Anda di halaman 1dari 54

POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK

SAMPLING
Gytta Affrilia Siswanto, S.Tr.Keb., M.Keb

1
MATERI BAHASAN:
1. Pengertian Populasi
2. Sampel
3. Teknik Sampling
4. Jenis-jenis Teknik Sampling
- Random Sampling
- Non Random Sampling
5. Penetapan Jumlah Sampel
6. Ukuran Sampel
2
PENGERTIAN
 Populasi

Jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya


hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat berupa
orang-orang, institusi-institusi, bendabenda, dll.

Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif
maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai semua objek yang lengkap
dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.
 Sampel

Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti.
Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada populasi, adalah sampel
yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan karakteristik populasi.

3
TEKNIK SAMPLING  
1. Pengertian teknik sampling
Teknik pengambilan sample atau teknik sampling adalah teknik
pengambilan sampel dari populasi. Sampel yang merupakan
sebagaian dari populasi tsb. kemudian diteliti dan hasil
penelitian (kesimpulan) kemudian dikenakan pada populasi
(generalisasi).
 

4
2) Manfaat sampling
❖ Menghemat biaya penelitian.
❖ Menghemat waktu untuk penelitian.
❖ Dapat menghasilkan data yang lebih akurat.
❖ Memperluas ruang lingkup penelitian.
3) Syarat-syarat teknik sampling Teknik sampling boleh
dilakukan bila populasi bersifat homogen atau memiliki
karakteristik yang sama atau setidak-tidaknya hampir sama.
Bila keadaan populasi bersifat heterogen, sampel yang
dihasilkannya dapat bersifat tidak representatif atau tidak
dapat menggambarkan karakteristik populasi.
5
6
D. JENIS-JENIS TEKNIK SAMPLING

a. Random sampling

Teknik sampling yang dilakukan dengan memberikan


peluang atau kesempatan kepada seluruh anggota
populasi untuk menjadi sampel. Sampel yang diperoleh
diharapkan merupakan sampel yang representatif. Teknik
sampling semacam ini dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.

7
CARA-CARA RANDOM SAMPLING

1) Teknik sampling secara rambang sederhana

Paling populer yang dipakai dalam proses penarikan sampel


rambang sederhana adalah dengan undian. Setiap elemen
dalam populasi mempunyai kesempatan sama untuk diseleksi
sebagai subyek dalam sampel. Penting, peneliti harus
mengetahui jumlah responden yang ada dalam populasi
penelitian. Sampling ini memiliki bias terkecil dan
generalisasi

8
CARA-CARA RANDOM SAMPLING
1) Teknik sampling secara rambang sederhana

Syarat yang harus dipenuhi untuk rambang sederhana adalah:

a. Ukuran populasi harus terhingga, populasi yang bersifat konseptual


atau teoretis dapat dikategorikan pada populasi tak terhingga.

b. Anggota populasi harus homogen, anggota populasi yang mempunyai


karakteristik yang dianggap sama atau pada umumnya sama
(homogen) samplingnya dapat dilakukan dengan sampling acak.
Populasi yang anggotanya mempunyai karakteristik berbeda-beda
sampelnya tidak dapat diambil dengan cara sampling acak.

c. Cara lain mengambil sampel secara acak ialah dengan menggunakan


tabel bilangan acak.
9
CARA-CARA RANDOM SAMPLING
2) Teknik sampling secara sistematis (systematic
sampling)
 Prosedur ini berupa penarikan sample dengan cara mengambil
setiap kasus (nomor urut) yang kesekian dari daftar populasi.
 Setiap elemen populasi dipilih dengan suatu jarak interval (tiap
ke n elemen) dan dimulai secara random dan selanjutnya
dipilih sampelnya pada setiap jarak interval tertentu. Jarak
interval misalnya ditentukan angka pembagi 5,6 atau 10. Atau
dapat menggunakan dasar urutan abjad.
 Syarat yang perlu diperhatikan oleh peneliti adalah adanya
daftar semua anggota populasi
 Sampling ini bisa dilakukan dengan cepat dan menghemat
biaya, tapi bisa menimbulkan bias
10
Cara Pengambilan Sampel

➢ Suatu populasi yang mempunyai anggota 500 individu, akan diambil sampelnya
sebanyak 50 individu, Peneliti memberi nomor urut pada setiap anggota populasi
dengan urutan nomor 1, 2, 3,….., 500.

➢ Dibuat interval pada nomor-nomor anggota populasi misalnya dengan interval 10 angka,
sehingga diperoleh 50 kelompok bilangan (kelas interval).

➢ Setiap kelas interval secara acak ditetapkan bilangan mana akan diambil anggotanya
untuk dijadikan sampel yang mewakili interval tersebut.

➢ Misalnya ditetapkan 7 sebagai nomor yang mewakili kelas interval pertama ( 1 s.d. 10),
maka selanjutnya akan didapati 17 untuk mewakili kelas interval kedua (11 s.d. 20).

➢ Selanjutnya 27 mewakili kelas interval ketiga, dan seterusnya, sampai 497 untuk
mewakili kelas interval terakhir atau kelima puluh (491 s.d. 500).

➢ Dengan demikian diperoleh jumlah sampel sebanyak 50.


11
Cara-cara random sampling (lanjutan)
3) Teknik sampling secara rambang proporsional.
Jika populasi terdiri dari subpopulasi- subpopulasi maka
sample penelitian diambil dari setiap subpopulasi.
Adapun cara pengambilannya dapat dilakukan secara
undian maupun sistematis.

12
Cara-cara random sampling (lanjutan)

4) Teknik sampling secara rambang bertingkat (stratified sampling)

 Bila subpopulasi-subpopulasi sifatnya bertingkat, cara pengambilan sampel sama


seperti pada teknik sampling secara proporsional.

 Digunakan untuk mengurangi pengaruh faktor heterogen dan melakukan pembagian


elemen-elemen populasi ke dalam strata. Selanjutnya dari masing-masing strata
dipilih sampelnya secara random sesuai proporsinya.

 Sampling ini banyak digunakan untuk mempelajari karakteristik yang berbeda,


misalnya, di sekolah ada kls I, kls II, dan kls III. Atau responden dapat dibedakan
menurut jenis kelamin; laki-laki dan perempuan, dll.

 Keadaan populasi yang heterogen tidak akan terwakili, bila menggunakan teknik
random. Karena hasilnya mungkin satu kelompok terlalu banyak yang terpilih
menjadi sampel.

13
Cara pengambilan sampel

 Pertama mengidentifikasi karakteristik umum anggota


populasi, kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis
karakteristik unit-unit tersebut.
 Setelah ditentukan stratanya, baru dari masing-masing strata
diambil sampel yang mewakilinya.
 Pengambilan sampel tahap kedua ini, biasanya dilakukan
dengan cara acak, karenanya disebut stratified random
sampling.
 Agar perimbangan sampel dari masing-masing strata
memadai, maka dalam teknik ini sering pula dilakukan
perimbangan antara jumlah anggota populasi berdasarkan
masing-masing strata.
 Apabila sampling memperhatikan daerah (sampling area)
maka dalam hal ini setiap wilayah harus pulaterwakili dalam
sampel.
14
15
Cara-cara random sampling (lanjutan)

5) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling)

 Ada kalanya peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang


ingin dijadikan subjek penelitian karena populasi tersebar di
wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti hanya dapat
menentukan sampel wilayah, berupa kelompok klaster yang
ditentukan secara bertahap. Teknik pengambilan sampel
semacam ini disebut cluster sampling atau multi-stage sampling.

16
Cara-cara random sampling(lanjutan)

5) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling)


 Elemen-elemen dalam populasi dibagi ke dalam cluster atau
kelompok, jika ada beberapa kelompok dengan heterogenitas
dalam kelompoknya dan homogenitas antar kelompok.
Teknik cluster sering digunakan oleh para peneliti di
lapangan yang mungkin wilayahnya luas.
 Sampling ini mudah dan murah, tapi tidak efisien dalam hal
ketepatan serta tidak umum

17
b. Non-random sampling
1) Purposive sampling atau judgmental sampling

➢ Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample yang


dilakukan memiih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

➢Pelaksanaan pengambilan sampel yang menggunakan teknik ini, mulamula peneliti


harus mengidentifikasi semua karakteristik populasi, maupun dengan cara lain
dalam mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan populasi.

➢Setelah itu barulah peneliti menetapkan berdasarkan pertimbangannya, sebagian


dari anggota populasi menjadi sampel penelitian.

➢Jadi teknik pengambilan sampel dengan pupossive sampling berdasarkan pada


pertimbangan pribadi peneliti.

18
b. Nonrandom sampling
2) Snow-ball sampling (penarikan sample secara bola salju)
 Proses pengambilan sample dengan cara sambung menyambung
informasi dari unit satu dengan unit lain sehingga menjadi satu
kesatuan unit yang banyak.
 Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan sample
pertama. Sampel berikutnya ditentukan berdasarkan informasi
dari sampel pertama, sampel ketiga ditentukan berdasarkan
informasi dari sample kedua, dan seterusnya sehingga jumlah
sample semakin besar, seolah-olah terjadi efek bola salju

19
b. Nonrandom sampling
3) Quota sampling (penarikan sample secara jatah).
 Teknik sampling ini dilakukan dengan cara pertama-tama
menetapkan berapa besarnya jumlah sampel yang diperlukan.
 Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek yang
mudah ditemui sehingga memudahkan pula proses pengumpulan
data.
 Kemudian menetapkan banyaknya jatah atau quotum, maka jatah
atau quotum itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil unit
sampel yang diperlukan.
 Anggota populasi manapun yang akan diambil, tidak menjadi
masalah, yang penting jumlah quotum yang sudah ditetapkan dapat
dipenuhi.
20
b. Nonrandom sampling

4) Accidental sampling atau convenience sampling


 Metode yang proses pengambilan sampelnya cukup dengan
mengambil siapa saja yang kebetulan ditemui oleh observer di
lapangan sesuai kebutuhan studi.
 Dalam penelitian bisa saja terjadi diperolehnya sampel yang
tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara
kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti saat
pengumpulan data dilakukan

21
PENETAPAN JUMLAH SAMPEL

 Berapakah besar jumlah yang dinyatakan memenuhi


syarat untuk penelitian ?
 Apa saja yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan
jumlah sampel ?

22
PENETAPAN JUMLAH SAMPEL
Ada beberapa pertimbangan untuk penetapan jumlah
sampel :
1. Sejauh mana homogenitas populasi. Jika populasi 100
persen homogen besar sampel tak jadi persolan (misal
menen-tukan golongan darah). Namun jika populasi
kurang homogen besar jumlah sampel harus
dipertimbangkan.
2. Apakah sampel memenuhi jumlah mini-mum untuk
analisis statistik (untuk penelitian kuantitatif analitik)
23
Ukuran Sampel
Kuantitatif :
dapat ditaksir dengan akurat, berdasar analisis yang akan
dilakukan, presisi estimasi yang diinginkan, kesalahan
random yang masih bisa ditoleransi, kuasa statistik yang
diharapkan
Kualitatif :
 Ukuran sampel cukup besar jika peneliti telah puas
bahwa data yang diperoleh cukup kaya dan cukup
meliput dimensi yang diteliti.
 Umumnya sekitar 40 responden, jarang >200 24
SAMPLE SIZE / BESAR

SAMPEL

Tergantung pada :
 Pertimbangan representative
 Adanya sumber-sumber yang dapat digunakan untuk
menentukan batas maksimal dari besarnya sampel.
 Pertimbangan analisis
 Kebutuhan rencana analisis yang menentukan batas
minimal besar sampel.
25
Variabel-variabel yang akan menentukan jumlah sampel

 Tingkat kemaknaan statistik (a)

 Kuasa statistik (1-ß)

 Besarnya pengaruh variabel terhadap efek

 Proporsi efek pada populasi tak terpapar (kohort)

 Proporsi paparan pada populasi normal (kasus kontrol)

 Perbandingan ukuran sampel antar kelompok studi yang


dikehendaki

26
 Peneliti menentukan a dan ß berdasar pertimbangan
resiko yang masih dapat diterima dari penelitian (0.05,
0.01, 0.001 dst)
 Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap efek
ditetapkan oleh peneliti berdasar hasil penelitian
sebelumnya

27
28
29
PENENTUAN BESARNYA SAMPEL (SAMPLE SIZE)

Penetapan jumlah sampel tergantung pada:


1. Adanya sumber data yang dapat digunakan untuk menetapkan batas
maksimal dari besarnya sample
2. Kebutuhan dari rencana analisis yang menentukan batas minimal dari
besarnya sampel:
a. Angka perkiraan dari proporsi yang mau diukur (misal:
penelitianpenyakit jantung koroner ditetapkan 50%)
b. Tetapkan tingkat kepercayaan (misal: 5%, atau 1%)
c. Tetapkan derajat kepercayaan (Confidence levels) misal: 95%,
atau 99%.
3. Hitung jumlah/besar sampel
30
31
Contoh:
Penelitian tentang status gizi anak balita di kelurahan X
N=923.000, prevalensi gizi kurang tidak
diketahui.Tentukan besar sampel (n) yang harus diambil
bila dikehendaki derajat kemaknaan(1- a =95% dengan
estimasi penyimpangan(a=0,05)
 Bila dimasukan ke dalam formula di atas diperoleh
besarnya sampel n = 480

32
33
34
35
36
37
Beberapa contoh menentukan sample size

 Hair et al (1998) Rasio antara jumlah subjek dan jumlah


variabel independen dalam analisis multivariat
dianjurkan sekitar 15 sampai 20 subjek per variabel
independen
 Pada penelitian dengan teknik analisis regresi
multivariat

38
Menentukan Ukuran Sampel

Tabel Krecjie
 Berdasarkan atas kesalahan 5%, atau kepercayaan 95%
 Makin besar populasi, makin kecil persentase sampel
 Jumlah populasi sampai100.000 Nomogram Harry King
 Berdasarkan atas kesalahan bervariasi 5% s/d 15%
 Jumlah populasi hanya sampai 2000
 Semakin besar kesalahan maka makin kecil jumlah sampel

39
40
41
Menentukan Jumlah Subjek Eksperimental (Pra-
Klinis)

Rumus Federer adalah rumus jumlah subjek untuk


penelitian eksperimental.
 

42
Menentukan Jumlah Subjek Eksperimental

Contoh penggunaan Rumus Federer


Sebagai contoh, jika penelitian terdiri dari lima
kelompok perlakukan, maka jumlah subjek per
kelompok dihitung dengan proses berikut.
(n - 1) (5 - 1) ≥ 15
4n – 4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4,75
43
Laurence & Bacharach, 1964

44
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE I

Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya
pada manusia. Hal yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan
efetivitasnya dan dilakukan pada sukarelawan sehat. Tujuan fase ini
ialah menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat diterima, artinya
yang tidak menimbulkan efek samping serius. Dosis oral (lewat mulut)
yang diberikan pertama kali pada manusia biasanya 1/50 x dosis
minimal yang menimbulkan efek pada hewan. Tergantung dari data
yang diperoleh pada hewan, dosis berikutnya ditingkatkan sedikit-
sedikit atau dengan kelipatan dua sampai diperoleh efek farmakologik
atau sampai timbul efek yang tidak diinginkan.
45
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE I

Uji klinik fase I ini dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa


pembanding dan tidak tersamar, pada sejumlah kecil subjek dengan
pengamatan intensif oleh orang-orang ahli dibidangnya, dan dikerjakan
di tempat yang sarananya cukup lengkap. Total jumlah subjek pada fase
ini bervariasi antara 20-50 orang.

46
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE II

Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok
kecil penderita yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya
ialah melihat apakah efek farmakologik yang tampak pada fase I
berguna atau tidak untuk pengobatan. Fase II ini dilaksanakan oleh
orangorang yang ahli dalam masing-masing bidang yang terlibat.
Mereka harus ikut berperan dalam membuat protokol penelitian yang
harus dinilai terlebih dulu oleh panitia kode etik lokal. Protokol
penelitian harus diikuti dengan dengan ketat, seleksi penderita harus
cermat, dan setiap penderita harus dimonitor dengan intensif.

47
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE II

Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka
karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada tahap ini biasanya
belum dapat diambil kesimpulan yang definitif mengenai efek obat yang
bersangkutan karena terdapat berbagai factor yang mempengaruhi hasil
pengobatan, misalnya perjalanan klinik penyakit, keparahannya, efek
placebo dan lainlain. (2) Untuk membuktikan bahwa suatu obat
berkhasiat, perlu dilakukan uji klinik komparatif yang
membandingkannya dengan placebo, atau bila penggunaan plasebo
tidak memenuhi syarat etik, obat dibandingkan dengan obat standard
yang telah dikenal.
48
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE II

Ini dilakukan pada akhir fase II atau awal fase III, tergantung dari siapa
yang melakukan, seleksi penderita, dan monitoring penderitanya. Untuk
menjamin validitas uji klinik komparatif ini, alokasi penderita harus
acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda. Ini disebut
uji klinik acak tersamar ganda berpembanding. (2) Pada fase II ini
tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menentukan dosis optimal
yang akan digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut mengenai
eliminasi obat, terutama metabolismenya. Jumlah subjek yang mendapat
obat baru pada fase ini antara 100-200 penderita.

49
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE III

Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru
benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan
untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standar.
Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang (1)
efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang
„kurang ahli‟; (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3)
dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara
ketat. (2) Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang
tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu
ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari-
hari di masyarakat.
50
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE III

Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan dengan
plasebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat standard dengan dosis
ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang
ekuiefektif. Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar ganda. (1,4)
Bila hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat baru ini cukup
aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah
penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang.

51
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE IV

Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena


merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini
bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola
efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Survei
ini tidak tidak terikat pada protokol penelitian; tidak ada ketentuan
tentang pemilihan penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian
obat. Pada fase ini kepatuhan penderita makan obat merupakan masalah.
(1,2) Penelitian fase IV merupakan survei epidemiologi menyangkut
efek samping maupun efektifitas obat.

52
MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK EKSPERIMENTAL (KLINIS)

UJI KLINIK FASE IV

Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang frekuensinya
rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat bertahun-tahun
lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau
berpenyakit ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah
penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan (3) masalah
penggunaan berlebihan, penyalahgunaan, dan lainlain. Studi fase IV
dapat juga berupa uji klinik jangka panjang dalam skala besar untuk
menentukan efek obat terhadap morbiditas dan mortalitas sehingga
datanya menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi.

53
KOMPONEN UJI KLINIK
Bukti ilmiah adanya kemanfaatan klinik suatu obat tidak saja didasarkan pada
hasil yang diperoleh dari uji klinik, tetapi juga perlu mengingat faktor - faktor
lain yang secara objektif dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu uji klinik.
Idealnya, suatu uji klinik hendaknya mencakup beberapa komponen berikut :
1. Seleksi/pemilihan subjek
2. Rancangan
3. Perlakuan pengobatan yang diteliti dan pembandingnya
4. Pengacakan perlakuan
5. Besar sampel
6. Penyamaran (blinding)
7. Penilaian respons
8. Analisis data
9. Protokol uji klinik
10. Etika uji klinik 54

Anda mungkin juga menyukai