Anda di halaman 1dari 14

KELOMPOK 6

PUTRI WULANDARI LUBIS


M H A R I Z FA D I L L A H
ASTY DWI YOJA
R E S S A H A R N I TA P U T E R I
praktik humanistik
eksistensialisme dan spritualitas

Humanisme dan eksistensialisme adalah bagian dari filsafat-filsafat yang


telah ditetapkan dengan baik yang berpengaruh khusus terhadap
pekerjaan sosial dan mempengaruhi teori-teori praktik khusus.
Spiritualitas adalah suatu aspek terkait humanitas berkenaan dengan
keadaan dan kebutuhan manusia untuk mencari arti dan pentingnya
kehidupan ini dan yang lebih penting lagi, yakni naik ke atas atau
berhubungan dengan Tuhan.
Sejarah Perkembangan Pandangan Humanisme,
Eksistensialisme, dan Spiritualitas

Arti istilah humanisme dan eksistensialisme bisa ditinjau dari dua sisi, pertama dari sisi historis dan kedua
dipandang sebagai aliran-aliran dalam filsafat. Dari sisi yang pertama, humanisme dan eksistensialisme
merupakan gerakan intelektual dan kesusastraan yang pertama kali muncul di Italia pada paruh abad ke-14
Masehi. Gerakan ini boleh dikatakan sebagai motor penggerak kebudayaan modern, khususnya di Eropa.
Beberapa tokoh yang sering disebut sebagai pelopor gerakan ini misalnya Dante, Petrarka, Boccaceu, dan
Michael Angelo

Dari sisi yang kedua, humanisme dan eksistensialisme sering diartikan sebagai
paham dalam filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia,
sehingga manusia menempati posisi yang sangat penting dan sentral dalam
kehidupan.
Humanism
e
Humanisme berkaitan dengan kapasitas manusia yang sadar untuk memberikan alasan, membuat pilihan-pilihan,
dan bertindak secara bebas yang tidak dipengaruhi oleh dewa-dewa dan agama. Artinya, manusialah yang
bertanggung jawab penuh atas semua yang dilakukannya tanpa ada campur tangan dari pihak lain. Karena
pekerjaan sosial merupakan bagian dari sekularisasi kesejahteraan, artinya dalam praktiknya, pekerjaan sosial
selalu dipisahkan dari gereja-gereja pada tahun 1800-an. Humanisme berbeda dari being humane, yaitu praktik
memperlakukan orang-orang dengan kebaikan karena kita menilai mereka sebagai manusia. Humanisme juga
berkaitan dengan demokrasi, dikarenakan isi keyakinannya secara implisit membebaskan manusia untuk menilai
dan berpartisipasi satu sama lainnya dalam mengendalikan nasib/takdir mereka.
eksistensialisme
Eksistensialisme berkenaan dengan pemaknaan manusia tentang fakta eksistensi mereka di dalam kehidupan. Hal
ini terfokus pada kapasitas setiap orang untuk memperoleh kekuatan pribadi dalam mengontrol kehidupan mereka
dan merubah ide-ide yang menentukan bagaimana cara mereka hidup. Pandangan ini juga akan mempengaruhi
bagaimana seseorang menghargai dirinya (self-esteem) dan bangkit dari keterpurukan yang menghilangkan
kepercayaan orang lain terhadap dirinya, misal seseorang yang masuk lembaga pemasyarakatan karena kasus
tertentu.,
spritualitas
Spiritualitas merupakan suatu pencarian manusia untuk mendapatkan arti dan tujuan dalam kehidupan dan
memandang manusia sebagai pribadi yang utuh dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.
Walaupun pekerjaan sosial berkaitan dengan sekularisasi Barat, di banyak negara kesejahteraan masih tetap
bersambungan dengan keyakinan agama, karena banyak individu menjalankan pekerjaan sosial sebagai suatu cara
mempraktikkan keyakinan mereka, dan banyak agensi/lembaga pekerjaan sosial justru dikembangkan oleh gereja-
gereja dan kelompok-kelompok keyakinan.
politika humanisme eksistensialisme
dan spritualitas

Ketiga pandangan di atas adalah dasar dalam teori pekerjaan sosial karena banyak sikap fundamental dari para
pekerja sosial yang dijelaskan dalam pandangan ini khususnya mengenai klien sebagai manusia secara utuh.
Pandangan ini tidak diperlakukan sebagai suatu perspektif, karena terlihat lebih sebagai suatu filosofis umum
yang menginformasikan praktik daripada suatu cara mendefinisikan pendekatan spesifik untuk dipraktikkan.
Berikut adalah beberapa teknik, prinsip, dan nilai profesi dalam praktik pertolongan pekerjaan sosial yang ada kaitannya dengan
ketiga pandangan di atas (humanisme, eksistensialisme, dan spiritualitas), diantaranya:

A .konseling dan terapi


Carl Rogers menyatakan bahwa humanisme, eksistensialisme, dan spirituaitas ini berkaitan dengan keterlibatan para pekerja
sosial dalam proses konseling dan terapi. Dengan demikian, diharapkan klien-klien akan merasa bahwa para pekerja sosial telah
berlaku/ bertindak sebagai berikut:
• Mereka (pekerja sosial) sejati dan kongruen dalam hubungan terapis mereka
(yakni apa yang mereka katakan dan perbuat mencerminkan kepribadian dan sikap-sikap nyata mereka dan tidak dibuat-buat
untuk mempengaruhi klien- klien).
• Mereka memiliki rasa hormat positif tak bersyarat terhadap klien-klien.
• Mereka berempati dengan pandangan-pandangan klien tentang dunia ini.
Harapan-harapan di atas akan terwujud ketika kita mengedepankan kejujuran dan kesejatian, non-posesif, kehangatan, rasa
hormat dan penerimaan serta pengertian dan empati.
b) Prinsip Individualisasi dan Penanganan Kasus per Kasus
Humanisme khususnya, lebih menekankan pada kondisi ‘disini dan sekarang’ ketimbang pada catatan-
catatan riwayat tentang masalah-masalah klien yang pernah ditangani sebelumnya. Hal ini berkaitan dengan
keyakinan bahwa klien memiliki keunikan masing-masing, memiliki cara pandang yang berbeda satu sama
lain, juga memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berbeda ketika akan mengatasi suatu masalah yang
menimpanya. Setiap orang haruslah diperlakukan sebagai individu. Rogers mengemukakan bahwa kita
(manusia) akan menjalankan ‘kekuasaan pribadi’ yang kita miliki untuk mencapai tujuan dan ini bisa
digunakan oleh pekerja sosial sebagai salah satu sumber, yaitu sumber internal untuk membantu klien
mengatasi masalahnya. Oleh karena itu, dalam menangani permasalahan klien, pekerja sosial haruslah
menyesuaikan dengan diri klien dan permasalahan yang dihadapinya.
c) Meditasi atau Perenungan Diri
Beberapa ahli memasukkan meditasi/ perenungan diri guna menyelidiki potensial diri dan kekurangan
diri klien ataupun pekerja sosial itu sendiri serta berupaya meningkatkan kapabilitas para pekerja
sosial, khususnya dalam hal berempati dan memahami apa saja yang menjadi kebutuhan-kebutuhan
klien.
d) Praktik Pertolongan Melalui Seni
England berpendapat bahwa dengan adanya pandangan humanisme dan eksistensialisme ini,
kita akan melihat pekerjaan sosial sebagai suatu seni/artistik ketimbang sebagai suatu aplikasi
ilmu pengetahuan sosial. Banyak ahli menggunakan seni dan literatur artistik untuk
memahami pengertian tentang dunia ini dan membantu dalam proses pertolongan.
e) Clients Centre (Pertolongan Berpusat pada Klien)
Di dalam konteks yang lain, ketiga pandangan ini bisa dikatakan sebagai suatu cara menghumanisir dan menginterpretasikan klien-klien
sebagai para kontributor-kontributor di seluruh dunia terhadap masyarakat.
f) Spiritualitas
Praktik pekerjaan sosial juga harus memperhatikan aspek-aspek spiritualitas dengan adanya faktor-faktor di bawah ini:
• Pekerjaan sosial dipraktikkan dalam masyarakat-masyarakat dimana agama
dan spiritualitas merupakan bagian-bagian integral di dalam kehidupan
mereka.
• Kebutuhan untuk menanggapi kaum-kaum minoritas etnis dan budaya dalam
masyarakat-masyarakat Barat.
• Kepentingan politik di dalam komunitas-komunitas keyakinan dan gereja-
gereja yang membuat suatu kontribusi yang lebih kuat pada layanan-layanan komunitas, dengan demikian mereka memberikan sumbangsih kepada stabilitas
sosial, dan pada beberapa hal, spiritualitas dan agama mencegah beberapa kesulitan sosial agar tidak muncul.
• Kritik tentang kecenderungan-kecenderungan materialisme dan konsumerisme di dalam masyarakat akhir-akhir ini, yakni ingin mendapatkan segala sesuatu
bagaimanapun caranya walaupun salah. Oleh karena itu, perlu diseimbangkan dengan nilai-nilai spiritual dan agama.
• Di dalam kehidupan ini, terdapat hal-hal yang tidak dapat terjangkau oleh manusia, artinya manusia tidak dapat mengontrol hal-hal tersebut, hal-hal tersebut
sering kita sebut takdir.
kesimpulan
dapat disimpulkan bahwa ketiga pandangan tersebut memberikan
pengaruh yang besar terhadap profesi pekerjaan sosial, dimana pekerja
sosial dituntut untuk memahami klien sebagai seorang manusia secara
utuh yang keberadaannya perlu dihargai, dihormati, dan dilindungi,
serta memiliki nilai-nilai spiritual sebagai pedoman hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai