Anda di halaman 1dari 26

NAMA:Dani arif Indrawan

KELAS:1B

NIM. :C1019061
Definisi Obat
Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejalah penyakit,luka atau kelainan
badania dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan
atau bagian badan manusia (Anief, 2006).Besarnya efektifitas obat
tergantung pada biosis dan kepekaan organ tubuh. Setiap orang berbeda
kepekaan dan kebutuhan biosis obatnnya.Tetapi secara umum dapat
dikelompokan, yaitu dosis bayi, anak-anak, dewasa dan orang tua (Djas,
dalam kasibu, 2017).
Peran obat dalam upaya kesehatan besar dan merupakan suatu unsur
penting (Simanjutak dalam Kasibu. 2017). Begitu juga dengan
bagaimana penggunaan obat melalui mulut, tenggorokan masuk
keperut, disebut secara oral, cara penggunaan lainnya pemakaian luar
(Anief, 2006).
Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang
dialami. Pelaksaanya harus memenuhi kreteria penggunaan obat yang
rasional, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat,
tidak adanya efek samping, tidak adanya kontra indikasi, tidak adanya
interaksi obat, dan tidak adanya poli farmasi (Depkes RI, 2008). Pada
prakteknya, kesalahan penggunaan obat dalam swamedikasi ternyata
masih terjadi, terutama karena ketidak tepatan obat dan dosis obat.
Apabila kesalahan terjadi terus menerus dalam waktu yang lama di
kawatirkan dapat menimbulkan resiko pada kesehatan. ( Depkes RI.
2007).
BENTUK SEDIAAN OBAT
Menurut bentuk sediaan obat di bagi :
1. Bentuk padat: Tablet, serbuk, pil, kapsul, suppositoria.
2. Bentuk setengah padat: Krim, pasta, gel.
3. Bentuk cair: Solutiones, Suspensi, Guttae, Injectiones, sirup, eliksir.
4. Bentuk gas: inhalasi, aerosol.
1. Bentuk Padat
a. Tablet
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua
permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
Macam-macam tablet :
1) Tablet Kempa : Paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung
design cetakan.
2) Tablet Cetak : Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan.
3) Tablet Trikurat : Tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan
4) Tablet Hipodermik : Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat
sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
5) Tablet Sublingual : Dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakkan tablet di bawah
lidah.
6) Tablet Bukal : Digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.
7) Tablet Efervescen : Tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan
lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk langsung ditelan”.
8) Tablet Kunyah : Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di rongga mulut, mudah ditelan,
tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.
Bentuk tablet :
1. Tablet berbentuk pipih
2. Tablet Berbentuk bulat
3. Tablet berbentuk persegi
4. Tablet yang pakai tanda belahan (scoret tablet , memudahkan untuk membagi tablet)
Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau bahan kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk
pemakaian luar.
Macam serbuk :
1. Serbuk terbagi (pulveres) merupakan bahan atau campuran yang homogen dari bahan-bahan yang diserbukkan dan
relatif kering.
2. Serbuk tak terbagi (pulvis) adalah serbuk yang dibuat untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar.
Kelebihan sediaan serbuk :
1. Dokter leluasa dalam memilih dosis sesuai keadaan pasien.
2. Lebih stabil, terutama untuk obat yang rusak oleh air.
3. Penyerapan lebih sempurna dibanding sediaan padat lain.
4. Cocok untuk anak-anak dan dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet.
5. Obat yang volumenya terlalu besar untuk dibuat tablet atau kapsul dapat dibuat bentuk serbuk.
Kelemahan sediaan serbuk
1. Rasa yang tidak enak tidak tertutup seperti rasa pahit, sepat, lengket di lidah (dapat diatasi dengan corigen saporis).
2. Pada penyimpanan bisa menjadi lembab.
Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau bahan kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
Macam serbuk :
1. Serbuk terbagi (pulveres) merupakan bahan atau campuran yang homogen dari bahan-
bahan yang diserbukkan dan relatif kering.
2. Serbuk tak terbagi (pulvis) adalah serbuk yang dibuat untuk pemakaian dalam maupun
pemakaian luar.
Kelebihan sediaan serbuk :
1. Dokter leluasa dalam memilih dosis sesuai keadaan pasien.
2. Lebih stabil, terutama untuk obat yang rusak oleh air.
3. Penyerapan lebih sempurna dibanding sediaan padat lain.
4. Cocok untuk anak-anak dan dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet.
5. Obat yang volumenya terlalu besar untuk dibuat tablet atau kapsul dapat dibuat bentuk
serbuk.
Kelemahan sediaan serbuk
1. Rasa yang tidak enak tidak tertutup seperti rasa pahit, sepat, lengket di lidah (dapat
diatasi dengan corigen saporis).
2. Pada penyimpanan bisa menjadi lembab.
Pil (Pilulae)
Pil merupakan sediaan yang berbentuk bulat seperti seperti kelereng yang mengandung satu atau lebih
bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral.
Keuntungan:
1. Mudah digunakan atau ditelan
2. Mampu menutupi rasa yang tidak enak
3. Relatif stabil dibandingkan larutan
4. Sangat baik untuk sediaan yang dikehendaki penyerapannya lambat
Kerugian:
1. Kurang cocok untuk obat yang diharapkan memberi reaksi yang cepat
2. Waktu absorbsi yang lama
d. Kapsul
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut.
Keuntungan:
1. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
3. Lebih enak dipandang
4. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara
lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam
kapsul yang lebih besar.
5. Mudah ditelan.
Kekurangan :
1. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori
kapsul tidak dapat menahan penguapan.
2. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
3. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang
kapsul.
4. Tidak dapat diberikan untuk balita.
5. Tidak bisa dibagi-bagi.
Pil (Pilulae)
Pil merupakan sediaan yang berbentuk bulat seperti seperti kelereng yang mengandung satu atau lebih bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral.
Keuntungan:
1. Mudah digunakan atau ditelan
2. Mampu menutupi rasa yang tidak enak
3. Relatif stabil dibandingkan larutan
4. Sangat baik untuk sediaan yang dikehendaki penyerapannya lambat
Kerugian:
1. Kurang cocok untuk obat yang diharapkan memberi reaksi yang cepat
2. Waktu absorbsi yang lama
d. Kapsul
Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut.
Keuntungan:
1. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak
2. Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari
3. Lebih enak dipandang
4. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan pemisahan antara lain menggunakan
kapsul lain yang lebih kecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.
5. Mudah ditelan.
Kekurangan :
1. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori
kapsul tidak dapat menahan penguapan.
2. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).
3. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang
kapsul.
4. Tidak dapat diberikan untuk balita.
5. Tidak bisa dibagi-bagi.
Suppositoria
Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.

