Anda di halaman 1dari 26

An Update on Psychopharmacological Treatment of

Autism Spectrum Disorder


Disusun Oleh:
Muhammad Al Rofi Interna D. G4A022019

Pembimbing:
dr. Dhian Endarwati, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN <<
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD PROF. DR, MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2022
Tentang Jurnal
● Judul : An Update on Psychopharmacological
Treatment of Autism Spectrum Disorder
● Penulis : Ramkumar Aishworiya1, Tatiana
Valica1, Randi Hagerman, Bibiana Restrepo

● Jurnal : Neurotherapeutics, 2022. Vol. 19: 248


– 262
Abstrak
● Saat ini, intervensi perilaku masih menjadi pengobatan utama pada gangguan
spektrum autisme/ autism spectrum disorder (ASD), namun ada beberapa pengobatan
yang potensial dalam mengatasi gangguan neurofisiologi penyebab ASD. Artikel ini
meninjau pengobatan psikofarmakologis yang digunakan pada ASD termasuk yang
digunakan untuk mengatasi komorbiditas umum dari kondisi ASD.
● Obat-obatan seperti metformin, arbaclofen, cannabidiol, oxytocin, bumetanide,
lovastatin, trofnetide, dan suplemen seperti sulforophane dan N-acetylcysteine akan
dibahas pada jurnal ini.
● Obat yang umum digunakan untuk mengatasi komorbiditas yang terkait dengan ASD
termasuk antipsikotik atipikal, agen serotoninergik, agonis alfa-2, dan obat stimulan
juga akan dibahas pada jurnal ini.
Pendahuluan
● Autism spectrum disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan saraf yang
kompleks yang berdampak pada semua bidang perkembangan anak, mulai dari
gangguan perilaku, kemampuan memecahkan masalah, keterampilan perawatan diri,
hingga kemampuan komunikasi sosial dan bahasa.
● Menurut Diagnostic and Statistical Manual (DSM-5), ASD adalah gangguan dalam dua
domain utama :
(1) Komunikasi dan interaksi sosial
(2) Pola perilaku yang terbatas, berulang, dan stereotipik, seperti gerakan atau kegiatan
yang berulang-ulang, berkurangnya minat melakukan kegiatan dan gangguan sensorik.
● Saat ini manajemen untuk mengatasi gejala inti ASD adalah dengan manajemen non
farmakologis yaitu perawatan perilaku. Sedangkan untuk terapi farmakologis masih
terbatas dikarenakan etiologi ASD yang heterogen.
● Tujuan dari jurnal ini adalah untuk memberikan update terkini tentang perawatan
farmakologis yang tersedia untuk ASD yang memiliki potensi berdasarkan bukti ilmiah
untuk menjadi perawatan standar dalam beberapa tahun ke depan.
Metode
Pencarian Literatur
 Pencarian literatur sistematis dilakukan di Medline, Scopus, dan Embase
dengan kata kunci "autism," "autism spectrum disorder,” “targeted
treatments,” “pharmacological therapy,” dan “management” untuk
mengidentifikasi artikel yang relevan.
Prinsip Umum dalam Menggunakan Pengobatan Farmakologis
di ASD
• Intervensi farmakologis yang diberikan kepada pasien dengan ASD digunakan
untuk meningkatkan fungsi sehari-hari mereka.
• Perlu diperhatikan bahwa anak-anak dengan ASD cenderung lebih sensitif
terhadap efek pengobatan dan lebih mungkin untuk mengalami efek samping
daripada anak-anak tanpa ASD.
• Pengobatan farmakologis harus dimulai pada dosis yang lebih rendah, dan
disesuaikan lebih lambat daripada pada anak-anak neurotipikal.
• Mengevaluasi gejala objektif yang muncul setelah pengobatan farmakologis pada
pasien ASD.
1. Serotoninergic
• Kadar serotonin akan meningkat pada populasi autis, dan telah banyak teori yang
mengemukakan bahwa disregulasi serotonin akan mengakibatkan gejala yang sering
terlihat pada pasien autis mulai dari perilaku yang berulang hingga kecemasan.
• Selain itu terdapat beberapa studi yang mengatakan bahwa kadar serotonin pada
pasien ASD yang dibawah 5 tahun cenderung lebih rendah. Penelitian lain
mengatakan bahwa pasien ASD menunjukkan defisit enzim yang mengubah triptofan
menjadi serotonin.
• Studi-studi ini menunjukkan bahwa mereka dengan ASD akan mendapat manfaat dari
pengobatan dengan SSRI untuk merangsang neurogenesis dan perlindungan saraf.
• Obat serotoninergik mengatur kadar serotonin yang merupakan pembawa pesan
utama yang terlibat dalam fungsi gastrointestinal, kardiovaskular, dan sistem saraf
pusat (SSP).
1. Serotoninergic
• Ada tiga kelompok obat berbeda yang memengaruhi kadar serotonin: SSRI, SNRI
(inhibitor reuptake serotonin-norepinefrin), dan antidepresan trisiklik. SSRI adalah
salah satu obat yang paling sering diresepkan untuk individu autis untuk mengobati
kecemasan, masalah suasana hati, dan lekas marah.
• Sebuah studi retrospektif terhadap anak-anak dengan Fragile X Syndrome (FXS) usia
12 hingga 50 bulan membandingkan pemberian sentraline dosis rendah dan yang
tidak diberikan sentraline. Hasilnya, pada pasien yang diberikan sentraline dosis
rendah menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam tes motorik dan visual, dan
peningkatan bahasa reseptif dan ekspresif pada Skala Mullen. Namun, penelitian
serupa pada anak kecil usia 2 sampai 6 tahun dengan ASD idiopatik (tanpa FXS)
yang diobati dengan sertraline dosis rendah tidak menunjukkan manfaat sertraline
dibandingkan dengan placebo.
2. Antipsikotik Atipikal
• Ada dua obat yang disetujui oleh FDA untuk pengobatan iritabilitas yang
berhubungan dengan ASD: risperidone (usia > 5 tahun), dan aripiprazole (usia 6
sampai 17 tahun)
• uji klinis menemukan mereka efektif dalam mengurangi iritabilitas dan, pada tingkat
yang lebih rendah, perilaku berulang.
• Kedua obat antipsikotik atipikal ini memiliki bekerja terhadap reseptor dopamin, 5-
HT, alfa-adrenergik, dan histaminergik di otak.
• Efek samping yang paling umum termasuk kelelahan, nafsu makan meningkat, gejala
GI, hiperprolaktinemia, penambahan berat badan, sedasi, kegelisahan dan akatisia.
• Efek samping yang lebih serius termasuk dislipidemia, hiperglikemia, sindrom
metabolik, dan gejala ekstrapiramidal.
3. Obat Stimulan
• Stimulan biasanya merupakan pengobatan lini pertama untuk mengobati gangguan
defisit perhatian dan hiperaktif (ADHD)
• Sekitar setengah dari anak-anak autis juga memenuhi kriteria untuk ADHD
• Ada dua obat stimulan utama: amfetamin dan methylphenidate. Amfetamin biasanya
sedikit lebih manjur daripada turunan methylphenidate yang biasanya lebih baik
ditoleransi.
• Anak-anak dengan dosis pemeliharaan yang stabil harus diikuti setiap 6 bulan untuk
memantau efek samping dan mengevaluasi respon klinis.
• Efek samping umum yaitu, perubahan nafsu makan, hipertensi, penurunan berat
badan, gangguan tidur, sakit kepala, sakit perut.
4. Agonis Alpha -2 adrenergik
• Ada juga bukti tentang penggunaan agonis alfa 2 untuk memperbaiki gejala ADHD
inti, yaitu, guanfacine dan clonidine yang sering digunakan pada anak di bawah 5
tahun dengan ADHD atau hyperarousal.
• Guanfacine telah dilaporkan aman dan efektif dalam pengobatan hiperaktif dan
impulsif pada anak-anak dengan ASD
• Efek samping yang paling umum dari guanfacine termasuk sedasi, sembelit, lekas
marah, dan agresi.
• Clonidine pada pasien ASD memberikan dampak positif seperti penurunan
iritabilitas, stereotip, hiperaktif, ucapan yang tidak pantas, dan perilaku hyperarousal.
5. Melatonin
• Masalah tidur sering dilaporkan pada anak-anak dengan ASD yang berpotensi
mempengaruhi perilaku, fungsi sehari-hari, dan kehidupan keluarga mereka.
• Dalam kasus di mana intervensi perilaku untuk masalah tidur yang telah dilakukan
oleh orangtua kepada anak dengan ASD namun sulit memberikan respon, dokter
dapat memberikan melatonin.
• Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kadar melatonin yang rendah pada
anak autis akan mempengaruhi ritme sirkadian.
• Melatonin biasanya ditoleransi dengan baik dan memiliki insiden efek samping yang
rendah.
6. N-asetilsistein
• N-acetylcysteine (NAC) adalah antioksidan yang dapat meningkatkan
ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi yang terlihat dalam beberapa bentuk
ASD.
• NAC bekerja dengan dua mekanisme untuk menurunkan ketidakseimbangan eksitasi
dan inhibisi dengan menurunkan neurotransmisi glutamatergik, dan sistein yang
menyebabkan peningkatan sintesis glutathione yang merupakan antioksidan penting.
Sistein juga dioksidasi menjadi sistin, yang selanjutnya membantu mengurangi
neurotransmisi glutamatergik.
• Hardan., et al melakukan penelitian pada subjek ASD dengan pemberian NAC yang
ditingkatkan memberikan hasil perbaikan pada iritabilitas dan perilaku stereotipik
bagi mereka yang diberikan NAC.
• NAC ditoleransi dengan baik meskipun pasien sesekali tidak menyukai rasanya atau
memiliki efek samping gastrointestinal yang minimal.
7. Suplemen diet
• Sulforaphane atau isothiocyanate alami (ditemukan dalam brokoli dan sayuran
lainnya) adalah antioksidan, anti-inflamasi, dan agen pelindung mitokondria.
• Sulforaphane adalah fitokimia makanan yang kaya sulfur yang dapat menembus
sawar darah otak, dan selanjutnya menginduksi kaskade sinyal faktor eritroid 2
terkait faktor nuklir 2 (Nrf2) yang merangsang ekspresi lebih dari 200 gen yang
merupakan antioksidan dan terlibat dalam detoksifikasi dan pelindung saraf di SSP.
• Efeknya mengarah pada pengurangan superoksida dan spesies oksigen reaktif (ROS)
lainnya, peningkatan regulasi sistem proteozome untuk mencerna protein,
peningkatan autophagy, penghambatan sitokin pro-inflamasi, perlindungan dari
toksisitas heme, dan pertahanan sel saraf dari sitotoksisitas.
• Sebuah studi yang lebih baru dilakukan oleh Mazahery et al. di 111 anak-anak
dengan ASD usia 2,5 sampai 8 tahun. Hasilnya menunjukkan penurunan iritabilitas
pada pasien. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antioksidan dapat menjadi
pengobatan tambahan yang membantu pada beberapa pasien dengan ASD.
8. Oksitosin
• Oksitosin (OXT) adalah neuropeptida yang disintesis di hipotalamus yang
memainkan peran penting dalam fungsi sosial.
• Secara umum terdapat hasil positif OXT pada orang dewasa dengan ASD yang
menunjukkan perbaikan dalam perilaku berulang, feedback sosial, dan emosi.
• Hasil studi OXT pada anak-anak secara keseluruhan lebih samar dengan hasil yang
beragam. Meskipun 4 penelitian menunjukkan hasil jangka pendek positif dari
pemberian OXT pada respons sosial (setelah 4 atau 5 minggu pemberian OXT), 2
penelitian lainnya tidak menunjukkan peningkatan spesifik OXT dalam respons
sosial atau perilaku berulang pada anak-anak dengan ASD.
• Sebuah penelitian RCT baru-baru ini juga tidak menunjukkan efek yang signifikan
antara OXT dan kelompok plasebo dalam perilaku menyimpang, komunikasi sosial,
atau kognitif.
9. Bumetanide
• Bumetanide adalah diuretik loop yang bekerja dengan menghambat co-transporter
natrium-kalium-klorida, yaitu, NKCC1 dan NKCC2.
• Terdapat 2 studi terkait Bumetanide yang telah terbukti mengurangi gejala ASD pada
anak-anak setelah pengobatan.
• Selain itu terdapat percobaan lain dari 6 anak dengan ASD parah dan cacat
intelektual menunjukkan peningkatan kemampuan komunikasi yang dilaporkan orang
tua dari semua anak setelah 3 bulan pemberian bumetanide. Namun, pada uji coba
lain dengan double-blind, terkontrol placebo, pada baru-baru ini pada anak-anak
dengan ASD tanpa cacat intelektual berat, tidak menunjukkan manfaat pengobatan
pada gejala inti ASD.
• Ada beberapa bukti berbasis MRI fungsional yang menunjukkan bahwa bumetanid
mengurangi aktivasi amigdala yang berlebihan pada kontak mata pada individu
dengan ASD dan peningkatan waktu menatap mata dengan rangsangan biologis dan
persepsi wajah emosional yang lebih baik
10. Metformin
• Metformin adalah biguanide yang merupakan pengobatan utama untuk diabetes tipe
2, tetapi juga dapat mengurangi nafsu makan pada individu dengan obesitas. Oleh
karena itu, studi metformin pertama kali dilakukan pada pasien dengan Fragile X
Syndrome (FXS) yang menunjukkan obesitas, seringkali dengan fenotipe Prader-Willi
dari FXS.
• Pada beberapa pasien dengan FXS yang diobati secara klinis dengan metformin
antara usia 4 dan 60 tahun, ada perbaikan dalam hal makan berlebihan, iritabilitas,
agresi, dan perilaku menghindar dari sosial. Selain itu juga terdapat peningkatan
kemampuan bahasa ekspresif dalam percakapan.
• Saat ini masih dilakukan studi lebih lanjut terkait perkembangan bahasa eskpresif
pada pasien FXS berbagai negara.
11. Lovastatin
• Lovastatin adalah statin yang umum digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol,
tetapi ia melakukannya dengan menghambat 3-hidroksi-3vmetilglutaril koenzim A
(3HMG-CoA) reduktase, dan disetujui FDA untuk menurunkan hiperkolesterolemia
atau hiperlipidemia pada anak-anak dan orang dewasa. Hal ini menurunkan produksi
protein berlebihan dari jalur MEK-ERK yang meningkat pada FXS.
• Satu percobaan terkontrol termasuk 32 anak-anak dengan FXS antara 10 sampai 17
tahun yang dirawat pada sebuah RCT selama 20 minggu dengan dosis 10 sampai 40
mg sehari. Selain itu pasien juga diberikan intervensi bahasa dalam bentuk Parent
Implemented Language Intervention (PILI). Hasil dari penelitian ini terdapat
peningkatan bahasa yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah ucapan dan kata-
kata baru yang digunakan setelah intervensi diberikan.
12. Cannabidiol (CBD)
• Cannabidiol (CBD) adalah phytocannabinoid yang ditemukan di Cannabis sativa/
ganja.
• CBD berfungsi untuk meningkatkan keseimbangan dalam transmisi penghambatan
dan rangsang dan membantu memulihkan fungsi saraf dan plastisitas sinaptik pada
pasien dengan ASD dan FXS bahkan ketika tidak ada epilepsy.
• Heussler et al. 2021 melakukan studi yang diberi nama BRIGHT pada anak usia 3
sampai 17 dengan ASD dengan dosis CBD transdermal pada dosis 250 mg dua kali
sehari yang berlangsung 12 minggu, dan menunjukkan manfaat yang ditunjukkan
pada Aberrant Behavior Checklist (ABC) dan tingkat kecemasan yang ditunjukkan
dengan skala Anxiety Mood and Depression (ADAMS).
• Studi lain yang disebut Zyn002 pada anak-anak dan dewasa muda dengan ASD
menunjukkan perbaikan positif dalam perilaku dan komunikasi sosial dengan
pemberian CBD.
• Masih banyak penelitian yang sedang berlangsung terkait CBD untuk penggunaannya
secara lebih luas
13. Arbaklofen
• Arbaclofen, juga disebut STX209, adalah agonis reseptor tipe B asam-
aminobutirat selektif.
• Ada 3 jalur yang ditingkatkan dengan arbaclofen: (1) Penghambatan
pelepasan glutamate dengan stimulasi reseptor GABAB presinaptik. (2)
Stimulasi reseptor GABA untuk memperbaiki inhibisi yang diakibatkan
ASD, dan (3) arbaclofen juga meningkatkan aktivasi channel Kalium pada
pasien ASD.
• Namun, penelitian FXS pada orang dewasa tidak menunjukkan efikasi yang
baik dan uji coba pediatrik juga tidak mencapai signifikansi untuk hasil
primer yang diukur, tetapi menunjukkan perbaikan iritabilitas pada anak-
anak.
14. Trofinetida
• Trofnetide adalah analog dari tripeptida terminal amino IGF1
• Penelitian Trofinetida telah dilakukan pada uji coba fase 2 terkontrol pada 82
anak dengan sindrom Rett usia 5 hingga 15 tahun, dan manfaat signifikan
ditemukan pada kelompok dosis tinggi (200 mg/ kg/hari). Hal tersebut
terlihat dalam beberapa ukuran termasuk Rett Syndrome Behavior Scale,
Rett Syndrome Clinician Rating Scale, dan skala analog visual.
• Trofinetide juga telah dipelajari dalam uji coba terkontrol 28 hari pada
pasien remaja dan dewasa dengan FXS. Pasien diacak untuk trofinetide 35
mg/kg/hari, 70 mg/kg/hari, atau plasebo. Hasil menunjukkan bahwa 70
mg/kg/hari secara signifikan bermanfaat dibandingkan dengan plasebo
dengan uji permutasi yang menggunakan komponen utama Skala Peringkat
Sindrom Fragile X, Skala Domain Spesifik X Fragile pada format analog
visual, dan ABCFX
15. Inhibitor 4D Fosfordiasterase
• Pada pasien FXS terjadi penurunan kadar cAMP dimana cAMP merupakan senyawa
energi penting untuk meningkatkan koneksi sinaptik.
• Penelitian pada terbaru menunjukkan bahwa inhibitor fosfordiasterase 4D dapat
meningkatkan kadar cAMP menjadi normal
• Terdapat uji coba pasien dari PDE4D inhibitor yang disebut BPN14770, dan sebuah
penelitian terkait uji coba terkontrol secara acak pada 30 pria dewasa dengan FXS
yang menunjukkan peningkatan perilaku hanya dalam 12 minggu pengobatan. Pada
penelitian ini menunjukkan peningkatan dalam kognisi, khususnya di Oral Reading
Recognition, Picture Vocabulary dan Cognition Crystallized Composite Score pada
toolbox NIH yang telah dimodifikasi. Selain itu hasil juga menunjukkan peningkatan
dalam bahasa dan fungsi sehari-hari.
16. Anavex 2-73
• Anavex 2-73 (AV 2-73; Blarcamesine) adalah agonis reseptor sigma 1 yang bekerja
antara retikulum endoplasma dan membran mitokondria untuk menormalkan
disregulasi kalsium, stres oksidatif, dan disfungsi mitokondria yang terlihat dalam
banyak bentuk ASD.
• AV2-73 juga memiliki efek menguntungkan pada gangguan neurodegeneratif karena
peningkatan proteostasis, autophagy, stres oksidatif, pencegahan agregat protein, dan
peningkatan fungsi mitokondria yang mengarah pada manfaat pada penyakit
Alzheimer dan demensia penyakit Parkinson
• AV2-73 juga memiliki potensi signifikan untuk AV2-73 untuk memperbaiki gejala
pada Fragile X-associated Tremor Ataxia (FXTAS)
17. Terapi Gen
• Beberapa studi penelitian yang dapat dilakukan setelah kemajuan teknologi
CRISPR/Cas9 telah tersedia seperti :
• Memasukkan gen atau protein normal ke dalam SSP untuk mengobati ASD atau
gangguan perkembangan saraf
• Pengenalan antisense oligonucleotides (ASOs) untuk menghilangkan RNA atau
produk dari gen yang dapat merusak
• Pada penelitian terbaru melakukan uji coba terkontrol GTX-102 yaitu sebuah ASO,
yang dicoba pada 5 individu dengan sindrom Angelman berusia 5 hingga 15 tahun
dengan cara injeksi intratekal GTX-102 dengan dosis yang meningkat sekali setiap
bulan selama 4 bulan. Namun, efek sampingnya terjadi kelemahan kaki yang terlihat
pada dosis yang lebih tinggi yang menyebabkan ketidakmampuan berjalan pada dua
pasien.
Kesimpulan
• Manajemen ASD berbasis bukti saat ini pada anak-anak terutama bergantung pada
intervensi perilaku untuk mengatasi gejala inti dari kondisi pasien
• Obat-obatan ini termasuk agen antipsikotik dan obat stimulan penting dalam
manajemen klinis pasien dengan ASD.
• Obat-obatan yang merupakan agonis untuk sistem GABA cenderung membantu
untuk banyak subtipe ASD.
• Terapi gen saat ini mulai dapat dilakukan dikarenakan perkembangan teknologi
CRISPR/Cas 9 yang dapat membantu dalam banyak gangguan seperti Duchene
Muscular Dystrophy, Spinal Muscular Atrophy, dan bahkan Angelman Syndrome.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai