Anda di halaman 1dari 13

Hukum Perikanan

Emiel Salim Siregar, S.H.,M.H


Latar Belakang Hukum Perikanan
Perikanan mempunyai peran penting dan strategis dalam
pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan
perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan
taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya ikan-
ikan kecil dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan.
Hal ini dilakukan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan
ketersediaan sumber daya ikan.Sumber daya ikan adalah potensi semua
jenis ikan yang didefinisikan sebagai segala jenis organisme yang seluruh
atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan
Indonesia merupakan negara dengan panjang pantai terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada yang terletak pada posisi geografis yang
strategis, terletak di antara persilangan dua dunia dan dua samudera,
dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai mencapai
95.181 km, luas laut 5,8 juta km2 atau sekitar 2/3 dari seluruh wilayah
NKRI perairan territorial 3,1 juta km,6 zona ekonomi eksklusif Indonesia
(ZEEI) 2,7 juta
Defenisi Hukum Perikanan
Hukum Perikanan Indonesia
Pasal 1 Dalam Undang-Undang Perikanan ini
yang dimaksud dengan: 1. Perikanan adalah semua
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Defenisi Hukum Perikanan
Hukum Perikanan Indonesia
Hukum Perikanan ialah hukum yag mengatur tentang
keanekaragaman diwilayah laut, pembudidayaan ikan sampai
batas laut .
Usaha perikanan sifatnya kompleks, pengaturan secara
keseluruhan akan memberikan dampak positip terhadap
perkembangan usaha perikanan itu sendiri. Pendapat
Beverton dalam Firial M dan Ian R.Smith (1987); bahwa
mortalitas pada perikanan tangkap misalnya; secara
fungsional berhubungan dengan jumlah satuan
penangkapan,kemampuan menangkap, jumlah waktu
penangkapan dan tersebarnya aktivitas penangkapan
didaerah perikanan (fishing ground) pada musim tertentu.
2. Menurut Anthony Scott maksud, tujuan dan
manfaat pengaturan perikanan adalah untuk :
(1) memberi dorongan usaha berhubungan dengan
pelestarian sumber daya ikan.
(2) peningkatan kualitas atau kuantitas hasil
produksi ikan,
(3) pemerataan usaha, melindungi yang lemah atau
kelompok tertentu.
(4) mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal
serta meningkatkan alokasi sumber daya supaya
menjadi lebih berdaya guna
Ruang Lingkup Hukum Perikanan
Bagi sebagian orang awam, perikanan hanya
didefinisikan sebagai kegiatan menangkap ikan saja.
Banyak dari mereka (orang awam) menilai
perikanan adalah kegiatan yang tidak berpotensi
bisnis menjanjikan. Oleh karena itu mereka enggan
untuk melakukan bisnis dibidang perikanan.
Bila ditinjau lebih lanjut, Hukum perikanan
adalah ilmu yang mempelajari segala peraturan dan
perundangan termasuk kelautan.
Ruang lingkup Hukum perikanan bila dikaji lebih dalam
akan meliputi perikanan tangkap atau yang sering dilakukan
para nelayan setiap hari. Perikanan tangkap juga tidak bisa
dilakukan secara sembarangan, karena pada kegiatan ini ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan, salah satunya
adalah menjaga kelestarian alam agar bisa memanfaatkan
potensi perikanan secara berkelanjutan.
Perikanan budidaya, ialah kegiatan yang dilakukan untuk
memperbanyak dan membesarkan biota perikanan dengan
proses-proses tertentu yang bertujuan mendapatkan
keuntungan. Budidaya perikanan sangat berpotensi besar
bila dikembangkan secara maksimal dan terorganisir secara
baik. Pada kegiatan ini, tujuan utamanya adalah untuk
mendapatkan profit atau keuntungan.
Pengolahan hasil perikanan, kegiatan ini
dilakukan untuk memanfaatkan hasil perikanan
menjadi produk-produk baru yang bernilai jual
tinggi. Sepertinya kita mengetahui bahwa angka
konsumsi ikan diIndonesia cenderung rendah bila
dibandingkan dengan jepan dan negara-negara
lainnya. Oleh karena itu pengolahan hasil
perikanan menjadi solusi untuk permasalahan ini.
Perikanan adalah potensi besar bagi
perekonomian Indonesia. Sudah saatnya
pemerintah menggenjot produktivitas perikanan
secara berkelanjutan.
Sejak diratifikasinya United Nation Conventio On The
Law Of The Sea (UNCLOS) 1982 melalui Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1985 merupakan milenesto
perjuangan Negara RI dalam memiliki hak untuk
memanfaatkan, konservasi, dan pengelolaan sumber
daya ikan di zona ekonomi eksklusif Indonesia dan laut
lepas yang dilaksanakan berdasarkan persyaratan atau
stadar Internasional yang berlaku.
Konvensi tersebut menjadi bahagian dari ‘dialektika’
sejarah untuk memikirkan ulang. Bagi Negara Indonesia
melakukan pengetatan konservasi sumber daya laut
melalui pembentukan berbagai lintas sektoral undang-
undang dalam bidang hukum perikanan.
Setelah Negara Indonesia merdeka dalam masa waktu 40 tahun. Waktu
yang kurun cukup lama kemudian dibentuk Undang-undang Nomor 9
Tahun 1985 tentang perikanan yang diundangkan dalam lembaga
Negara tahun 1985 No. 46 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor
3299. Setelah berjalan kurang lebih delapan tahun Undang-undang
tersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan yang diundangkan dalam Lembaga Negara Tahun 2004 dan
Tambahan Lembaga Negara Nomor 4433, dan diberlakukan pada 6
Oktober 2004. Penggantian undang-undang tersebut tidak ada maksud
lain, dilakukan dengan dasar bahwa undang-undang yang lama belum
dapat menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan dan
kurang mampu mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta
perkembangan tekhnologi dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan.
Umur dari pada Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 juga tidak
bertahan lama. Karena pada tahun 2009 kemudian mengalami revisi,
penambahan beberapa Pasal melalui terbentuknya Undang-undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan.
Perubahan undang-undang tersebut dilakukan oleh
karena pada kenyataannya, Undang-undang Nomor 31
Tahun 2004, lagi-lagi masih memiliki kelemahan
meliputi:
Aspek manajemen pengelolaan perikanan antara lain
belum terdapatnya mekanisme koordinasi antara
instansi yang terkait dengan pengelolaan perikanan.
Aspek birokrasi antara lain terjadinya perbenturan
keepentingan dalam pengelolaan perikanan.
Aspek hukum antara lain masalah penegakan hukum,
rumusan sanksi, dan kompetensi pengadilan negeri
terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang
terjadi di luar kewenangan pengadilan negeri tersebut.
Beberapa perubahan yang terjadi alam Undang-undang
Nomor 45 Tahun 2009 dapat dicermati. Pertama, mengenai
pengawasan dan penegakan hukum yang menyangkut
masalah mekanisme koordinasi antara instansi penyidikan
tindak pidana perikanan, penerapan sanksi pidana (penjara
atau denda), hukum acara terutama mengenai batas waktu
pemeriksaan perkara, dan fasilitas dalam penegakan hukum
di bidang perikanan, termasuk kemungkinan penerapan
tindakan hukum berupa penenggelaman kapal asing yang
beroperasi di wilayah pengelolaan Negara RI. Kedua, masalah
pengelolaan perikanan antara lain ke pelabuhanan perikanan
dan konservasi, perizinan, dan Kesyahbandaran. Ketiga,
mengenai perluasan yurisdiksi pengadilan sehingga
mencakup seluruh wilayah pengelolaan perikanan Negara RI.
Masih banyak Undang-undang yang berkaitan dengan
pengaturan hukum dibidang perikanan yang tersebat
dalam undang-undang lainnya. Diantaranya, dapat
ditemukan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun
1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-undang
Nomor 43 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Ekslusif Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH).

Anda mungkin juga menyukai