Anda di halaman 1dari 6

UU NO.

32 TAHUN 2014 MENGENAI KELAUTAN

UU NO.31 TAHUN 2004 MENGENAI PERIKANAN

HUKUM MARITIM DAN PERIKANAN

BA’DIATUL HUSNA

420210104006

PRODI PERIKANAN TANGKAP

FAKULTAS LOGISTIK MILITER

UNIVERSITAS PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

BELU, NUSA TENGGARA TIMUR

2023

UU NO. 32 TAHUN 2014 MENGENAI KELAUTAN


UU NO.32 Tahun 2014 tentang Kelautan telah disahkan oleh Presiden Ke-6 yakni
Susilo Bambang Yudhoyono. Yang pada salah satu pasalnya diketahui bahwa “Dalam rangka
penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, khususnya dalam
melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan, dibentuk Badan Keamanan Laut”.
Walaupun UU ini menyalurkan optimisme pengelolaan laut dan pengawasan dan penegakan
hukum di laut, tidak menjamin semua ketentuan dalam UU ini dapat langsung dilaksanakan.
Secara umum, UU Kelautan dapat menjadi peluang yang mampu difungsikan dalam
pelaksanaan penegakan hukum di laut jika peratuan turunannya sukses memfasilitasi
peningkatan koordinasi. Adanya peningkatan koordinasi, banyak “tangan” instansi sektoral
yang sejauh ini memiliki keterbatasan di laut terfasilitasi dengan pemberdayaan sumber daya
yang ada dan jalur kerja sama yang saling memperkuat.

Setelah ditelaah dan dipahami dengan seksama terdapat dua isu besar yang sejauh ini
meresahkan yakni terkait dengan kelautan. Pertama, tentang pengelolaan laut diawali dari
kebijakan perencanaan hingga pemanfaatan sumber daya laut. Kedua, tentang pengawasan
dan penegakan hukum di laut. Pada kedua isu tersebut dapat diketahui dan sudah seharusnya
mampu ditindak lanjuti, secara normatif dalam ketentuan UU dan aturan
pengimplementasiannya ataupun dalam tataran empiris pelaksanaannya. Fokusnya terdapat
pada isu kedua, yaitu terkait dengan penegakan hukum. Tanpa bermaksud mengesampingkan
isu pengelolaan, penegakan hukum adalah suatu pilar terakhir dalam menjaga kedaulatan dan
memastikan agar sumber daya laut dapat dikelola secara berkelanjutan untuk tujuan
pembangunan nasional. Walaupun demikian, harus di garis bawahi bahwa penegakan hukum
tidak dapat berjalan dengan efektif apabila masih banyak kelemahan pada aspek pengelolaan.
Oleh karena itu, dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan yurisdiksi
Indonesia, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan sesuai UU No.
32, Badan Keamanan Laut Indonesia sudah seharusnya melaksanakan tugas tersebut.

Bakamla adalah sebuah revitalisasi dan penguatan kapasitas kelembagaan dari Badan
Koordinasi Keamanan Laut. Dalam melaksanakan tugasnya, Bakamla membutuhkan adanya
pola pelaksanaan operasi bersama keamanan laut melalui Gelar Kekuatan Operasi Bersama
keamanan laut yang selama ini dilakukan. Pelaksanaan gelar operasi tersebut perlu dikaji atau
ditelaah, salah satunya dalam hal kesesuaian dengan jumlah kejadian kejahatan di laut yang
semakin marak terjadi di wilayah perairan yurisdiksi Indonesia. Jenis-jenis pelanggaran dan
kejahatan itu meliputi, pelanggaran atau tindak pidana di laut. Selain itu, terdapat pula
persoalan kecelakan laut dan hal-hal yang terkait keselamatan di laut yang harus ditangani
oleh Bakamla.

Permasalahan tersebut tidak terlepas oleh turut sertanya TNI dalam hubungannya
dengan instansi penegak hukum lainnya. Dalam konteks penegakan hukum, TNI sebisanya
menjadi sistem pelengkap dalam konteks mobilisasi alat-alat kekuatan, mengingat kapasitas
fisik TNI dalam hal alat-alat kekuatan merupakan yang paling mencakupi. Salah satu fungsi
penting Bakamla dalam hal ini seharusnya memfasilitasi mobilisasi kekuatan TNI. Bakamla
mempunyai fungsi yang mampu diperluas dan diperkuat, yang ditujukan agar Bakamla dapat
mengoptimalkan dan mengefisienkan kewajiban dengan penegakan hukum di laut sebagai
pengelola kewenangan berbagai institusi agar dapat bekerja sama dalam penegakan hukum.

Secara singkat, hal ini berarti Bakamla diharapkan mampu terjun langsung dalam
penegakan hukum di laut. Salah satu fungsi yang dijalankan Bakamla, dan fungsi lainnya
mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang keamanan dan keselamatan di wilayah
perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; menyelenggarakan sistem peringatan
dini keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi
Indonesia; melaksanakan penjagaan, pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran
hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; memberikan
dukungan teknis dan operasional kepada instansi terkait; memberikan bantuan pencarian dan
pertolongan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia; dan
melaksanakan tugas lain dalam sistem pertahanan nasional.
UU NO. 31 TAHUN 2004 MENGENAI PERIKANAN

Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan diterbitkan untuk


menggantikan Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang perikanan. Menurut Undang-
undang perikanan ini, wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan
ikan, meliputi perairan Indonesia dan ZEEI. Undang-undang Perikanan di sahkan Presiden
Megawati Soekarnoputri pada tanggal 6 Oktober 2004. UU Nomor 31 tahun 2004 tentang
Perikanan diundangkan oleh Mensesneg Bambang Kesowo di Jakarta pada tanggal 6 Oktober
2004 dan UU 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan ditempatkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118 dan Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 Tentang Perikanan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4433.

Perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan


perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan lapangan kerja, dan peningkatan taraf
hidup yang pada umumnya oleh nelayan kecil budidaya ikan, dan pihak-pihak pelaku usaha
di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan ketersediaan
sumber daya ikan. Perikanan memiliki Undang-Undang tersendiri yakni UU 31 tahun 2004
tentang Perikanan.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, mempunyai


potensi dan peluang kaya akan hasil kelautan dan perikanan yang cukup besar. Hal ini dapat
dilihat dengan permintaan terhadap produk perikanan yang diperkirakan terus meningkat
seiring dengan pertambahan penduduk dunia yang terus meningkat, dan kesadaran
masyarakat penting nilai gizi ikan bagi kesehatan dan kecerdasan. Untuk memastikan
terlaksananya pengelolaan sumber daya perikanan secara maksimal dan berkelanjutan hingga
masa yang akan dating, di perlukan peningkatan peranan pengawas perikanan dan
keikutsertaan masyarakat dalam upaya pengawasan di bidang perikanan. Pelaksanaan
penegakan hukum di bidang perikanan menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka
menunjang pembangunan perikanan secara terkendali dan sesuai dengan asas pengelolaan
perikanan, agar pembangunan perikanan dapat terlaksana secara berkelanjutan.

Oleh karena itu, adanya kepastian hukum merupakan suatu kondisi yang tentu mutlak
diperlukan. Dalam Undang-Undang ini lebih memberikan kejelasan dan kepastian hukum
terhadap penegakan hukum atas tindak pidana di bidang perikanan, yang mencakup
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan demikian perlu diatur
secara khusus mengenai kewenangan penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam menangani
tindak pidana di bidang perikanan.

Pada pasal ini mampu menangani isu yang mengkhawatirkan dengan terjadinya
kegiatan illegal fishing yakni penangkapan ikan dengan bahan kimia di wilayah ZEE
Indonesia. Upaya pemberantasan praktik illegal fishing di wilayah perairan Indonesia secara
konsisten telah dilakukan oleh TNI Angkatan Laut merupakan suatu tindakan untuk
menyelamatkan kekayaan Negara dan kedaulatan NKRI. DIkarenakan adanya dampak yang
cukup dirasakan dari kegiatan kriminalisasi oleh pelaku illegal fishing adalah memepengaruhi
pada ekosistem/lingkungan laut, utamanya jika pengelolaanya tanpa memperhatikan
ketentuan dan persyaratan yang diwajibkan. Dalam penentuan persyaratan sudah
dipehitungkan kapasitas dan kualitas lingkungan laut, sehingga pelanggaran terhadap
persyaratan akan merusak atau menghancurkan lingkungan laut.

Sejauh ini kegiatan yang dilakukan seringkali berlawanan dengan prinsip-prinsip tata
laksana perikanan yang bertanggung jawab, yang mana sebagai nelayan tradisional telah
melakukan penangkapan ikan dengan perlakuan yang telah dilarang dalam ketentuan
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004. Beeberapa larangan yang ada di dalam Undang-
undang yaitu kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan cara merusak
sumber daya ikan dan ekosistemnya seperti pemboman ikan, penggunaan racun sianida,
pembiusan dan penggunaan alat tangkap ikan seperti trawl (pukat harimau) serta
mengeksploitasi habitat laut yang dilindungi. Kegiatan tersebut tentunya melanggar tata cara
penggunaan alat bantu penangkapan ikan merupakan kriminalisasi dalam penangkapan ikan
atau pemanfaatan sumberdaya perikanan yang secara yuridis menjadi pelanggaran hukum.
Hal ini umum, semaraknya pelanggaran tindak pidana perikanan disebabkan oleh beberapa
hal seperti rentang kendali dan luasnya wilayah pengawasan tidak seimbang dengan
kemampuan tenaga pengawas yang ada saat ini. Dalam hal inilah peranan hukum sangat
dibutuhkan untuk mengawasi dan mencegah terhadap tindakan-tindakan yang dapat
mengganggu stabilitas dan pengelolaan serta, kelestarian sumber daya perikanan.

TNI AL berperan sebagai komponen utama pertahanan diwilayah laut, memiliki tugas
dan tanggung jawab guna menegakkan kedaulatan di laut serta melindungi kepentingan
nasional di laut dengan komponen kekuatan pertahanan nasional lainnya. Oleh karena itu
memerlukan kekuatan yang memadai, dalam jumlah maupun kualitasnya agar dapat
mengamankan kekayaan laut oleh bangsa lain yang tentunya dapat merugikan kepentingan
bangsa Indonesia. Pada bidang keamanan laut tidak hanya penegakan hukum di laut,
disebabkan keamanan laut mengandung pengertian bahwa laut dapat dikendalikan dan aman
digunakan oleh pengguna untuk bebas dari ancaman atau gangguan terhadap aktivitas
pemanfaatan laut, yaitu pertama, laut bebas dari ancaman pembajakan perompakan, sabotase,
maupun aksi terror bersenjata. Kedua, laut bebas dari ancaman navigasi yang ditimbulkan
oleh kondisi geografis dan hidrografi serta kurang memadainya sarana bantu navigasi
sehingga membahayakan keselamatan pelayaran. Ketiga, laut bebas dari ancaman terhadap
sumber daya laut berupa pencemaran dan perusakan ekosistem laut serta eksploitasi dan
eksplorasi yang berlebihan. Keempat, laut bebas dari ancaman pelanggaran hukum, baik
hukum nasional maupun internasional seperti illegal fishing, illegal loging, illegal migrant,
penyelundupan dan lain-lain.

Upaya TNI AL pada pelaksanaan keamanan di laut melalui rangkaian kegiatan


patroli, penyidikan, dan penindakan berdasarkan peraturan perundang – undangan nasional
dan hukum laut internasional terhadap segala bentuk pelanggaran hukum di laut dengan
melaksanakan pengamanan objek vital nasional di laut. Selain itu kapal – kapal pengawas
perikanan juga mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan penyelidikan, pengejaran,
penghentian, pemeriksaan, pengawalan ke pelabuhan terdekat.

Hukuman pidana di bidang perikanan umunya bersifat kumulatif, yang difokuskan


terhadap delik kejahatan maupun delik pelanggaran. Dalam hukuman kumulatif pidana badan
(penjara) dengan pidana denda diberlakukan. Hal ini menolak alasan bagi hakim untuk tidak
menjatuh kedua pidana tersebut, juga hakim tidak dapat memilih salah satu hukuman untuk
dijatuhkan, melainkan wajib menjatuhkan pidana pokok pada keduanya. Hukuman yang
berupa pidana penjara yang tinggi dan pidana denda yang berat terhadap pelaku pidana
perikanan dengan tujuan agar menimbulkan efek jera. Pelaku yang terbukti bersalah selain
wajib menjalani pidana penjara bertahun-tahun, juga wajib membayar denda kepada Negara
yang nilainya tidak sedikit.

Anda mungkin juga menyukai