Anda di halaman 1dari 19

Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono

HUKUM KEPAILITAN
Lucius Andik Rahmanto, S.H., M.Kn.
Mojokerto, 07 Maret 2023
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Pertemuan II

- Sejarah Hukum Kepailitan di Indonesia


Sejarah hukum di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
sejarah bangsa Indonesia yang mengalami penjajahan
baik oleh Pemerintahan Kolonial Belanda maupun Bala
Tentara Jepang, demikian juga sejarah Hukum
Kepailitan di Indonesia.
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Sejarah peraturan perundang-undangan kepailitan
di Indonesia sebenarnya sudah dimulai lebih dari
116 tahun yang lalu dengan berlakunya Verordening
0p Het Faillisements En Surseance Betaling Voor
European In Indonesia (Stb. 1905 No. 217 jo. Stb.
1906 No. 348) atau lebih dikenal dengan
Faillisements Verordening
Sejalan dengan perkembangan waktu ternyata
Faillisements Verordening terdapat beberapa
kelemahan yaitu :
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
1. Dalam penerapannya dibutuhkan waktu yang
sangat lama untuk menemukan jawaban atas
suatu permasalahan hukum kepailitan yang
sedang terjadi
2. Hanya berlaku bagi golongan penduduk eropa

Sesuai dengan politik hukum Pemerintah Hindia


Belanda, maka penduduk Hindia Belanda
berdasarkan Pasal 163 Indiche Staatregeling dibagi
menjadi :
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
- Golongan Eropa;
- Golongan Bumiputera; dan
- Golongan Timur Asing.
Namun demikian bagi golongan Bumiputera dapat
menggunakan Failisements Veroordening dengan
cara melakukan penundukan diri. Pada masa ini
Faillisemenst Verordening berlaku bagi semua
orang yaitu baik pedagang maupun yang bukan
pedagang termasuk perorangan dan badan hukum
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Perkembangan berikutnya pada masa pendudukan
Bala Tentara Jepang, peraturan yang mengatur
kepailitan tersebut tidak mengalami perubahan yang
berarti dikarenakan relatif singkatnya masa
pendudukan Jepang di Indonesia dan saat itu Bala
Tentara Jepang banyak berkonsentrasi untuk perang
melawan sekutu.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku selama
masa pemerintahan kolonial Belanda dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan-peraturan bala Tentara Jepang (Osamu
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Tahap selanjutnya setelah masa kemerdekaan
Republik Indonesia, maka berdasarkan Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945, dimana segala Badan
Negara dan Peraturan yang ada dinyatakan masih
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
UUD tersebut. Dengan berdasarkan pada aturan
tersebut maka Faillesements Verordening tetap
berlaku di Indonesia yang kemudian disebut dengan
Peraturan Kepailitan yang berlaku sebagai hukum
positif di Indonesia.
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Perkembangan Peraturan Kepailitan di Indonesia
yang tertuang dalam Faillesements Verordening
tidaklah banyak digunakan, hal ini disebabkan
aturan tersebut kurang dikenal dan dipahami oleh
masyarakat Indonesia sehingga tidak dirasakan
sebagai peraturan yang menjadi milik masyarakat
Indonesia.
Untuk memenuhi ketentuan hukum berkaitan
dengan kepailitan itu yang dirasakan dapat
memenuhi kepentingan hukum dalam masyarakat
sekaligus sebagai produk hukum nasional, maka
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1998, yang kemudian lebih dikenal dengan
”Perpu Kepailitan”
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tahun
1998 merupakan tahun yang sangat sulit bagi
bangsa dan rakyat Indonesia dimana terjadi krisis
di segala bidang (multi dimensional) termasuk
bidang ekonomi yang sangat hebat.
Perpu tersebut tidak mencabut peraturan kepailitan
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
(Faillisements Verordening) namun hanya
mengubah dan menambahnya, sehingga :
 Faillesements Verordening, dimana sebagian
besar ketentuannya masih berlaku selama tidak
diubah dan ditambah oleh Perpu Kepailitan
 Perpu Kepailitan yang mengubah dan menambah
Faillesemants Verordening dalam Bahasa
Indonesia
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Kemudian Perpu Kepailitan tersebut dikuatkan dan
disahkan menjadi Undang-Undang pada tanggal 9
September 1998 dengan disetujui dan disahkannya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Peraturan tentang Kepailitan
menjadi Undang-Undang.
Diharapkan dengan terbitnya peraturan ini dapat
mewujudkan pembayaran yang adil dan seimbang
bagi setiap kreditor sekaligus dapat memberikan
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
perlindungan hukum yang seimbang bagi debitor
terhadap adanya kemungkinan eksekusi masal oleh
kreditor-kreditornya.
Dalam Pelaksanaannya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998 yang telah menggantikan Faillesements
Verordening ternyata banyak memiliki kekurangan-
kekurangan dan ketidakjelasan terminologi hukum,
sehingga menimbulkan multi tafsir baik ditingkat
Pengadilan Niaga sampai dengan Mahkamah Agung
yang pada akhirnya melahirkan putusan-putusan yang
kontroversi dan tidak dapat memenuhi rasa keadilan
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Adapun kelemahan-kelemahan Undang-Undang
tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
 Terminologi utang dan pembuktian syarat-syarat
kepailitan secara sederhana yang banyak
disalahgunakan oleh perusahaan lokal atau kreditor
kecil yang mengancam debitor besar dengan cara
mengajukan pailit perusahaan tersebut
 Lebih mengarahkan debitor yang tidak mampu
membayar utangnya menempuh jalur likuidasi
daripada menempuh jalur Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang atau PKPU
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
 Stigma negatif kepailitan banyak disalahgunakan
untuk menghancurkan kompetitor walaupun
hutangnya sangat kecil
 Sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan
sengketa perdata baik sengketa ingkar janji
(wanprestasi) maupun perbuatan melawan
hukum (onrechtmatigedaad)
 Tidak menyarakat keadaan insolven sebagai
syarat pertama dan terutama yang harus
dipenuhi oleh Debitor yang tidak membayar 1
atau 2 utangnya yang sudah jatuh tempo
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
 Sangat singkatnya jangka waktu penyelesaian yang
hanya 60 hari dan untuk upaya hukum kasasi juga hanya
60 hari
Penyalahgunaan hukum kepailitan untuk menyelesaikan
sengketa perdata sebagaimana tercermin dalam
kelemahan-kelemahan tersebut diatas mendorong untuk
dilakukannya revisi atas Undang-Undang tersebut dan
akhirnya pada tanggal 18 Oktober 2004 Undang-Undang
tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 131)
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Faktor-faktor yang melatarbelakangi perlunya
pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 adalah
sebagai berikut :
 Menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam
waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang
menagih piutangnya dari Debitor
 Menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan
kebendaan yang menuntut haknya dengan cara
menjual barang milik Debitor tanpa memperhatikan
kepentingan Debitor atau para Kreditor lainnya
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
 Menghindari adanya kecurangan-kecurangan
yang dilakukan oleh salah seorang Kreditor atau
Debitor sendiri. Misalnya, Debitor berusaha untuk
memberi keuntungan kepada seorang atau
beberapa orang Kreditor tertentu sehingga
Kreditor lainnya dirugikan, atau adanya
perbuatan curang dari Debitor untuk melarikan
semua harta kekayaannya dengan maksud untuk
melepaskan tanggung jawab terhadap para
Kreditor
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Mayjen Sungkono
Sebagai produk hukum nasional diharapkan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tersebut
dapat menjamin kepastian, ketertiban, penegakan
dan perlindungan hukum dengan keadilan dan
kebenaran yang sangat diharapkan oleh masyarakat
terutama pencari keadilan.
SEKIAN
dan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai