Oleh: Muhammad FAISHAL DANIAL SAMPUL KITAB PENGARANG
• Pengarang kitab Ta’limu al-Mutallim ialah al-Zarnuji,
yang nama lengkapnya adalah Syekh Tajuddin Nu’man bin Ibrahim bin al-Khalil Zarnuji. • Al-Zarnuji adalah seorang sastrawan dari Bukhara, dan termasuk ulama yang hidup pada abad ke-7 H, atau sekitar abad ke-13-14 M, ia dapat dikenal pada tahun 593 H dengan kitab Ta’limu al-Muta’lim. Kitab ini telah diberi syarah (komentar) oleh Al-‘Allamah al- Jalil al-Syekh Ibrahim bin Ismail, dengan nama, al- Syarh Ta’limu al-Muta’llim Thariq al-Ta’allum KITAB TA’LIMUL MUTAALIM • وسميته :تعليم المتعلم طريق التعلم :وجعلته فصوال .فصل :فى ماهية العلم ،والفقه ،وفضله 1. .فصل :فى النية فى حال التعلم 2. .فصل :فى اختيار العلم ،واألساتذ ،والشريك ،والثبات 3. .فصل :فى تعظيم العلم وأهله 4. .فصل :فى الجد والمواظبة والهمة 5. .فصل :فى بداية السبق وقدره وترتيبه 6. .فصل :فى التوكل 7. .فصل :فى وقت التحصيل 8. .فصل :فى الشفقة والنصيحة 9. .فصل :فى اإلستفادة واقتباس األدب10. .فصل :فى الورع11. .فصل :فيما يورث الحفظ ،وفيما يورث النسيان12. .فصل :فـيمـا يجـلب الـرزق ،وفيـما يمـنع ،وما يزيـد فى العـمـر ،وما ينقص13. Kitab ini saya beri nama Ta’limul Muta’alim Thariqatta’allum. Yang terdiri dari tiga belas pasal. • Pertama, menerangkan hakekat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamaannya. • Kedua, niat dalam mencari ilmu. • Ketiga, cara memilih ilmu, guru, teman, dan ketekunan. • Keempat, cara menghormati ilmu dan guru • Kelima, kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-cita yang luhur. • Keenam, ukuran dan urutannya • Ketujuh, tawakal • Kedelapan, waktu belajar ilmu • Kesembilan, saling mengasihi dan saling menasehati • Kesepuluh, mencari tambahan ilmu pengetahuan • Kesebelas, bersikap wara’ ketika menuntut ilmu • Kedua belas, hal-hal yang dapat menguatkan hapalan dan yang melemahkannya. • Ketiga belas, hal-hal yang mempermudah datangnya rijki, hal-hal yang dapat memperpanjang, dan mengurangi umur. • LATAR BELAKANG PERMASALAHAN • PENDIDIKAN karakter dalam perspektif Islam sejatinya adalah internalisasi nilai-nilai adab ke dalam pribadi pelajar. Internalisasi ini merupakan proses pembangunan jiwa yang berasaskan konsep keimanan. Gagalnya sebuah pendidikan karakter yang terjadi selama ini, dapat disebabkan karena karakter yang diajarkan minus nilai keimanan dan konsep adab. Sehingga, proses pembangunan karakter tersendat bahkan hilang sama sekali. • Untuk membentuk penuntut ilmu berkarakter dan beradab, maka pendidikan Islam harus mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan individu yang memahami tentang kedudukannya, baik kedudukan di hadapan Tuhan, di hadapan masyarakat dan di dalam dirinya sendiri. Rancang Bangun pendidikan Karakter Kitab Ta'lim al-Muta'allim
• Syeikh al-Zarnuji, penulis kitab Ta'lim al-
Muta'allim Thariq al-Ta'allum, menekankan aspek nilai adab, baik adab batiniyah maupun adab lahiriyah, dalam pembelajaran. Kitab ini mengajarkan bahwa, pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan (skill), namun paling penting adalah transfer nilai adab. Kitab yang populer di pesantren- pesantren Indonesia ini memaparkan konsep pendidikan Islam secara utuh, tidak dikotomis. Bahwa, karakter sejati itu karakter beradab, yaitu sinergi antara adab batiniyah dan adab lahiriyah. Pendidikan karakter haruslah mendasarkan pada nilai religius, bukan justru anti nilai agama. Pemahaman umum yang diyakini kebanyakan pendidik, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan, dan menepikan nilai agama. Definisi pendidikan karakter ini masih menyisakan problem. Metode-metode
• Dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim, Syeikh al-Zarnuji
merumuskan sejumlah metode penting dalam pembentukan karakter, yang mencakup adab batin dan lahir.
• Pertama, metode ilqa' al-nasihah (pemberian nasehat). Nasihat
diberikan berupa penjelasan tentang prinsip haq dan batil. Penjelasan ini merupakan pemasangan parameter ke dalam jiwa anak sehingga bisa menjadi paradigma berpikir. Untuk itu, disyaratkan guru harus terlebih dahulu membersihkan diri dari sifat-sifat tercela agar nasihat yang diberikan membekas dalam jiwa anak didik. Pemberian nasehat harus dengan kesan yang baik, bijak, dan bahasa yang mudah dimengerti • Kedua, metode Mudzakarah (saling mengingatkan). Al-Zarnuji memberi rambu-rambu agar ketika mengingatkan murid tidak melampaui batas karena bisa menyebabkan murid tidak menerimanya. Oleh sebab itu, al-Zarnuji memberi arahan agar guru harus memiliki sifat lemah lembut, menjaga diri dari sifat pemarah • Ketiga, strategi pembentukan mental jiwa. Dalam metode ini ditekankan beberapa aspek yaitu; niat, menjaga sifat wara', istifadah (mengambil faedah guru), dan tawakkal. • Syeikh al-Zarnuji menjelaskan, sukses dan gagalnya pendidikan Islam tergantung dari benar dan salahnya dalam niat belajar. Niat yang benar yaitu niat yang ditujukan untuk mencari ridha Allah subhanahu wa ta'ala, memperolah kebahagiaan (sa'adah) di dunia akhirat, memerangi kebodohan yang menempel pada diri dan melestarikan ajaran Islam. Harus ditekankan kepada anak didik bahwa belajar itu bukan untuk mendapatkan popularitas, kekayaan atau kedudukan tertentu, tapi mendapatkan ridha Allah. Sikap Wara’
• Selama dalam proses belajar, anak didik harus
dibiasakan bersifat wara' (menjaga dari). Syeikh al-Zarnuji mengatakan, "hanya dengan wara' ilmu akan berguna". • Sikap wara' adalah; menjaga diri dari perbuatan maksiat, menjaga perut dari makanan haram dan tidak berlebihan memakan makanan, tidak berlebihan dalam tidur, serta sedikit bicara. Istifadah
• metode istifadah adalah guru menyampaikan
ilmu dan hikmah, menjelaskan perbedaan antara yang haq dan batil dengan penyampaian yang baik sehingga murid dapat menyerap faidah yang disampaikan guru. Seorang murid dianjurkan untuk mencatat sesuatu yang lebih baik selama ia mendengarkan faidah dari guru sampai ia mendapatkan keutamaan dari guru. Tawakkal
• Nilai batiniyah berikutnya adalah tawakkal
dalam mencari ilmu. Guru harus menanam secara kuat dalam jiwa murid untuk bersikap tawakal selama mencari ilmu dan tidak sibuk dalam mendapatkan duniawai. Sebab, menurut al-Zarnuji, kesibukan lebih dalam mendapatkan duniawi dapat menjadi halangan untuk berakhlak mulia serta merusakkan hati. Relasi Guru Dan Murid
• Pola hubungan yang harmonis antara
guru dan murid menjadi faktor suksesnya internalisasi adab ke dalam jiwa murid. Relasi guru dan murid harus berdasarkan sifat-sifat tawadhu', sabar, ikhlas, dan saling menghormati. Peran Guru
• Guru, dalam kitab Ta'lum al-
Muta'allim, merupakan sentral dalam proses belajar-mengajar. • Yakni menggabungkan tiga tugas secara integral, yakni uswah (contoh), mursyid (pembimbing), muraqib (pengawas). • Melaksanakan tiga komponen tugas tersebut merupakan bentuk dari hubungan ruhiyah antara guru dan murid. Dalam pendidikan Islam, hubungan ruhiyah itu harus untuk mempermudah proses internalisasi nilai adab ke dalam jiwa murid. • Guru harus berperan membersihkan hati murid, mengharahkan dan mengiringi hati nurani murid untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari ridha-Nya. Guru juga harus pandai memberi prioritas pengajaran. Ilmu mana yang harus didahulukan dan diakhirkan beserta ukuran-ukuran yang sesuai. Peran Murid • Berkaitan dengan itu, seorang murid harus memiliki sifat iffah (menjaga diri dan menunjukkan harga diri) dan sabar menerima bimbingan guru. • Dalam menuntut ilmu, hendaknya murid harus cinta ilmu dan gurunya, hormat pada guru, menyayangi sesama penuntut ilmu, memanfaatkan waktu untuk menambah ilmu. Jadi, guru harus dijadikan kaca. Kesimpulan
• Nilai-nilai adab dalam kitab ini bisa menjadi
solusi yang tepat dalam model pendidikan karakter. • Bahwa, pendidikan karakter itu harus berorientasi pada nilai adab. Pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Ta'lim al- Muta'allim memiliki nuansa pendidikan ruhiyah yang mengedepankan etika rabbaniyah