Kemuhammadiyahan IV
Dosen Pembimbing : Ibnu Syarif Hidayat, S. Pdl, M. Pd
Disusun oleh :
Seperti yang dituliskan dalam buku karya M.B Hendrie Anto, berikut ini adalah beberapa
definisi ekonomi Islam menurut para ahli:
1. Hasanuzzaman
Menurut Hasanuzzaman (1986), pengertian ekonomi Islam adalah suatu ilmu dan aplikasi
petunjuk dan aturan syari’ah yang mencegah ketidak adilan dalam memperoleh dan
menggunakan sumber daya material agar memnuhi kebutuhan manusia dan agar dapat
menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat.
2. Shidqi
Menurut Shidqi (1992), pengertian ekonomi Islam adalah tanggapan pemikir-pemikir muslim
terhadap tantangan ekonomi pada zamannnya. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al-
Qur’an dan Hadist, serta alasan dan pengalaman.
Adanya pengakuan terhadap hak individu, namun dibatasi agar tidak terjadi monopoli
yang merugikan masyarakat umum.
Adanya pengakuan akan hak umat atau umum dimana hak umat lebih diutamakan
dibanding hak lainnya.
Adanya keyakinan bahwa manusia hanya memegang amanah dari yang Maha Kuasa.
Segala kelimpahan harta yang dimiliki manusia adalah berasal dari Allah sang maha
segalanya.
Adanya pengakuan terhadap hak individu, namun dibatasi agar tidak terjadi monopoli
yang merugikan masyarakat umum.
Adanya pengakuan akan hak umat atau umum dimana hak umat lebih diutamakan
dibanding hak lainnya.
Adanya konsep halal dan haram dimana semua produk (barang dan jasa) harus bebas
dari unsur haram yang dilarang dalam Islam.
Adanya sistem sedekah, yaitu distribusi kekayaan secara merata dari yang kaya
kepada yang kurang mampu.
Tidak memperbolehkan adanya bunga atau tambahan dari suatu pinjaman sehingga
hutang-piutang hanya memperbolehkan konsep bagi hasil.
Adanya larangan menimbun harta kepada umat Islam. Hal ini dianggap menghambat
aliran harta dari yang kaya kepada yang miskin dan dianggap sebagai kejahatan besar.
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu
diberi rahmat.” (QS An-Nur: 56).
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya.”…” (QS Al-Baqarah: 219).
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah:
10).
4. Melarang Praktik Riba
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah: 278).
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar” (QS Al Baqarah: 282).
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang
benar.Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS Al Isra: 35).
BAB II
Dasar ini selain sesuai dengan pemerintahan yang dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin juga
terdapat dalam ayat al-Quran, yaitu:
1. Kejujuran dan keikhlasan serta bertanggung jawab dalam menyampaikan amanat kepada
ahlinya (rakyat) dengan tidak membeda-bedakan bangsa dan warna kulit.
2. Keadilan yang mutlak terhadap seluruh umat manusia dalam segala sesuatu.
3. Tauhid (mengesakan Allah), sebagaimana diperinahkan dalam ayat-ayat al-Qur’an supaya
menaati Allah dan Rasul-Nya.
4. Kedaulatan rakyat yang dapat dipahami dari perintah Allah yang mewajibkan kita taat
kepada ulil amri (wakil-wakil rakyat).
a) Dalil Quran
Quran surat An-Nisa’: 58-59,
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri
diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qu’ran) dan Rasul-Nya (Sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
b) Dalil Hadits
“Dahulu para nabi yang mengurus Bani Israil. Bila wafat seorang nabi diutuslah nabi
berikutnya, tetapi tidak ada lagi nabi setelahku. Akan ada para Khalifah dan jumlahnya
akan banyak.” Para Sahabat bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami?”
Nabi menjawab,’”Penuhilah bai’at yang pertama dan yang pertama itu saja. Penuhilah
hak-hak mereka. Allah akan meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang menjadi
kewajiban mereka.” (HR. Muslim)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa para pemimpin umat Islam sepeninggal Nabi
saw disebut sebagai khalifah.
c) Ijma’ Sahabat
Ijma (kesepakatan) shahabat adalah tafsir terbaik atas Qur’an dan Sunnah. Para shahabat
adalah rujukan pertama sekaligus standar kebenaran tatkala ingin memahami Qur’an dan
Sunnah. Fakta menunjukkan bahwa para shahabat sibuk memilih khalifah bahkan hingga
menunda pemakaman Rasulullah SAW.Kosensus para shahabat dan tabi’in tentang
wajIbnuya imamah/Khilafah. Hal ini bisa dibuktikan dengan bergegasnya para shahabat
untuk membaiat Abu Bakar di Saqifah Bani Sa’adah sebagai Amirul Mukminin.
Pandangan ulama klasik dan pertengahan, pada dasarnya menerima keabsahan sistem
pemerintahan Islam (khilafah). Perbedaan pendapat tentang sistem khilafah terjadi di
kalangan ulama kontemporer.
Sarjana Islam pertama yang menuangkan teori politiknya mengenai pandangan ulama tentang
khilafah dalam suatu karya tulis, adalah Syihab al-Din Ahmad Ibnu Abi Rabi’ yang hidup di
Baghdad semasa pemerintah Mu’tashim abad IX Masehi. Kemudian menyusul pemikir-
pemikir seperti al-Farabi, al-Mawardi, al-Ghazali, Ibnuu Taimiyah dan Ibnuu Khaldun.
Mereka inilah yang kiranya dianggap cukup untuk mewakili pemikiran politik Islam pada
zaman klasik dan pertengahan.
Ibnu Abi Rabi’ berpandangan tentang khilafah, bahwa manusia satu sama lain saling
memerlukan, kemudian berkumpul dan menetap di suatu tempat. Dari proses ini maka
tumbuh kota-kota yang pada akhirnya membentuk pemerintahan (negara). Sebagai seorang
ulama, Ibnu Abi Rabi’ memilih sistem monarki di bawah pimpinan seorang raja serta
penguasa tunggal dari sekian banyak bentuk pemerintahan yang ada. Untuk urusan agama,
Ibnu Abi Rabi mengatakan bahwa Allah telah memberikan keistimewaan kepada raja dengan
segala keutamaan, telah memperkokoh kedudukan mereka di bumi-Nya, dan mempercayakan
hamba-hamba-Nya kepada mereka.
Adapun al-Mawardi yang terkenal dengan perumus konsep imamah, menyatakan bahwa
khilafah diperlukan karena alasan; pertama adalah untuk merealisasi ketertiban dan
perselisihan. Menurut al-Mawardi, kata ulil amri dalam al-Quran adalah imamah
(kepemimpinan). Lebih dari itu, dalam karyanya al-Ahkam al-Sultaniyyah al-Mawardi
mengemukakan bahwa imamah atau khalifah adalah penggantian posisi Nabi untuk menjaga
kelangsungan agama dan urusan dunia. Secara tersirat bahwa bentuk negara yang ditawarkan
al-Mawardi lebih kepada teokrasi, menjadikan agama dan Tuhan sebagai pedoman dalam
bernegara. Bahwa pemerintahan merupakan sarana untuk menegakkan hukum-hukum Allah
swt, sehingga pelaksanaannya pun berdasar dan dibatasi oleh kekuasaan Allah swt.
“Katakanlah: "Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau
kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang
Engkau kehendaki, di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha
Kuasa atas segala sesuatu”.
a) Istiqamah.
Sistem politik Islam memiliki karakter istiqamah; artinya bersifat langgeng, kontinu, dan
lestari di jalannya yang lurus. Dalam konteks kenegaraan, sistem politik Islam dibangun di
atas landasan yang istiqamah, yakni:
(d) hanya khalifah yang berhak melegalisasi perundang-undangan dengan bersumber dari
Islam berdasarkan ijtihad.
Setiap warga negara harus terjamin ketenteramannya. Tanpa ketenteraman, kehidupan tak
akan nyaman.
Pertama:
Sistem politik Islam mengaitkan aspek keamanan dengan aspek ruhiah. Rasul berkali-kali
menegaskan bahwa di antara ciri Muslim yang baik adalah Muslim yang tetangganya selamat
dari lisan dan tangannya. Penjagaan keamanan dikaitkan dengan pahala dan siksa..
Kedua:
Mengharuskan masyarakat untuk menjaga keamanan dan bersikap keras kepada perusak
keamanan. Setiap kemungkaran yang ada, termasuk gangguan tehadap keamanan,
diperintahkan untuk dihilangkan oleh siapapun yang melihatnya; baik dengan kekuatan, lisan,
ataupun dengan hati melalui sikap penolakan.
Ketiga:
Makna kebahagiaan yang khas. Allah Swt. telah menetapkan makna kebahagiaan adalah
tercapainya ridha Allah. Berbagai limpahan materi hanyalah kepedihan jika jauh dari ridha
Allah.
Keempat:
Menutup pintu kriminal. Salah satu pintu datangnya gangguan keamanan adalah tindak
kriminal. Dalam konteks ini, Islam mencegahnya dengan jitu. Allah Swt. melarang tindak
kriminal dengan motif apapun, termasuk untuk kepentingan politik. Sistem politik Islam tidak
mengenal paham machiavelis (menghalalkan segala cara).
Sejarah telah membuktikan hal ini. Kemajuan sains, teknologi, dan pemikiran merupakan
keniscayaan dalam Islam karena:
b) kewajiban ri’âyah mengharuskan adanya perhatian secara terus menerus atas urusan dan
kemajuan;
c) perlindungan terhadap milik pribadi dan pemanfaatannya dalam batas syariat; dan
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya
ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham,
membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam al-
Quran dan hadis, karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk
menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang
terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak.
Mereka juga menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk
menunjukkan dinar emas.
Sedangkan kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk
membeli barang-barang murah. Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak
yang dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar, dirham dan fulus. Untuk menunjukkan
dirham dan dinar mereka mengunakan istilah naqdain. Namun mereka berbeda pendapat
apakah fulus termasuk dalam istilah naqdain atau tidak. Menurut pendapat yang mu’tamad
dari golongan Syafi’iyah, fulus tidak termasuk naqd, sedangkan Mazhab. Hanafi berpendapat
bahwa naqd mencakup fulus.
Untuk dapat diterima sebagai alat tukar, uang harus memenuhi persyaratan tertentu yakni:
1. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
2. Tahan lama.
3. Bendanya mempunyai mutu yang sama.
4. Mudah dibawa-bawa.
5. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya.
6. Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan)
7. Dicetak dan disahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas moneter (pemerintah).
A. Sejarah Singkat Uang Sebelum dan Sesudah Islam
Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdangangan telah dikenal ribuan
tahun yang lalu seperti dalam mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000 SM. Dlaam bentuknya
yang lebih standar uang emas dan perak diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sektar
tahun 46 SM. Julia Caesar ini pula yag memperkenalkan standar konversi dari uang perak
dan sebaliknya dengan perbandingan 12:1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar
ini berlaku di belahan dunia eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204.
Sampai abad ke 13 baik di negeri Islam maupun di negeri non islam sejarah menunjukkan
bahwa mata uang emas yang relatif standar secara luas digunakan. Pada akhir abad 13
tersebut islam mulai merambah Eropa dengan berdiri kekhalifah Ustmaniyah dan tonggak
sejarahnya tercapai pada tahun 1453 ketika Muahammad Al Fatih menaklukkan konstatinopel
dan terjadilah penyatuan dari seluruh kekuasaan Khalifahan Ustmaniyah. Selama tujuh abad
dari abad 13 sampai awal abad 20, dinar dan dirham adalah mata uang yang paling luas
digunakan . Penggunaan dinar dan dirham meliputi seluruhwilyah kekuasaan usmaniyah yang
meliputi 3 benua yaitu Eropa bagian timur dan selatan, Afrika utara dan Asia. Pada puncak
kejayaannya kekuasan Turki Usmaniyah pada abad 16 dan 17 ditambah dengan masa
kejayaan islam sebelumya yaitu masa awal Rasulullah maka secara keseluruhan Dinar dan
Dirhamadalah mata uang modern yang dipakai paling lama (14 abad) dalam sejarah manusia.
Selain emas dan perak, baik di negeri islam maupun non islam juga dikenal uang logam yang
terbuat dari logam tembaga atau perunggu. Dalam fiqh islam, uang emas dan perak dikenal
sebagai alat tukat yang hakiki, sedangkan uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai
fulus dan menjadi alat tukarberdasarkan kesepakatan. Dan sisi sifatnya yang tidak memiliki
nilai intrinsic sebagai nilai tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang kita
kenal sekarang.
1. Uang Pada Masa Rasulullah
Bangsa arab di Hijaz pada masa jahiliah belum memiliki mata uang tersendiri. Mereka
menggunakan mata uang yang merka peroleh berupa Dinar Emas Hercules, Byziantum dan
Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.
Kabilah Quraish mempunyai tradisi melakukan perjalanan dagang dua kali dalam setahun;
ketika musim panas ke negeri Syam (Syria,sekarang) dan pada musim dingin ke negeri
Penduduk Mekkah tidak memperjual belikan kecuali sebagian emas yang tidak ditempa dan
tidak menerimanya kecuali dalam ukuran timbangan. Mereka tidak menerima dalam jumlah
bilangan. Hal ini disebabkan beragamnya bentuk dirham dan ukurannya dan munculnya
penipuan pada mata uang mereka seperti nilai tertera yang melebihi dari nilai yang
sebenarnya.
Ketika Nabi Saw diutus sebagai nabi dan rasul oleh Allah SWT, beliau menetapkan apa
yang sudah menjadi tradisi penduduk Mekkah. Dan beliau memrintahkan penduduk Madinah
untuk mengikuti ukuran timbangan penduduk Mekkah ketika itu mereka berinteraksi
ekonomi dengan menggunakan Dirham dalam jumlah bilangan bukan ukuran timbangan.
Beliau bersabda: “Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah sedang takaran adalah
takaran penduduk madinah.”
Sebab munculnya perintah itu adalah perbedaan ukuran dirham Persia karena terdapat tiga
bentuk cetakan uang:
a. Ukuran 20 qirath (karat);
b. Ukuran 12 karat;
c. Ukuran 10 karat.
Dari uraian di atas terlihat bahwa menurut ekonomi Islam, uang di pandang sebagai alat
tukar, bukan suatu komoditas. Selain sebagai alat tukar, uang juga berfungsi sebagai
pengukur harga (standar nilai), hal ini sesuai denbgan definsi uang yang dirumuskan
Taqyuddin An-Nabhani, dalam buku An-Nizham Al-Iqtishadi Al-Islami. Menurutnya uang
adalah standar nilai pada barang dan jasa. Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam, uang di
defenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur harga setiap barang dan jasa.
Karena majunya peradaban, uang dikembangkan sebagai ukuran nilai dan alat tukar. Nabi
Muhammad saw menyetujui penggunaan uang sebagai alat tukar. Dengan demikian, ajaran
Islam sangat mendukung tungsi uang sebagai media petukaran (medium of exchange) karena
banyak hadis-hadis Rasulullah yang tidak menganjurkan barter tetapi sangat menganjurkan
terjadinya transaksi jual beli antara uang dihadapkan dengan barang dan jasa. Contoh hadis
yang secara gamblang dijumpai pada Hadis Shaih Muslim, sebagai berikut :
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِم ْن أَ ْينَ هَ َذا فَقَا َل بِاَل ٌل ِ يث أَبِي َس ِعي ٍد َر
َ ِ َجا َء بِاَل ٌل بِتَ ْم ٍر بَرْ نِ ٍّي فَقَا َل لَهُ َرسُو ُل هَّللا: ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل ُ َح ِد
ك أَ َّو ْه َعيْنُ ال ِّربَا اَل
َ ِصلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ ِع ْن َد َذل ْ اع لِ َم
َ ط َع ِم النَّبِ ِّي ٍ ص َ ُْت ِم ْنه
َ ِصا َعي ِْن ب ُ تَ ْم ٌر َكانَ ِع ْن َدنَا َر ِدي ٌء فَبِع
َ * تَ ْف َعلْ َولَ ِك ْن إِ َذا أَ َردْتَ أَ ْن تَ ْشت َِر
ي التَّ ْم َر فَبِ ْعهُ بِبَي ٍْع آخَ َر ثُ َّم ا ْشت َِر بِ ِه
Dari Abu Said r.a, katanya : “Pada suatu ketika, Bilal datang kepada Rasulullah saw
membawa kurma Barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Kurma dari mana ini ?”
Jawab Bilal, “Kurma kita rendah mutunya. Karena itu kutukar dua gantang dengan satu
gantang kurma ini untuk pangan Nabi SAW.” Maka bersabda Rasulullah SAW, lnilah yang
disebut riba. Jangan sekali-kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma
(yang bagus), jual lebih dahulu kurmamu (yang kurang bagus) itu, kemudian dengan uang
penjualan itu beli kurma yang lebih bagus.”
Hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, Abu Said
Al Kudri menegaskan anjuran jual beli dari pada barter : “Ternyata Rasulullah SAW, tidak
menyetujui transaksi-transaksi dengan system barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya
menggunakan uang. Nampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti itu karena ada
unsur riba didalamnya”.
Peranan uang sebagai alat tukar dan alat ukur juga tampak dari hadits Nabi Saw, yaitu ketika
beliau mewajibkan zakat atas aset moneter (emas dan perak). secara tidak langsung Nabi
mengatakan, bahwa uang sebagai faktor produksi mempunyai potensi untuk berkembang
melalui usaha-usaha produktif yang riil.
Apabila uang diterima sebagai pilar produksi, maka ketentuan pengambilan manfa’at
keuntungan (hasil), tidak boleh ditentukan di awal tanpa melihat hasil realisasi produksi
tersebut. Penetapan porsi keuntungan di awal adalah riba dan bersifat tidak adil. Karena itu
Islam menkonsepsikan bagi hasil dalam dunia bisnis.
Islam juga telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum syariah, seperti dalam
jinayat (pidana). Ketika Islam mewajibkan diyat, Islam telah menentukan diyat tersebut
dengan ukuran tertentu dalam bentuk emas.
Rasulullah pernah menyatakan di dalam surat beliau yang dikirimkan kepada penduduk
yaman ; Bahwa di dalam pembunuhan jiwa itu terdapat diyat berupa 100 ekor unta, dan
terhadap pemilik emas (ada kewajiban) sebanyak 1000 dinar. (HR. Nasai dan Amri bin
Hazam).
Ketika Islam mewajibkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian, Islam juga
menentukan ukuran tertentu dalam bentuk emas, yaitu seperempat dinar. ). Sabda Rasulullah
Saw “Tangan itu wajib dipotong apabila mencuri ¼ dinar atau lebih” (H.R. Bukhari dari
Aisyah).
Ketentuan hukum di atas menunjukkan bahwa dinar, dirham dan mitsqal merupakan satuan
uang yang digunakan untuk mengukur (menghitung) nilai barang dan jasa. Jadi, satuan dinar
dan dirham inilah yang menjadi uang yang berfungsi sebagai ukuran harga barang dan
sekaligus sebagai alat tukar.
Merujuk pada Al-Qur’an, al-Ghazali mengecam orang yang menimbun uang. Orang
demikian, dikatakannya sebagai penjahat. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur
dinar dan dirham menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka ini dikatakannya sebagai orang
yang bersyukur kepada sang pencipta Allah Swt, dan kedudukannya lebih rendah dari orang
yang menimbun uang. Menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari
peredaran. Sedangkan meleburnya berarti menariknya dari peredaran untuk selamanya.
Dinar dan dirham dalam ekonomi Islam, bukan dikhususkan untuk individu-individu tertentu,
tetapi dinar dan dirham diciptakan supaya beredar di antara manusia, lalu menjadi hakim di
antara mereka, menjadi standar harga dan alat tukar.
Pilihan kepada uang emas sebagal alat tukar yang mempunyai nilai melekat pada zatnya
(nilai intrinsik) sama dengan nilai rielnya, nyatanya berlaku di seluruh dunia selama berabad-
abad lamanya.
Fungsi uang sebagai satuan nilai (unit of account), di mana uang berfungsi sebagai standar
alat ukur atas suatu barang dan jasa menimbulkan konsequensi uang menjadi mempunyai
daya beli. Uang Dinar emas dan Dirham perak akan tetap mempunyai daya beli apabila uang-
uang tersebut masih tetap dalam standar kualitasnya. Kualifikasi Dinar dan Dirham klasik
sesuai hukum Islam yang dibakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab adalah mas 22 karat
seberat 4,25 gram dengan diameter 23 mm dan perak murni seberat 3 gram dengan diameter
25 mm. Sedang nisabnya masing-masing adalah 1 untuk Dinar berbanding 10 untuk Dirham.
Untuk saat sekarang ini standarisasi Dinar dan Dirham dilakukan oleh World Islamic Trade
Organization (WITO)
B. Macam-Macam Riba
Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai berikut :
1. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas
berbeda yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan. contohnya tukar menukar emas
dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan sebagainya.
2. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,
maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang
tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak
boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
3. Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang
disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Sari meminjam cincin 5
gram pada Andi. Oleh Andi disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas
sebesar 7 gram, dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 9 gram
dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
4. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami/ mempiutangi. Contoh : Slamet meminjam uang
sebesar Rp 30.000 kepada Indra. Indra mengharuskan dan mensyaratkan agar Slamet
mengembalikan hutangnya kepada Indra sebesar Rp 35.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah
riba Qardh.
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya
perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil
bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut
sebagian pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui
bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah
sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan
dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya
memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk
transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni
riba nasi’at. Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram.
Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih
dari unsur riba antara lain:
a. Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.
b. Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar
perjanjian profit and loss sharing
c. Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
d. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur.
e. Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga
kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan.
f. Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka
yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah
yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka
bagian deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.
g. Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari
dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara benar
pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem
ekonomi syariah yang penuh ridho Allah
Umat Islam harus masuk ke dalam Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak
sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-
orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan
jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata
bagimu”.
Ayat ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik
dalam ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah
ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi
Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip syariah yang digali dari Al-Qur’an dan
sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam.
Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan sebagainya.
1. Usaha bebas
2. Hak Milik
4. Motif keuntungan
5. Kemajuan Teknologi
7. Kepemilikan Pribadi
9. Mekanisme Pasar
1. Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) termasuk negara importir terbesar dan eksportir nomer dua terbesar
yang ada didunia dimana sektor manufakturnya di dominasi oleh produk-produk kimia.
2. Jerman
Jerman membuktikan diri sebagai negara dengan ekonomi terbesar dan terkuat di eropa.
Ada beberapa hal yang dimiliki oleh Jerman sehingga mendapat predikat sebagai negara
dengan ekonomi terbesar di eropa. Beberapa faktor tersebut adalah:
3. Inggris
perekonomian Inggris termasuk perekonomian terbesar yang ada di dunia. Salah satu hal
yang dilakukan oleh Inggris hingga mendapatkan predikat seperti itu adalah menerapkan
sistem ekonomi campuran. Sistem ini adalah salah satu sistem yang menggunakan sebagian
besar prinsip yang digunakan pasar bebas untuk menghindari berbagai macam faktor
penyebab ekonomi lesu. Namun, walaupun seperti itu, Inggris tetap mempertahankan
infrastruktur kesejahteraan sosial yang dimiliki olehnya.
D. Kelebihan
E. Kekurangan
Dalam ekonomi Islam juga mempunyai tiga sistem ekonomi yang dikenal oleh dunia
yaitu ada sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis dan sistem ekonomi islam.
Sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem yang menganut mekanisme pasar.
Dan dalam sistem ini mengakui adanya campur tangan yang tidak tampak dalam
mekanisme pasarnya, sehingga tiap individu dapat melakukan kegiatan ekonominya dengan
diakui kepemilikan pribadi. Sedangkan sistem ekonomi sosialis kebalikan dari sistem
ekonomi kapitalis. Sistem ini tidak ada kebebasan bagi yang melakukan kegiatan ekonomi
secara pribadi, individu maupun sendiri. Namun, kegiatan ekonominya dilakukan untuk
kepentingan bersama.
Dan yang terakhir adalah sistem ekonomi islam, yang mana sistem ini ditekankan untuk
terciptanya pemerataan distribusi pendapatan, seperti yang dijelaskan dalam Qs.Al-Hasyr: 7.
(Abdul Wadud Nafis,2010:11-12)
"Harta rampasan fai' yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk
beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Hasyr: Ayat 7)
Hadis Nabi :" engkau ambil Zakat itu dari orng-orang yang kaya di antara mereka dan engkau
serahkan kepada orang-orang fakir di antara mereka.
Sistem ekonomi kapitalis didirikan atas landasan teori yang bebas atau liberal. Adapun
prinsip dari ekonomi kapitalis :
3. Ketimpangan ekonomi.
2. Disiplin politik.
3. Kesamaan ekonomi.
1. Kebebasan individu
3. Kesamaan sosial
4. Jaminan sosial