Bentuk Setengah Padat


a. Krim
Sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Digunakan pada daerah yang
peka dan mudah dicuci. Krim cocok untuk kondisi inflamasi kronis dan kurang merusak jaringan yang baru terbentuk
b. Pasta
Sediaan setengah padat berupa massa lembek (lebih kenyal dari salep) yang dimaksudkan untuk pemakaian luar
(dermatologi).
Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar dengan vaselin atau parafin
cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun.
c. Gel (Jelly)
Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul
senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan. Adapun bahan – bahan yang diformulasikan
untuk membuat Gel (Lubicating Jelly) yaitu meliputi Methocel 90 H.C. 4000 , Carbopol 934 , Propylene Glycol , Methyl
Paraben , Sodium Hydroxide,qs ad , dan Purified Water.
Bentuk cair
a. Solutiones (Larutan)
Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang
karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya (Ansel).
Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi secara
molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu larutan oral
(diminum) dan larutan topikal (kulit).
b. Suspensi
Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi dalam fase cair. Macam
suspensi antara lain: suspensi oral
(juga termasuk susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga (telinga
bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.
c. Guttae (Obat Tetes)
Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam atau
obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan. Sediaan
obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares
(tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
c. Injection (Injeksi)
Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan
pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
d.Sirup
Merupakan sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali disebutkan lain kadar
sakarosanya antara 64%r sampai 66%.
e.Infus
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900 C
selama 15 menit.
f. Eliksir
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis
4. Bentuk gas
Terdiri dari :
a. Inhalasi
yaitu untuk di hirup
b. Aerosol
yaitu terdispersi dalam gas

3.PENYIMPANAN OBAT
Simpan Obat Dengan Benar
Jauhkan obat dari jangkauan anak.
Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. Label jangan dilepas karena berisi
aturan pemakaian.
Simpan obat di tempat yang sejuk, kering, dan terhindar dari sinar matahari langsung atau sesuai
petunjuk yang tertera dalam kemasan.
Jangan tinggalkan obat di mobil dalam jangka waktu panjang karena suhu tidak stabil.
Jangan simpan obat yang telah kadaluarsa.Obat dalam bentuk cair jangan disimpan dalam lemari
pendingin (freezer) agar tidak membeku, kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan.
Sediaan suppositoria harus disimpan di lemari es supaya tidak meleleh.
Sediaan aerosol/spray harus dijauhkan dari panas/suhu tinggi karena dapat meledak.
Bila ragu/tidak mengerti, tanyakan kepada apoteker atau tenaga kesehatan terdekat.

4. Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaian


dibagi menjadi beberapa bagian, seperti :
oral : obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna, contoh tablet, kapsul, serbuk, dll
perektal : obat yang dipakai melalui rektum, biasanya digunakan pada pasien yang tidak bisa menelan,
pingsan, atau menghendaki efek cepat dan terhindar dari pengaruh pH lambung, FFE di hati, maupun
enzim-enzim di dalam tubuh
Sublingual : Sublingual : pemakaian obat dengan meletakkannya dibawah lidah., masuk ke pembuluh
darah, efeknya lebih cepat, contoh obat hipertensi : tablet hisap, hormon-hormon
Parenteral : obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah. baik secara intravena, subkutan,
intramuskular, intrakardial.
langsung ke organ, contoh intrakardial
melalui selaput perut, contoh intra peritoneal
Absorpsi obat
Proses absorpsi obat terjadi di tempat pemberian obat, secara lokal misalnya dalam lambung (obat antasida penetral asam
lambung), dalam kulit (sediaan topikal), di dinding pembuluh darah kapiler di sekitar anus (obat wasir) atau secara
sistemik yakni di lambung atau usus (jika obat diberikan secara oral atau melalui mulut). Untuk obat yang diberikan secara
intravena (masuk ke pembuluh darah vena secara langsung dengan suntikan atau infus) maka obat tidak mengalami
absorpsi, namun langsung terdistribusi ke darah.
Absorpsi obat tergantung sifat fisika dan kimia obat yang berbeda-beda tiap senyawa, dan tempat absorpsi obat yang
menentukan pH lingkungan absorpsi (lambung memiliki pH rendah=asam, usus pH tinggi=basa). Selain itu ada pengaruh
bentuk obat, yang berbentuk partikel kecil sangat mudah/cepat absorpsinya. Juga tak bisa dilupakan bentuk obat yang
tersedia di lokasi absorpsi, apakah bentuk ion atau molekul. Hanya obat dalam bentuk molekul yang akan mengalami
absorpsi karena bentuk molekul yang larut dalam lipid akan mudah menembus membran tubuh tempat absorpsi obat
(membran tubuh bersifat lipid bilayer).
Oleh karena itu, kita bisa memperkirakan di mana tempat absorpsi obat tergantung pH obat. Obat bersifat asam seperti
asetosal (aspirinR), ibuprofen (prorisR), asam mefenamat (ponstanR) pasti akan mengalami absorpsi di lambung bukan di
usus. Sebabnya adalah dalam lambung yang bersuasana asam obat-obat asam akan mengalami bentuk molekul yang lebih
banyak dibandingkan bentuk ionnya (bentuk ion larut air mudah diekskresikan, bukan diabsorpsi). Selama proses absorpsi,
obat mengalami penurunan jumlah karena tak semua obat diabsorpsi. Selain itu selama proses absorpsi, jika obat diberikan
secara oral maka akan mengalami siklus enterohepatik (perjalanan dari pembuluh darah di usus ke portal hepar di mana
terdapat enzim beta-glikosidase yang mengolah sebagian obat sebelum sampai di reseptornya).
Distribusi obat
Setelah obat mengalami absorpsi, maka obat akan berada di dalam darah, siap mengalami proses selanjutnya yakni
distribusi. Obat dari tempat absorpsinya akan didistribusikan ke sirkulasi sistemik (sistem sirkulasi darah di seluruh
tubuh). Selain itu obat akan didistribusikan ke reseptor tempat kerja obat (setiap obat memiliki reseptor tertentu yang
menyebabkan terjadinya efek farmakologi/khasiat obat, dapat berupa sel, jaringan, organ atau enzim). Di reseptor terjadi
ikatan obat dengan reseptor layaknya gembok dan kunci yang saling pas sehingga obat mempengaruhi reseptor dan timbul
khasiat obat. Khasiat suatu obat tidak terjadi selamanya, artinya memiliki waktu kerja obat yang tertentu dan terbatas
(durasi kerja obat) yang merupakan akibat adanya pengakhiran kerja suatu obat karena adanya proses metabolisme dan
ekskresi.
Distribusi obat
Setelah obat mengalami absorpsi, maka obat akan berada di dalam darah, siap mengalami proses
selanjutnya yakni distribusi. Obat dari tempat absorpsinya akan didistribusikan ke sirkulasi sistemik
(sistem sirkulasi darah di seluruh tubuh). Selain itu obat akan didistribusikan ke reseptor tempat kerja
obat (setiap obat memiliki reseptor tertentu yang menyebabkan terjadinya efek farmakologi/khasiat obat,
dapat berupa sel, jaringan, organ atau enzim). Di reseptor terjadi ikatan obat dengan reseptor layaknya
gembok dan kunci yang saling pas sehingga obat mempengaruhi reseptor dan timbul khasiat obat.
Khasiat suatu obat tidak terjadi selamanya, artinya memiliki waktu kerja obat yang tertentu dan terbatas
(durasi kerja obat) yang merupakan akibat adanya pengakhiran kerja suatu obat karena adanya proses
metabolisme dan ekskresi.
Metabolisme obat
Metabolisme obat utamanya terjadi di hati (hepar) dan ginjal. Metabolisme adalah proses biotransformasi
suatu struktur obat oleh enzim hepar dan ginjal meliputi reaksi fase I dengan sitokrom P-450 berupa
oksidasi, reduksi atau hidrolisis obat. Selain itu obat pun bisa melalui reaksi enzim fase II, yakni enzim
glukoronil transferase dan glutation-s-transferase. Prinsip metabolisme fase I dan II adalah membentuk
obat menjadi bentuk yang mudah larut dalam air sehingga obat mudah untuk diekskresikan atau
dikeluarkan dari tubuh bersama urin atau feses. Bila suatu obat yang mengalami reaksi fase I sudah
cukup larut dalam air atau feses, obat tersebut tak perlu lagi mengalami reaksi fase II. Namun, ada obat-
obatan yang setelah mengalami metabolisme fase I belum cukup mudah untuk dikeluarkan dari dalam
tubuh. Obat jenis ini akan mengalami reaksi lanjutan fase II. Bila suatu obat dikonsumsi secara tunggal,
proses metabolisme akan berlangsung seperi uraian di atas. Namun bila obat dikonsumsi secara
polifarmasi (lebih dari satu obat dikonsumsi secara bersamaan), akan muncul beberapa akibat interaksi
obat dalam proses metabolisme.
Beberapa obat memiliki sifat sebagai penginduksi enzim pemetabolisme obat baik itu fase I maupun II,
misalnya obat-obat golongan barbiturat (seperti fenobarbital) dan etanol (alkohol). Sebaliknya, ada pula
obat yang mampu menghambat enzim pemetabolisme obat, yakni golongan obat penghambat histaminik-
2 (simetidin). Adanya obat kombinasi yang bisa bersifat menginduksi maupun menginhibisi enzim
pemetabolisme obat tentu akan mempengaruhi kerja obat lain yang akibatnya bisa jadi merugikan atau
menguntungkan. Oleh karena itu seminimal mungkin dilakukan pemberian obat kombinasi, kecuali jika
benar-benar menguntungkan bagi pasien.
Ekskresi obat
Setelah obat mengalami metabolisme akhirnya obat perlu dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
ekskresi melalui ginjal (bersama urin), usus besar (bersama feses), ASI, keringat bahkan air liur. Biasanya
obat hasil metabolisme yang bersifat larut air akan dikeluarkan bersama urin, keringat dan air liur,
sedangkan yang bersifat larut lemak akan keluar bersama feses dan ASI. Itulah pentingnya pertimbangan
kehati-hatian konsumsi obat pada ibu menyusui karena obat dapat dikeluarkan melalui ASI dan
memberikan efek buruk pada bayi.

INTERAKSI OBAT
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan dapat memberikan efek masing-masing atau
saling berinteraksi. Interaksi tersebut dapat bersifat potensiasi atau antagonis satu obat oleh obat lainnya,
atau kadang dapat memberikan efek yang lain. Interaksi obat yang merugikan sebaiknya dilaporkan
kepada Badan/Balai/Balai Besar POM seperti halnya dengan reaksi obat merugikan lainnya.
Interaksi obat dapat bersifat farmakodinamik atau farmakokinetik.

Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai efek farmakologi atau efek
samping yang serupa atau yang berlawanan. Interaksi ini dapat disebabkan karena kompetisi pada
reseptor yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologik yang sama. Interaksi
ini biasanya dapat diperkirakan berdasarkan sifat farmakologi obat-obat yang berinteraksi. Pada
umumnya, interaksi yang terjadi dengan suatu obat akan terjadi juga dengan obat sejenisnya. Interaksi ini
terjadi dengan intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien yang mendapat obat-obat yang saling
berinteraksi.

Interaksi Farmakokinetik
Yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi
obat lain. Dengan demikian interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia
(dalam tubuh) untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya. Tidak mudah untuk memperkirakan
interaksi jenis ini dan banyak diantaranya hanya mempengaruhi pada sebagian kecil pasien yang
mendapat kombinasi obat-obat tersebut. Interaksi farmakokinetik yang terjadi pada satu obat belum tentu
akan terjadi pula dengan obat lain yang sejenis, kecuali jika memiliki sifat-sifat farmakokinetik yang
sama .
Interaksi obat dengan obat
Interaksi ini terjadi ketika seseorang mengonsumsi dua obat atau lebih secara bersamaan. Semakin
banyak obat yang dikonsumsi, semakin tinggi risiko interaksi yang mungkin terjadi.
Interaksi obat dengan obat dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan obat dalam menyembuhkan
penyakit atau meningkatkan risiko munculnya efek samping obat. Misalnya, Anda minum dua jenis obat
yang dapat menyebabkan rasa kantuk, maka Anda akan cenderung mengalami rasa kantuk dua kali lipat.

Interaksi obat dengan makanan atau minuman


Beberapa obat tidak boleh dikonsumsi bersamaan atau berdekatan waktunya dengan makanan atau
minuman tertentu. Misalnya, mengonsumsi suplemen zat besi bersamaan dengan teh bisa menurunkan
penyerapan zat besi oleh tubuh.
Contoh lainnya adalah mengonsumsi warfarin bersamaan atau berdekatan waktunya dengan konsumsi
sayuran hijau, seperti bayam, dapat menurunkan efektivitas warfarin.
Oleh karena itu, penting untuk mematuhi cara minum obat yang benar agar efek interaksi obat tersebut
tidak terjadi.

Interaksi obat dengan penyakit


Interaksi obat selanjutnya adalah interaksi obat dengan penyakit. Penggunaan obat tertentu dapat
memperburuk penyakit lain yang Anda derita. Misalnya, obat antiinflamasi non steroid (OAINS) bisa
menambah keluhan penderita gangguan lambung.
Contoh lainnya adalah penggunaan obat pada orang yang sedang menderita gangguan hati. Ketika
mengalami gangguan hati, kemampuan organ ini untuk membersihkan zat kimia yang tidak terpakai oleh
tubuh juga terganggu, sehingga risiko keracunan obat, terutama obat yang diproses di hati, akan
meningkat.
Pengertian efek samping obat adalah semua efek yang tidak dikehendaki yang membahayakan atau
merugikan pasien (adverse reactions ) akibat penggunaan obat. Masalah efek samping obat tidak bisa
dikesampingkan karena dapat menimbulkan berbagai dampak dalam penggunaan obat baik dari sisi
ekonomik, psikologik dan keberhasilan terapi. Dampak ekonomik seperti meningkatnya biaya pengobatan
dan dampak psikologik pada kepatuhan penderita dalam minum obat akan berakibat kegagalan terapi.
Efek samping obat dikelompokkan dalam 2 katagori yaitu efek samping obat yang dapat diperkirakan dan
efek samping yang tidak dapat diperkirakan seperti reaksi alergi dan idiosikratik. Efek samping yang dapat
diperkirakan dapat timbul karena aksi farmakologi yang berlebihan misalnya penggunaan obat antidiabetik
oral menyebabkan efek samping hipoglikemia dan hipotensi pada pasien stroke yang menerima obat
hipertensi dosis tinggi. Gejala penghentian obat dapat menimbulkan munculnya kembali gejala penyakit
semula atau menimbulkan reaksi pembalikan terhadap efek farmakologi obat sehingga pasien memerlukan
dosis yang makin lama makin besar respon karena penghentian obat, misalnya hipertensi berat karena
penghentian klonidin. Efek samping yang tidak berupa efek utama obat juga sering terjadi. Pada sebagian
besar obat munculnya efek samping ini sudah dapat diperkirakan sehingga tenaga kesehatan sudah
mewaspadai munculnya efek samping ini. Sebagai contoh adalah adanya keluhan pedih,mual, muntah akibat
penggunaan obat-obat penghilang nyeri dan radang serta rasa ngantuk setelah minum obat anti alergi atau
obat mabuk perjalanan.
Pada kasus efek samping yang tidak diperkirakan seperti alergi sulit diperkirakan sebelumnya karena sering
tidak tergantung dosis dan terjadi pada sebagian kecil populasi. Reaksi yang muncul juga bermacam-macam
mulai yang ringan seperti kulit kemerahan sampai yang berat dan fatal seperti syok anafilaksis. Untuk
mencegah dan mewaspadai munculnya reaksi alergi perlu diperhatikan sifat-sifat khasnya, yaitu: keluhan dan
gejala ditandai reaksi imunologi seperti ruam kulit, gatal-gatal dan sesak nafas; reaksi dapat terjadi pada
kontak ulangan, seringkali ada tenggang waktu antara minum obat dengan munculnya efek samping, dan
reaksi hilang bila obat dihentikan. Pada kasus efek samping karena variasi genetik sulit dikenali secara
spesifik, karena kelainan genetik hanya diketahui dengan pemeriksaan spesifik contohnya pasien dengan
yang kekurangan enzim glukosa-6fosfat dehidrogenase mempunyai potensi menderita anemia karena
penggunaan obat malaria seperti primakuin, antibakteri golongan sulfonamid dan obat jantung seperti kinidin.
Faktor penyebab terjadinya efek samping obat dapat berasal dari faktor pasien dan faktor obat. Faktor pasien
meliputi umur, genetik dan penyakit yang diderita. Pada pasien anak-anak (khususnya bayi) sistem
metabolism belum sempurna sehingga kemungkinan terjadinya efek samping dapat lebih besar, begitu juga
pada pasien geriatrik (lansia) yang kondisi tubuhnya sudah menurun. Pada pasien dengan penyakit tertentu
seperti gangguan hati dan ginjal penggunaan obat perlu perhatian khusus karena dapat menyebabkan efek
samping yang serius. Faktor obat yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping seperti
pemilihan obat, jangka waktu penggunaan obat, dan adanya interaksi antar obat. Masing masing obat
memiliki mekanisme dan tempat kerja yang berbeda-beda sehingga dapat menimbulkan efek samping yang
berbeda.
Cara Menghitung Dosis Obat Tablet atau Pil
Obat tablet merupakan salah satu jenis obat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Pasalnya
jenis obat tablet ini memiliki bentuk bulat atau lonjong. Berikut cara menghitung dosis obat tablet atau
pil yang bisa kita simak bersama

Keterangan :
Sediaan obat merupakan jumlah total kandungan dalam satu teblet, pil, kaplet, vial atau ampul.
Contoh :
Seorang dokter memebrikan paracetamol tablet 250 mg yang mana dalam satu kablet obat memiliki
sediaan 500mg.
Jawaban :
250 mg / 500 mg = 1/2 tablet

Cara Menghitung Dosis Obat Sirup


Setelah kita ketahui cara menghitung dosis dari obat tablet kali ini kami akan sajikan informasi terkait
dengan cara menghitung dosis obat sirub

Contoh :
Seorang dokter membuat resep Sanmol Forte sirup 120 mg prn. Dengan sediaan obat Sanmol Forte sirup
adalah 240 mg tiap 5 ml (mililiter).
Jawaban :
120 mg / 240 mg X 5 ml = 2,5 ml = 1/2 cth

Cara Menghitung Dosis Obat Serbuk


Selain menghitung dosis obat jenis tablet dan sirup, kali ini kami juga akan membahas mengenai cara
menghitung dosis obat serbuk yang mana jenis obat ini sangat jarang digunakan oleh masyarakat. Meski
demikian jenis obat serbuk ini tetap digunakan untuk jenis obat antibiotik seperti ceftriaxone, cefotaxim,
dan lainnya.

Contoh:
Ceftriaxone inj 3 dd 330 mg IV.
Jawab: 330 mg / 1000 mg X 10 cc = 3,3 cc
4. Implantasi
Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan dibawah kulit dengan alat khusus (Trocar),
terutama digunakan untuk efek sistemik lama, misalnya obat-obat hormon kelamin (Ekstradiol
dan testosteron). Akibat absorpsi yang lambat, satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara
teratur selama 3- 5 bulan.
5. Rectal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini memiliki efek sistemik lebih cepat dan lebih
besar dibandingkan per oral dan cocok digunakan untuk obat yang mudah dirusak oleh asam
lambung. Contoh :
Suppositoria dan klisma sering digunakn untk efek lokal , misalnya wasir.
Salep yang dioleskan pada permukaan rektal hanya mempunyai efek lokal.
6. Transdermal
Cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap secara perlahan dan
kontinyu masuk ke dalam sistem peredaran dara, langsung ke jantung. Umumnya diberikan
untuk gangguan jantung, misalnya angina pektoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam. contohnya
Nitrodisk dan Nitroderm TTS( Therapeutik Transdermal System ) dan preparat hormon.
LITERATUR

https://academia.edu
https://docplayer.info
https://uad.ac.id
https://kefarmasian.com

Anda mungkin juga menyukai