Anda di halaman 1dari 16

HIV / AIDS

KELOMPOK 2
ANGGOTA :

• Alfina Farikatin Nadilla • Hany Sekar Pertiwi


• Anggi Puspya Ningsih • Hidayatul Umi Nur Khasanah
• Christian Andawa • Lailatul Isti’anah Maulidia
• Dheo Rama Zam Zami • Leonando Wahyu Samodra
• Endah Wahyu Intan Rismawati • Maura Salsabilla Saputri
• Ervin Khoirun Nisa’ • Novianna
• Fifi Widya Septiana • Rizky Habib Akbar
• Fiza Rosalinda Irianto • Salsabilla Nur Eka Sahara
Bab 1 : Latar Belakang

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

Materi Bab 3 : Permasalahan Etik

Bab 4 : Solusi

Bab 5 : Penutup
Bab 1 : Latar Belakang
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan
yang merusak sistem kekebalan tubuh dengan tubuh penderita, seperti darah, sperma, cairan vagina,
menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika makin cairan anus, serta ASI. Perlu diketahui, HIV tidak
banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh akan menular melalui udara, air, keringat, air mata, air liur,
makin melemah sehingga rentan diserang berbagai gigitan nyamuk, atau sentuhan fisik. Hubungan seksual
penyakit. AIDS (acquired immune deficiency sangat beresiko tinggi menularkan virus HIV, tetapi ada
syndrome)adalah sekumpulan gejala yang muncul pasangan seksual penderita HIV yang tidak tertular virus
akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia HIV, mereka bisa disebut pasangan serodiskordant.
akibat infeksi virus HIV.
HIV adalah penyakit seumur hidup. Dengan kata lain,
Penyakit HIV/AIDS masih saja menjadi masalah virus HIV akan menetap di dalam tubuh penderita
kesehatan dunia.HIV/AIDS seperti Fenomena gunung seumur hidupnya. Meski belum ada metode pengobatan
es (iceberg phenomenon) merujuk pada kondisi untuk mengatasi HIV, tetapi ada obat yang bisa
penampakan puncak gunung es di atas permukaan air memperlambat perkembangan penyakit ini dan dapat
yang sebenarnya merupakan bagian kecil dari meningkatkan harapan hidup penderita. Profilaksis
bongkahan gunung es di bawah permukaan air yang prapajanan (PrEP) HIV oral adalah penggunaan obat
tidak tampak dan jauh lebih besar. ARV sehari-hari oleh orang dengan HIV-negatif untuk
mencegah terinfeksi HIV.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
DEFINISI
Human Immunodefiency Virus (HIV) disebut human (manusia) karena virus ini hanya menginfeksi manusia, immune-
deficiency karena efek dari virus ini sifatnya menurunkan kemampuan sistem kekebalan tubuh, dan virus ini masuk
golongan virus karena salah satu karakteristiknya yaitu tidak mampu memproduksi diri sendiri, melainkan
memanfaatkan sel-sel dalam tubuh. Virus HIV menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Virus ini merupakan penyebab penyakit AIDS (Desmawati, 2013).
Human Immunodefiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang atau menginfeksi sel darah putih menyebabkan
kekebalan tubuh manusia menurun. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit
yang muncul karena menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. Akibat menurunnya kekebalan
tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat
fatal. Pengidap HIV memerlukan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai
komplikasinya (Kemenkes RI, 2016). Acquired Immunodeficiency Syndroms (AIDS) yang disebabkan oleh infeksi
Humman Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu penyakit yang menyerang sistem kekebalan baik humoral
maupun seluler. Virus HIV adalah virus yang termasuk dalam kelompok retrovirus dan termasuk virus RNA (Darmono,
2009). HIV/AIDS adalah penyakit defisiensi imun sekunder yang paling umum di dunia dan sekarang menjadi masalah
epidemic dunia yang serius (Ignatavicius & Workman, 2010).
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
KLASIFIKASI
a) Fase 1 : Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri – ciri terinfeksi belum
terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala –
gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
b) Fase 2 : Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan
gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari
dan sembuh sendiri).
c) Fase 3 : Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS. Gejala – gejala yang berkaitan antara lain keringat
yang berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh sembuh, nafsu
makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai
berkurang.
d) Fase 4 : Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya.
Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru paru yang menyebabkan radang paru – paru
dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare parah
berminggu minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala (Hasdianah & Dewi, 2014).
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
GEJALA TERPAPAR HIV-AIDS
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang tampak setelah terjadi infeksi. Beberapa orang
mengalami gangguan kelenjar dengan efek seperti demam (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan pembengkakan pada limpa),
yang dapat terjadi antara enam minggu dan tiga bulan setelah terjadinya infeksi. Berikut merupakan beberapa gangguan nya yaitu :

a) Gangguan saluran pernafasan seperti nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam).
b) Gangguan saluran pencernaan. Penderita mengalami kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada
rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diare yang kronik.
c) Penurunan berat badan secara drastis. Penderita mengalami wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10%
dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga
karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah
kurang bertenaga
d) Gangguan Sistem Saraf seperti kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota
gerak melambat karena gangguan saraf central.
e) Gangguan pada System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api
(herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
PENULARAN HIV AIDS

Penularan terjadi akibat hubungan seksual dan juga parenteral (yakni dengan melalui transfusi darah,
penyalahgunaan narkoba suntik), penularan ibu kepada anak saat proses melahirkan dan pemberian ASI.
Menurut Astindari & Lumintang (2014) hubungan seksual tanpa pelindung dimana salah satu individu yang
berhubungan seksual tersebut telah terinfeksi HIV, perilaku heteroseksual, LSL, pekerja seks dan
pasangannnya, penggunaan tato, perinatal dapat menjadi faktor resiko tertular infeksi HIV. Berdasarkan Murni
(2016) virus HIV berada di dalam sebagian cairan tubuh orang yang telah terinfeksi yakni di dalam darah, air
mani, cairan vagina, dan air susu ibu (ASI).Virus HIV dapat menular melalui hubungan seks tanpa pengaman/
kondom dimana air mani dan cairan vagina masuk dari orang yang telah terinfeksi ke tubuh orang yang belum
terinfeksi.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
PENCEGAHAN HIV AIDS
• Menurut Murwanto (2014) ada beberapa upaya pencegahan HIV AIDS yang dapat dilakukan untuk mencegah terinfeksi penyakit
HIV /AIDS adalah dengan menerapkan prinsip “ABCDE”. Pertama adalah A (Abstenence) yang memiliki arti hindari hubungan seks
terutama hubungan seks bebas tanpa menggunakan pengaman hal tersebut akan meningkatkan risiko terinfeksi penyakit menular
seksual. Kedua, B (Being Faithful) yang memiliki arti setia pada satu pasangan dimana dalam berhubungan seksual tidak
diperbolehkan bergonta ganti pasangan atau partner seks karena hal tersebut dapat berdampak buruk pada kesehatan seksual. Ketiga, C
(Condom) menggunakan kondom dalam melakukan hubungan seksual terutama jika tidak bisa untuk setia pada pasangannya.
Keempat, D (Drugs) memiliki arti yakni untuk tidak menggunakan narkoba terutama pengguna narkoba suntik dan penggunaan jarum
suntik secara bergantian dan yang terakhir adalah dengan E (Education) yakni memberikan pendidikan serta penyuluhan terkait
masalah kesehatan seksual pada teman sebaya (Peer Education), contohnya dengan memberi informasi kepada teman sebaya untuk
melakukan pemeriksaan di klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing) apabila telah menemukan dan merasakan gejala-gejala
infeksi menular seksual.

• Menurut YE Purnamaningrum dkk (2019) mencegah penyakit HIV/AIDS dapat dilakukan sejak remaja yaitu dengan menguasai
pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS yang dapat dicari sumbernya melalui media elektronik seperti televisi dan internet. Selain
itu, memiliki sikap yang positif terhadap pencegahan penyakit tersebut juga dapat mencegah perilaku-perilaku yang dapat
menimbulkan penyakit HIV/AIDS dimasa yang akan datang. Sikap perempuan dalam pencegahan HIV/AIDS lebih besar dibandingkan
dengan laki-laki, sehingga seorang perempuan perlu memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS yang cukup agar dapat membantu dan
berbagi ilmu kepada pasangannya untuk terhindar dari penyakit HIV/AIDS.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
PENGOBATAN PENDERITA HIV AIDS
Perkembangan penyakit HIV-AIDS hanya dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat
antara berbagai obat-obatan antiretroviral dan ditunjang dengan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat dapat
memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh.

Pengobatan antiretroviral merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi resiko penularan HIV,
menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral
load) dalam darah sampai tidak terdeteksi.

Melalui Permenkes RI No. 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral Pasal 2 bahwa pengobatan antiretroviral
sebagaimana dimaksud diberikan kepada :

 Penderita HIV dewasa dan anak usia 5 (lima) tahun ke atas yang telah menunjukkan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel
Limfosit T CD4 kurang dari atau sama dengan 350 sel/mm3
 Ibu hamil dengan HIV
 Bayi lahir dari ibu dengan HIV
 Penderita HIV bayi atau anak usia kurang dari 5 (lima) tahun
 Penderita HIV dengan tuberkulosis
 Penderita HIV dengan hepatitis B dan hepatitis C
 Penderita HIV pada populasi kunci
 Penderita HIV yang pasangannya negative dan/atau
 Penderita HIB pada populasi umum yang tinggal di daerah epidemic HIV meluas
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
Selanjutnya dalam Permenkes No. 87 Tahun 2014 Pasal 3 juga dinyatakan :
 Pengobatan antiretroviral diberikan setelah mendapatkan konseling, memiliki orang terdekat sebagai pengingat atau
Pemantau Meminum Obat (PMO) dan patuh meminum obat seumur hidup.
 Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 4 Permenkes No. 87 Tahun 2014 ditegaskan, bahwa Pengobatan antiretroviral dapat diberikan secara komprehensif
dengan pengobatan infeksi oportunistik dan komorbiditas serta pengobatan penunjang lain yang diperlukan. Sedangkan teknis
dan tempat pelaksanaan pengobatan bagi penderita HIV-AIDS secara rinci diatur dalam Permenkes No. 87 Tahun 2014 Pasal 5
sebagai berikut :
 Pengobatan antiretroviral dimulai di rumah sakit yang sekurang-kurangnya kelas C dan dapat dilanjutkan di Puskesmas atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki kemampuan pengobatan antiretroviral.
 Pada daerah dengan tingkat epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, pengobatan antiretroviral dapat di mulai di puskesmas
atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki kemampuan pengobatan antiretroviral.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pengobatan antiretroviral yang diberikan kepada bayi
dan anak usia kurang dari 5 (lima) tahun. Berdasarkan uraian dan ketentuan tentang pengobatan HIV-AIDS sebagaimana
tersebut di atas dapat ditarik simpulan, bahwa tahapan pengobatan terhadap penderita HIV-AIDS telah ditentukan sedemikian
rupa di fasilitas fasilitas pengobatan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Oleh karena itu ketentuan dan cara pengobatan
terhadap penderita HIV-AIDS harus dipatuhi oleh semua pihak khususnya yang terkait dengan penanganan atau pengobatan
penderita HIV-AIDS.
Bab 3 : Permasalahan Etik
Praktik keperawatan merupakan pelayanan yang diselenggarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Dalam memberikan pelayanan
asuhan keperawatan kepada klien, perawat tentunya tidak dapat terlepas dari kode etik dan moral dalam keperawatan. Kode etik dan moral sangat
penting dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan kepada klien.

Kode etik dan nilai-nilai moral dalam keperawatan dapat dikatakan sebagai acuan bagi perawat dalam melakukan sebuah tindakan. Dengan
memahami dan menerapkan kode etik dalam keperawatan, maka perawat dapat menghindari penyimpangan atau pelanggaran etik dan moral
dalam keperawatan. Namun sayangnya, di Indonesia masih terdapat perawat-perawat yang melakukan pelanggaran etik dan moral dalam
keperawatan.

Dalam menjalankan praktik keperawatan, terdapat beberapa masalah etik yang sering dijumpai oleh perawat isu mengenai asuhan pasien
HIV/AIDS, aborsi, transplantasi organ, keputusan untuk mengakhiri hidup, isu penekanan biaya yang membahayakan kesejahteraan klien dan
akses terhadap pelayanan kesehatan, serta pelanggaran kerahasiaan pasienPada kesempatan kali ini saya akan membahas sebuah kasus mengenai
perawat yang melakukan selfie di depan pasien yang sekarat. Dilansir dari Kompas.com "Aksi tidak terpuji yang dilakukan dua perawat
Puskesmas Blega, Kabupaten Bangkalan, dengan berfoto selfie di depan pasien yang sedang sekarat dengan luka berlumur darah. Kepala Dinkes
Bangkalan, Muzakki kepada Kompas.com mengatakan, dua perawat tersebut sudah dimintai klarifikasi terkait dengan aksi selfie di depan pasien
sekarat. Mereka mengaku hal itu dilakukan mereka secara spontan karena diajak oleh temannya yang menemani pasien. Kejadian foto selfie
tersebut pada kamis (11/5/2017) lalu saat Kepala Desa Karang Gayam, Kecamatan Blega, H. Dofir (43) mengalami luka berat setelah terlibat
carok dengan Muhammad Mahdi Muzakki (17). Dofir mengalami luka sepanjang 20 cm di kepala bagian depan hingga daun telinga dan luka
sayatan di lengan kanan. Dofir kemudian meninggal dunia di puskemas.Jika melihat dari kasus di atas, dapat saya katakan bahwa kedua perawat
tersebut telah melakukan pelanggaran etik dan moral dalam keperawatan. Sebelum saya lebih lanjut membahas mengenai pelanggaran tersebut,
saya akan membahas terlebih dahulu mengenai etik dan moral dalam keperawatan itu sendiri.
Bab 3 : Permasalahan Etik
Etik memiliki beberapa pengertian, di antaranya yaitu
a) metode penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas perilaku manusia (ilmu yang mempelajari moralitas),
b) praktik atau keyakinan kelompok tertentu (misalnya etika kedokteran dan etika keperawatan),
c) standar perilaku moral yang diharapkan dari kelompok tertentu sesuai yang diuraikan dalam kode etik profesi resmi
kelompok tersebut (Berman et al.,2012). Kode etik yaitu dokumen tertulis yang menggunakan prinsip-prinsip perilaku
yang digunakan dalam membuat berbagai keputusan (Rue & Byars, 2006).

Tujuan dari kode etik profesi keperawatan adalah meningkatkan praktik keperawatan dengan moral dan kualitas dan
menggambarkan tanggung jawab, akuntabilitas serta mempersiapkan petunjuk bagi anggotanya (Berman et al.,2012).
Bab 4 : Solusi
Solusi Pencegahan HIV/AIDS dapat melalui langkah-
langkah sebagai berikut:

1. Saling setia terhadap pasangan,


2. Hindari berganti-ganti pasangan
3. Hindari penggunaan narkoba terutama melalui jarum
suntik
4. Edukasi HIV yang benar mengenai cara penularan,
pencegahan, dan pengobatannya, yang dapat membantu
mencegah penularan HIV di masyarakat.
Bab 5 : Penutup
HIV/AIDS menjadi masalah serius karena bukan hanya merupakan masalah
kesehatan atau persoalan pembangunan, tetapi juga masalah ekonomi, sosial, dan
lain-lain. Berdasarkan sifat dan efeknya, sangatlah unik karena AIDS mematikan
kelompok yang paling produktif dan paling efektif secara reproduksi dalam
masyarakat, yang kemudian berdampak pada mengurangi produktivitas dan
kapasitas dari masyarakat. Dampak yang ditimbulkan AIDS terhadap masyarakat
dapat bersifat permanen atau setidaknya berjangka sangat panjang.
AIDS secara sosial tidak terlihat (invisible) meski demikian kerusakan
yang ditimbulkannya sangatlah nyata. HIV/AIDS karena sifatnya yang sangat
mematikan sehingga menimbulkan rasa malu dan pengucilan dari masyarakat
yang kemudian akan mengiring pada bentuk-bentuk pembungkaman, penolakan,
stigma, dan diskriminasi pada hampir semua sendi kehidupan. Hampir semua
orang yang diduga terinfeksi AIDS tidak memiliki akses terhadap tes HIV, inilah
yang membuat usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan menjadi sangat rumit.
Program pencegahan penyebaran HIV/AIDS harus segera dilaksanakan, tak
terkecuali area Lembaga Pemasyarakatan ataupun Rumah Tahanan.

15
16

Anda mungkin juga menyukai