Anda di halaman 1dari 9

Pengantar Laboratorium

Farissa Nayla Azkiya


Sarjana Terapan
Teknologi Laboratorium Medis
Larutan Sekunder
Larutan sekunder adalah jenis larutan yang dibuat dengan melarutkan satu atau lebih zat dalam
larutan lain yang sudah ada sebelumnya. Dalam proses pembuatannya, zat yang akan dilarutkan
disebut sebagai "solute" (zat terlarut), sedangkan larutan yang sudah ada sebelumnya dan digunakan
untuk melarutkan zat tersebut disebut "pelarut" atau "larutan primer.“

Larutan sekunder umumnya dibuat ketika konsentrasi atau jumlah zat tertentu yang diinginkan tidak
dapat langsung diperoleh dari bahan kimia murni. Dalam hal ini, larutan sekunder disiapkan dengan
mencampurkan atau melarutkan zat terlarut dalam pelarut yang sudah diketahui sifat dan
konsentrasinya.

Larutan sekunder memiliki konsentrasi yang lebih rendah daripada larutan primer karena volume
pelarut yang lebih besar. Oleh karena itu, proses pembuatan larutan sekunder memerlukan
perhitungan yang cermat untuk mencapai konsentrasi yang diinginkan.

Larutan sekunder memiliki berbagai aplikasi dalam berbagai bidang, termasuk dalam kimia analitik,
percobaan laboratorium, proses industri, dan banyak lagi. Contohnya termasuk persiapan larutan
standar untuk analisis kimia, pembuatan larutan dengan konsentrasi yang tepat untuk reaksi kimia
tertentu, dan pengenceran larutan yang terlalu pekat untuk digunakan dalam eksperimen atau aplikasi
lainnya.
Contoh Larutan Sekunder
1. Larutan Garam Dalam Air (Larutan Salinitas):
Larutan garam dapur (NaCl) dalam air laut. Air laut adalah larutan primer yang mengandung
berbagai zat terlarut, termasuk garam dapur. Larutan garam dapur dalam air laut dapat
dianggap sebagai larutan sekunder karena garam dapur (solute) dilarutkan dalam air laut
(larutan primer).
2. Larutan Pupuk Dalam Air:
Larutan pupuk nitrogen (amonia) dalam air. Amonia (NH3) adalah zat terlarut yang dapat
dilarutkan dalam air untuk membentuk larutan pupuk. Air bertindak sebagai larutan primer
dalam contoh ini.
3. Larutan Asam Dalam Air:
Larutan asam sulfat (H2SO4) dalam air. Asam sulfat adalah zat terlarut yang dilarutkan dalam
air untuk membentuk larutan asam. Air berfungsi sebagai larutan primer.
4. Larutan Alkali Dalam Air:
Larutan natrium hidroksida (NaOH) dalam air. Natrium hidroksida adalah zat terlarut yang
dapat dilarutkan dalam air untuk membentuk larutan alkali. Air bertindak sebagai larutan primer
dalam contoh ini.
5. Larutan Ekstrak Tumbuhan Dalam Pelarut:
Larutan ekstrak daun teh dalam etanol. Daun teh adalah zat terlarut yang dapat diekstraksi
dengan pelarut etanol, yang bertindak sebagai larutan primer.
Larutan Baku Primer
Larutan Standar Primer (Larutan Baku Standar): Larutan standar primer adalah larutan yang memiliki
konsentrasi atau komposisi zat tertentu yang diketahui dengan sangat tepat. Larutan ini digunakan
sebagai acuan dalam berbagai analisis kimia, percobaan laboratorium, atau kalibrasi peralatan.

Contoh paling umum dari larutan standar primer adalah larutan standar dengan konsentrasi yang
diketahui secara tepat, biasanya diukur dalam molaritas (mol per liter) atau normalitas (ekivalen per liter).
Misalnya, larutan standar primer dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi asam atau basa dalam
larutan yang tidak diketahui, mengkalibrasi alat spektrofotometri, atau dalam analisis titrasi.

Larutan standar primer harus dipersiapkan dengan sangat hati-hati dan presisi tinggi, menggunakan
bahan kimia murni yang berkualitas tinggi dan teknik laboratorium yang tepat. Pengukuran konsentrasi
larutan standar primer biasanya dilakukan dengan menggunakan metode analisis kimia yang akurat dan
dapat diandalkan.

Saat menggunakan larutan standar primer, konsentrasi atau komposisi zat di dalamnya dianggap sebagai
nilai yang tepat, dan larutan ini menjadi acuan atau patokan dalam menentukan konsentrasi atau sifat zat
dalam percobaan atau analisis yang dilakukan.
Syarat Larutan Baku Primer
1. Kemurnian Tinggi: Bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan baku primer harus memiliki
kemurnian yang tinggi. Kontaminasi atau impuritas dalam bahan kimia dapat menyebabkan
ketidakakuratan dalam pengukuran konsentrasi larutan baku primer.
2. Konsentrasi Tepat: Larutan baku primer harus memiliki konsentrasi yang diketahui dengan sangat tepat.
Konsentrasi biasanya diukur dalam molaritas (mol per liter) atau normalitas (ekivalen per liter).
3. Stabilitas: Larutan baku primer harus stabil dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat digunakan
untuk kalibrasi atau analisis berulang tanpa mengalami perubahan yang signifikan dalam konsentrasi
atau sifatnya.
4. Dapat Dibuat Ulang (Reproducible): Larutan baku primer harus dapat dipersiapkan ulang dengan hasil
yang konsisten dan tepat setiap kali dibuat ulang. Ini penting untuk menghindari ketidakpastian dalam
analisis dan pengukuran
5. Pelarut yang Tepat: Larutan baku primer harus diencerkan atau diencerkan dengan menggunakan
pelarut yang cocok untuk aplikasi tertentu. Pelarut harus dipilih agar tidak bereaksi atau membentuk
ikatan dengan zat terlarut yang dapat mempengaruhi konsentrasi larutan baku primer.
6. Dilengkapi dengan Data Teknis: Setiap larutan baku primer harus disertai dengan data teknis yang
tepat dan lengkap, termasuk metode persiapan, konsentrasi yang diukur secara tepat, stabilitas, dan
keterangan lain yang relevan.
7. .Pengukuran Konsentrasi yang Tepat: Konsentrasi larutan baku primer harus diukur menggunakan
metode analisis kimia yang akurat dan dapat diandalkan untuk memastikan ketepatan penggunaan
sebagai acuan dalam berbagai analisis atau kalibrasi.
Larutan Indikator
Larutan indikator adalah larutan kimia yang mengandung senyawa atau zat kimia tertentu
yang berubah warna tergantung pada sifat kimiawi dari larutan lain yang akan diuji.

Larutan indikator digunakan dalam analisis kimia dan dalam berbagai eksperimen untuk
mengidentifikasi atau menentukan karakteristik tertentu dari suatu larutan.

Indikator bekerja berdasarkan perubahan warna yang terjadi akibat perubahan pH atau
sifat asam-basa dalam larutan yang diuji. Setiap indikator memiliki titik perubahan warna
yang spesifik yang terjadi pada pH tertentu. Misalnya, indikator mungkin berubah warna
ketika larutan berada dalam keadaan asam (pH rendah), netral, atau basa (pH tinggi).

Contoh umum dari larutan indikator adalah fenolftalein, metil jingga, metil oranye,
bromtimol biru, dan fenol merah. Setiap indikator memiliki titik perubahan warna yang
berbeda, yang memungkinkan mereka untuk digunakan dalam berbagai jenis analisis dan
penentuan pH.
Larutan Indikator
Larutan indikator sering digunakan dalam titrasi, suatu metode
analisis kimia yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu
zat dalam larutan dengan menggunakan reaksi kimia yang diketahui
sebelumnya. Dengan memantau perubahan warna larutan saat
dititrasi dengan larutan standar yang diketahui konsentrasinya, kita
dapat menentukan titik ekivalensi reaksi, di mana reaksi kimia
seimbang dan konsentrasi zat yang diukur dapat dihitung.

Penting untuk memilih indikator yang sesuai untuk analisis atau


eksperimen tertentu, serta memastikan bahwa larutan indikator yang
digunakan memiliki kualitas dan kemurnian yang tepat untuk
memberikan hasil yang akurat.
Larutan Buffer
Larutan buffer adalah larutan kimia yang dirancang khusus untuk
menjaga pH (derajat keasaman atau kebasaan) dalam larutan tetap
relatif konstan, bahkan ketika ditambahkan zat asam atau basa ke
dalamnya. Buffer sangat penting dalam berbagai aplikasi laboratorium,
penelitian, dan industri karena mereka membantu menjaga kondisi
lingkungan yang stabil untuk reaksi kimia yang diinginkan.

Larutan buffer terdiri dari campuran zat atau senyawa yang bersifat
asam dan basa lemah. Pasangan asam-basa lemah ini bekerja
bersama untuk menetralkan perubahan pH yang mungkin terjadi dalam
larutan. Ketika zat asam atau basa kuat ditambahkan ke dalam larutan
buffer, reaksi antara asam-basa lemah dalam buffer akan
mengkonsumsi asam atau basa tersebut dan menghindari perubahan
pH yang besar.
Larutan Buffer

Buffer umumnya digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam


biokimia, analisis kualitatif dan kuantitatif, serta dalam berbagai teknik
laboratorium seperti elektroforesis, kromatografi, dan reaksi enzimatik.
Beberapa contoh buffer yang umum digunakan adalah fosfat buffer (pH 6-
8), asetat buffer (pH 4-6), dan Tris-HCl buffer (pH 7-9).

Ketika mempersiapkan larutan buffer, perlu memilih pasangan asam-basa


lemah dengan pKa (konstanta asam-basa) yang mendekati pH target
untuk memastikan efektivitas buffer dalam menjaga pH tetap stabil.
Larutan buffer juga harus dipersiapkan dengan menggunakan bahan kimia
yang murni dan teknik laboratorium yang tepat untuk memastikan kualitas
dan ketepatan hasilnya.

Anda mungkin juga menyukai