Anda di halaman 1dari 18

KEWAJIBAN

MENGANGKAT
IMAMAH
Ridwan/211006075

Fathimah Zahro Al G/223006107


01 Pendahuluan
Dalil Kewajiban
03 Kesimpulan
02 mengangkat
imam
Pendahuluan
As-sawadu Al-Adham, mayoritas kaum muslimin menyepakati kewajiban mengangkat seorang imam.
Tidak ada yang menyelisihi Lijma' ini selain sekte Najdat dari kalangan Khawarij, Al-Asham, dan Al-Futhi
dari kalangan Mu'tazilah.Terkait wajibnya imamah, Ibnu Hazm menuturkan, "Ahlus Sunnah wal Jamaah,
seluruh kelompok Murji'ah, seluruh kelompok Syiah, dan seluruh kelompok Khawarij menyepakati
wajibnya imamah, dan umat wajib tunduk pada imam yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di
antara mereka, memimpin mereka berdasarkan hukum-hukum syariat yang disampaikan Rasulullah kecuali
sekte Najdat dari kalangan Khawar Mereka menyatakan bahwa imamah tidak diwajibkan bagi kaum
muslimin. Mereka hanya diwajibkan menjalankan kebenaran. Kalangan yang mewajibkan imamah
berpendapat bahwa kewajiban ini bersumber dari syariat. Mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah dan
sebagian besar kalangan Mu'tazilah. Sebagian lainnya mewajibkan imamah berdasarkan akal. Sebagian
kalangan yang mewajibkan imamah berdasarkan akal ini ada yang mewajibkan imamah pada Allah-
Mahatinggi Allah dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian sebesar-besarnya. Mereka adalah Syiah.
Sebagian lain ada yang mewajibkannya pada manusia. Mereka adalah kelompok Mu'tazilah dari penduduk
Baghdad." Dan Al-Jahizh dari kalangan Mu'tazilah dari Bashrah."
Dalil
Imamah
Telah kami sampaikan sebelumnya, Ahlus Sunnah wal Jamaah
berpendapat bahwa imamah wajib hukumnya, dan kaum
muslimin harus memiliki seorang imam yang menegakkan
syiar-syiar agama, memberikan keadilan kepada pihak-pihak
yang dizalimi dengan mengambil hak-hak tersebut dari pihak-
pihak yang menzalimi. Pandangan mereka tentang imamah ini
didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur'an, As-As-sunnah, ijma', dan
kaidah-kaidah syar'i.
Dalil Alqur’an

‫َي ا َأُّي َه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا َأِط يُعوا َهَّللا َو َأِط يُعوا الَّر ُسوَل َو ُأوِلي اَأْلْم ِر ِم ْنُك ْم ۖ َفِإْن‬
‫ْل‬
‫َتَن اَز ْع ُتْم ِفي َش ْي ٍء َفُر ُّد وُه ِإَلى ِهَّللا َو الَّر ُسوِل ِإْن ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو ا َي ْو ِم‬
‫اآْل ِخِر ۚ َٰذ ِلَك َخ ْيٌر َو َأْح َس ُن َت ْأِو ياًل‬

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi
Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan
Rasul (sunnahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian
itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).“ (Q.S
An-Nisa’ : 59)
“Ath-Thabari meriwayatkan dari Abu Hurairah as, bahwa ulil amri adalah para
amir." Setelah itu, Ath-Thabari menyatakan, "Pendapat paling tepat terkait makna
ulil amri adalah pendapat kalangan yang menyatakan bahwa mereka adalah para
amir dan pemimpin yang wajib ditaati karena Allah, dan dapat memberikan
maslahat bagi kaum muslimin." Ibnu Katsir menjelaskan, "Secara tekstual-wallahu
a'lam-ayat ini berlaku secara umum untuk seluruh ulim amri dari kalangan amir dan
ulama." Inilah pendapat yang rajih.Wajhul istidlal dari ayat ini adalah Allah
mewajibkan kaum muslimin untuk taat kepada ulil amir dari kalangan mereka. Uli
amri adalah para pemimpin. Perintah untuk taat kepada pemimpin menunjukkan
wajibnya mengangkat seorang pemimpin. Karena Allah tidak akan memerintahkan
taat kepada seseorang yang tidak ada wujudnya, dan juga tidak mewajibkan taat
kepada orang yang keberadaannya mandub(sunah). Maka, perintah untuk taat
kepada ulil amri menuntut perintah untuk mewujudkan ulil amri. Jadi, hal ini
menunjukkan bahwa mengangkat seorang imam bagi kaum muslimin adalah
kewajiban bagi mereka.”
Dalil dari As-
Sunnah
‫َم ْن َم اَت َو َلْي َس ِفي ُع ُنِقِه َب ْي َع ًة َم اَت‬
‫ِم يَت ًة َج اِه ِلَّية‬
Siapa saja yang meninggal dunia sementara di lehernya
tidak ada baiat, maka ia mati seperti mati jahiliyah.“

Maksudnya adalah baiat kepada seorang imam. Hadits


ini dengan jelas menunjukkan wajibnya mengangkat
seorang imam. Sebab, baiat itu wajib bagi seorang
muslim dan baiat tidak bisa dilaksanakan tanpa imam.
Jadi, mengangkat seorang imam adalah wajib
hukumnya.
Imam Asy-Syathibi menuturkan, "Terbukti bahwa Nabi belum wafat hingga beliau menjelaskan
seluruh persoalan agama dan dunia yang diperlukan. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal
ini di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah.""Seperti diketahui, tegaknya daulah di bawah
kepemimpinan Nabi itu sendiri bukan merupakan tujuan, tapi hanya sebagai salah satu
kebutuhan agama, di mana agama tidak akan sempurna tanpanya. Bukankah dahulu kaum
Quraisy sejak awal telah menawarkan kepada beliau menjadi raja tanpa harus capek-capek dan
berjihad. Cukup hanya dengan tidak mencela tuhan-tuhan mereka. Namun begitu, beliau
menolak mentah-mentah tawaran tersebut. Satu-satunya tujuan Nabi ialah melaksanakan tablig,
menyampaikan risalah ini dan mengantarkannya kepada umat manusia serta menggunakan
berbagai sarana-prasarana untuk mencapai tujuan tersebut. Di antara sarana tersebut ialah
tegaknya Daulah Islamiyah. Dengan demikian, tegaknya Daulah Islamiyah adalah wajib demi
tercapainya tujuan tersebut, di samping karena keberadaan Daulah Islamiyah sebagai salah satu
kelengkapan dari agama ini Abdul Qadir Audah menjelaskan, "Rasulullah membentuk kaum
muslimin sebagai kesatuan politik, membentuk satu daulah dengan mempersatukan mereka
semua di mana beliau sendiri yang menjadi pemimpin dan imam tertinggi.
Intinya, perbuatan Nabi dalam memegang kendali Daulah Islamiyah
yang pertama merupakan dalil wajibnya imamah-menurut pendapat
sebagian ulama-karena Nabi dahulubertugas menjelaskan hukum-
hukum syariat melalui perkataan,perbuatan, dan taqrirnya
(penetapannya), dan perbuatan Nabi adalah menunjukkan (hukum)
wajib, menurut pendapat mereka. Jika memang hukum ini bukan
berlaku khusus untuk Nabi, bukan untuk segolongan umat tertentu,
bukan sesuatu yang meragukan antara penduduk gunung dan
selainnya, danbukan pula sebagai penjelasan nash mujmal (global)
sepertihukum potong tangan pencuri dan semacamnya,
Ijma’
Di antara dalil yang menunjukkan kewajiban imamah adalah ijma' umat. terutama ijma' para
shahabat untuk mengangkat seorang khalifah Nabi sepeninggal beliau. Bahkan,
pengangkatan khalifah dilaksanakan sebelum pengurusan dan pemakaman jenazah Nabi.
Asy-Syahrastani menuturkan, "Menjelang wafat, Abu Bakar berkata, "Musyawarahkan
persoalan (khilafah) ini." Setelah itu Abu Bakar menyebut Umar dengan sejumlah sifat-sifat
yang ia miliki, dan ia berpesan agar khilafah selanjutnya diserahkan kepada Umar. Dalam
hati Abu Bakar atau bahkan siapa pun juga merasa bahwa di bumi ini harus ada seorang
imam. Menjelang wafat. Umar menyerahkan urusan khilafah agar dimusyawarahkan di
antara enam orang, hingga akhirnya semuanya sepakat menunjuk Utsman, lalu setelah itu
semuanya sepakat menunjuk Ali. Ini semua menunjukkan bahwa para shahabat yang
merupakan generasi pertama sepakat mengharuskan keberadaan seorang imam." Asy-
Syahrastani selanjutnya menyatakan, "Ijma' ini secara pasti menunjukkan wajibnya
imamah."
Al-Haitami menyatakan, "Perlu diketahui bahwa para shahabat
menyepakati kewajiban mengangkat seorang imam setelah era
nubuwah berlalu. Bahkan, mereka menganggap kewajiban ini
sebagai kewajiban paling penting di mana mereka mendahulukan
persoalan ini daripada memakamkan (jenazah) Rasulullah"Ijma'
ini dinukil sejumlah ulama, di antaranya Al-Marwadi. Ia
menyatakan, "Menyerahkan-imamah-kepada orang akan
menjalankannya adalah wajib berdasarkan ijma', meskipun Al-
Asham memiliki pendapat berbeda dalam hal ini." An-Nawawi
menyatakan, "Ulama sepakat bahwa kaum muslimin wajib
mengangkat seorang khalifah." Ibnu Khaldun menyatakan,
"Mengangkat seorang imam wajib hukumnya. Kewajiban ini
diketahui dalam syariat berdasarkan ijma' para shahabat dan
tabi'in karena saat Nabi wafat, para shahabat bersegera membaiat
Abu Bakar Ash-Shidiq as dan menyerahkan wewenang
kepadanya untuk mengatur segala urusan mereka .
Kaidah Syar'i; "Ketika kewajiban tidak terlaksana
tanpa sesuatu, maka sesuatu tersebut wajib
hukumnya

Dalil lainnya tentang wajibnya imamah adalah kaidah syar`i yang menyatakan bahwa ketika suatu
kewajiban tidak terlaksana tanpa sesuatu. Sudah maklum bahwa Allah telah memerintahkan banyak hal
yang tidak akan mampu dilaksanakan oleh individu. Misalnya, menegakkan hudud, mempersiapkan
pasukan mujahidin untuk menyebarkan Islam, meninggikan kalimat Allah, menarik dan membagikan zakat
kepada golongan-golongan yang telah ditentukan. mencegah kezaliman, memutuskan pertikaian di antara
sesama manusia, dan kewajiban-kewajiban lain yang tidak dapat dilaksanakan oleh individu dari manusia.
Semua kewajiban tersebut (agar terlaksana) mengharuskan adanya kekuasaan dan kekuatan yang berhak
ditaati oleh semua individu Sebuah kekuasaan yang berwenang melaksanakan kewajiban-kewajiban
tersebut. Oleh sebab itu, wajib hukumnya menunjuk seorang imam yang dipatuhi dan ditaati. Imam yang
memiliki wewenang untuk mengatur segala persoalan agar ia dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban
tersebut. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, ‘‘Umat manusia harus memiliki emirat
(pemerintahan) entah itu baik ataupun jahat. Tentang pemerintahan yang baik bisa kami maklumi.
‘‘‘‘ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ‘‘Wajib diketahui bahwa memimpin urusan umat termasuk
salah satu kewajiban agama yang terbesar bahkan agama tidak bisa ditegakkan tanpanya. Sesunggunya,
maslahat seluruh umat manusia tidak dapat terlaksana kecuali dengan berkumpul, karena satu sama lain
saling membutuhkan. Perintah ini tidak dapat terlaksana tanpa adanya kekuatan dan kekuasaan. Semua itu
tidak bisa dilaksanakan tanpa adanya kekuatan dan kekuasaan. ‘‘ Ibnu Hazm mengatakan, ‘‘Dengan logika
akal dan intuisi, kita dapat mengetahui bahwa hukum-hukum yang diwajibkan Allah untuk dilaksanakan
kaum muslimin terkait harta benda, pidana, darah, nikah, talak, dan seluruh hukum lainnya, mencegah
kezaliman, memberikan keadilan kepada pihak teraniaya, dan menuntut qishas dengan wilayah yang
berjauhan, kesibukan masing-masing, dan perbedaan pendapat, ini semua tidak mungkin dapat
dilaksanakan,‘‘ dan seterusnya sampai pada penjelasan berikut, ‘‘Inilah yang terjadi di negeri yang tidak
memiliki pemimpin. Untuk itu, penegakan agama hanya bisa disandarkan pada satu orang atau lebih.
Mencegah Bahaya Kekacauan
Dalil lain yang menunjukkan wajibnya imamah adalah mencegah bahaya kekacauan, karena ketika tidak ada
pengangkatan seorang imam akan menimbulkan bahaya dan kekacauan yang hanya diketahui oleh Allah.
Mencegah bahaya, menjaga lima kepentingan: agama, jiwa, kehormatan. harta, dan akal, merupakan kewajiban
syar'i dan salah satu tujuan syariat Semua itu tidak akan terlaksana tanpa mengangkat seorang imam bagi kaum
muslimin. Dengan demikian, mengangkat seorang imam adalah wajib. Imam Ahmad berkata dalam riwayat
Muhammad bin Auf bin Sufyan Al-Himshi. "Fitnah (musibah) akan terjadi apabila tidak ada imam yang
mengatur urusan umat.“Kehinaan yang kini mendera kaum muslimin sehingga menjadikan mereka hidup dalam
keadaan marginal di dunia, mengekor bangsa-bangsa lain dan berada di bagian belakang sejarah, penyebabnya
tidak lain adalah karena kaum muslimin enggan berusaha untuk menegakkan khilafah dan tidak segera
mengangkat seorang khalifah sebagai bentuk komitmen terhadap hukum syariat yang telah menjadi perkara
ma'lum minad din bidharurah (perkara agama yang sudah dikenal luas), seperti halnya shalat, puasa, dan haji.
Malas dan enggan meneruskan kehidupan Islami termasuk kemaksiatan terbesar. Oleh karena itu, mengangkat
seorang khalifah untuk (memimpin) umat ini merupakan kewajiban yang diperlukan untuk menerapkan hukum-
hukum atas kaum muslimin dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia."Intinya, umat ini tidak
akan terlepas dari kehinaan yang dialami hari ini kecuali dengan kembali kepada Allah dan menegakkan hukum
Allah di muka bumi ini sesuai yang diridai Rabb
Imamah Termasuk Salah Satu Tuntutan
Fitrah dan Tradisi
Dalil lain tentang kewajiban imamah adalah bahwa kecenderungan untuk mengangkat
seorang pemimpin jamaah merupakan perkara fitrah, di mana Allah menciptakan
manusia sesuai dengan fitrah tersebut. Manusia adalah makhluk madani (beradab),
maka jelas ia tidak dapat hidup sendirian. terpisah dari manusia lainnya. Bahkan, ia
harus hidup bersama dengan manusia yang lain agar persoalan-persoalan hidup dapat
berjalan dengan baik dan segala kepentingannya terlaksana. Dan dampak dari hidup
berbaur dengan sesama ialah terjadi benturan kepentingan dan menyebabkan gesekan
antara satu sama lain sehingga menimbulkan pertikaian.Untuk itu, diperlukan seorang
pemimpin sebagai rujukan ketika terjadi perselisihan di antara sesama manusia.
Seorang pemimpin yang diterima semua kalangan untuk memutuskan perselisihan
dan sengketa yang terjadi. Karena itu, mengangkat seorang imam adalah perkara yang
sangat pentinguntuk menjaga hak-hak sesama dan menjamin stabilitas hidup.
kecenderungan mengikuti seorang pemimpin bukan hanya fitrah yang Allah
tanamkan di dalam diri manusia semata. Bahkan, hewan pun memiliki kecenderungan
ini, dan bahkan serangga pun memilikinya. Kawanan unta misalnya, umumnya
kawanan ini mengikuti pemimpinnya. Semuanya mengikuti ke mana pun si
pemimpin-unta jantan-pergi. Karena itu. pengembala hanya perlu mengarahkan si
unta pemimpin ini. Dengan begitu. unta-unta yang lain akan mengikutinya.Dalam
dunia serangga, tidak ada yang lebih menonjolkan fitrah mengikuti pemimpin
melebihi lebah yang memiliki raja dari keturunan tertentu. Raja ini dijaga oleh koloni,
segala keperluannya dipenuhi, dan koloni selalu mengikuti ke mana pun raja pergi.
Lantas bagaimana halnya dengan manusia yang diberi Allah akal sehingga
membuatnya dapat membedakan mana yang keliru dan mana yang benar, dan dapat
pula membedakan antara manfaat dan mudarat.
Kesimpulan

Setelah semua uraian di atas, jelas bahwa imamah wajib


hukumnya. Al-Mawardi, penganut mazhab Asy-Syafi'i,
menuturkan, "Karena imamah sudah jelas wajibnya, maka
kewajiban ini dibebankan secara kifayah, seperti halnya jihad
dan menuntut ilmu. Ketika sudah dilakukan oleh orang-orang
yang berkompeten, maka kewajiban tersebut gugur bagi yang
lain. Namun jika tidak ada seorang pun yang menunaikan
kewajiban ini, maka dua kelompok kaum muslimin harus
tampil. Pertama, orang-orang yang berwenang untuk
memilih seorang imam bagi umat. Kedua, orang- orang yang
memiliki kelayakan untuk menjadi imam, sehingga salah
satu di antara mereka diangkat sebagai imam.
Sekian dan
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai