Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK I

PERCOBAAN V
BUFFER DAN KAPASITAS BUFFER

OLEH :
NAMA

: B. MIRNA AYU EKA PUTRI

NIM

: O1A114166

KELAS

: FARMASI D

KELOMPOK

: II

ASISTEN

: EDI MURSIDI, S.FARM.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
BUFFER DAN KAPASITAS BUFFER

A. TUJUAN
Tujuan pada percobaan ini adalah memperkenalkan cara pembuatan buffer
dan penetapan pH larutan, serta penentuan kapasitasnya.
B. LANDASAN TEORI
Beberapa penelitian tentang pH dan kapasitas penyangga menunjukkan
signifikasi hubungan antara pH dan kapasitas penyangga dengan keteguhan rekat
beberapa produk komposit dari beberapa jenis perekat. Penentuan kapasitas
penyangga ini mengacu pada metode yang dilakukan oleh Johns dan Niazi
(Iswanto,et all, 2011).
Alkalinitas sebagai besaran kemampuan kapasitas buffer merupakan suatu
konsentrasi basa atau komponen yang mampu menetralisisasi keasaman dalam air.
Adanya alkalinitas dalam reaktor dengan konsentrasi tertentu dapat menjadi
penyangga (Buffer) agar pH tetap pada kondisi netral apabila terjadi penambahan
asam, sehingga kesetimbangan proses secara keseluruhan dapat tetap berjalan
dengan normal (Padmono, 2007).
Larutan standar biasanya diteteskan dari suatu buret ke dalam suatu
erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi
selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna
Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena
penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan
warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi
seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya
selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi (Sukmariah, 1990).

Larutan penyangga/buffer akan bekerja paling baik dalam mengendalikan


pH pada harga pH yang hampir sama dengan pKa komponen asam atau basa,
yaitu ketika garam sama dengan asam. Ini dapat ditunjukkan dengan menghitung
kemampuan penyangga untuk menahan perubahan pH, yang dikenal dengan
kapasitas penyangga. Kapasitas penyangga didefinisikan sebagai jumlah mol per
liter asam atau basa monobasa kuat yang diperlukan untuk menghasilkan
peningkatan atau penurunan satu unit pH didalam larutan (Cairns, 2008).
Salisilat / Asam Asetil salisilat / C9H8O4 termasuk dalam golongan obat Anti
Inflamasi Non Steroid (AINS). Salisilat digunakan sebagai analgetik, antipiretik,
anti inflamasi, dan anti fungi.

Dosis salisilat yang sangat besar (30-60 g),

memerlukan dosis aktif karbon sangat besar untuk mengabsorpsi salisilat dan
mencegah desorpsi (Darsono, 2002).
Untuk memperoleh biosorben dengan kemampuan biosorpsi yang lebih
tinggi perlu dilakukan pengaktifan dengan menggunakan basa. Basa yang
digunakan adalah NaOH. Aktivasi ini bertujuan untuk meningkatkan luas
permukaan spesifiknya dan situs aktifnya (Sudiarta dan Sahara, 2011).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :

Batang pengaduk
Buret 50 ml
Erlenmeyer 250 ml
Filler
Gelas kimia 500 ml
Pipet tetes
Pipet ukur 25 ml
Pipet volume 25 ml
Statif dan klem
Timbangan analitik

2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :

Alkohol 70% (C2H5OH)


Aquades (H2O)
Asam salisilat (C7H6O3)
Indicator fenolftalein (C20H14O4)
Natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M
Natrium salisilat (C7H5NaO3)

D. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Phenolftalein 1%

Phenolftalein
-

Ditimbang 1 g
Dilarutkan dalam 50 ml alkohol
Diencerkan dengan aquadest hingga
100 ml

Indikator Phenolftalein
2. Larutan Asam salisilat 0,1 M dan Natrium Salisilat 0,1 M

Asam Salisilat

Ditimbang 1,6 g
Diencerkan hingga 100 ml

Larutan asam salisilat 0,1 M

Natrium Salisilat

Ditimbang 1,38 g
Diencerkan hingga 100 ml

Larutan natrium salsilat 0,1 M

3. Larutan Buffer
25 ml Natrium
Salisilat

Dimasukkan dalam Erlenmeyer


Ditambahkan 0,25 ml asam salisilat

Buffer pH 5

25 ml Natrium
Salisilat
-

Dimasukkan dalam Erlenmeyer


Ditambahkan 2,5 ml asam salisilat

Buffer pH 4

25 ml Natrium
Salisilat
-

Dimasukkan dalam Erlenmeyer


Ditambahkan 25 ml asam salisilat

Buffer pH 3

4. Kapasitas Buffer
Larutan Buffer pH 3

Dipipet 25 ml natrium salisilat dan

25 ml asam salisilat
Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
Ditetesi indicator fenolftalein
Dititrasi dengan NaOH 0,1 M
Diamati

Hasil?

Larutan Buffer pH 4

Dipipet 25 ml natrium salisilat dan

2,5 ml asam salisilat


Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
Ditetesi indicator fenolftalein
Dititrasi dengan NaOH 0,1 M
Diamati

Hasil?
Larutan Buffer pH 5

Hasil?

Dipipet 25 ml natrium salisilat dan

0,25 ml asam salisilat


Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
Ditetesi indicator fenolftalein
Dititrasi dengan NaOH 0,1 M
Diamati

E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel Hasil Pengamatan

No.
1

Perlakuan

Volume

Kapasitas

NaOH 0,1 M

Buffer

(ml)

(g. Eq/L)

29 ml

4,14

Buffer pH 3 +
Indikator
Fenolftalein +
NaOH

Gambar

Buffer pH 4 +
Indikator
3 ml

0,5

1 ml

0,2

Fenolftalein +
NaOH
Buffer pH 5 +

Indikator
Fenolftalein +
NaOH
2. Perhitungan
Kapasitas Buffer
1. Buffer pH 3
=

pH

Jumlah NaOH yang terpakai pada masingmasing pH


( pH akhir pH awal)

29 ml
(103)

= 4,14 g.Eq/L
2. Buffer pH 4
=

pH

Jumlah NaOH yang terpakai pada masingmasing pH


( pH akhir pH awal)

3 ml
(104)

= 0,5 g.Eq/L
3. Buffer pH 5
=

pH

Jumlah NaOH yang terpakai pada masingmasing pH


( pH akhir pH awal)

1ml
(105)

= 0,2 g.Eq/L

F. PEMBAHASAN
Menurut Arhenius, Asam adalah senyawa yang melepaskan ion H+ dalam
H2O sedangkan Basa adalah senyawa yang melepaskan ion OH - dalam H2O. Jika
asam dan basa tersebut dicampur atau disatukan akan menyebabkan ion H + dari
asam akan bereaksi dengan ion H- dari basa membentuk air. Ion negative sisa
asam dan ion positif basa akan bergabung membentuk senyawa ion yang disebut
garam. Oleh karena itu, reaksi asam basa disebut juga dengan reaksi
penggaraman. Jika Asam tersebut lemah dan dicampurkan dengan basa kuat akan
menghasilkan garam yang bersifat basa. Karena asam lemah akan mengion
sebagian sedangkan basa kuat sendiri akan terionisasi sempurna. Adapun rentang
pH antara asam dan basa yaitu asam memiliki pH < 7 dan basa memiliki pH > 7.
Larutan buffer dapat dibuat dengan berbagai cara. Salah satunya larutan buffer
asam dapat dibuat dengan cara mencampurkan sejumlah larutan asam lemah
dengan larutan basa konjugasinya secara langsung. Setelah reaksi selesai,
campuran dari larutan basa konjugasi yang terbentuk dan sisa larutan asam lemah
membentuk larutan buffer asam.
Larutan penyangga atau buffer merupakan larutan yang memiliki sifat
mempertahankan atau relatif tidak mengubah pH dengan adanya penambahan
sedikit asam, basa atau adanya pengenceran. Mekanisme larutan buffer
mempertahankan pH larutan adalah akibat pengaruh ion yang sama (common ion
effect). Sistem buffer merupakan larutan yang terbentuk dari hasil pencampuran
asam lemah atau basa lemah dengan garamnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pH larutan adalah penambahan garamgaram netral, pengenceran, dan temperature. Penambahan garam-garam netral dan

pengenceran dalam larutan dapar dapat mengubah pH larutan dengan berubahnya


kekuatan ion. Selain itu dalam factor pengenceran, jika dalam larutan dapar
ditambahkan air dalam jumlah banyak jika tidak merubah pH dapat juga
mengakibatkan penyimpangan positif dan negative sekalipun kecil sekali, hal ini
disebabkan karena air dapat bersifat asam lemah ataupun basa lemah. Nilai
pengenceran yang positif menunjukkan bahwa nilai pH akan naik akibat
pengenceran, sedangkan nilai pengenceran negative menunjukkan bahwa nilai pH
turun dengan adanya pengenceran dapar. Sedangkan untuk factor temperature,
Temperatur dapat berpengaruh terhadap larutan. Dalam hal ini terdapat istilah
koefisien temperature pH atau perubahan pH akibat pengaruh temperature. pH
larutan buffer meningkat dengan naiknya temperature, sebaliknya pH larutan akan
menurun ketika temperature turun.
Kapasitas buffer menyatakan kemampuan maksimum sistem buffer untuk
mempertahankan pH. Kapasitas Buffer adalah parameter kuantitatif yang
menunjukkan kekuatan (resistensi) untuk mempertahankan pH, yang diungkapkan
oleh persamaan van skyle yaitu = B/pH.
Titrasi merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang bertujuan untuk
menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui
agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis. Salah satu
contoh titrasi yaitu titrasi asam-basa, Titrasi yang melibatkan reaksi antara
senyawa asam dengan basa. Pada proses titrasi dapat menggunakan indikator
ataupun tidak. Keuntungan dengan menggunakan metode titrasi yaitu metode ini
maih digunakan secara luas karena merupakan metode yang tahan, murah,dan

mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi. Sedangkan untuk


kekurangannya yaitu metode ini kurang spesifik.
Indikator adalah senyawa organic yang ditambahnkan dalam sejumlah
kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna
sesuai dengan kondisi pH larutan tersebut. Pada percobaan ini digunakan indicator
phenolftalein. Tujuan menggunakan indicator phenolftalein ini adalah untuk
mengetahui titik akhir titrasi yaitu berupa perubahan warna maupun endapan pada
larutan, yaitu dari tidak berwarna menjadi warna merah jambu.
Percobaan kali ini sampel yang akan dititrasi dengan NaOH adalah larutan
buffer salisilat. Saat pengenceran, asam salisilat yang kami gunakan sukar larut
dalam air. Hal ini disebabkan karena asam salisilat memiliki gugus polar dan non
polar, dimana asam salisilat larut pada sebagian gugus polar dan sebagian non
polar, tetapi sukar larut dengan sempurna pada pelarut polar dan non polarnya
karena memiliki gugus tersebut, sehingga secara otomatis asam salisilat hanya
larut dalam alkohol dan eter.
Pada percobaan ini dilakukan analisis terhadap buffer dan kapasitas buffer.
Larutan buffer yang digunakan dibuat dari campuran antara asam salisilat (asam
lemah) dan natrium salisilat (basa konjugasi atau garam). Analisis yang pertama
yaitu pada larutan buffer dengan pH 3 (kandungan asam salisilatnya sebanyak 25
ml dan natrium salisilatnya sebanyak 25 ml) dititrasi dengan NaOH 0,1 M dengan
penambahan indicator fenolftalein sehingga didapatkan volume NaOH sebanyak
29 ml sampe titik akhir titrasi dan pH akhir larutan sebesar 10. Kapasitas buffer
untuk pH 3,didapatkan dengan cara membagi jumlah NaOH yang terpakai pada
titrasi pH 3 dengan perubahan pH akibat penambahan sejumlah reagen (pH).
Sehingga didapatkan kapasitas buffer pada pH 3 yaitu 4,14. Analisis yang kedua

yakni pada buffer dengan pH 4 (kandungan natrium salisilatnya lebih banyak


dibanding asam salisilatnya) dititrasi dengn larutan NaOH 0,1 M dengan
penambahan indicator fenolftalein sehingga didapatkan volume NaOH sebanyak 3
ml dan pH akhir larutan sebesar 10. Kapasitas buffer untuk pH 4,didapatkan
dengan cara membagi jumlah NaOH yang terpakai pada titrasi pH 4 dengan
perubahan pH akibat penambahan sejumlah reagen (pH). Sehingga didapatkan
kapasitas buffer pada pH 4 yaitu 0,5. Analisis yang ketiga yakni pada buffer
dengan pH 5 (kandungan natrium salisilatnya lebih banyak dibanding asam
salisilatnya) dititrasi dengn larutan NaOH 0,1 M dengan penambahan indicator
fenolftalein sehingga didapatkan volume NaOH sebanyak 1 ml dan pH akhir
larutan sebesar 10. Kapasitas buffer untuk pH 5, didapatkan dengan cara membagi
jumlah NaOH yang terpakai pada titrasi pH 5 dengan perubahan pH akibat
penambahan sejumlah reagen (pH). Sehingga didapatkan kapasitas buffer pada
pH 5 yaitu 0,2.
Percobaan buffer dan kapasitas buffer ini bermanfaat dalam bidang
farmasi. Dalam bidang farmasi, buffer banyak digunakan pada medical care dan
pembuatan obat-obatan. Contoh yang lazim menggunakan buffer adalah seperti
dalam menetralkan darah atau biasanya pada kasus keracunan. Selain itu dalam
pembuatan obat-obatan, banyak zat aktif yang harus berada dalam keadaan pH
stabil dan juga berguna dalam menentukan pH suatu obat yang bersifat asam
ataupun basa. Misalnya untuk obat-obat sakit maag. Oleh karena itu, titrasi
sangatlah penting dalam bidang farmasi.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
buffer dapat dibuat dengan mencampurkan sejumlah larutan asam lemah dengan
basa konjugasinya atau mencampurkan larutan basa lemah dengan basa
konjugasinya, dengan pengukuran pH larutan menggunakan pH meter atau kertas
pH. Penentuan kapasitas buffer dilakukan untuk menunjukkan kekuatan larutan
dalam mempertahankan pH. Pada percobaan ini didapatkan kapasitas buffer
untuk pH 3 sebesar 4,14 g.Eq/L, untuk pH 4 sebesar 0,5 g.Eq/L, dan untuk pH 5
sebesar 0,2 g.Eq/L.

DAFTAR PUSTAKA
Cairns, D. 2008. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. EGC. Jakarta.
Darsono, L., 2002, Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol, JKM,
Vol.2 (1).

Iswanto,A. H., 2011, Keasaman dan Kapasitas Penyangga Beberapa Jenis Kayu
Tropis, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan,Vol.4 (1).
Padmono, D., 2007 Kemampuan Alkalinitas Kapasitas Penyanggan (Buffer
Capacity) dalam Sistem Anaerobik Fixed Bed, J. Tek.Ling, Vol.8 (2).
Sudiarta I W. dan Emmy S., 2011, Biosorpsi Cr(III) Pada Biosorben Serat Sabut
Kelapa Teraktivasi Sodium Hidroksida (NaOH), JURNAL KIMIA, Vol.5 (2).
Sukmaria., 1990, Kimia Kedokteran, Edisi 2, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai