Anda di halaman 1dari 48

Nilai, dan Etika Pekerjaan Sosial

Akhmad Munif Mubarok

“ Nilai yang diyakini seseorang menjadi


penuntun terhadap perilakunya”
(Miftachul Huda)
PENGETIAN NILAI DAN ETIKA
• Nilai (value) berasal dari bahasa latin “valere” yang
artinya “menjadi kuat” atau “menjadi terhormat.
(Reamer, 1999:10)
• Untuk menjadi terhormat diperlukan suatu pedoman
perilaku yang dianggap baik (good) atau buruk (bad).
• Nilai adalah kepercayaan, pilihan, atau asumsi tentang
yang baik untuk manusia. Nilai bukan menyangkut
keadaan dunia ini atau apa yang diketahui pada saat
ini, tetapi bagaimanakah seharusnya atau sebaiknya
dunia ini.
• Selanjutnya sarah banks (2001:6),
mengungkapkan dalam kehidupan sehari-sehari,
nilai dapat berarti agama, politik atau prinsip-
prinsip ideologi, keyakinan atau sikap.
• Dalam pekerjaan sosial yang dimaksud nilai
adalah seperangkap prinsip etik/moral yang
fundamental dimana pekerja sosial berkomitmen.
• Ex: menghargai keunikan dan perbedaan, privasi,
menjaga kerahasiaan dan perlindungan.
Fungsi nilai
• Nilai berfungsi: Sebagai
panduan perilaku
seseorang bersifat abstrak
NILAI
dan implisit (tersirat)
berada dalam alam pikiran
manusia. Atas nilai tersebut
membentuk kepercayaan
dan sikap seseorang yang
selanjutnya kepercayaan SIKAP
KEPERCAYAA
N
dan sikap tersebut
membentuk nilai.
Etika (Ethos)
• Jika nilai berbicara tentang suatu yang baik dan buruk maka
etika (Ethics) terkait benar (Right) atau salah (Wrong).
• Etika lebih bersifat eksplisit (tersurat) dan konkret. Banyak
ahli menyebut etika adalah nilai yang sudah terjawatahkan
(value in action), (DuBois & miley, 2005:110).
• Secara bahasa, etika memiliki penegrtian yang sama dengan
moralitas, moralitas berasal dari kata latin “Mos” (jamaknya
“Mores”) sedangkan etika sendiri berasal dari bahasa yunani
yaitu “Ethos” (jamaknya “ta etha”) yang keduanya juga
berarti “adat istiadat atau kebiasaan” . (Keraf, 1998:14).
• Perbedaannya adalah: dalam
konteks tertentu etika dapat
dipahami secara lebih luas
Nilai
daripada moralitas. Sebab etika (value)
dipahami sebagai filsafat moral,
dan juga sebagai suatu ilmu yang
membahas dan mengkaji nilai dan
Etika
norma. (ethics)
• Magnis (1987:14) menyebutkan
bahwa etika adalah sebuah ilmu
dan bukan ajaran. Sebagai sebuah Moralitas
ilmu etika mempunyai bidang (mores)
kajian yang luas dibangingkan
dengan moralitas.
• Secara esensi etika ataupun moralitas dalam penegrtian
tersebut mengacu kepada aturan yang bersifat konkrit
terhadap perilaku manusia.
• Sebab etika berisikan nilai norma konkrit yang menjadi
pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh
kehidupannya. Dimana pedoman dan pegangan hidup
tersebut dapat berupa perintah ataupun larangan yang
bersifat tegas dan konkrit. Sehingga untuk itulah dalam
konteks profesi seperti halnya pekerjaan sosial ataupun
ilmu kesejahteraan sosial terdapat sebuah aturan dan
norma mengikat yang disebut sebagai kode etik.
Sejarah dan Pekerbangan Nilai & Etika
PekerjaanSosial/Kesejahteraan Sosial
• Nilai adalah ruh dari pekerjaan sosial karena nilai dan prinsip-
prinsip etik tertentu, menjadi pembentuk aktifitas pekerjaan
sosial, secara filosofis apa yang dilakukan para pekerja sosial
dalam profesinya merupakan aktifitas kemanusian, yang selama
ini dilakukan untuk membantu orang lain demi terciptanya
kesejahteraan masyarakat, misalnya pengentasan kemiskinan,
penegakan keadilan sosial, kesetaraan gender, dll.
• Hal tersebut dilakukan Semata-mata sebagai perilaku etis yang
dibentuk oleh nilai yang tertanam dalam alam pikiran para
pekerja sosial. Dimana nilai-nilai yang tertanam tersebut
membentuk sistem nilai yang diyakini kebenarannya dan
kebaikannya.
• Menurut Reamer (1999:5) sejarah dan perkembangan nilai dalam
pekerjaan sosial menapaki beberapa tahapan perkembangan,
adapun sejarah dan perkembangannya sebagai berikut:
• Pertama: pada akhir abad 19 suatu masa ketika pekerjaan sosial
belum resmi disebut sebagai profesi. Pekerjaan sosial cenderung
fokus tentang apa yang dianggap bermoral dan tidak bermoral
dari seorang klien. Bukan fokus pada moral atau etika profesi dan
praktisi.
• Misi pekerjaan sosial pada masa ini digerakkan untuk mengubah
keadaan yang dianggap tidak bermoral pada klien, pendekatan
yang digunakan Blaming The Victim (menyalahkan korban), yang
dipahami sebagai padangan kuno didalam ilmu pekerjaan sosial.
• Contoh: pada abad pertengahan di inggris muncul
kebijakan yang dikenal sebagai elizabeth poor law,
yang membedakan masyarakat miskin menjadi dua
bagian yaitu miskin terhormat dam miskin tidak
terhormat. Kemiskinan dianggap sebagai keadaan
yang diciptakan oleh masing-mamsing orang, bukan
faktor ekternal, seperti sistem yang dalam
masyarakat dll. Dimana konsepsi tersebut
berpengaruh terhadap intervensi sosial yang
dilakukan oleh pekerja sosial.
• Kedua, pada awal abad 20 ditandai dengan munculnya
settlemen house. sebagai sebuah organisasi sosial
settlemen house bergerak lebih humanis untuk
mereformasi lingkungan dan sistem dari pada melakukan
perbaikan pada manusianya, ini yang kemudian dinilai
sebagai era progresif dalam pekerjaan sosial karena
gerakan SH mulai menyadari bahwa masalah sosial semata-
mata bukan hanya akibat dari kesalahan manusia tetapi
adanya sistem yang salah dalam kehidupan masyarakat.
• Oleh karena itu, nilai pekerjaan sosial yang berkembang
tetap menaru kepedulian terhadap orang miskin tetapi
tidak memandang miskin miskin terhormat atau tidak
terhormat, sehingga siapapun orang yang tergolong miskin
dan membutuhkan bantuan maka wajib dibantu oleh
pekerja sosial.
• Ketiga: pada akhir tahun 1940-an samapi 1950-an nilai yang
berkembang pada masa ini cenderung mengedepankan nilai-
nilai atau etika yang berkaitan dengan profesionalisme
pekerjaan sosial. Karena pada masa ini pekerjaan sosial telah
menjadi pekerjaan sendiri, sehingga aktifitas pertolongan
dilakukan dengan memegang prinsip-prinsip profesionalisme
tertentu.
• Pada masa ini juga pekerjaan sosial mulai mengadopsi kode
etik, prinsip-prinsip nilai dan etika harus dipegang dan dipatuhi
oleh pekerja sosial. Misalnya: martabat dan kehormatan,
keunikan harga diri seseorang, self determination, keadilan, dan
persamaan.
• Terakhir: pada 1960-an nilai yang berkembang lebih
menonjolkan kontruk etik tentang keadilan sosial, hak dan
reformasi, setting kehidupan sosial, dan ekonomi global
yang makin kompleks menuntut pergeseran nilai yang
harus ditegakkan oleh profesi pekerjaan sosial.
• Maka dari itu, nilai tentang persamaan sosial, hak
kesejahteraan, hak asasi manusia, diskriminasi dan
penindasan menjadi tema-tema nilai dominan yang
berkembang masa ini. Yang artinya bukan lantas
menghilankan nilai positif yang sebelumnya melaikan
saling melengkapi satu sama lain.
Peran Nilai dan Etika dalam Pekerjaan Sosial

• Nilai adalah suatu keyakinan yang bersifat


abstrak, sesuatu yang abstrak dan implisit
diejawantahkan oleh prilaku etik yang bersifat
konkret dan eksplisit.
• Peranan nilai sangat fundamental dalam
prilaku seseorang maupun prilaku profesi
seperti halnya profesi pekerjaan sosial.
• Ketika menolong orang dianggap sebagai suatu nilai yang
baik maka secara etis prilaku digerakan untuk menolong
seseorang yang membutuhkan karena itu adalah
kebenaran. Keyakinan-keyakinan tentang sesuatu yang
baik menuntut pekerja sosial untuk melakukannya
karena perbuatan tersebut adalah benar.
• Begitu juga sebaliknya, keyakinan-keyakinan mengenai
sesuatu yang buruh mencegah pekerja sosial dan
menghindarinya karena perbuatan tersebut adalah salah.

• Nilai dan etika pada akhirnya menjadi kunci petunjuk


terhadap perbuatan baik –buruk atau benar-salah.
• Selain itu nilai yang benar dapat menjadi petunjuk bagi
pekerja sosial dalam memutuskan suatu perkara ketika
terjadi dilema etis dalam melakukan intervensi sosial.
• Untuk itu peran nilai dan etika dalam
pekerjaan sosial sebagai berikut:
1. Nilai dan etikalah yang menuntun,
menggerakkan dan sebagai petunjuk dalam
profesi pekerjaan sosial.
2. Menjadi suatu pengetahuan dasar yang
harus dimiliki pekerja sosial dalam aktifitas
pertolongannya.
Bentuk Nilai dan Etika dalam Pekerjaan Sosial
• Ada bermacam-macam bentuk nilai dan etika dalam
pekerjaan sosial. Namun demikian, secara umum seperti
yang dikutip dari kode etik besar NASW (Nasional Asiosation
Of Social Worker) antar lain (Reamer, 1999:26-27)
diantaranya sebagai berkut:
1. Pelayanan (nilai)
Prinsip etiknya adalah pekerja sosial harus mengutamakan
tujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan
dan memusatkan pada permasalahan sosial. Prinsip
pelayanan diletakkan di atas kepentingan pribadi maupun
golongan. Melayani klien baik individu, keluarga, kelompok,
maupun masyrakat merupakan kewajiban dari pekerja
sosial yang harus diutamakan. Tanpa prinsip pelayanan,
pekerjaan sosial tidak memiliki aktifitas profesional.
2. Keadilan sosial (nilai)
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja sosial harus
menentang ketidakadilan sosial dan maupun
penindasan yang terjadi dalam masyarakat karena
menjadi tanggung jawab pekerja sosial menuju
perubahan sosial yang lebih humanis dan
mengarah kepada kesejahteraan sosial.
Untuk itulah pekerja sosial dalam pelayanannya
harus fokus pada isu-isu tersebut, Karena dalam
berbagai isu tersebut selalu terselip kondisi
ketidakadilan sosial yang harus dirubah. Seperti
:kemiskinan, diskriminasi dan isu-isu ketidakadilan
sosial lainnya.
3. Harkat dan martabat seseorang (nilai)
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja sosial harus
mampu menghormati harkat dan martabat
seseorang. Pekerjaan sosial merupakan profesi
yang melibatkan diri langsung baik dalam setting
individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Untuk itu setting keterlibatan langsung ini
menuntut dari pekerja sosial untuk memiliki modal
nilai yang menghargai orang lain dalam melakukan
interaksi sosial, karena penghragaan terhadap
harkat dan martabat seseorang sangat diperlukan
untuk memberikan pengakuan dan penghormatan
terhadap harga diri yang dimiliki oleh seseorang.
4. Mementingkan hubungan kemanusian (nilai)
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja sosial
mengakui dan mengutamakan hubungan kemanusian.
Hubungan kemanusian (human relationship)
merupakan unsur yang sangat penting di dalam proses
perubahan sosial.
Maka dari itu, menjunjung tinggi hubungan
kemanusian dan kemasyarakatan harus dilakukan
untuk mendukung perubahan sosial agar berjalan
positif. Hubungan kemanusian adalah bagian dari
proses pertolongan, untuk itu pekerja sosial tidak
dapat bekerja sendiri untuk menolong orang lain,
dibutuhkan hubungan kemanusiaan dalam masyarakat
untuk mendukung proses pertolongan tersebut.
5. Nilai Integritas
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja sosial
harus mempunyai prilaku yang dapat
dipercaya.
Tanpa adanya perliku yang dapat dipercaya,
pekerja sosial tidak dapat menjalankan
profesinya dengan baik. Integritas setidaknya
ditunjukkan dengan konsisten oleh pekerja
sosial dengan misi profesionalisme,kepatuhan
pada nilai dan prinsip etik universal serta
standart nilai dan etik dalam aktifitas
pertolongan yang dilakukan.
6. Nilai Kompetensi
Prinsip etik dari nilai ini adalah pekerja sosial harus
mempraktikkan keahliannya profesionalismenya
dalam proses pertolongan yang dilakukan.
Dalam hal ini pengetahuan ataupun skill yang
memadai harus dimiliki pekerja sosial untuk
menunjang kompetensi dari pekerja sosial. Tanpa
adanya kompetensi tersebut menjadikan pekerja
sosial tidak dapat profesional dan mencapai tujuannya
dengan baik, sehingga adanya pengetahuan dan
keahlian yang memadai juga menjadi dasar
kepemilikan yang sangat penting dalam profesi
pekerjaan sosial.
Dua Teori Etika
• Ketika etika menyangkut benar atau salah
tentang perilaku manusia. Maka yang menjadi
pertanyaannya adalah:
“Apakah kebenaran terletak pada nilai moral
tindakan itu sendiri ataukah justru terdapat
pada baik atau buruk maupun dampak dari
tujuan yang ingin dicapai?”
• Mengenai hal tersebut ada perbedaan pendapat yang akhirnya
melahirkan dua teori etika besar (Keraf, 1998: 23-27; Reamer, 1999:
65-66) sebagai berikut:
1. Etika Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa yunani dengan kata “Deon” (kewajiban).
Tokoh terkenal dari teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804),
 Kant menyatakan bahwa seseorang harus bertindak berdasarkan
kewajibannya (deon) bila ingin berbuat sesuatu yang benar secara
moral.[Kemudian, Kant juga menekankan bahwa suatu tindakan
dianggap benar atau salah bukan berdasarkan dampaknya, tetapi
berdasarkan niatan dalam melakukan tindakan tersebut. (Immanuel
Kant. 1780)
• Etika deontologis atau deontologi adalah
pandangan etika normatif yang menilai moralitas suatu
tindakan berdasarkan kepatuhan pada peraturan.[
• Etika ini kadang-kadang disebut etika berbasis
"kewajiban" atau "obligasi" karena peraturan
memberikan kewajiban kepada seseorang. Etika
deontologis biasanya dianggap sebagai lawan dari
konsekwensinalisme,etika pragmatis dan etika
kebajikan. (Waller, Bruce N. 2005 dan Flew, Antony.
1979
 Etika deotologi menekankan kewajiban manusia
untuk bertindak secara baik. Dimana dalam
pandangan etika ini suatu tindakan dianggab baik
bukan berdasarkan tujuan ataupun dampak dari
perbuatan yang dilakukan, melainkan berdasarkan
tindakan itu sendiri.
 Suatu perbuatan bernilai moral karena tindakan
dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang
harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat
dari tindakan itu.
• Etika deontologi juga mengukur kebaikan berdasarkan
pada kemauan baik untuk mentaati hukum moral yang
merupakan kewajiban seseorang, sehingga apa bila
seseorang melakukan kebaikan tidak didasarkan pada
kewajiban maka perbuatan tersebut tidak bisa dinilai baik.
• Sehingga dalam pandangan teori ini tindakan yang baik
adalah tindakan yang tidak saja sesuai dengan kewajiban
melainkan juga yang dijalankan demi kewajiban.
konsekwensinya maka akan menolak semua tindakan yang
bertentangan dengan kewajiban sebagai tindakan baik,
bahkan sekalipun tindakan itu berguna.
2. Etika Teleologi
• Teleologi berasal dari akar kata Yunani τέλος
, telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan 
λόγος, logos, perkataan. (Henk ten Napel.2009:
306)
• Teleologi adalah ajaran yang menerangkan
segala sesuatu dan segala kejadian menuju
pada tujuan tertentu. (Drs. R. Soedarmo.2010:
93)
• Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf
jerman abad 18 dimana Teologi merupakan sebuah studi
tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan,
rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran,
arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses
perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah
studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan
di alam maupun dalam sejarah. 
• Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius
tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di
luar manusia. (Robert Audi.1995: 859 dan Russ Bush.1994: 312)
• Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai
pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan
dilakukan. Perbedaan besar nampak antara teleologi
dengan deontologis. 
• Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan
prinsip keduanya. Dalam  deontologi, kita akan melihat
sebuah prinsip benar dan salah. Namun, dalam teleologi
bukan itu yang menjadi dasar, melainkan baik dan
jahat. Ketika hukum memegang peranan penting dalam
deontologi, bukan berarti teleologi mengacuhkannya.
• Teleologi mengerti benar mana yang benar,
dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran
yang terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan
dan akibat. 
• Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut
hukum, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat
baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran
teleologis dapat menimbulkan bahaya
menghalalkan segala cara. 
• Dengan demikian tujuan yang baik harus diikuti
dengan tindakan yang benar menurut hukum. Hal
ini membuktikan cara pandang teleologis tidak
selamanya terpisah dari deontologis. 
• Perbincangan "baik" dan "jahat" harus diimbangi
dengan "benar" dan "salah". Lebih mendalam lagi,
ajaran teleologis ini dapat menciptakan hedonisme,
ketika "yang baik" itu dipersempit menjadi "yang
baik bagi saya". (Eka Darmaputera.1993: 11-4)
• Etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu,
atau berdasarkan akibat yang di timbulkan oleh tindakan itu.
• Dalam teori ini suatu tindakan dinilai baik, ketika tujuannya
baik atau ketika akibat yang ditimbulkan baik dan berguna.
• Etika teleologi lebih situasional, karena tujuan dan akibat
suatu tindakan bisa sangat tergantung/relatif pada sitausi
tertentu. Sehingga dalam pandangan teori ini setiap norma
dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam
setiap situasi sebagaimana dalam pandangan etika
deontologi.
Contoh Kasus
• Joni telah menikah dengan jena sejak lima tahun yang
lalu, keduanya belum dikaruniai anak, entah masalah
keturunan, dalam perjalanan pernikahan keduanya,
diduga jena selingkuh dengan sebut saja Alex. Joni
mengetahui kasus perselingkuhan tersebut, merasa gusar
dan marah, Joni berkonsultasi dengan pekerja sosial.
Karena sangat membenci Alex, Joni sempat berkata pada
pekerja sosial, “ apabila suatu saat saya bertemu dengan
Alex, akan saya bunuh dia”
• Bagaimana kasus tersebut dalam pandangan nilai dan
etika dalam pekerjaan sosial?
• Deontologis:
Dalam pekerjaan sosial menjaga kerahasiaan (Confidentiality) dan
menghargai keputusan klien (Self Determination) adalah suatu prinsip
etik yang harus ditegakkan. Sehingga dalam pandangan etika deontologi
pekerja sosial dalam menjaga rahasia keluarga tersebut dan memberikan
keleluasaan kepadanya untuk berbuat sesuai keputusannya (membunuh
alex) dapat dibenarkan, karena baik atau buruk tindakan berdasar etika
deontologi bukan didasarkan kepada akibat perbuatan tersebut yang
dapat membahayakan nyawa manusia lainnya tetapi perbuatan itu
sendiri. Sehingga menerapkan prinsip kerahasiaan dan self
determination sudah menjadi keharusan bagi pekerja sosial.
• Teologis
Dalam kasus perselingkuhan tersebut, ukuran baik buruk dari tindakan
pekerja sosial bukan didasarkan kepada kepatuhannya menjalankan
prinsip-prinsip etik semata. Namun juga mempertimbangkan tentang
keselamatan Alex. Jadi dalam kasus ini prinsip kerahasiaan dan self
determination tidak selalu dianggap baik karena ditentukan oleh
keselamatan orain lain. (Alex), sebagai dampak dari kasus tersebut.
Nilai dan Etika Dalam Praktik Pekerjaan Sosial

• Berikut merupakan hal-hal yang berkaitan dengan


nilai dan etika pekerjaan sosial menurut IKATAN
PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL INDONESIA (IPSPI)

1. Misi Pekerjan Sosial


a. Meningkatkan kesejahteraan manusia
b. Kebutuhan dasar manusia
c. Pemberdayaan masyarakat kelompok rentan, tertindas
dan hidup dalam kemiskinan
d. Memperhatikan kekuatan lingkungan
Tujuan Kode Etik
Mengidentifikasi nilai-nilai utama

Mengakomodir prinsip-prinsip etis yang luas

Membantu pekerja sosial mengatasi permasalahan etika yang tidak


menentu

Memberikan standar etika perilaku

Memperkenalkan kepada pekerja sosial yang baru tentang misi-misi


pekerjaan sosial, nilai-nilai, prinsip etik dan standar etika
Menuangkan standar ke dalam bahasa dan peraturan dalam menghadapi
pelanggaran-pelanggaran
Nilai Dasar dalam Praktik
Pekerjaan Sosial
Social justice (Keadilan Sosial)

Service (Pelayanan)

Dignity And Worth Of The Person (harkat & martabat manusia

Importance Of Human Relationships (pentingnya relasi manusia)

Integrity (integritas)

Competence (kompetensi)
PRINSIP-PRINSIP ETIK I
NILAI
• Pelayanan (Service)

PRINSIP ETIK
• Membantu orang lain yang membutuhkan dan mengatasi
masalah sosial di atas kepentingan pribadi.
• Memanfaatkan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan
untuk membantu orang yang membutuhkan dan untuk
mengatasi masalah sosial.
• Mendorong untuk menjadi sukarelawan tanpa mengharapkan
keuntungan finansial yang signifikan (pro bono layanan).
PRINSIP-PRINSIP ETIK II
NILAI
• Keadilan Sosial (Social Justice)

PRINSIP ETIK
• Melawan ketidakadilan sosial
• Mengadvokasi perubahan sosial, terutama dengan dan atas nama individu &
kelompok rentan, tertindas,dll
• Mengupayakan perubahan sosial terutama pada isu-isu kemiskinan,
pengangguran, diskriminasi, dan bentuk-bentuk ketidakadilan sosial.
• Mempromosikan kepekaan terhadap penindasan dan keragaman budaya dan
etnis.
• Menjamin akses ke informasi yang dibutuhkan, pelayanan, dan sumber daya;
kesetaraan kesempatan; dan partisipasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan bagi semua orang.
PRINSIP-PRINSIP ETIK III
NILAI
• Harkat dan martabat manusia (Dignity & Worth Of The Person)

PRINSIP ETIK
• Menghormati harkat, martabat dan nilai yang melekat pada seseorang
• Memperlakukan setiap orang dgn kepedulian, dan rasa hormat, sadar akan perbedaan
setiap individu serta keragaman budaya dan etnis.
• Mempromosikan tanggung jawab sosial klien dalam mengambil keputusannya sendiri
• Meningatkan kapasitas klien untuk melakukan sendiri perubahan sesuai dengan
kebutuhannya
• Menyadari tanggung jawab mereka kepada klien dan masyarakat yang lebih luas.
• Menyelesaikan konflik antara kepentingan klien dan kepentingan masyarakat yang
lebih luas dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial sesuai dengan nilai-nilai,
prinsip-prinsip etika, dan standar etika profesi.
PRINSIP-PRINSIP ETIK IV
NILAI
• Pentingnya Hubungan Manusia (Importance Of Human Relationships)

PRINSIP ETIK
• Mengakui pentingnya hubungan manusia
• Memahami bahwa hubungan antara orang-orang adalah sarana penting
untuk melakukan perubahan.
• Melibatkan orang-orang sebagai mitra dalam proses pertolongan.
• Memperkuat hubungan antara orang-orang dalam upaya
mempromosikan, memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan
kesejahteraan individu, keluarga, kelompok sosial, organisasi, dan
masyarakat.
PRINSIP-PRINSIP ETIK V
NILAI
• Integritas (integrity)

PRINSIP ETIK
• Pekerja sosial harus berperilaku dengan cara yang dapat
dipercaya
• Pekerja sosial terus-menerus menyadari misi profesi, nilai-nilai,
prinsip-prinsip etika, dan standar etika dan praktek secara
konsisten.
• Pekerja sosial bertindak jujur ​dan bertanggung jawab dan
mempromosikan praktek etika dari organisasi yg mjd afiliasi
mereka
PRINSIP-PRINSIP ETIK VI

NILAI
• Kompetensi (Competence)

PRINSIP ETIK
• Pekerja sosial harus melakukan praktik peksos dalam wilayah
kompetensi serta dgn mengembangkan keahlian profesionalnya
• Pekerja sosial terus berupaya untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan profesional mereka dan menerapkannya dalam
praktik.
• Pekerja sosial harus memberikan berkontribusi pada basis
pengetahuan profesi.
STANDAR- STANDAR ETIKA
TANGGUNG JAWAB ETIKA TANGGUNGJAWAN ETIKA TANGGUNG JAWAB ETIKA
PEKERJA SOSIAL PEKS0S TERHADAP PEKSOS
TERHADAP KLIEN KOLEGA DI TEMPAT PRAKTIK
• Komitmen kepada klien • Saling menghargai • Pengawasan dan
• Penentuan Diri Sendiri • Kerahasiaan Konsultasi
• Penjelasan & • Kerjasama interdisipliner • Pendidikan dan Pelatihan
Persetujuan • Sengketa melibatkan • Evaluasi kinerja
• Kompetensi kolega • Pencatatan klien
• Kompetensi Budaya & • Konsultasi • Pembiayaan
Keberagaman Sosial • Rujukan untuk layanan • Merujuk klien
• Konflik Kepentingan • Hubungan seksual • Administrasi
• Pribadi & Kerahasiaan • Pelecehan seksual • Melakukan Pendidikan &
• Hubungan Seksual • Menjatuhkan Kolega Pengembangan Staf
• Pelecehan Seksual • Ketidakmampuan kolega • Komitmen
• Perilaku tidak etis kolega
TANGUNG JAWAB ETIK
TANGGUNG JAWAB ETIKA
TANGGUNG JAWAB ETIK PEKSOS TERHADAP
PEKSOS SEBAGAI SEORANG
PROFESI PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT
PROFESIONAL
YANG LEBIH LUAS
• Kompetensi • Integritas Profesi • Kesejahteraan Sosial
• Diskriminasi • Evaluasi & Riset (Penelitian) • Partisipasi Masyarakat
• Perilaku pribadi • Aksi Politik & Sosial
• Ketidakjujuran, Penipuan
• Kelemahan
• Misrepresentation
• Permohonan
RELASI PERTOLONGAN PROFESIONAL

Kepercayaan &
Saling Objektifitas
Menghargai

Menghubungkan
Mengutamakan
Klien dengan
Perubahan Klien
Sistem Sumber
PRINSIP-PRINSIP UMUM
PEKERJA SOSIAL
Acceptance (Penerimaan)

Non-judgemental Attitude (Sikap tidak Menilai)

Client Self Determination (Menentukan Diri Sendiri)

Individualization (Individualisasi)

Controlled Emotional Involvement (Melibatkan Kontrol Emosional)

Purposeful Expression of Feelings (Mengekspresikan Tujuan & Perasan)

Confidentiality (Kerahasiaan)

Anda mungkin juga menyukai