Anda di halaman 1dari 9

Memutus Perselisihan

Memutus Perselisihan
Tentang PEMILU Kepala
Tentang PEMILU Kepala
Daereah
Daerah
Kelompok 4
Nadiah Nurfasyah (1111220257) Ria Kuraesin (1111220322)

Raisa Jahidah (1111220258) Izma Nur Aulia (1111220324)

Fidela Humaira (1111220287) Muhamad Lutfi (1111220331)

Isni Fitria (1111220288) Fijar Sidiq Permana (1111220333)

Putik Kasih Specilia (1111220293)


11 Juni 2010, KPU Kabupaten Kotawaringin Barat mengadakan
Rapat Pleno rekapitulasi perhitungan suara.
12 Juni 2010, ditetapkannya pasangan Sugianto-Eko Nomor Urut 01
sebagai kepala daerah yang terpilih oleh KPU Kotawaringin

16 Juni 2010, pasangan calon bupati


Pada 5 Juni 2010, digelarnya dan wakil nomor urut dua yaitu
pemungutan suara pemilihan umum Ujang-Bambang tidak terima dan
kepala daerah dan wakil kepala mengajukan gugatan perselisihan

KRONOLOGI
daerah (Pemilukada) yang diadakan hasil pemilu kada ke Mahkamah
oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Konstitusi melalui kuasa hukumnya.

15 Juli 2010, diusulkannya pasangan 7 Juli 2010, dikabulkannya gugatan


Sugianto-Eko sebagai kepala daerah oleh Mahkamah konstitusi dengan
yang terpilih oleh DPRD Putusan Nomor
Kotawaringin Barat lalu 45/PHPU.D-VIII/2010 yang mana
diserahkannya penetapan pada 14 Juli 2010, KPU Kotawaringin tidak bisa menuruti putusan dibatalkan penetapan dari hasil
Mendagri melalui Gubernur Mahkamah Konstitusi, lalu menyerahkan putusan tersebut kepada pemilu kada KPU yaitu memilih
Kalimantan Tengah DPRD dan tetap melaksanakan keputusan awal memilih Sugianto-Eko. Sugianto-Eko sebagai kepala daerah
dan wakilnya.
Kronologi
25 Januari 2011: Muncul nama
9 Oktober Kusniyadi yang mengaku 30 Desember 2011: Mendagri
2010, Bareskrim Polri sebagai salah satu saksi palsu Gamawan Fauzi tetap
menangkap Ratna Mutiara, yang diajukan kuasa hukum melantik Ujang Iskandar-
saksi Ujang Iskandar- penggugat (Ujang-Bambang). Bambang Purwanto sebagai
Bambang Purwanto yang Bersama tiga saksi yang Bupati dan Wakil Bupati
diduga memberikan keseluruhannya warga Desa Kotawaringin Barat 2011-
keterangan palsu di Kebun Agung, keterangan 2016.
mereka memberatkan Ratna
persidangan MK.
yang saat itu menjalani
persidangan.
Kewenangan MK
dalam
Dalam Memutus PHPU
Dalam perkembangannya, kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil pemilihan
umum diperluas tidak hanya Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD serta
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden saja, melainkan juga memutus perselisihan
hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Berdasarkan Pasal 236C Undang-
Undang Pemerintah Daerah bahwa penanganan sengketa hasil perhitungan suara pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada
Mahkamah Konstitusi paling lama 18 bulan sejak UU tersebut. Dengan demikian,
berlakunya pasal tersebut penyelesaian sengketa Pemilukada menjadi kewenangan
Mahkamah Konstitusi yang berpedoman pada asas-asas Pemilu, yakni Langsung, Umum,
Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.
Kewenangan MK dalam memutus PHPU ini diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD
1945. Kemudian diturunkan pada Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi jo Pasal 29 ayat (1) huruf d UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Dasar hukum yang menjadi acuan dalam kewenangan
Mahkamah Konstitusi adalah UUD 1945 dan Undang-Undang. Dengan demikian, jenis
Pemilu yang hasil sengketanya menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk
mengadili dan memutus meliputi:

1. Pemilu Legislatif yaitu Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD
2. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
3. Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Namun ternyata, timbul konflik dalam kasus Kotawaringin Barat, yang dimana
Mahkamah Konstitusi memutuskan mendiskualifikasikan Pasangan Calon dan
memerintahkan KPU Kotawaringin Barat untuk menetapkan Pasangan Calon Terpilih.
Kewenangan MK dalam Mendiskualifikasi pasangan calon
Tidak adanya penjelasan terperinci mengenai kewenangan MK dalam mendiskualifikasi terpilih
atau tidaknya pasangan calon serta penjelasan terkait hasil perhitungan suara. Dapat kita ketahui
pula dalam proses penyelenggaraan pemilu harus memenuhi asas JURDIL dan LUBER. Objek
perselisihan pemilukada adalah hasil perhitungan suara yang mempengaruhi penentuan pasangan
calon, baik untuk mengikuti putaran kedua maupun untuk menjadi calon terpilih oleh MK juga
termasuk prosedur pelaksanaan Pemilukada. Tidak hanya menghitung kembali hasil pemilihan
tetapi juga harus mengevaluasi dan mengadili proses Pemilukada untuk mengembalikan keadilan
yang dapat mempengaruhi hasil perselisihan suara.

Oleh karena itu, meskipun menurut hukum yang dapat diadili oleh Mahkamah adalah hasil pemilihan,
tetapi pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan perselisihan dalam penghitungan suara juga harus
dievaluasi untuk keadilan, dengan syarat pelanggaran tersebut terjadi secara terstruktur, sistematis, dan
masif. Demikianlah salah satu pertimbangan MK dalam menentukan keputusan mengenai kasus
Kotawaringin Barat.
Hakim MK, Akil Mochtar menyatakan dalam konteks ini bahwa pelanggaran yang terjadi pada
Pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat dilakukan secara terstruktur, sistematis dan signifikan. Hal ini
menimbulkan ancaman terhadap prinsip pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Oleh
karena itu, untuk memastikan hukum tegak, diperlukan pemulihan keadilan. Kemenangan pasangan
Nomor 1 harus dibatalkan dikarenakan pelanggaran yang dilakukan sangat serius.
Kewenangan MK Dalam Menetapkan Pemenang
Pada kasus di Kotawaringin Barat, jumlah Paslon Sementara itu menurut Akil Mochtar seorang hakim
(pasangan calon) hanya ada dua. Jika salah satu Paslon MK, mengatakan bahwa keputusan menetapkan
didiskualifikasi, maka hanya tersisa satu paslon. Oleh pemenang dipilih karena kemenangan paslon nomor
sebab itu hanya ada dua kemungkinan yang bisa urut 1 telah dibatalkan, maka MK dihadapkan oleh
dilakukan, yang pertama menetapkan pemenang dan masalah hukum yang dilematis. Jika hanya
yang kedua melakukan pemilihan umum ulang secara dibatalkan hasil pemilihan umumnya saja,
keseluruhan. Dari dua kemungkinan tersebut, MK kemungkinan akan terjadi masalah di masa yang
memutuskan untuk mengambil pilihan yang pertama akan datang. MK mengatakan bahwa pemilihan
yaitu menetapkan pemenang umum kepala daerah di Kotawaringin Barat
ketua MK Moh. Mahfud MD mengutarakan alasannya dilakukan secara abnormal karena melanggar prinsip
mengambil keputusan untuk langsung menetapkan pemihan umum yang dijamin dalam konstitusi.
pemenang Pemilukada karena pemenang awal Maka keputusan akhir MK yaitu dengan menetakan
didiskualifikasi dan menyisakan satu Paslon, hal ini juga Pasangan Nomor urut 2 sebagai pemenang.
menyebabkan adanya dilema hukum. Jika pilihan yang
dilakukan adalah pemilihan umum ulang secara
keseluruhan, maka hal ini tidak bisa terajadi karena
Paslon hanya tersisa satu. Akan tetapi jika dilakukan
dari awal kembali dan membuka Paslon baru, tentu saja
ini akan melanggar ketentuan yang ada dalam undang-
undang. Oleh karenanya ketua MK Moh. Mahfud MD
berdasarkan kewenangan pasal 77 UU MK menetapkan
pemenang pemilihan umum
Kesimpulan
Dikeluarkannya SK Nomor 63//Kpts-KPU-020.435792/2010 Tentang penetapan pasangan nomor urut 1
Sugianto-Eko soemarno sebagai calon kepala dan wakil daerah yang terpilih membuat pasangan calon bupati dan wakil
nomor urut dua yaitu Ujang-Bambang tidak terima dan mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilukada ke Mahkamah
Konstitusi melalui kuasa hukumnya. KPU Kotawaringin tidak bisa menuruti putusan Mahkamah Konstitusi, lalu
menyerahkan putusan tersebut kepada DPRD dan tetap melaksanakan keputusan awal memilih Sugianto-Eko. Bareskrim
Polri menangkap Ratna Mutiara, saksi Ujang Iskandar-Bambang Purwanto yang diduga memberikan keterangan palsu di
persidangan MK. Muncul nama Kusniyadi yang mengaku sebagai salah satu saksi palsu yang diajukan kuasa hukum
penggugat (Ujang-Bambang). Mendagri Gamawan Fauzi tetap melantik Ujang Iskandar-Bambang Purwanto sebagai
Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat 2011-2016.
Pilkada langsung itu bukan Pemilu dalam arti formal yang disebut dalam Pasal 22E UUD 1945 sehingga perselisihan
hasilnya ditentukan sebagai tambahan kewenangan Mahkamah Agung sebagaimana dimungkinkan Pasal 24A ayat (1)
UUD 1945. Dalam perkembangannya, kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum diperluas
tidak hanya Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden saja,
melainkan juga memutus perselisihan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Pemilihan Umum Kepala
Daerah yang disebut Pemilukada adalah Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota sebagai peradilan perselisihan hasil Pemilukada yang bersifat cepat dan sederhana
juga sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat.
Mahkamah Konstitusi menegakkan keadilan substantif yaitu keadilan yang terkait dengan isi
putusan hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara berdasar kejujuran, tidak
memihak siapapun, dan berdasarkan kayakinan hakim sendiri.
Terimakasih
Ada Pertanyaan ?

Anda mungkin juga menyukai