Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cuka merupakan salah satu produk dari hasil fermentasi. cuka biasanya
digunakan sebagai bahan penyedap rasa untuk menambah rasa keasaman pada
makanan. Cuka memiliki banyak manfaat dalam berbagai industri. Seperti
farmasi, masakan, dan pembersih komersil. Cuka yang mengandung asam
asetat adalah larutan asam yang dibuat dari reaksi oksidasi etanol. Asam asetat
yang merupakan asam lemah ini memiliki kadar yang berbeda-beda pada
setiap merek cuka komersil.
Dalam praktikum ini, akan dilakukan penentuan kadar asam asetat
dalam cuka dengan analisa volumetri. Analisa volumetri adalah suatu teknik
yang melibatkan pengukuran volume suatu larutan untuk menentukan
kandungan senyawa dalam larutan lain secara kuantitatif. Reaksi yang
dilakukan untuk melakukan analisa ini adalah titrasi asam basa. Titrasi
bertujuan mencari titik ekuivalen dari kedua reaktan yang bereaksi, sehingga
dapat ditentukan volume reaktan nantinya. Pada percobaan ini, titran yang
digunakan adalah KOH dan indikator yang digunakan bersifat asam, yaitu
fenolftalein yang akan berubah warna menjadi merah muda jika sudah
mengalami titik akhir titrasi.
Asam Asetat merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal
pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan, asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2, Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH3COOH.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana,
setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam
lemah, artinya hanya terdiosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3OO-.
Asam asetat merupakan salah satu dari beberapa perekasi kimia dan
bahan baku industri yang penting. Asam asetat biasanya digunakan dalam
produksi polimer, seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polibinil
asetat, maupun berbagai macam serat dan kain lainnya.(Triyadi,2014).

1
2

1.2 Tujuan
Untuk menentukan kadar Asam Asetat yang terkandung di dalam cuka
(cuka dagang).
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Asam Basa


Sifat asam yang utama, yaitu memiliki rasa asam. Sifat-sifat asam
lainnya pada akhir abad XVII mulai ditemukan, seperti dapat melarutkan zat-
zat aktif dan dapat mengubah zat-zat warna tumbuhan (nabati) tertentu.
Senyawa lain yang memiliki sifat sangat berbeda dari asam, yaitu
senyawa yang diturunkan dari abu berbagai tanaman sehingga diberi nama
alkali. Pada tahun 1744, Roulle memperluas konsep alkali secara lebih umum
dalam kelompok senyawa yang disebut basa. Istilah basa berasal dari bahasa
arab yang berarti abu. Basa mempunyai sifat-sifat antara lain berasa pahit,
dapat melarutkan belerang dan lemak, dapat mempengaruhi zat-zat warna
nabati tertentu, dan mempunyai kemampuan untuk menetralkan efek asam.
Pengerian asam dan basa dari waktu ke waktu disempurnakan oleh para
ahli kimia sampai pada sifat-sifat dasarnya, seperti Lavoisier, Sir Humphrey
Davy, dan Liebig. Perkembangan tentang konsep larutan sampai pada konsep
disosiasi elektrolit oleh Arrhenius melahirkan pengertian baru tentang asam
dan basa melalui konsep ionisasi. Kemudian, pengertian asam basa Arrhenius
disempurnakan oleh Bronsted-Lowry dan Lewis (Day, dkk, 1987).

2.2 Pengertian Asam Asetat


Asam Asetat merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal
pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan, asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2, Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH3COOH. Asam
cuka murni merupakan hasil olahan makanan melal ui fermentasi. Fermentasi
Glukosa secara anaerob menggunakan khamir Saccharmonyces cerevicae
menghasilkan etanol. Fermentasi secara aerob menggunkan bakteri
Acetobakter aceti menghasilkan asam cuka (Buckle, 2010).
Menurut Desrosier (2008), asam cuka dapat dibuat dari berbagai bahan
baku yang mengandung gula atau pati melalui fermentasi glukosa yang
diikuti oleh fermentasi etanol. Produk ini merupakan suatu larutan cuka

3
4

dalam air yang mengandung cita rasa, dan garam organik yang berbeda-beda
sesuai dengan asalnya.
Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Dahulu kala cuka
dihasilkan oleh berbagai bakteri pengasil asam asetat, dan asam asetat
merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur. Penggunaan asam
asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak lama. Asam asetat cair
adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam
asetat memiliki dikostanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2, sehingga ia bisa
melarutkan baik senyawa polar seperti garam organik dan gula maupun
senyawa non polar seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercampur mudah
dengan pelarut atau nonpilar lainnya seperti air, klorofom dan heksana. Sifat
kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini memuatnya
digunakan secara luas dalam industri kimia. Asam asetat diprouksi secara
sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakter. Sekarang hanya 10%
dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami, namun kebanyakan
hokum yag mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah
berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri
kimia, 75% diantaranya di produksi melalui metanol. Sisanya melalui
metode-metode alternatif.

2.3 Fermentasi Asam Asetat


Asam cuka dihasilkan melalui proses fermentasi etanol menjadi asam
cuka dengan menggunakan Acetobacter aceti. Asam cuka adalah senyawa
yang sangat penting dalam pengolahan bahan pangan baik sebagai bumbu
maupun bahan pengawet.
Menurut Effendi (2002), fermentasi asam cuka berlangsung dalam
keadaan aerob menggunakan bakteri Acetobacter aceti dengan substrat
etanol. Pertumbuhan Acetobacter aceti akan optimal pada kondisi aerob. Hal
ini karena bakteri Acetobacter aceti termasuk dalam bakteri aerob obligatif
yaitu bakteri yang tidak dapat hidup tanpa adanya oksigen. Pada umumnya
perubahan yang terjadi pada fermentasi etanol ( Buckle, dkk, 2010) .
5

𝐴𝑐𝑒𝑡𝑜𝑏𝑎𝑐𝑡𝑒𝑟 𝑎𝑐𝑒𝑡𝑖
C2H5OH+O2 → CH3COOH+H2O

Perubahan etanol menjadi asam cuka merupakan hasil dari aktivitas


Acetobacter aceti. Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi
fermentasi etanol menjadi asam cuka (Waluyo, 2005).
1) Jumlah Acetobacter aceti
Jumlah Acetobacter aceti yang terlibat selama proses fermentasi
etanol menjadi asam cuka sangat berpengaruh terhadap kecepatan
proses fermentasi. Jumlah Acetobacter aceti yang digunakan dalam
proses fermentasi ini berkisar antara 5%-15% dari jumlah media
fermentasi. Berdasarkan hasil penelitian jumlah Acetobacter aceti
yang paling baik dalam proses fermentasi etanol menjadi asam cuka
adalah 10% dari volume media fermentasi (Effendi, 2002).
2) pH
Proses fermentasi etanol menjadi asam cuka dapat berjalan dengan
baik pada pH optimal antara 5,4-6,3. Pada pH yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan Acetobacter aceti mengalami kerusakan sel dan pada pH
rendah Acetobacter aceti akan mengalami inaktif, akibatnya proses
fermentasi tidak akan berlangsung (Bergey’s, 1994).
3) Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
fermentasi. Setiap mikroorganisme memiliki suhu maksimal, minimal
dan optimal. Suhu pertumbuhan Acetobacter aceti berkisar antara 5o-
42oC dan suhu optimal berkisar antara 25o-30oC. Berdasarkan hasil
penelitian Fahmi (2012), suhu yang paling baik selama proses fermentasi
yaitu 25oC.
4) Udara
Fermentasi untuk menghasilkan asam cuka berlangsung secara aerob
obligatif yaitu menggunakan oksigen untuk pertumbuhan Acetobacter
aceti. Acetobacter aceti tidak akan tumbuh jika tidak terdapat oksigen
sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung (Buckle dkk., 2010).
6

5) Nutrisi
Acetobacter aceti membutuhkan nutrisi untuk melakukan fermentasi
etanol menjadi asam cuka. Nutrisi pada media fermentasi adalah zat-zat
yang mengandung fosfor dan nitrogen seperti super fosfat, amonium
sulfat, amonium fosfat, urea, dan magnesium sulfat. Acetobacter aceti
membutuhkan unsur C, H, O, N, dan P dalam jumlah besar. Jika
kekurangan unsur C, H, O, N, dan P maka Acetobacter aceti tidak akan
tumbuh dan berkembangbiak dengan baik (Dewati, 2008).

2.4 Larutan Cuka


Larutan cuka merupakan larutan yang memiliki kandungan asam asetat
3% sampai 8% yang diencerkan bersama air, dan yang merupakan larutan
asam yang dibuat dari reaksi oksidasi etanol, CH3CH2OH. Larutan cuka
umumnya dipakai untuk keperluan rumah tangga seperti pelengkap masakan
dan lain – lain. Komponen kimia utama cuka adalah asam asetat atau disebut
juga asam etanoat (CH3COOH). Asam asetat atau asam etanoat adalah
senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan
aroma dalam makanan. Asam cuka ataupun asam asetat memiliki rumus
empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH,
CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial)
adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C.
Asam asetat juga merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana,
setelah asam format.
Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya
hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COOH. Asam asetat
digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa
asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun.
1,5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari
industri petrokimia maupun dari sumber hayati. Asam asetat tidak hanya
berguna sebagai bahan penyedap masakan saja, tetapi juga diproduksi dalam
7

jumlah besar untuk berbagai kegunaan lain. Asam organik ini bisa diproduksi
dalam berbagai konsentrasi. Dalam bentuk murni, asam asetat dikenal sebagai
asam asetat glasial karena mengkristal dalam suhu dingin. Bentuk asam ini
sangat korosif dan bisa berbahaya jika mengenai kulit sehingga orang yang
bekerja menggunakan senyawa ini harus menggunakan alat pelindung.
Terdapat beberapa cara pembuatan asam asetat. Salah satu metode adalah
fermentasi bakteri, teknik yang digunakan untuk membuat cuka, di mana
asam asetat dihasilkan sebagai produk sampingan dari penguraian bakteri.
Teknik lain melibatkan reaksi kimia yang menghasilkan asam ini, seperti
yang dilakukan dalam pembuatan untuk penggunaan industri. Ketika
digunakan untuk keperluan makanan, asam asetat biasanya diproduksi secara
biologis karena memerlukan label keamanan makanan. Senyawa berwarna
bening ini memiliki rasa asam yang khas, meskipun mencicipi langsung tidak
dianjurkan kecuali jika secara jelas diperuntukkan bagi konsumsi manusia.
Asam asetat juga memiliki bau yang kuat dan tajam. Selain sebagai penyedap
makanan, asam ini juga digunakan sebagai pengawet. Kondisi asam akan
menghambat pertumbuhan bakteri, menjaga makanan aman dari kontaminasi.
Dalam industri, asam asetat digunakan dalam berbagai proses.

2.5 Analisa Volumetri


Analisa volumetri adalah suatu teknik yang melibatkan pengukuran
volume suatu larutan untuk menentukan kandungan senyawa dalam larutan
lain secara kuantitatif. Metode analisis kuantitatif volumetrik ini
menggunakan titrasi. Proses penambahan volume tertentu suatu larutan
terhadap larutan yamg lain disebut titrasi. Larutan yang sudah di ketahui
konsentrasinya adalah larutan standar. Analit adalah larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya.
A. Prinsip Dasar Volumetri
1. Pencapaian reaksi titik akhir ekivalen harus berlangsung secara
stoikiometri. Apabila konsentrasi salah satu larutan diketahui, maka
konsentrasi larutan lainnya dapat ditentukan dari volume larutan yang
8

digunakan. Misalnya, dalam percobaan ini kadar asam asetat


ditentukan melalui reaksi dengan larutan KOH yang telah diketahui
konsentrasinya: CH3COOH (aq) + KOH (aq) → H2O (l) + CH3CO2K
(aq). Untuk menentukan konsentrasi CH3COOH, ke dalam sejumlah
tertentu larutan CH3COOH, ditambahkan sedikit demi sedikit larutan
KOH, sampai seluruh CH3COOH habis bereaksi. Titik ini disebut titik
ekuivalen, yaitu titik dimana jumlah mol CH3COOH yang
ditambahkan sama dengan jumlah mol KOH yang ada dalam larutan
semula. Proses penambahan sedikit demi sedikit larutan CH3COOH
ini disebut titrasi.
2. Titik ekuivalen adalah titik pada saat senyawa yang ditambahkan
(indikator) telah tepat mencukupi untuk bereaksi dengan analit. Kita
membutuhkan suatu metode untuk menentukan letak titik ekuivalen,
kapan kedua pereaksi tersebut tepat habis bereaksi. Pada titrasi asam
basa, perubahan warna dari indikator pH umumnya digunakan untuk
mendekati letak titik ekuivalen. Pada saat indikator pH mulai berubah
warna, proses titrasi dihentikan. Titik ini dinamakan titik akhir reaksi.
Indikator yang tepat untuk suatu sistem titrasi adalah indikator yang
dapat memberikan titik akhir titrasi sedekat mungkin dengan titik
ekuivalen. Indikator pH pada umumnya adalah asam lemah yang
memiliki warna yang kuat, sehingga mereka akan memberikan
perubahan warna yang dramatis ketika bereaksi dengan basa. Karena
indikator adalah asam, tentu mereka akan bereaksi dengan basa,
dengan kata lain mereka akan berkompetisi dengan asam yang hendak
kita tentukan kadarnya (CH3COOH). Hal ini memang benar, namun
demikian oleh karena warna indikator sangatlah kuat, kita hanya
membutuhkannya dalam konsentrasi yang sangat kecil. Dengan
demikian, gangguan yang ditimbulkannya dalam perhitungan
konsentrasi CH3COOH kita dapat diabaikan. Ingatlah selalu untuk
menggunakan indikator dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam
percobaan ini, Anda akan menggunakan indikator fenolftalein, yang
9

akan mengalami perubahan warna dari tak berwarna pada larutan


asam menjadi merah muda pada larutan basa. Titik tengah perubahan
warna indikator ini terjadi pada pH = 9.5 (sedikit basa). Ini merupakan
indikator yang sangat baik sekali untuk sistem titrasi asam asetat
dengan KOH, sebab titik ekuivalen titrasi ini terjadi pada pH yang
sedikit basa (bukan pada pH = 7).
Dasar perhitungan Analisis Volumetri :
mol (X) = mol (Y) .....................................................................(2.1)
V1 ×M1 = V2× M2 ......................................................................(2.2)
Dasar Kadar Asam Asetat :

M × Mr
% kadar asam asetat = ...........
R ....(2.3)
Rapat massa CH3COOH%

2.6 Larutan Standar Primer


Larutan titran haruslah diketahui komposisi dan konsentrasinya.
Idealnya kita harus memulai dengan larutan standar primer. Larutan standar
primer dibuat dengan melarutkan zat dengan kemurnian yang tinggi (standar
primer) yang diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan yang
diketahui dengan tepat volumnya. Apabila titran tidak cukup murni, maka
perlu distandarisasi dengan standar primer. Dalam praktikum ini, larutan
KOH bereaksi dengan gas karbon dioksida (CO2) yang ada di udara.
Meskipun reaksi ini tergolong lambat, ia akan mempengaruhi konsentrasi
larutan KOH yang kita buat. Konsentrasi larutan KOH cenderung menjadi
tidak stabil, dapat berubah setiap saat karena reaksi dengan udara. Oleh
karena itu, sebelum digunakan untuk titrasi, larutan KOH perlu ditentukan
konsentrasi tepatnya terlebih dahulu. Proses ini disebut standarisasi. Hal ini
dilakukan melalui titrasi KOH dengan suatu larutan asam lain yang stabil dan
dapat diperoleh dalam keadaan yang murni, sehingga konsentrasinya dapat
ditentukan secara akurat. Larutan yang demikian disebut standar primer,
sedangkan KOH dalam hal ini disebut standar sekunder. Standar yang tidak
10

termasuk standar primer dikelompokkan sebagai standar sekunder, contohnya


KOH, karena KOH tidak cukup murni untuk digunakan sebagai larutan
standar secara langsung, maka perlu distandarisasi dengan asam yang
merupakan standar primer. Persyaratan standar primer, kemurnian tinggi,
stabil terhadap udara, bukan kelompok hidrat, tersedia dengan mudah, cukup
mudah larut, berat molekul cukup besar. Contoh standar primer yakni Kalium
hidrogen ftalat (Lanovia, 2015).

2.7 Asidi dan Alkalimetri


Asidi dan alkalimetri adalah analisis kuantitatif volumetri berdasarkan
reaksi netralisasi. Keduanya dibedakan berdasarkan larutan standarnya. Pada
asidimetri digunakan asam sebagai larutan standarnya.
Reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari
asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara
pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Titrasi asam basa melibatkan
asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan
reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan
larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit
sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan
titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen. Pada
saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titar yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam
basa. Yaitu yang pertama dengan cara memakai pH meter untuk memonitor
11

perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH


dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva
titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”. Yang kedua dengan memakai
indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,
pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih
sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
Titrasi asam-basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik
ekuivalen antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi
asam atau basa lemah jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan
perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10. Selama titrasi asam-
basa , pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara dratis bila volume
titrasinya mencapai titik ekuivalen.
Analisa titrimetri atau analisa volumetrik adalah analisis kuantitatif
dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar)
yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang
dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif. Larutan
baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara
teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau
M (molaritas).
Larutan baku ada dua yaitu larutan baku primer dan larutan baku
sekunder. Larutan baku primer adalah larutan baku yang konsentrasinya
dapat ditentukan dengan jalan menghitung dari berat zat terlarut yang
dilarutkan dengan tepat. Larutan baku primer harus dibuat dengan
penimbangan dengan teliti menggunakan neraca analitik dan dilarutkan
dalam labu ukur.
12

Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan membuat larutan


standar primer harus benar-benar dalam keadaan murni, stabil secara
kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis, serta memiliki
berat ekuivalen besar, sehingga meminimalkan kesalahan akibat
penimbangan.
Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku
primer adalah H2C2O4. 2H2O (asam oksalat). Asam oksalat adalah zat padat ,
halus, putih, larut baik dalam air. Asam oksalat adalah asam dua valensi dan
pada titrasinya selalu sampai terbentuk garam normalnya. berat ekuivalen
asam oksalat adalah 63.
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi telah di capai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indikator
azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH. Titik
Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri
antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Titik akhir titrasi adalah titik
dimana terjadi perubahan warna pada indikator yang menunjukkan titik
ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Pada
umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik
akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat
mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa (Putri, 2014).

2.8 Titrasi Asam Basa


Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu cara analisis kuantitatif
volumetrik berdasarkan reaksi asam-basa secara titrasi. Titrasi asam asetat
atau asam cuka (CH3COOH) dengan larutan Kalium hidroksida (KOH)
sebagai larutan standar akan menghasilkan garam CH3COOK yang berasal
dari sisa asam lemah dan basa kuat yang kemudian terhidrolisis. Pada titrasi
ini sebagian asam asetat (asam cuka) dan basanya akan tinggal dalam larutan.
Saat titik ekuivalen (titik akhir titrasi) terjadi, banyaknya asam asetat (asam
cuka) dan KOH bebas adalah sama, tetapi karena asam asetat termasuk
elektrolit lemah maka ion H+ yang dibebaskan sangat sedikit, dan akan lebih
13

banyak tinggal sebagai molekul CH3COOH. Sedangkan basa bebasnya


(KOH) merupakan elektrolit kuat yang hampir terionisasi sempurna,
membebaskan ion hidroksil (OH-) dalam larutan. Hal ini mengakibatkan
titrasi akan berakhir pada pH di atas 7.

2.9 Indikator Asam Basa


Indikator asam basa adalah zat-zat warna yang warnanya bergantung
pada pH larutan, atau zat yang dapat menunjukkan sifat asam, basa, dan
netral. Sebagai contoh kertas lakmus merah atau biru, berwarna merah dalam
larutan yang pHnya lebih kecil dari 5,5 dan berwarna biru dalam larutan yang
pHnya lebih besar dari 8. Dalam larutan yang pHnya 5,5 sampai 8 warna
lakmus adalah kombinasi warna merah dan biru. Batas-batas pH dimana
indikator mengalami perubahan warna disebut trayek indikator. Jadi, trayek
indikator lakmus adalah 5,5 – 8.
Indikator asam-basa adalah asam atau basa organik yang lemah yang
memiliki warna berbeda dalam bentuk molekul dan dalam bentuk terion.
Sebagai contoh, fenolftalein (pp) adalah suatu asam lemah yang dalam
bentuk molekul tidak berwarna dan dalam bentuk terion berwarna merah.
Dalam air pp bereaksi sebagai berikut :
Hind (aq) + H2O (l) Ind-(aq) + H3O+(aq)
tidak berwarna merah
Hind adalah untuk melambangkan molekul indikator, sedangkan Ind-
untuk ion indikator. Pada penambahan asam, reaksi kesetimbangan di atas
akan bergeser ke kiri dan warna akan memudar (menjadi tidak berwarna).
Sebaliknya pada penambahan basa, reaksi kesetimbangan bergeser ke kanan
dan warna akan makin merah (Das, 2018).

2.10 Kadar Suatu Zat dalam Larutan


Kadar suatu zat dalam suatu larutan dapat dinyatakan dalam persen dan
dapat diketahui dari perbandingan jumlah massa atom relatif dan massa
molekul relatif. Selain itu, dengan cara tersebut juga dapat digunakan untuk
mengetahui massa suatu unsur dalam suatu senyawa atau larutan melalui
perbandingan jumlah massa relatif seperti di atas (Mustafal, 2015).
14

BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 Alat

Gambar 3.1 Bulb Gambar 3.2 Pipet Volum

Gambar 3.3 Gelas Piala Gambar 3.4 Botol Semprot

Gambar 3.5 Labu Ukur Gambar 3.6 Erlenmeyer

14
15

Gambar 3.7 Buret Gambar 3.8 Corong

Gambar 3.8 Pipet Tetes Gambar 3.9 Statif

3.2 Bahan
1. KOH ( Kalium Hidroksida)
2. CH3COOH (Asam Asetat)
3. Indikator PP
4. Aquades

3.3 Cara Kerja


Menyiapkan alat dan bahan, mula-mula membuat larutan standar KOH
dengan cara menimbang sebanyak 14gr KOH padat. Lalu, melarutkannya
dengan aquades kemudian diencerkan ke dalam labu takar hingga mencapai
500mL. Setelah itu dipipet larutan asam asetat sebanyak 10mL dimasukan
kedalam labu ukur 100 mL. Kemudian, diencerkan dengan aquades sampai
batas miniskus dan dihomogenkan. Setelah itu larutan asam asetat dipipet 5
mL. Dan dimasukan kedalam erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator
PP 2-3 tetes. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan KOH hingga
tercapai perubahan warna. Penetapan ini dilakukan secara duplo.
16

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan, kita dapat mengetahui kadar asam asetat dalam
cuka dagang menggunakan metode titrasi asam basa.

5.2 Saran
A. Saran Untuk Laboratorium
Sebaiknya, alat-alat dan bahan-bahan yang disediakan di
laboratorium disusun dengan baik sehingga tampak rapi dan praktikan
merasa nyaman saat melakukan praktikum.
B. Saran Untuk Asisten
Sebaiknya, saat praktikan sedang melakukan praktikum, asisten
selalu mengawasi praktikannya agar tidak terjadi kesalahan yang
seharusnya tidak terjadi.

19
17

Ayat yang Berhubungan

“Dia telah menciptakan segala sesuatu dan dia menetapkan ukuran-


ukurannya dengan serapi-rapinya” (Al-Furqan : 2)

Makassar, November 2018


PRAKTIKAN ASISTEN

(NUR ANWAR) (ANDI NURWIDIYAH)


18

DAFTAR PUSTAKA

Bakri, Mustafal. 2013. Seri Pedalaman Materi Kimia untuk SMA/MA. Jakarta :
ESIS.
Hasibuan, Maharani. 2015. Penetapan Kadar Asam Asetat Dalam Larutan Cuka
Makanan Dengan Metode Titrimetri di Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan Medan. Medan : Universitas Sumatra Utara.
Lanovia, Cindy. 2015. Laporan Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka
Makan.
Suyatno, dkk. 2018. Kimia SMA/MA Kls XI (Diknas). Jakarta : Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai