Anda di halaman 1dari 4

Nama : IMANUDDIN

Nim : 105611105620

Resume AIK kelompok 4 PRAKTEK POLITIK DI MASA KHULAFAUR RASYIDIN

Al-Khulafa ar-Rasyidin bermakna pengganti-pengganti Rasul yang cendekiawan. Adapun


pencetus nama Al-Khulafa ar-Rasyidin adalah dari orang-orang muslim yang paling dekat dari
Rasul setelah meninggalnya beliau pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H bertepatan
dengan tanggal 8 Juni 632 M. Mengapa demikian, karena mereka menganggap bahwa 4 tokoh
sepeninggal Rasul itu orang yang selalu mendampingi Rasul ketika beliau menjadi pemimpin
dan dalam menjalankan tugas.

Dalam Al-Qur'an, manusia secara umum merupakan khalifah Allah di muka bumi untuk merawat
dan memberdayakan bumi beserta isinya. Sedangkan khalifah secara khusus maksudnya
adalah pengganti Nabi Muhammad saw sebagai Imam umatnya, dan secara kondisional juga
menggantikannya sebagai penguasa sebuah edentitas kedaulatan Islam (negara). Sebagaimana
diketahui bahwa Muhammad saw selain sebagai Nabi dan Rasul juga sebagai Imam, Penguasa,
Panglima Perang, dan lain sebagainya.

Adapun yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin adalah para pemimpin pengganti Rosulullah
dalam mengatur kehidupan umat manusia yang adil, bijaksana, cerdik, selalu melaksanakan
tugas dengan benar dan selalu mendapat petunjuk dari Allah. Tugas Khulafaur Rasyidin sebagai
kepala Negara adalah mengatur kehidupan rakyatnya agar tercipta kehidupan yang damai, adil,
makmur, aman, dan sentosa. Sedangkan sebagai pemimpin agama Khulafaur Rasyidin bertugas
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan masalah keagamaan. Bila terjadi perselisihan
pendapat maka kholifah yang berhak mengambil keputusan. Meskipun demikian Khulafaur
Rasyidin dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan musyawarah bersama, sehingga
setiap kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan kaum muslimin.Khulafaur Rasyidin
merupakan pemimpin umat Islam dari kalangan sahabat pasca Nabi wafat. Mereka merupakan
pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Siapa
yang terpilih, maka sahabat yang lain memberikan baiat (sumpah setia) pada calon yang terpilih
tersebut. Ada dua cara dalam pemilihan khalifah ini , yaitu : pertama, secara musyawarah oleh
para sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas penunjukan khalifah sebelumnya.

- Politik masa Khalifah Abu Bakar As-Shidiq

Namanya Abdullah ibnu Abi Quhafah at Tamimi. Dimasa jahiliyah bernama Abdul Ka’bah, lalu
ditukar oleh Nabi menjadi Abdullah Kuniyah Abu Bakar. Gelarnya As-Shidiq (yang amat
membenarkan). Sesudah kaum Anshar wafat, kaum Anshar menghendaki agar orang yang akan
menjadi Khalifah dipilih diantara mereka, Ali bin Abi Thalib pun mengingini agar beliaulah yang
diangkat menjadi Khalifah, tetapi bagian terbanyak dari kaum muslimin menghendaki Abu Bakar,
maka dipilihlah beliau menjadi khalifah.Orang-orang yang tadinya ragu untuk memberikan bai’ah
kepada Abu Bakar dikala golongan terbanyak dari kaum muslimin membai’ahnya segera pula
memberikan bai’ahnya. Sesudah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato. Dalam
pidatonya itu dijelaskan siasat pemerintahan yang akan beliau jalankan, berikut bunyi pidatonya :

“wahai manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan pesanmu, padahal aku bukanlah
orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka
ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang mengambil hak dari
padanya, sedang orang yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat, hingga saya dapat
mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, tetapi bilamana aku tiada menaati Allah dan Rasulnya kamu tak perlu
menaatiku. Dirikanlah shalat semoga Allah merahmati kalian”

Dari fakta historis bai’at yang di Tsaqifah tergambar bahwa pertemuan politik atau forum
musyawarah itu berlangsung hangat, terbuka dan demokratis.Pidato yang diucapkan setelah
pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-
nilai IslamdanstrategimenilaikeberhasilantertinggibagiumatsepeninggalNabiMuhammad SAW.
Pidato itu juga menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan abu bakar dalam
pemerintahan. jika disimpulkan terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan
rakyat, mewujudkan keadilan, mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari
ketakwaan umat Islam.

Pengangkatan Abu Bakar menjadi Khalifah merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi khalifah
bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan
terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah, maka mulailah Abu Bakar menjalankan kekhalifahannya,
baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan, dan juga disinilah
prinsip demokrasi tertanam sejak awal perkembangan Islam.

- Politik masa Khalifah Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat Nabi dan khalifah kedua setelah wafatnya Abu
Bakar As-Shidiq. Jasa dan pengaruhnya terhadap penyebaran Islam sangat besar hingga
Michael H. Heart menempatkannya sebaga orang paling berpengaruh di dunia sepanjang
masa.Beliau lahir di Mekah dari Bani Adi, salah satu rumpun Quraisy dengan nama lengkap
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah,
Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia juara gulat di Mekah. Begitu di bai’at dan
dilantik menjadi Khalifah menyampaikan pidato penerimaan jabatannya di Masjid Nabi
dihadapan kaum muslimin. Bagian dari pidatonya adalah :

“aku telah dipilih jadi Khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik
diantara kamu dan lebih kuat terhadap kamu dan juga lebih mampu untuk memikul urusan
kamu yang penting-penting. Aku diangkat dalam jabatan in tidaklah sama dengan beliau.
Andaikata aku tahu ada orang yang lebih kuat dari padaku untuk memikul jabatan ini, maka
memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini.
Sesungguhnya Allah menguji kamu dengan saya. Dan menguji saya dengan kamu dan
membiarkan saya memimpin kamu sesudah sahabat saya maka janganlah sesuatu urusan dari
urusan kamu dihadapkan kepada seseorang selain saya; dan janganlah seseorang menjauhkan
diri dari saya, sehingga saya tidak dapat memilih orang-orang yang benar dan memegang
amanah. Jika mereka berbuat baik tentu saya akan berbuat baik kepada mereka dan jika
mereka berbuat jahat, maka tentu saya akan menghukum mereka”

Pidato tersebut menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan Khalifah tugas yang berat
sebagai amanah dan ujian, antara pemimpin dan terpinpin harus ada hubungan timbal balik
yang seimbang, setiap urusan harus diselesaikan oleh khalifah dengan baik, khalifah harus
memilih orang-orang yang benar dan bisa memegang amanah untuk membantunya. Hukum
harus ditegakkan terhadap pelaku tindak kejahatan.

- Politik masa Khalifah Utsman bin Affan.

Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah
penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh fairuz, seorang majusi Persia,
Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana yang dilakukan oleh
Rosulullah. Namun Umar juga berfikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar.
Sebagai jalan keluar, Umar menunjuk enam orang sahabat sebagai dewan formatur yang
bertugas memilih khalifah baru. Ke enam orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Thalhah,
Zubair, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Saad ibnu Waqas. Setelah mengalami
perdebatan yang cukup lama, pada akhirnya Utsman bin Affan lah yang menjadi Khalifah.
Setelah Utsman bin Affan dilantik menjadi khalifah ketiga negara Madinah, ia menyampaikan
pidatonya yang menggambarkan dirinya sebagai sufi dan citra pemerintahannya lebih bercorak
agama ketimbang politik belaka sebagai dominan.

- Politik masa Khalifah Ali bin Abi.

Umat yang tidak mempunyai pemimpin pada saat wafatnya Utsman, membai’at Ali bin Abi thalib
sebagai khalifah baru. Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang
khalifah pendahulunya. Ia di baiat ditengah kematian Utsman, pertentangan dan kekacauan
kebingungan umat Islam Madinah. Sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman
mendaulat Ali supaya bersedia dibai’at menjadi khalifah.[34] Setelah Ali bin Abi Thalib di bai’at
menjadi Khalifah dimasjid Nabawi , ia menyampaikan pidato penerimaan jabatannya sebagai
berikut :

”sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk yang
menerangkan padanya yang baik dan yang jahat, maka hendaklah kamu ambil yang baik dan
tinggalkan yang jahat. Kewajiban-kewajiban yang kamu tunaikan kepada Allah akan membawa
kamu ke Surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan apa yang haram dan memuliakan
kehormatan seorang muslim berarti memuliakan kehormatan seluruhnya, dan memuliakan
keikhlasan dan tauhid orang-orang muslim berarti memuliakan kegormatan seluruhnya, dan
memuliakan keikhlasan dan tauhid orang-orang muslim. Hendaklah seorang muslim
memuliakan manusia dengan kebenaran lisan dan tangannya. Tidak boleh menyakiti seorang
muslim kecuali ada yang membolehkannya. Segeralah kamu melaksanakan urusan kepentingan
umum. Sesungguhnya urusan manusia menanti didepan kamu dan orang dibelakang kamu
sekarang bisa membatasi, meringankan urusan kamu . Bertaqwalah kepada Allah sebagai
hamba Allah kepada hamba-Nya dan negri-Nya. Sesungguhnya kamu bertanggung jawab
(dalam segala urusan) termasuk urusan tanah dan binatang (lingkungan). Dan taatlah kepada
Allah dan janganlah kamu mendurhakainya. Apabila kamu melihant yang baik maka ambillah
dan jika kamu melihat yang jahat maka tinggalkanlah. Dan ingat ketika kamu berjumlah sedikit
dan tertindas dimuka bumi. Wahai manusia kamu telah membai’at saya. sebgagaimana kamu
telah lakukan terhadap khalifah-khalifah yang dulu dari pada saya. Saya hanya boleh menolak
sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi jika pemilihan telah jatuh, maka penolakan tidak boleh lagi.
Imam harus kuat teguh dan rakyat harus tunduk patuh. Bai’at terhadap diriku ini adalah bai’at
yang merata dan umum. Barang siapa yang mungkir dari oadanya maka terpisahlah dari agama
Islaml.

pemikiran pilitik selepas wafatnya Nabi Muhammad semakin berkembang, hal ini terbukti
dengan terbentuknya lembaga- lembaga pada masa pemerintahan Khuafaurrasyidin, pemikiran-
pemikiran poilitik mereka melalui pidato mereka selepas di bai’at, peraturan-peraturan yang
mereka buat untuk para pejabat negara dan sistem pemerintahan yang semakin berkembang

Sebelum wafat khalifah abu bakar berwasiat sebagai penggantinya kelak, beliau menunjuk
Umar bin Khattab, Penunjukkan ini dilakukan setelah beliau bermusyawarah dan meminta
pendapat dari sahabat senior.Dari penunjukkan itu ada beberapa hal yang harus dicatat bahwa
Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan asas musyawarah, ia lebih dahulu
mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin,
Abu bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya melainkan memilih orang
yang mempunyai nama di hati masyarakat serta disegani oleh rakyat karena sifat-sifat yang
dimilikinya, pengukuhan Umar menjadi khalifah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik
dalam satu bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin
sehingga obsesi Abu Bakar untuk menjaga keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu
terjamin.

Jika mereka berbuat baik tentu saya akan berbuat baik kepada mereka dan jika mereka berbuat
jahat, maka tentu saya akan menghukum mereka” Pidato tersebut menggambarkan pandangan
Umar bahwa jabatan Khalifah tugas yang berat sebagai amanah dan ujian, antara pemimpin dan
terpinpin harus ada hubungan timbal balik yang seimbang, setiap urusan harus diselesaikan
oleh khalifah dengan baik, khalifah harus memilih orang-orang yang benar dan bisa memegang
amanah untuk membantunya.

Anda mungkin juga menyukai