Anda di halaman 1dari 10

PERKEMBANGAN UNDANG-UNDANG MULAI DARI KONSENSI, KONTRAK

KARYA SAMPAI DENGAN UNDANG-UNDANG CIPTA


Ulfa Mandasari

1901093

SekolahTinggi Teknologi Miyak dan Gas Bumi Balikpapan

ABSTRAKSI

Pembahasan yang akan dibahas didalam Penelitian ini ialah tentang perkembang Undang-undang yang
telah disahkan dan telah diterapkan didalam perusahaan. Penelitian ini menggunakan data-data yang ada
di internet yang diakses secara resmi. Tata kelola migas Indonesia diatur dan dituangkan dalam suatu
undang undang. Undang-undang migas pertama adalah UU No 44 tahun 1960. UU ini kemudian diganti
menjadi UU No. 8 Tahun 1971 yang memberikan fungsi ganda kepada Pertamina yaitu sebagai operator
dan regulator, sedangkan fungsi kebijakan dijalankan oleh pemerintah. Penggabungan dua fungsi ini
dikenal sebagai sistem dua kaki. UU No. 22 Tahun 2001 untuk menggantikan UU No. 8 Tahun 1971. UU
yang baru ini memisahkan fungsi regulasi dari Pertamina dan memberikannya kepada lembaga yang
dikenal sebagai BPMIGAS yang saat ini diganti menjadi SKK Migas. Pemisahan ketiga fungsi ini dikenal
sebagai system tiga kaki. Akan tetapi, UU No. 22 Tahun 2001 banyak menerima kritikan, terutama karena
UU ini dinilai terlalu liberal. Misalnya, Pertamina sebagai perusahaan negara (NOC) harus bersaing secara
terbuka dengan perusahaan asing (IOC) yang notabene mempunyai banyak kelebihan baik dalam
teknologi, kapital, maupun manajemen resiko; sehingga UU ini sering dicap sebagai pro-asing karena UU
No 22 tersebut ternyata lebih banyak memberikan kelonggaran kepada IOC. Alhasil, beberapa kelompok
masyarakat maupun perorangan mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meninjau
kembali beberapa pasal. Sejak UU No 22/2001 disahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali
melakukan pembatalan terhadap pasal-pasal dalam UU tersebut, sehingga legalitas secara utuh dari UU
tersebut dipertanyakan. Carut marutnya Tata kelola migas yang ada telah menyebabkan stagnasi
berkepanjangan dalam industri migas nasional, bahkan lebih tepat telah menurunkan kinerja industri
strategis ini. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan uraian berkenaan dengan fondasi desain
Hukum Migas berbasiskan arah dari putusan-putusan MK terkait UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi.
1.Pendahuluan

Undang-undang atau legislasi adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau unsur
ketahanan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai rancangan Undang-Undang.
Karena, UU merupakan peraturan / landasan suatu negara untuk berdiri, dan untuk mengatur jalannya
kebijakan suatu negara oleh Pemimpin suatu negara. Yang dilaksankan oleh warga negara, dimana jika
tanpau UU, suatu negara tidak dapat berdiri dengan moral yang berkualitas. Indonesia memiliki kekayaan
alam yang melimpah. Baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kepemilikan dan
pengolahan atas sumber daya alam oleh suatu negara, merupakan salah satu sumber devisa atau
pemasukan bagi negara. Di Indonesia, minyak dan gas bumi (selanjutnya disebut migas) merupakan salah
satu komoditas utama Indonesia yang paling besar menyumbang devisa bagi Negara. Oleh karena sumber
daya minyak dan gas bumi adalah sumber daya mineral yang terkandung dalam bumi Indonesia, dan juga
menguasai hajat hidup orang banyak, Konstitusi tidak menghendaki adanya kepemilikan individu atas
sumber daya alam tersebut, oleh karena itu, pengelolaan dan pengaturannya dilaksanakan oleh
pemerintah. Kegiatan pengelolaan usaha minyak dan gas bumi dibagi menjadi dua macam, yaitu kegiatan
usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Kegiatan usaha hulu meliputi eksplorasi dan produksi, sedangkan
untuk kegiatan usaha hilir meliputi kegiatan pengolahan, transportasi, dan pemasaran.

2.Teori Dasar

a. Konsensi

Konsesi adalah pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan, individu, atau entitas legal lain. Konsesi
antara lain diterapkan pada pembukaan tambang dan penebangan hutan. Model konsesi umum diterapkan pada
kemitraan pemerintah swasta atau kontrak bagi hasil. Sedangkan, secara definisi adalah suatu keputusan administrasi
negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang penting bagi umum yang ditetapkan dengan turut campurnya
dari pemerintah.

b.Kontrak Kerja

Kontrak kerja adalah perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tulisan. Kontrak
kerja dapat berlangsung baik untuk waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu. Di dalamnya memuat
syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban bagi pekerja dan pengusaha. Sebelum mulai bekerja,
kontrak kerja diberikan oleh perusahaan kepada calon pekerja mendapatkan kesepahaman antara dua
pihak.

 Kontrak Karyawan Tetap


Kontrak karyawan tetap juga disebut sebagai perjanjian kerja waktu tidak tentu (PKWTT). Disebut
demikian karena hubungan kerja antara pemberi dan penerima kerja tidak ada batas waktu tertentu atau
bersifat tetap. PKWTT dapat dibuat secara lisan tanpa harus mendapat pengesahan dari instansi
ketenagakerjaan terkait. Namun, perlu diingat bahwa perusahaan harus membuat surat pengangkatan
kerja bagi karyawan yang bersangkutan.
Kontrak karyawan tetap biasanya mencakup adanya masa percobaan (probation). Masa percobaan
dilakukan selama tiga bulan. Perusahaan wajib untuk menggaji karyawan yang sedang menjalani masa
percobaan, sekurang-kurangnya sesuai nominal upah minimum yang berlaku di daerah tersebut.
 Kontrak Karyawan Tidak Tetap
Berbeda dengan kontrak karyawan tetap, kontrak karyawan tidak tetap merupakan hubungan kerja yang
bersifat sementara antara pemberi dan penerima kerja. Kontrak karyawan tidak tetap juga disebut
perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Karyawan yang bekerja dengan kontrak ini disebut sebagai
karyawan kontrak.
Berbeda dengan PKWTT, kontrak PKWT harus dibuat secara tertulis. Selain sebagai arsip karyawan dan
perusahaan, dokumen tersebut juga harus didaftarkan ke Dinas Tenaga Kerja. PKWT tidak
memperbolehkan adanya masa percobaan (probation) sesuai dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan. Selain itu, hubungan kerja berlangsung paling lama hingga tiga tahun atau hingga
pekerjaan selesai.
 Kontrak Karyawan Paruh Waktu
Berbeda dengan karyawan harian, karyawan paruh waktu memiliki durasi bekerja yang lebih singkat.
Kontrak karyawan paruh waktu sendiri adalah perjanjian kerja dengan durasi kurang 7-8 jam per hari
atau kurang dari 35-40 jam per minggu bagi pekerjanya.
Pembayaran upah menjadi kesepakatan bersama antara pekerja paruh waktu dan pemilik pekerjaan.
Biasanya, orang yang bekerja paruh waktu adalah pelajar atau mahasiswa yang ingin mendapat uang
saku tambahan. Pekerjaannya dapat berupa pramusaji dan penjaga toko.
 Outsourcing
Outsourcing merupakan perjanjian antara pihak/perusahaan penyedia tenaga kerja (pemborong) yang
menerima sebagian pekerjaan dari pihak/perusahaan pemberi kerja. Perjanjian antara kedua belah pihak
disebut perjanjian outsourcing. Hubungan kerja antara pihak penyedia tenaga kerja dengan pihak pemilik
kerja dapat berupa PKWT atau PKWTT.
Perjanjian outsourcing harus memuat Transfer of Protection Employment, yaitu prinsip pengalihan
tindakan perlindungan bagi pekerja. Hal ini didasarkan pada Keputusan Mahkamah Konstitusi Register
No. 27/PUU-X/2011.

c. Kontrak kerja sama

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Indonesia dijalankan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil
atau Production Sharing Contract (PSC). Skema ini mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus
melindungi dari paparan risiko tinggi terutama pada fase eksplorasi.

Bisnis hulu migas memiliki empat karakter utama. Pertama, pendapatan baru diterima bertahun-tahun
setelah pengeluaran direalisasikan. Kedua, bisnis ini memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta
melibatkan teknologi canggih. Ketiga, usaha hulu migas memerlukan investasi yang sangat besar. Namun,
di balik semua risiko tersebut, industri ini memiliki karakter ke empat, yaitu menjanjikan keuntungan yang
sangat besar. Idealnya, kontrak yang digunakan adalah yang mampu menyiasati tantangan dan meraih
peluang dari empat karakter tersebut.

Sebelum PSC, Indonesia sempat menganut dua model bisnis, yaitu konsesi dan kontrak karya. Rezim
konsesi dianut Indonesia pada era kolonial Belanda sampai awal kemerdekaan. Karakteristiknya, semua
hasil produksi dalam wilayah konsesi dimiliki oleh perusahaan. Negara dalam sistem ini hanya menerima
royalti yang secara umum berupa persentase dari pendapatan bruto dan pajak. Keterlibatan negara sangat
terbatas.

Rezim Kontrak Karya berlaku saat Indonesia menerapkan Undang-undang No. 40 tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Regulasi ini mengatur bahwa sumber daya migas adalah milik
negara. Status perusahaan diturunkan dari pemegang konsesi menjadi kontraktor negara. Pada sistem ini,
negara dan perusahaan berbagi hasil penjualan migas. Meskipun perusahaan tidak lagi menjadi pemegang
konsesi, kendali manajemen masih berada di tangan mereka. Peran pemerintah terbatas pada kapasitas
pengawasan.

Skema PSC pertama kali berlaku tahun 1966 saat PERMINA menandatangani kontrak bagi hasil dengan
Independence Indonesian American Oil Company (IIAPCO). Kontrak ini tercatat sebagai PSC pertama
dalam sejarah industri migas dunia. Penerapan PSC di Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan supaya
negara berperan lebih besar dengan mempunyai kewenangan manajemen kegiatan usaha hulu migas.

PSC dapat diibaratkan dengan model usaha petani penggarap yang banyak dipraktikkan di nusantara.
Pemerintah adalah pemilik "sawah" yang mengamanatkan pengelolaan lahan kepada "petani penggarap".
Dalam bisnis hulu migas, "petani penggarap" ini adalah perusahaan migas baik nasional maupun asing.
Penggarap ini menyediakan semua modal dan alat yang dibutuhkan.

Semua pengeluaran ini tentunya harus disetujui pemilik sawah, karena modal tersebut akan dikembalikan
kelak saat panen. Penggantian ini, yang dalam dunia migas dikenal dengan istilah cost recovery, hanya
dilakukan jika "panen" tersebut berhasil atau ada temuan cadangan yang komersial untuk dikembangkan.

Jika tidak, semua biaya ditanggung sepenuhnya oleh penggarap (kontraktor migas). Saat "panen" tiba,
produksi akan dikurangkan terlebih dahulu dengan modal yang harus dikembalikan, baru kemudian dibagi
antara pemilik sawah dengan penggarap sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.

Demikianlah PSC bekerja. Dengan pola ini, negara bisa memanfaatkan anugrah sumber daya migas
karena modal dan teknologi disediakan oleh investor. Di sisi lain, negara tidak terpapar risiko kegagalan
eksplorasi karena biaya modal dalam kondisi tersebut tidak diganti dalam skema cost recovery. Pemerintah
sebagai perwakilan negara juga memiliki kontrol baik atas manajemen operasional maupun kepemilikan
sumber daya migas.

Manajemen operasional hulu migas dipegang oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Migas atau SKK Migas (dulu BPMIGAS) sebagai perwakilan pemerintah dalam PSC. Dengan adanya
institusi ini, kendali atas bisnis hulu migas sepenuhnya di tangan negara.
d. Kontrak kerja sama era formasi

Sistem Kontrak Migas di Indonesia

Karakteristik atau ciri dari Kontrak Kerjasama menurut UU nomor 22

tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah memuat 3 prinsip pokok,

yaitu:

1. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampai pada titik penyerahan;

2. Pengendalian manajemen operasi berada pada badan pelaksana;

3. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung badan usaha atau badan

usaha tetap.

Badan pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan

pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang migas. Fungsi badan

pelaksana ini adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu

agar pengambilan sumber daya alam migas milik negara dapat

memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Objek kontrak kerjasama adalah

kegiatan usaha migas, terutama kegiatan usaha hulu yang meliputi

eksplorasi dan eksploitasi.

Kontrak Kerjasama migas merupakan sebuah kontrak yang bersifat

perdata yang dilakukan oleh pemerintah terhadap badan usaha tetap.

Menurut pendapat para sarjana, hal yang lebih dititik beratkan adalah

mengenai bentuk kontrak yang ditandatangani kedua belah pihak.

SKK Migas merupakan satuan kerja yang dibentuk pemerintah yang

bertujuan sebagai regulator dalam kegiatan hulu migas di Indonesia.

Melalui putusan MK no. 36/PUU-X/2012, Perpres nomor 95 tahun 2012,


Kepmen ESDM no. 3135 tahun 2012 dan Perpres nomor 9 tahun 2013.

Kekhawatiran kontraktor terkait penunjukan SKK Migas sebagai

regulator bidang hulu pengganti BP Migas, dikarenakan SKK Migas hanya

dibentuk berdasarkan peraturan presiden saja, dan bukan merupakan badan

hukum. Hal tersebut tidak diperkuat dengan revisi terhadap UU Migas

yang baru, yang bertujuan guna menunjuk badan usaha milik negara

pengganti, dalam pengelolaan kegiatan usaha hulu migas di Indonesia.

Kontraktor migas di Indonesia yang memiliki posisi rentan karena hal

tersebut, masih harus menunggu sampai waktu yang belum ditentukan,

karena revisi UU Migas saat ini masih menjadi suatu perdebatan pada

DP Subyek dalam suatu perjanjian merupakan bagian dari subyek hukum.

Hal tersebut diatur dalam pasal 1315, 1317, 1318 dan 1340 KUHPerdata

yang mengatur mengenai subyek dalam suatu perjanjian. Subyek

perjanjian harus berbentuk subyek hukum (orang maupun badan hukum),

yang tidak bertentangan dengan pasal 1320 KUHPerdata. Namun, SKK

Migas sebagai suatu subjek hukum, dalam lalu lintas hukum dan diakui

sebagai subjek hukum, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh

badan hukum.

e. Kontrak gross split

Dengan skema baru, yaitu Gross Split, menerapkan biaya operasi menjadi beban kontraktor. Dengan
penerapan skema ini maka kontraktor akan bekerja lebih efektif dan efisien. Mereka akan melakukan
penghematan tanpa proses persetujuan Cost Recovery yang rumit dan tidak efisien dengan tetap operasi
di bawah kendali negara.

Skema Gross Split memang memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan skema Cost Recovery yang
sebelumnya diterapkan. Pertama, skema ini memberikan hasil keekonomian yang sama atau bahkan lebih
baik dari skema cost recovery. Kedua, skema Gross Split akan mempercepat satu sampai dua tahun
tahapan pengembangan lapangan minyak dan gas bumi, karena sistem pengadaan yang mandiri. Ketiga,
skema Gross Split mendorong industri migas lebih kompetitif dan meningkatkan pengelolaan teknologi,
SDM, sistem, dan tentunya efisiensi biaya

f. Kontrak berdasarkan UU Cipta kerja

huruf latin, tidak boleh secara lisan. Selain itu, PKWT juga wajib dicatatkan di instansi ketenagakerjaan
setempat paling lama 3 hari kerja sejak penandatanganan.

Kontrak PKWT minimal harus memuat:

- Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha


- Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja
- Jabatan atau jenis pekerjaan
- Tempat pekerjaan
- Besaran dan cara pembayaran upah

Hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
syarat kerja yang diatur dalam peraturan perusahaan atau peraturan kerja bersama

Mulai dan jangka waktu berlakunya PKWT

Tempat dan tanggal PKWT

Tanda tangan para pihak dalam PKWT

Jenis pekerjaan untuk karyawan kontrak

Karyawan PKWT tidak dapat dipekerjakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap dan terus menerus,
melainkan hanya terbatas untuk pekerjaan yang menurut jenis, sifat, atau kegiatannya akan selesai dalam
waktu tertentu, yaitu:

Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya

Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu tidak terlalu lama

Pekerjaan yang bersifat musiman

Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih
dalam percobaan atau penjajakan

Pekerjaan yang jenis atau kegiatannya bersifat tidak tetap

Contoh pekerjaan PKWT adalah proyek tender barang, pekerjaan pabrik untuk memenuhi pesanan dalam
jangka waktu tertentu, pekerjaan agrobisnis yang terkait musim, dan proyek pembangunan gedung.

PKWT untuk pekerjaan harian


Karyawan kontrak juga dapat dipekerjakan untuk pekerjaan tertentu yang waktu dan volumenya berubah-
ubah, dengan pembayaran upah yang didasarkan pada kehadiran karyawan. PKWT semacam ini dibuat
sebagai perjanjian kerja harian.

Ketentuannya, karyawan hanya boleh bekerja kurang dari 21 hari dalam sebulan. Apabila karyawan
bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut, maka perjanjian kerja harian lepas tidak berlaku
lagi dan status karyawan demi hukum berubah menjadi karyawan PKWTT.

PKWT berdasarkan jangka waktu

Kontrak PKWT berdasarkan ‘jangka waktu’ dapat dibuat untuk paling lama 5 tahun. Apabila jangka waktu
berakhir dan pekerjaan belum selesai, maka dapat dilakukan perpanjangan PKWT dengan jangka waktu
sesuai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Ketentuannya, jangka waktu keseluruhan PKWT
beserta perpanjangan kontrak tidak melebihi 5 tahun.

Dalam aturan terbaru, tidak ada ketentuan mengenai pembaharuan kontrak PKWT. Di aturan sebelumnya
(UU No 13 Tahun 2003), maksimal jangka waktu PKWT dapat dibuat untuk 2 tahun, perpanjangan
maksimal 1 tahun, dan pembaruan maksimal 2 tahun setelah melewati masa tenggang 30 hari.

PKWT berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu

Kontrak PKWT yang didasarkan atas ‘selesainya pekerjaan tertentu’ dibuat berdasarkan kesepakatan para
pihak tentang:

Ruang lingkup dan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai

Lamanya waktu penyelesaian pekerjaan

Jika pekerjaan yang diperjanjikan dalam PKWT dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang disepakati,
maka kontrak otomatis putus saat selesainya pekerjaan. Sebaliknya, jika pekerjaan belum selesai dalam
waktu yang disepakati, maka kontrak dapat diperpanjang sampai batas waktu tertentu hingga pekerjaan
selesai.

Masa kerja karyawan kontrak

PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation). Jika tetap disyaratkan, maka
masa percobaan batal demi hukum dan dianggap sebagai bagian dari masa kerja karyawan kontrak.
Dengan demikian, masa kerja karyawan kontrak di perusahaan dihitung sejak terjadinya hubungan kerja
berdasarkan PKWT sampai perpanjangan kontrak berakhir.

perusahaan dihitung sejak terjadinya hubungan kerja berdasarkan PKWT sampai perpanjangan kontrak
berakhir.

Kewajiban pembayaran kompensasi bagi karyawan kontrak


Berbeda dari aturan sebelumnya, UU Cipta Kerja mewajibkan pengusaha untuk memberikan uang
kompensasi sebagai bentuk pesangon atau penghargaan masa kerja bagi karyawan kontrak pada saat
berakhirnya PKWT. Ketentuannya, karyawan minimal telah bekerja 1 bulan secara terus menerus.

Apabila kontrak diperpanjang, maka uang kompensasi diberikan sebelum perpanjangan PKWT.
Selanjutnya, uang kompensasi berikutnya diberikan pada saat selesai masa perpanjangan. Namun,
pemberian uang kompensasi ini tidak berlaku bagi tenaga kerja asing PKWT.

Perhitungan uang kompensasi

Besaran uang kompensasi karyawan PKWT disesuaikan berdasarkan masa kerja, dengan perhitungan
sebagai berikut:

PKWT selama 12 bulan secara terus menerus diberikan sebesar 1 bulan upah

PKWT selama 1 bulan atau lebih namun kurang dari 12 bulan dihitung secara proporsional dengan rumus
masa kerja dibagi 12 dikalikan 1 bulan upah.

PKWT lebih dari 12 bulan dihitung dengan rumus masa kerja dibagi 12 dikalikan 1 bulan upah.

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum jangka waktu PKWT berakhir, pengusaha
wajib memberikan uang kompensasi yang dihitung berdasarkan masa PKWT yang telah dijalani pekerja.
Ketentuan ini juga berlaku jika pekerjaan selesai sebelum jangka waktu berakhir.

Mengelola karyawan kontrak kini lebih mudah menggunakan software cloud Gadjian. Perangkat lunak
online yang memadukan fungsi payroll dan HRIS ini memiliki fitur reminder PKWT untuk membantu Anda
mengingat masa berlaku PKWT.

Sebagai catatan, apabila Anda mempekerjakan karyawan PKWT melewati batas kontrak tanpa ada
perpanjangan tertulis akibat kelalaian maupun kesengajaan, maka status karyawan tersebut otomatis
menjadi PKWTT. Fitur reminder PKWT di aplikasi Gadjian dapat mencegah kelalaian tersebut.

Reminder akan mengirimkan notifikasi secara default 30 hari—Anda dapat mengaturnya sesuai
kebutuhan–sebelum jangka waktu PKWT berakhir, sehingga Anda punya cukup waktu untuk
mempersiapkan perpanjangan kontrak sekaligus menghitung uang kompensasi yang harus diberikan
kepada karyawan.
KESIMPULAN

 Konsesi adalah pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan, individu, atau
entitas legal lain.

 Kontrak kerja adalah perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau tulisan.

 Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Indonesia dijalankan berdasarkan Kontrak
Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC). Skema ini mengoptimalkan penerimaan
negara sekaligus melindungi dari paparan risiko tinggi terutama pada fase eksplorasi.

 Dengan skema baru, yaitu Gross Split, menerapkan biaya operasi menjadi beban kontraktor.
Dengan penerapan skema ini maka kontraktor akan bekerja lebih efektif dan efisien. Mereka akan
melakukan penghematan tanpa proses persetujuan Cost Recovery yang rumit dan tidak efisien
dengan tetap operasi di bawah kendali Negara

Anda mungkin juga menyukai