Anda di halaman 1dari 13

Obat Bebas, OWA,

dan Obat Keras


Kelompok 2
I Wayan Seniarta 192211101113
Rachmad Hidayat 192211101114
Berylian Arief Kurniawan 192211101115
Regol Sasaka R 192211101116
Lilis Sapta Eka L 192211101117
Irawati Firdiyansari 192211101118
Maulidya barikatul iftitah 192211101119
Febrina Icha Isabellita 192211101120
Adelia Anastasya Devi 192211101121
Yesi Dwi Astuti 192211101122
Dyah Pusparini 192211101123
PENDAHULUAN

Peraturan BPOM Nomor 4 tahun 2018 Peraturan Menteri Kesehatan R.I.


Pasal 1 nomor: 917/MENKES/PER/X/1993

Obat adalah bahan aau paduan • Golongan obat adalah


bahan, termasuk produk biologi penggolongan yang dimaksud
yang digunakan untuk untuk peningkatan keamanan
mempengaruhi atau menyelidiki dan ketetapan penggunaan
sistem fisiologi atau keadaan serta pengamanan distribusi
patologi dalam rangka penetapan • Golongan obat terdiri dari obat
diagnosis, pencegahan, bebas, obat bebas terbatas,
penyembuhan, pemulihan, obat wajib apotik, obat keras,
peningkatan kesehatan dan psikotropika dan narkotik.
kontrasepsi untuk manusia.
OBAT
kini
BEBAS
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang
telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000 
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter.

OBAT BEBAS TERBATAS


Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
917/Menkes/Per/X/1993 yang kini telah diperbaiki dengan
Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000 
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya
termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli
bebas tanpa resep dokter, dan disertasi tanda peringatan.
PERATURAN OBAT BEBAS
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 678/E/SK/1976 tentang obat
bebas terbatas

SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat
bebas terbatas.
Pasal 3 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa:
(1) Tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi
berwarna hitam.
(2) Tanda khusus untuk obat bebas terbatas adalah lingkaran berwarna biru dengan garis
tepi berwarna hitam.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925/Menkes/Per/X/1993 tentang


Daftar Perubahan Golongan Obat No.1 yang berisi daftar obat bebas dan
bebas terbatas.
Obat Wajib Apotek (OWA)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 347/MenKes/SK/VlI/1990 :


• Obat Wajib Apotik yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker
kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter.
• Apoteker dalam melayani pasien yang memerlukan obat diwajibkan:
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan
dalam Obat Wajib Apotik yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3. Memberi informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek
samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien
PERATURAN OWA
Peraturan untuk Obat Wajib Apotek (OWA) telah
tercantum dalam keptusan menteri kesehatan
diantaranya yaitu :
 Daftar obat yang masuk kedalam obat wajib apotek
golongan 1 telah tercantum dalam Keputusan
menteri kesehatan Nomor :
347/MenKes/SK/VII/1990
 Daftar obat yang masuk kedalam obat wajib apotek
golongan 2 dan pembaharuan dari lampiran
sebelumnya telah tercantum dalam Keputusan
menteri kesehatan Nomor :
924/MenKes/PER/X/1993
 Peraturan terbaru yang berisikan tentang tambahan
obat wajib apotek golongan 3 tercantum dalam
Keputusan menteri kesehatan Nomor :
1176/MenKes/SK/X/1999
Obat Keras
Menurut Kepmenkes RI NOMOR : 02396/A/SK /lll/86
Obat keras juga disebut dengan “ Obat daftar G”. Huruf “G” dengan
kepanjangan gevaarlijk yang berarti berbahaya.
Di mana dalam pasal 3 disebutkan bahwa:
 Tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan
garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi.
Peraturan Obat Keras
Peraturan obat keras tercantum pada :
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
02396/A/SK/VIII/1986 Tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G
 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 4 Tahun 2018 Tentang
Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2015
Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi
KASUS 2.
Apa yang anda lakukan jika ada seorang pasien remaja membeli pil
kontrasepsi hormonal untuk mengobati jerawat?

 Menurut Kemenkes no. 347 tahun 1990 tentang obat wajib apotek, pil KB
yang merupakan obat kontrasepsi masuk ke dalam golongan OWA 1
dimana pada siklus pertama diberikan harus dengan resep dokter.

Sebagai apoteker, jika terdapat pasien yang baru pertama kali membeli pil
kontrasepsi tanpa resep dokter, sebaiknya tidak memberikannya.
Sehubungan dengan jerawat yang diderita pasien direkomendasikan untuk
menggunakan sediaan topikal, seperti alantoin & triklosan, asam salisilat,
dan tree tea oil. Akan tetapi, apabila penggunaan topikal kurang efektif
disarankan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis kulit.
Menurut KepMenKes RI no. 347 th
1990; Obat kontrasepsi oral
merupakan OWA yang dapat diberikan
hanya 1 siklus dan pada siklus yang Menurut Permenkes RI No. 97
pertama harus dengan resep dokter, tahun 2014; penyelanggaraan
termasuk kontrasepsi. pelayanan obat kontrasepsi
harus dilakukan dengan cara
yang dapat dipertanggung
jawabkan dari sisi agama, norma
budaya, etika serta kesehatan
Menurut UU RI no.52 tahun 2009, pasal 27 menyatakan
larangan penyalahgunaan kontrasepsi, hal tersebut
meliputi penggunaan obat kontrasepsi untuk tujuan
lain kecuali merupakan saran dari tenaga medis Menurut Peraturan Pemerintah Republik
maupun resep dari dokter. Indonesia no. 87 th 2014 pasal 27 pil kb
dapat diberikan berdasarkan sudut
pandang daya guna dan hasil guna, resiko
kesehatan dan nilai agama dengan tujuan
penggunaan semestinya seperti pada ayat
1 dan 2 
Kesimpulan:
 Menurut hukum yang berlaku di indonesia, Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) hanya menyediakan kontrasepsi
untuk pasangan yang sudah menikah.
 Pembelian kontrasespi hormonal (pil kb) harus menggunakan resep
dokter.
 Pasien sebaiknya dianjurkan untuk melakukan pengobatan dengan obat
topikal yang tersedia di apotek terlebih dahulu. Jika penggunaan obat
topikal tidak memberikan hasil yang efektif maka disarankan untuk
memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit.
 Jika terjadi kasus seperti diatas maka apoteker harus mengedukasi
pasien bahwasannya penggunaan kontrasespi hormonal (pil kb) yang
tidak sesuai dengan penggunaan semestinya dapat menyebabkan
masalah kesehatan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai