Anda di halaman 1dari 6

Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan standar

yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan yang telah diketahui

konsentrasinya secara pasti (larutan standar), ditambahkan secara bertahap kelarutan lain yang

konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung

sempurna. Sebelum basa ditambahkan harga pH adalah larutan asam kuat, sehingga pH <7 dan

ketika basa ditambahkan sebelum titik ekivalen, harga pH ditentukan oleh asam lemah. Pada titik

ekivalen jumlah basa yang ditambahkan secara stokiometri ekivalen terhadap jumlah asam yang

ada. Oleh karena itu pH ditentukan oleh larutan garam (pH=7). Titik ekivalen dalam titrasi

adalah titik keadaan (kuantitas) asam-basa dapat ditentukan secara stokiometri (Chandra, 2012).

Larutan buffer adalah semua larutan yang pH-nya dapat dikatakan tetap, walaupun

ditambahkan sedikit asam atau basa. Biasanya, larutan buffer mengandung asam lemah beserta

basa lemah konjugatnya dalam konsentrasi yang hampir sama. Larutan buffer berperan besar

dalam mengontrol kelarutan ion-ion dalamlarutan sekaligus mempertahankan pH dalam proses

biokimia dan fisiologis (Oxtoby, 2001).

Buffer dapat digunakan dalam melihat rentang asam/basa, melalui diagram potensial-pH

tidak dapat mencakup seluruh daerah pH, karena terbatasi oleh trayek rentang pH sistem buffer.

Walaupun demikian, rentang pH 3,22-9,03 adalah salah satu daerah pH penting dalam kajian

korosi baja karbon, karena daerah itu meliput sebagian besar daerah peralihan korosi aktif ke

keadaan pasif (Bundjali, 2004).

kapasitas buffer yang besar, pada kondisi larutan yang lewat jenuh, partikel-partikel

produk korosi dapat terbentuk lebih seragam. Partikel-partikel tersebut mampu membentuk

lapisan pelindung yang lebih rapat sehingga meminimalisi serangan spesi korosif terhadap

permukaan logam. Sebaliknya, pada kapasitas buffer yang rendah, perbedaan pH antara sisi
anodik dan katodik cukup tinggi. Tingginya perbedaan pH tersebut menyebabkan perbedaan

potensial antara sisi anodik dan katodik semakin tinggi sehingga proses korosi berlangsung

semakin cepat ( Santoso, 2011 ).

Larutan dapar seringkali dipakai dibidang farmasi, khususnya dalam pembuatan larutan

obat mata (ophthalmic solution). Dapar dapat juga dipakai dalam penetapan pH dengan cara

kolorimetri dan untuk studi penelitian yang memerlukan pH yang konstan (Martin, 1990).

Larutan buffer adalah larutan yang mempunyai pH yang sangat stabil bahkan bila

ditambahkan sedikit asam atau basa pH larutan tersebut tidak berubah secara signifikan.

Farmasis sering menggunakan larutan buffer untuk mengatur pH sebuah reaksi dalam pembuatan

suatu obat. Larutan penyangga secara sederhana dibuat dengan mencampurkan asam lemah

dengan basa konjugatnya atau larutan penyangga juga dapat dibuat dengan mencampurkan basa

lemah dengan asam konjugatnya. Larutan penyangga bekerja secara bereaksi dengan asam atau

basa yang ditambahkan untuk mengendalikan pH.

Kapasitas buffer adalah suatu ukuran kemampuan larutan penyangga dalam

mempertahankan pH-nya dan tergantung dari konsentrasi komponen-komponen yang ada dalam

larutan tersebut baik secara absolut maupun secara relatif.

Titrasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu

larutan. Caranya adalah dengan menetesi larutan yang akan dicari konsentrasinya (analit) dengan

sebuah larutan hasil standarisasi yang sudah diketahui konsentrasi dan volumenya (titrant).

Tetesan titrant dihentikan ketika titik ekuivalen telah tercapai. Titik ekuivalen adalah titik

dimana titrant dan analit tepat bereaksi atau jumlah volume larutan titrant dengan mol tertentu

telah sama dengan mol larutan analit. Titik akhir titrasi ditentukan dengan menggunakan larutan
indikator. Indikator ini akan berubah warna jika volume larutan titrant yang menetesi analit

berlebih atau dengan kata lain saat larutan analit sudah bereaksi semua.

Metode titrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metode titrasi masih digunakan

secara luas karena merupakan metode yang tahan, murah, dan mampu memberikan ketepatan

(Presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah bahwa metode titrasi kurang spesifik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pH larutan dapar yaitu penambahan garam-garam

netral ke dalam larutan dapar dapat mengubah pH larutan dengan berubahnya kekuatan ion.

Perubahan kekuatan ion dan pH dapar dapat pula disebabkan oleh pengenceran. Penambahan air

dalam jumlah cukup, jika tidak mengubah pH dapat mengakibatkan penyimpangan positif atau

negatif sekalipun kecil sekali, karena air selain dapat mengubah nilai koefisien kereaktifan ia

juga dapat bertindak sebagai asam lemah atau basa lemah.

Percobaan ini menggunakan alkohol 96 % untuk melarutkan sampel. Alkohol 96 %

merupakan cairan yang mengandung 96 % etil alkohol (CH3CH2OH) dan 4 % air. Kalau alkohol

100%, dia tidak akan stabil dan tidak bisa disimpan dalam botol reagen soalnya alkohol mudah

menguap. Makanya, alkohol harus dilarutkan dulu dalam air. Umumnya senyawa pekat yang

mudah menguap harus dilarutkan dalam air terlebih dahulu. Etanol dapat larut dalam air dengan

segala perbandingan. Antara molekul etanol dengan molekul air akan mengalami interaksi yang

cukup kuat. Interaksi ini cenderung lebih kuat dibandingkan gaya antar molekul etanol sendiri.

Kuatnya interaksi antara etanol dengan air disebabkan adanya gugus –OH yang terdapat di

dalamnya. Gugus –OH ini yang menyebabkan etanol bersifat hidrofilik (suka air). Meskipun di

dalam molekul etanol sendiri terdapat rantai hidrokarbon (CH3CH2-) yang juga menyebabkan

interaksi antar molekul etanol sendiri, tapi interaksi itu tidaklah terlalu sekuat antara air dan
etanol. Akhirnya, etanol dan air dapat larut sempurna. Inilah yang merupakan prinsip like

dissolve like.

Reaksi antara asam salisilat yang merupakan asam lemah ditambah dengan larutan NaOH

sebagai konjugasinya akan mengalami suatu reaksi kimia, yang perubahannya terdapat pada

warna pada saat dititrasi dan berdampak juga pada kestabilan pH yang secara otomatis berubah

serta menghasilkan garam ( natrium salisilat ) ditambah dengan H2O. Jika dituliskan dalam

persamaan reaksi, maka dituliskan reaksinya sebagai berikut:

C7H6O3 + NaOH C7H5NaO3 + H2O-

Penambahan larutan NaOH pada sampel memiliki suatu reaksi, yang dimana larutan

NaOH memiliki zat yang bereaksi biasanya mengalami penurunan dan kenaikan pH tergantung

pada jenis reaksi yang berlangsung. Dalam kondisi tertentu, penurunan dan kenaikan pH yang

terjadi akan dapat menyebabkan hasil reaksi yang tidak di inginkan, karena itu kestabilan pH

harus dipertahankan. Disinilah peran larutan penyangga atau larutan NaOH di perlukan. Susunan

larutan penyangga yang seperti ini memungkinkan larutan penyangga untuk menetralkan asam

atau basa dari luar.

Fungsi penambahan indikator fenoftalein untuk mengetahui terjadinya suatu

titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada larutan.Indikator

PP dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutan basa dimana

indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah muda akibat dari perubahan

pH larutan pada saat penitrasian.

Percobaan buffer dan kapasitas buffer ini dilakukan proses pembuatan buffer, penetapan

pH larutan dan penentuan kapasitas dari larutan buffer. Percobaan dilakukan menggunakan
buffer salisilat yang merupakan campuran dari Asam Salisilat (C7H6O3) dan Natrium Salisilat

(C7H5NaO3) serta NaOH sebagai titran.

Percobaan pertama yaitu buffer dengan pH 3 ditambahkan indikator Fenolftalein dan

dititrasi dengan NaOH. Digunakan indikator Fenolftalein bertujuan untuk mengetahui lebih jelas

batas titrasi yang terjadi, ditandai dengan perubahan warna dari warna bening menjadi merah

muda. Dilakukan hal yang sama pada buffer pH=4 dan buffer pH=5. Setelah dititrasi dan

dihitung kapasitasnya diperoleh kapasitas buffer pH=3 sebesar 9,6 g. Eq/L, buffer pH=4 sebesar

1,5 g. Eq/L dan buffer pH=5 sebesar 0,75 g. Eq/L.

Buffer pada bidang farmasi banyak digunakan untuk menetralkan darah atau biasanya

pada kasus keracunan. Dalam bidang Farmasi (obat-obatan) banyak zat aktif yang harus berada

dalam keadaan pH stabil. Perubahan pH akan menyebabkan khasiat zat aktif tersebut berkurang

atau hilang sama sekali. Untuk obat suntik atau obat tetes mata, pH obat-obatan tersebut harus

disesuaikan dengan pH cairan tubuh. pH untuk obat tetes mata harus disesuaikan dengan pH air

mata agar tidak menimbulkan iritasi yang mengakibatkan rasa perih pada mata. Contoh obat

tetes mata yang beredar dipasaran yaitu Insto. Begitu juga obat suntik harus disesuaikan dengan

pH darah agar tidak menimbulkan alkalosis atau asidosis pada darah. Perubahan pH pada larutan

obat dapat merusak komposisi, fungsi, dan efektivitas obat tersebut. Oleh karena itu, obat-obatan

dalam bentuk larutan sering kali bertindak sebagai sistem penyangga bagi obat itu sendiri untuk

mempertahankan kadar larutan obat tetap berada dalam trayek pH tertentu.

Larutan Penyangga pada Obat-Obatan yaitu asam asetilsalisilat merupakan komponen

utama dari tablet aspirin, merupakan obat penghilang rasa nyeri. Adanya asam pada aspirin dapat

menyebabkan perubahan pH pada perut. Perubahan pH ini mengakibakan pembentukan hormon,

untuk merangsang penggumpalan darah, terhambat; sehingga pendarahan tidak dapat


dihindarkan. Oleh karena itu, pada aspirin ditambahkan MgO yang dapat mentransfer kelebihan

asam.

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Larutan buffer

adalah larutan yang terdiri dari garam dengan asam lemahnya atau garam dengan basa lemahnya.

Penentuan kapasitas buffer dilakukan untuk menunjukkan kekuatan larutan dalam

mempertahankan pH, pada larutan buffer pH=3 diperoleh kapasitas buffer sebesar 9,6 g.Eq/L,

pada larutan buffer pH=4 diperoleh kapasitas buffer sebesar 1,5 g.Eq/L, dan pada larutan buffer

pH=5 diperoleh kapasitas buffer sebesar 0,75 g.Eq/L.

DAFTAR PUSTAKA

Bundjali, B., N. M. Surdia, Oei B. L., Bambang A., 2004, Konstruksi Diagram Potensial pH untuk Baja

Karbon dalam Buffer Asetat secara Potensiodinamik Eksperimental, Jurnal Matematika dan

Sains, Vol. 9(4) .

Chandra, A.D, Hendra, C., 2012, Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis Self Tuning PID Melalui

Metode Adaptive Control, Jurnal Teknik, Vol. 1(1)

Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 2009, Farmasi Fisik, Universitas Indonesia, Jakarta.

Oxtoby, Gillis, Nachtrieb, 2001, Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1, Erlangga,

Jakarta.

Santoso, R. W., Budi A. K., ST., 2011, Pengaruh Konsentrasi CH3COOH Terhadap Karakterisasi

Kotosi Baja BS 970 Lingkungan CO2, Jurnal Teknik Material dan Metalurgi.

Anda mungkin juga menyukai