Anda di halaman 1dari 33

INTERPROFESIONAL EDUCATION

• Tenaga kesehatan merupakan tenaga profesional yang


memiliki tingkat keahlian dan pelayanan yang luas dalam
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan yang berfokus pada kesehatan pasien (Bennett,
Gum, Lindeman, Lawn, McAllister, Richards, Kelton, & Ward,
2011).
• Tenaga kesehatan memiliki tuntutan untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu di era global seperti saat
ini. Pelayanan bermutu dapat diperoleh melalui praktik
kolaborasi antar tenaga kesehatan
• Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah perawat, dokter,
dokter gigi, bidan, apoteker, dietisien, dan kesehatan
masyarakat (Sedyowinarso, Fauziah, Aryakhiyati, Julica,
Munira, Sulistyowati, Masriati, Olam, Dini, Afifan, Meisudi, &
Piscesa, 2011).
• Pelayanan kesehatan sering sekali ditemukan kejadian
tumpang tindih pada tindakan pelayanan antar profesi yang
diakibatkan karena kurangnya komunikasi antar tenaga
kesehatan dalam kerjasama tim
• Kurangnya komunikasi maka akan membahayakan pasien
dalam memberikan pelayanan yang bisa menyebabkan pasien
terjatuh atau dalam keadaan bahaya. Selain itu kurang nya
komunikasi juga menyebabkan terlambatnya dalam
pemberian pengobatan dan diagnosis terhadap pasien yang
yang berpengaruh terhadap outcome pasien.
• Sehingga seorang mahasiswa perawat harus mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang efektif terutama dalam
berkolaborasi dengan dokter atau tenaga kesehatan yang lain
yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan
pasien. (American Association of Critical-Care Nurses, 2005,
dalam Poore, Cullen, Schaar, 2014).
• Kurangnya kemampuan komunikasi tersebut terjadi karena
tidak adanya pelatihan atau pendidikan penerapan kolaborasi
antar tenaga kesehatan.
• Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, kemampuan
kolaborasi antar tenaga kesehatan perlu ditingkatkan. Salah
satu strategi untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi
antar tenaga kesehatan adalah melalui perubahan proses
pendidikan profesional
• Metode yang dapat digunakan adalah melalui
interprofessional education (Liaw, Siau, Zhou, & Lau, 2014;
Sedyowinarso dkk., 2011; Steketee, Forman, Dunston, Yassine,
Matthews, Saunder, Nicol, & Alliex, 2014).
• Interprofessional education (IPE) merupakan bagian integral
dari pembelajaran professional kesehatan, yang berfokus pada
belajar dengan, dari, dan tentang sesama tenaga kesehatan
untuk meningkatkan kerja sama dan meningkatkan kualitas
pelayanan pada pasien.
• Peserta didik dari beberapa profesi kesehatan belajar bersama
dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien secara
bersama-sama (kolaborasi) dalam lingkungan interprofesional
• Model ini berfungsi untuk mempersiapkan tenaga kesehatan
yang memiliki kemampuan berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan yang lain dalam sistem kesehatan yang kompleks.
(Becker, Hanyok, & Walton-Moss, 2014). Sehingga, strategi
pendidikan komunikasi melalui IPE antara perawat dengan
dokter atau tenaga kesehatan lainnya dapat membangun
budaya komunikasi dan kolaborasi yang efektif dalam
memberikan pelayanan kepada pasien (Liaw, Siau, Zhou, &
Lau, 2014).
Tantangan
• Meskipun IPE ini dapat membangun budaya komunikasi dan
kolaborasi yang efektif dalam memberikan pelayanan kepada
pasien, namun ada beberapa tantangan dalam
pelaksanaannya
• Tantangan tentang pelaksanaan IPE menurut World Health
Organization tahun (2010) menyatakan bahwa banyak sistem
kesehatan di negara-negara di dunia yang sangat
terfragmentasi pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan
masalah kesehatan di negara itu sendiri.
• Hal ini kemudian disadari karena permasalahan kesehatan
sebenarnya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan, dan
untuk dapat memecahkan satu persatu permasalahan
tersebut atau untuk meningkatkan kualitas kesehatan itu
sendiri, tidak dapat dilakukan hanya dengan sistem
uniprofessional
• Kontribusi berbagi disiplin ilmu ternyata memberi dampak
positif dalam penyelesaian berbagai masalah kesehatan (Pfaff,
2014).
Hambatan IPE
• Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat hambatan
dalam penyelenggaraan IPE. Hambatan ini terdapat dalam
berbagai tingkatan dan terdapat pada pengorganisasian,
pelaksanaan, komunikasi, budaya ataupun sikap. Sangat
penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini sebagai
persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang lebih
baik demi praktik kolaborasi hingga perubahan sistem
pelayanan kesehatan (Becker, Hanyok, & Moss, 2014).
Hambatan-hambatan yang mungkin
muncul adalah
1. peraturan akademik,
2. struktur penghargaan akademik,
3. lahan praktek klinik,
4. masalah komunikasi,
5. bagian kedisiplinan,
6. bagian profesional,
7. evaluasi,
8. pengembangan pengajar,
9. sumber keuangan, jarak geografis,
1. kekurangan pengajar
2. interdisipliner,
3. kepemimpinan dan dukungan administrasi,
4. tingkat persiapan peserta didik,
5. logistik,
6. kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan,
7. resistensi perubahan,
8. beasiswa,
9. sistem penggajian, dan
10. komitmen terhadap waktu (Pfaff, 2014).
• Menurut Sedyowinarso (2011) hambatan yang terjadi pada
penyelenggaraan IPE adalah dari ego masing masing profesi,
beragamnya birokrasi dan kurikulum di tiap institusi
pendidikan profesi kesehatan, fasilitas fisik dan konsep
pembelajaran yang belum jelas, paradigma terhadap profesi
kesehatan , kekaburan identitas dan peran masing-masing
profesi, belum adanya kejelasan paying hokum tiap profesi
kesehatan, serta budaya .
• Kemampuan bekerjasama secara interprofesi
(interprofessional teamwork) tidak muncul begitu saja,
melainkan harus ditemukan dan dilatih sejak dini mulai dari
tahap perkuliahan agar mahasiswa mempunyai bekal
pengetahuan dan keterampilan.
• Dalam dunia kesehatan, IPE dapat terwujud apabila para
mahasiswa dari berbagai program studi di bidang kesehatan
serta disiplin ilmu terkait berdiskusi bersama mengenai
konsep pelayanan kesehatan dan bagaimana kualitasnya dapat
ditingkatkan demi kepentingan masyarakat luas.
• Secara spesifik, IPE dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-
isu kesehatan maupun kasus tertentu yang terjadi di
masyarakat supaya melalui diskusi interprofesional tersebut
ditemukan solusi-solusi yang tepat dan dapat diaplikasikan
secara efektif dan efisien.
• Penerapan IPE diharapkan dapat membuka mata masing-
masing profesi, untuk menyadari bahwa dalam proses
pelayanan kesehatan, seorang pasien menjadi sehat bukan
karena jasa dari salah satu profesi saja, melainkan merupakan
konstribusi dari tiap profesi yang secara terintegrasi
melakukan asuhan kesehatan
• Pengembangan IPE di institusi pendidikan kesehatan tidak
terlepas dari konsep berubah. Perubahan merupakan suatu
proses di mana terjadinya peralihan atau perpindahan dari
status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis.
Perubahan dapat mencakup keseimbangan personal, sosial
maupun organisasi untuk dapat menerapkan ide atau konsep
terbaru dalam mencapai tujuan tertentu.
• Kurt Lewin (1951) dalam Hidayat (2008) mengungkapkan
bahwa seseorang yang akan berubah harus memiliki konsep
tentang perubahan yang tercantum dalam tahap proses
perubahan agar perubahan tersebut menjadi terarah dan
mencapai tujuan yang ada.
• Tahapan tersebut meliputi unfreezing, moving dan refreezing.
1. Tahap Pencairan (Unfreezing) merupakan tahap awal. Pada
kondisi ini mulai muncul persepsi terhadap hal yang baru.
Persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian
stimulus dan penterjemahan atau penafsiran stimulus yang
telah terorganisir yang akhirnya mempengaruhi pembentukan
sikap.
• Walgito (2004) mengungkapkan bahwa persepsi dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

• Faktor internal terdiri dari karakteristik individu, pengalaman


dan pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu stimulus
dan lingkungan sosial.
• Sikap dapat diartikan sebagai kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek tertentu, apabila dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya respon. Sikap dosen yang
positif terhadap IPE mendorong untuk berperilaku mendukung
sistem IPE yang baru.
2. Berikutnya merupakan tahap bergerak (Moving).
Pada tahap ini sudah dimulai adanya suatu pergerakan ke arah
sesuatu yang baru. Tahap ini dapat terjadi apabila seseorang
telah memiliki informasi yang cukup serta kesiapan untuk
berubah, juga memiliki kemampuan dalam memahami
masalah serta mengetahui langkah-langkah dalam
menyesuaikan masalah atau hambatan dalam penerapan IPE
3. Akhirnya, tahap pembekuan (freezing), yaitu ketika telah
tercapai tingkat atau tahapan yang baru. Proses pencapaian
yang baru perlu dipertahankan dan selalu terdapat upaya
mempertahankan perubahan yang telah dicapai.
• Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu
proses penerimaan terhadap model pembelajaran terintegrasi
setelah dilakukan pergerakan dan merasakan adanya manfaat
dari pembelajaran IPE ini.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai