Anda di halaman 1dari 33

INSOMNIA AMONG COVID-19 PATIENTS DURING

ISOLATION TREATMENT IN INPATIENT ROOM OF

INDONESIAN HEALTH CARE FACILITIES


Pembimbing :
dr. Salmah Suciaty, M.Kes

Ariqah Ghina Mardiah R


17 20 777 14 427
INFORMASI LITERATUR

Nama Jurnal : Media Kesehatan


Masyarakat Indonesia
Judul : Insomnia Among COVID-19 Patients During
Isolation Treatment In Inpatient Room Of Indonesian
Health Care Facilities

Penulis : Tamara Nur Budiarti, Arina Dery


Puspitasari, Alfian Nur Rosyid, dkk
Penelaah Jurnal : Ariqah Ghina Mardiah R
Presentation title
INDEKS 3

JURNAL
INDEKS
PENULIS
PENDAHULUAN
6

o Insomnia menjadi masalah pasien Covid-19 yang kerap dikeluhkan karena


kondisi fisik dan psikis pasien yang lemah. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara karakteristik responden, faktor sosial,
dan kepatuhan minum obat dengan insomnia saat penyintas Covid-19
menjadi pasien isolasi.

o Insomnia dialami oleh hampir separuh pasien isolasi di ruang rawat inap
fasilitas pelayanan kesehatan Indonesia. Faktor yang berhubungan dengan
insomnia adalah optimisme dan diskriminasi. Perawatan untuk pasien
Covid-19 harus memperhatikan perawatan fisik dan memberikan perawatan
psikologis. 
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Presentation title 8

METODE PENELITIAN

JUMLAH
DESIGN POPULASI SAMPEL DAN VARIABEL INSTRUMEN &
PENELITIAN TEKNIK PENELITIAN ANALISIS DATA
seluruh pasien Covid-
19 yang telah insomnia, kepatuhan
dinyatakan sembuh 191 Sampel, teknik minum obat,
cross-sectional (penyintas Covid-19) Pengumpulan data
simple random optimisme,
deskriptif dan analitik. dan keluar dari rumah dengan kuesioner
sampling. diskriminasi, dan
sakit dengan batas online melalui google
motivasi. 
minimal tanggal 1 Juli form & Data dianalisis
2021 sampai dengan uji Chi-Square
penelitian melalui SPSS 22
berlangsung.
HASIL
KARAKTERISTIK RESPONDEN 10

Karakteristik dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin, usia, dan
jenis pekerjaan. 

Karakteristik responden menunjukkan


bahwa hampir seluruh responden
(83,77%) berjenis kelamin perempuan,
dan sebagian besar responden (73,30%)
berprofesi sebagai tenaga kesehatan.
Rata-rata usia responden adalah 31,51
(SD 8,82, min: 18, maks: 60). 
11
DISTRIBUSI INSOMNIA, KEPATUHAN
PENGOBATAN, OPTIMISME, DISKRIMINASI DAN
MOTIVASI

Hampir separuh responden (41,36%)


mengalami insomnia. Sebanyak 2,09%
responden tidak patuh minum obat,
3,14% responden tidak optimis,
17,28% responden mengalami
diskriminasi, dan 1,57% responden
tidak mendapatkan motivasi dari
keluarga atau kerabat dekat. 
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN12
INSOMNIA PADA PASIEN COVID-19

• Hubungan antara jenis kelamin dan insomnia
secara statistik tidak signifikan. Namun,
analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa perempuan leb
ih banyak mengalami insomnia daripada laki-laki.  

• Hubungan antara jenis pekerjaan dan insomnia
secara statistik tidak signifikan. Namun,
analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa tenaga kesehat
an lebih banyak mengalami insomnia daripada tenaga non
kesehatan.  

• Hubungan antara kepatuhan minum obat dan insomnia
secara statistik tidak signifikan. Namun,
analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa pasien yang
patuh minum obat lebih banyak mengalami insomnia
daripada pasien yang tidak patuh minum obat   

• Melalui uji Fisher Exact, ditemukan bahwa optimisme


secara signifikan berhubungan dengan insomnia
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN13
INSOMNIA PADA PASIEN COVID-19

• Responden yang mengalami diskriminasi memiliki risiko 4,19 kali mengalami insomnia


dibandingkan responden yang tidak mengalami diskriminasi dan hubungan ini bermakna secara statistik.

• Melalui uji fisher diketahui bahwa motivasi tidak berhubungan signifikan dengan insomnia. 


Melalui analisis tabulasi silang diketahui bahwa seluruh responden yang memiliki motivasi juga
mengalami insomnia  
DISKUSI
Insomnia merupakan prediktor yang dapat menilai kesehatan mental
seseorang. Insomnia pada pasien Covid-19 lebih tinggi
dibandingkan pasien perawatan umum.
Studi ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari responden
(41,36%) mengalami insomnia. 

Frekuensi penderita insomnia Covid-19 meningkat menjadi


36,36% dalam dua hari pertama setelah pengobatan. Hingga hari
ketujuh pengobatan, ditemukan peningkatan 69,23% pasien
Covid-19 dengan insomnia.

Insomnia pada pasien Covid-19 lebih dipengaruhi oleh kondisi


sosialnya, seperti pembatasan gerak, diskriminasi, ketakutan
kehilangan pekerjaan, dan kurangnya motivasi. 
Hasil penelitian menyatakan bahwa meskipun tidak ada hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan insomnia, namun
insomnia lebih banyak dialami oleh responden wanita. Guadagni
dalam penelitiannya menyatakan bahwa perempuan memiliki
tingkat rasa khawatir, cemas, dan stres yang lebih tinggi
dibandingkan laki-laki saat terinfeksi Covid-19.

