1,0 mmol/110 mL = 9,1 x 10-3 M
pOH = 3 – log 9,1 = 2,04
pH = 14,0 – 2,04 = 11,96.
KURVA TITRASI ASAM LEMAH – BASA KUAT

 Contoh kasus :
Sebanyak 50,0 mL larutan 0,10 M asam lemah, HB dengan
Ka = 1,0 x 10-5, dititrasi dengan NaOH 0,10 M. Hitung pH pada awal titrasi dan setelah penambahan 10,0; 50,0; dan
60,0 mL titran.
(a) pH awal. Karena HB terurai dengan lemah, menghasilkan satu B - dan satu H3O+,
HB + H2O H3O+ + B-
Kita berasumsi bahwa (H3O+) ≈ (B-)
dan (HB) = 0,10 – (H3O+) ≈ 0,10
Dengan mensubstitusikan nilai ini kedalam persamaan Ka, didapatkan
(H3O+)(B-)/(HB) = Ka ------------ (H3O+)2/0,10 = 1,0 x 10-5
(H3O+) = 1,0 x 10-3 --------------- pH = 3,00
atau (H3O+) = √(Ka x [H3O+) = √(1,0 x 10-5 x 0,1) = √10-6 = 10-3
pH = - log (10-3 ) = 3
(b) pH setelah penambahan 10,0 mL basa. Kita mulai dengan 50,0 mL x 0,10 mmol/mL = 5,0 mmol HB dan kemudian
menambahkan 10,0 mL x 0,10 mmol/mL = 1,0 mmol OH -. Reaksi yang terjadi :
mmol HB + OH B- + H2O
Awal : 5,0 1,0 -
Berubah : -1,0 -1,0 + +
Kesetimbangan : 4,0 - 1,0 +
Reaksi penguraian dan konsentrasi kesetimbangannya adalah:
HB + H2 O H3 O+ + B-
4,0/60,0 – (H3O+) (H3O+) 1,0/60,0 + (H3O+)
Karena (H3O+) kecil --------- (HB) ≈ 4,0/60,0 dan (B-) ≈ 1,0/60,0
Ka = (H3O+)(B-)/(HB) = (H3O+)(1,0/60,0) : 4,0/60,0 = 1,0 x 10-5
(H3O+) = 4,0 x 10-5 ------------------ pH = 5,0 – log 4,0 = 4,40

Cara lain: pH = pKa + log (B-)/(HB)


pH = 5,0 + log (1,0/6,0 : 4,0/60,0)------ pH = 4,40
(c) pH pada titik ekivalen. Kita mulai dengan 5,0 mmol HB dan menambahkan 50,0 mL x 0,10 mmol/mL =
5,0 mmol OH-. Reaksi yang terjadi :
mmol HB + OH- B- + H2O
Awal : 5,0 5,0 -
Berubah : -5,0 -5,0 + 5,0
Kesetimbangan : - - 5,0
B- adalah basa. Reaksi penguraian dan konsentrasi kesetimbangannya adalah:
B- + H2O HB + OH-
5,0/100 – (OH-) (HB) (OH-)
Persamaan untuk Kb :
(HB)(OH-)/(B-) = Kb = Kw/Ka = 1,0 x 10-14/1,0 x 10-5 = 1,0 x 10-9
Karena B- adalah basa lemah, kita berasumsi bahwa (OH-) kecil
(B-) = 5,0/100 – (OH-) ≈ 0,05
Karena penguraian menghasilkan satu HB dan satu OH- kita asumsikan :

(HB) ≈ (OH-), maka (OH-)2/0,05 = 1,0 x 10-9; (OH-) = 7,1 x 10-6


pOH = 5,15; dan pH = 8,85
(d) pH setelah penambahan 60,0 mL basa.
Kita mulai dengan 5,0 mL HB dan menambahkan 60 mL x 0,1 mmol/mL =
6,0 mmol OH-. Reaksi yang terjadi :
mmol HB + OH- B- + H2O
Awal : 5,0 6,0 -
Berubah : -5,0 -5,0 +5,0
Kesetimbangan : - 1,0 5,0
Ini berarti terdapat 1 mmol kelebihan OH- dan juga sedikit OH- yang dihasilkan
oleh basa B- (kebalikan dari reaksi di atas)
B- + H 2 O HB + OH-
Namun reaksi ini dapat diabaikan karena OH- menggeser kesetimbangan kekiri.
Sehingga :
(OH-) = 1,0 mmol/110 mL = 9,1 x 10-3 mmol/mL
pOH = 2,04 dan pH = 11,96
KELAYAKAN TITRASI ASAM - BASA

 Contoh perhitungan:
Sebanyak 50,0 mL HA 0,10 M dititrasi dengan basa kuat 0,10 M. (a) hitung nilai K
minimum agar bila 49,95 mL titran ditambahkan, reaksi antara HA dan OH - pada
dasarnya sempurna dan pH berubah 2 satuan pada penambahan 2 tetes lagi (0,10
mL) titran. (b) Ulangi perhitungan untuk ΔpH = 1 satuan.
Solusi

(a) pH 0,05 mL di luar titik ekivalen dapat dihitung sbb:


(OH-) = 0,05 x 0,10/100,05 = 5 x 10-5 M
pOH = 4,30; pH = 9,70
Jika ΔpH sama dengan 2 satuan, pH 0,05 mL sebelum titik ekivalen harus sebesar
7,70. Pada titik ini, jika reaksi sempurna, kita hanya memiliki 0,005 mmol HA
yang tidak bereaksi. Sehingga :
pH = pKa + log (A-)/(HA)
7,70 = pKa + log (4,995)/(0,005) pKa = 4,70
Ka = 2,0 x 10-5
K = Ka/Kw = 2,0 x 10-5/1,0 x 10-14 = 2,0 x 109

(b) Jika ΔpH = 1, maka


8,70 = pKa + log 4,995/0,005
pKa = 5,7; Ka = 2,0 x 10-6; K = 2,0 x 108

Anda mungkin juga menyukai