Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PEMETAAN

BAGIAN DAN FUNGSI TEODOLIT


CARA MENGUKUR DI BIDANG MIRING
CARA MENGUKUR DI BIDANG DATAR

DISUSUN OLEH :
NAMA : MAHES MUJIANTORO
KELAS : XI ATP 2

SMK NEGERI 1 TULANG BAWANG TENGAH


KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Bagian Theodolit
Teodolit adalah
salah satu peralatan
dalam pengukuran
sudut, baik sudut
vertikal maupun
horizontal.
Fungsi dari bagian teodolit
 Pembantu Visir : Berfungsi untuk membantu pembidikan
yaitu membantu mengarahkan teropong ke target , untuk
membantu pembidikan secara kasar.
 Lensa Obyektif : Berfungsi untuk menangkap bayangan
obyek / target .Lensa positif yang memberikan bayangan
nyata terbalik dan diperkecil
 Klem Sumbu II : berfungsi untuk pengunci sumbu II
 Sumbu II : Berfungsi sebagai poros perputaran teropong
terhadap sumpu putar horizontal.
 Nivo Teropong : Digunakan untuk membentuk garis bidik
mendatar. Pada kebanyakan theodolite yang baru, nivo
teropong sudah tidak ada lagi.
Ronsel Lensa Tengah : berfungsi menggerakkan limbus
dengan perlahan pada saat klem limbus dikunci (membantu
menepatkan bidikan ke target).
Reflektor Sinar : berfungsi untuk menangkap cahaya dan
memantulkannya ke mikroskop pembacaan lingkaran
horisontal, sehinga bisa terbaca
Microskop Bacaan Lingkaran Horisontal A : berfungsi sebagai
tempat pembacaan arah horizontal.
Klem Horisontal : berfungsi sebagai klem pembuka atau
pengunci lingkaran horizontal.
Skrup Penggerak Halus Alhidade Horisontal : berfungsi
menggerakkan teropong arah horisontal dengan perlahan
pada saat klem horisontal dikunci
Penggerak Halus Limbus : berfungsi menggerakkan limbus
dengan perlahan pada saat klem limbus dikunci (membantu
menepatkan bidikan ke target).
Skrup Penyetel ABC : berfungsi untuk menyeimbangkan nivo
kota guna pembuatan sumbu I vertikal.
Kepala Statif : merupakan bagian dari statif. Tempat dudukan
pesawat Theodolite.
Plat Dasaran / Tatakan : sebagai plat penyangga seluruh bagian
alat
Kaki Statif : bagian dari statif. Alat yang digunakan untuk
berdirinya pesawat Theodolite.Bagian bawahnya berbentuk
lancip,berfungsi supaya kaki statif menancap ke tanah dengan
kuat agar pesawat tidak jatuh.
Penggantung Unting – unting : Digunakan untuk memasang tali
unting-unting.
Baut Instrumen : Pengencang antara pesawat theodolite dan
statif
Nivo Alhidade Horisontal : digunakan untuk membuat sumbu I
vertical secara halus, setelah dilakukan pendekatan dengan nivo
kotak.
 Skrup Koreksi Nivo Alhidade Horisontal : berfungsi
menyeimbangkan nivo Alhidade horizontal.
 Mikroskop pemb. Lingkaran Horisontal B : Mikroskop yang
digunakan untuk membaca sudut lingkaran horizontal
 Skrup Penggerak Halus Vertikal berfungsi menggerakkan
teropong arah vertikal secara perlahan pada saat klem
teropong dikunci.
 Lensa Okuler : Lensa negatif sebagai lensa mata.
 Ring Pelindung Diafragma : berfungsi sebagai pelindung
diafragma
 Mikroskop pembacaan Lingkaran Vertikal : tempat
pembacaan Iingkaran vertikal.
 Tabung Sinar : membantu menyinari Iingkaran vertical
 Piringan Lingkaran Vertikal : Adalah piringan dari metal atau
kaca tempat skala lingkaran. Lingkaran ini berputar bersama
teropong dan dilindungi oleh alhidade vertical.
B. PENGUKURAN LAHAN MIRING DENGAN
MENGGUNAKAN TEODOLIT

Prinsip pengukuran sudut dengan teodolit, yaitu membidik titik yang sama
dengan ketinggian alat. Untuk mengukur sudut kemiringan lahan dengan
teodolit di lapangan dapat dilakukan dengan memilik dua titik tertentu dan
ditandai dengan patok A dan B. Setelah patok di tetapkan dipilih salah satu
titik sebagai tempat mendirikan alat misalnya titik A, dan disetel kedataran
alat. Untuk mengukur kemiringan lahan, maka ukur terlebih dahulu
ketinggi alat theodolite, kemudian teropong diarahkan ke titik B dan
dibidik ketinggian yang sama dan dibaca sudut vertikal yang ditunjukkan,
misalnya v derajat. Sudut kemiringan dapat diperoleh dengan menghitung
sebagai berikut :
1. Jika sudut z < 90O, maka sudut kemiringan lahan = 90O – z
2. Jika sudut z > 90O, maka sudut kemiringan lahan = z – 90O.
PROSEDUR PENGUKURAN LAHAN MIRING

1.Menentukan lokasi lahan yang akan diukur


kemiringan lerengnya
2.Memasang patok pada lahan sesuai dengan
bentuk kemiringan lereng lahan atau jarak antar
patok tetap (misalnya: per 10 meter)
3.Memasang alat ukur teodolit diatas kaki tiga
4.Mendirikan alat ukur teodolit:
5.Alat yang sudah di pasang diatas kaki tiga
tersebut didirikan tepat di atas titik ukur .
5. Mengatur sumbu satu (SB I) dalam keadaan tegak dan
sumbu dua (SB II) dalam keadaan mendatar dengan cara
mengatur kedua nivo tabung yang ada pada Bausol
dibagian atas alat, gelembungnya ada di tengah yang diatur
dengan ketiga skrup mendatar
6. Mengukur tiap segmen dengan alat ukur sudut dan alat
ukur teodolit
7. Mencatat dan menghitung jarak datar dan jarak
miringnya
8. Menggambarkan profil kemiringan lahan serta
menentukan kelas kemiringan lahan rata-rata dan reliefnya
GAMBAR PENGUKURAN PADA LAHAN MIRING
PENGUKURAN LAHAN MIRING DENGAN
MENGGUNAKAN TEODOLIT
PENGUKURAN KERANGKA DASAR
HORIZONTAL (KDH)
Contoh Soal 1:
Dari gambar di samping :
ba = 04.50 dm
bt = 04.25 dm
bb = 04.00 dm
V = 30º00’20”

(V adalah hasil pengurangan


dari 90˚-bacaan vertikal,
karena pada keadaan datar
bacaan vertikal pada
angka 90˚)
PENGUKURAN KERANGKA DASAR
HORIZONTAL (KDH)
 Jawaban :
 d (slope distance) dapat dihitung :
d = 100*(ba-bb) *catatan (ba-bt=bt-bb)
d = 100*(4.50-04.00)
d = 100*0.50
d = 50 dm
d = 5m
 Menghitung jarak datar :
hd = d*cosV
hd = 5*cos30º00’20”
hd = 4.33 m
C. CARA PENGUKURAN LAHAN DATAR
MENGGUNAKAN TEODOLIT

Pengukuran jarak optis dengan menggunakan alat ukur teodolit dapat


digunakan pada daerah datar dan pada daerah dengan kemiringan
tertentu. Untuk mendapatkan jarak digunakan rumus:

D = A (ba – bb) cos² h


dimana :
• D = jarak datar antara titik A dengan titik B
• A = konstanta pengali dalam hal ini A = 100
• ba = bacaan benang atas
• bb = bacaan benang bawah
• h = sudut heling/zenith
Bila tetapan D tidak diketahui, maka cara berikut dapat digunakan sebagai
pegangan untuk menetapkan nilai D sebagai berikut :

1) Cari lokasi yang datar sepanjang 50 m atau 100 m.


2) Dirikan pesawat (posisi datar) dan usahakan tinggi pesawat bernilai genap; misal
1,30 m, 1,40 m.
3) Dirikan rambu ukur (posisi tegak) dengan jarak ke pesawat sesuai yang diinginkan.
4) Arahkan teropong ke rambu ukur dengan tinggi arah bidik sesuai dengan tinggi
pesawat.
5) Baca kedua benang (benang atas dan benang bawah) pada bayangan rambu dalam
teropong dan hitung selisihnya (b).
6) Tentukan tetapan D yaitu sebesar (d : b).
Beda tinggi pada pengukuran datar

nilai P  nilai T
T
P
T’
 t
Q
P’ PP’  TT’
T’Q = PP’ – TT’ t = PP’ – TT’

Anda mungkin juga menyukai