Itu karena perempuan sering merasa sendirian selama perawatan


isolasi. Ada pemberitaan tentang tingginya angka kematian yang
memicu kecemasan, persepsi tentang sulitnya pengobatan Covid-19,
dan persepsi diskriminasi yang didapat dari lingkungan sekitar
setelah mengetahui status mereka sebagai penyintas Covid-19. 
17

Insomnia ditemukan memiliki prevalensi yang tinggi pada petugas kesehatan. Uji asosiasi menunjukkan
tidak ada hubungan yang signifikan antara insomnia dan jenis pekerjaan. 

Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa semua responden yang mengalami insomnia, tenaga kesehatan
lebih banyak mengalami insomnia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok perawat lebih
rentan mengalami insomnia karena berada di garda terdepan dalam pelayanan pasien. Insomnia bisa
disebabkan oleh pencarian berita tentang pandemi yang berlebihan melalui ponsel pribadi dan
menimbulkan mimpi buruk sehingga waktu tidur hanya 6 jam per hari.  Selain karena khawatir dengan
kondisinya, insomnia pada tenaga kesehatan juga disebabkan oleh perasaan cemas jika keluarganya
tertular, dan respon orang lain setelah mengetahui statusnya sebagai penyintas Covid-19. 
18

Dilihat dari analisis tabulasi silang, terlihat bahwa hampir semua pasien yang
mengalami insomnia patuh menjalani pengobatan. Kondisi ini perlu menjadi
perhatian serius karena meskipun pasien telah mendapatkan pengobatan medis dan
mengikuti anjuran perawatan rutin, pasien tetap mengalami insomnia.

Tidak ada hubungan antara optimis dan insomnia. Tabulasi silang menunjukkan
bahwa walaupun sebagian besar responden yang optimis tidak mengalami insomnia,
hal ini perlu menjadi perhatian karena tidak sedikit responden yang memiliki sikap
optimis juga mengalami insomnia.
19

Hasil menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara diskriminasi dan


insomnia. Responden yang mengalami diskriminasi memiliki risiko 4,19 kali
mengalami insomnia dibandingkan responden yang tidak mengalami diskriminasi.
Analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak
terdiskriminasi juga mengalami insomnia. 

Diskriminasi dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan kesehatan mental yang


ditandai dengan insomnia, kecemasan, dan isolasi dari lingkungan sosial. Dampak
lebih buruk ditunjukkan oleh beberapa orang yang mengalami gejala Covid-19
merasa lebih baik jika menyembunyikan kondisinya karena takut didiskriminasi oleh
lingkungan sekitar. 
20
Motivasi menjadi faktor penting untuk mengurangi gangguan
kesehatan mental selama pandemi Covid-19. Motivasi dapat
mendorong pasien Covid-19 menempuh berbagai cara untuk
mencapai kesembuhan, seperti mengikuti prosedur pengobatan
dari fasilitas layanan kesehatan, salah satunya durasi tidur yang
cukup

Hasilnya menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan


antara motivasi dan insomnia. Melalui analisis tabulasi silang,
terlihat bahwa meskipun responden termotivasi, mereka tetap
mengalami insomnia. 

Kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh motivasi responden


yang berlebihan. Insomnia bisa saja terjadi saat otak manusia
terlalu aktif berpikir akibat depresi sehingga menghilangkan rasa
kantuk dan membuat sulit tidur.
KESIMPULAN
22

 Insomnia dialami oleh hampir separuh pasien isolasi di ruang rawat inap
fasilitas pelayanan kesehatan Indonesia.
 Orang yang patuh minum obat masih mengalami insomnia. 
 Orang yang optimis sembuh dari infeksi Covid-19 masih mengalami
insomnia.
 Orang yang tidak menerima diskriminasi masih mengalami insomnia. 
 Orang yang termotivasi masih mengalami insomnia. 

Berdasarkan kesimpulan tersebut, kami merekomendasikan agar penanganan


pasien Covid-19 tidak hanya fokus pada perawatan fisik tetapi juga
memberikan perawatan psikologis.  
KETERBATASAN
Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini hanya menganalisis
hubungan antar variabel sehingga respon dan prediktor variabel tidak
diketahui.
Penelitian selanjutnya sebaiknya menambah jumlah sampel dan
melakukan studi eksperimental untuk menilai perawatan psikologis
pada pasien Covid-19 dan dampaknya terhadap gangguan tidur dan
masalah kesehatan mental lainnya. 
JBI CRITICAL APPRAISAL TOOLS 24
1. Apakah kriteria inklusi sampel didefinisikan dengan
jelas ? YA
2. Apakah subjek penelitian dan setting dijelaskan
secara rinci? YA
3. Apakah pengukuran dilakukan dengan cara yang
valid dan reliabel? YA
4. Apakah kriteria pengukuran bersifat objektif? YA
5. Apakah faktor perancu teridentifikasi? YA
6. Apakah strategi untuk mengatasi faktor perancu
disebutkan? Tidak jelas 
7. Apakah outcome diukur dengan cara yang valid &
reliabel? YA
8. Apakah analisis statistik yang digunakan sudah
sesuai? YA

Penilaian Umum : Baik & Dapat Diterima


32

LESSON LEARNED
• Penanganan pasien ​COVID-19 jangan hanya berfokus pada
masalah fisik saja, tetapi diberikan juga perawatan
psikologis.
• Kesehatan mental dan jiwa juga sama pentingnya dengan
kesehatan fisik.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai