Anda di halaman 1dari 18

Pembahasan

Teori Masuknya Islam


di Indonesia
Anggota Kelompok
Morgan Maxwell
Hannah Morales
Cahaya Dewi
Anna Kartina Marlina
Teori Gujararat A
Menurut teori Gujarat, asal mula
masuknya Islam ke Indonesia berasal dari
Gujarat, India. Menurut Snouck Hurgronje,
Islam tidak mungkin langsung datang dari
Arabia ke Indonesia tanpa melalui ajaran
tasawuf yang berkembang di Gujarat.
Teori Gujarat B
Snouck Hurgronje meyakini bahwa Islam tidak
mungkin langsung datang dari Arabia ke
Indonesia karena menurutnya, ajaran Islam yang
berkembang di Gujarat, India, memiliki peran
penting dalam penyebaran Islam ke Indonesia.
Ajaran tasawuf yang berkembang di Gujarat
dianggap sebagai perantara yang membantu
mempermudah penerimaan Islam di Indonesia.
Teori Gujarat C
Teori Gujarat tidak menjelaskan secara rinci antara
masuk dan berkembangnya Islam di Samudra
Pasai. Tidak ada penjelasan mengenai mazhab
apa yang berkembang di Samudra Pasai. Muncul
pertanyaan besar apakah saat Islam datang
langsung mampu mendirikan kerajaan yang
memiliki kekuasaan politik besar.
Teori Mekah A
Menurut Teori Makkah oleh Prof. Dr. Buya
Hamka, Islam pertama kali masuk ke Nusantara
pada abad ke-7 Masehi. Ini didasarkan pada
Berita Cina Dinasti Tang yang mencatat adanya
pemukiman saudagar Arab di wilayah pantai
barat Sumatera pada periode tersebut.
Teori Mekah B
Buya Hamka menggunakan Berita Cina Dinasti
Tang sebagai dasar teorinya untuk mendukung
pandangan bahwa Islam masuk ke Nusantara
pada abad ke-7 Masehi. Dalam berita tersebut,
tercatat adanya pemukiman saudagar Arab di
wilayah pantai barat Sumatera, yang
diinterpretasikan oleh Buya Hamka sebagai
bukti masuknya Islam ke Nusantara.
Teori Mekah C
Dalam Teori Makkah, kerajaan Samudra Pasai
dianggap sebagai perkembangan Islam karena
didirikan pada abad ke-13 Masehi, bukan pada
awal masuknya Islam ke Nusantara pada abad
ke-7 Masehi. Buya Hamka meyakini bahwa Islam
telah masuk sejak abad ke-7 M, dan kerajaan
Samudra Pasai merupakan salah satu hasil
perkembangan agama Islam di wilayah tersebut.
Teori Persia A
Dasar teori Persia oleh Husein
Djajadiningrat adalah bahwa Islam masuk
ke Indonesia bermazhab Syi’ah dan
berasal dari Persia. Dasar ini terutama
didasarkan pada sistem mengeja bacaan
huruf Al-Qur`an, terutama di Jawa Barat,
yang menggunakan ejaan Persia.
Teori Persia B
Teori Persia dipandang lemah, terutama terkait dengan
mazhab Syi’ah, karena tidak semua pengguna sistem bacaan
tersebut di Persia dianggap sebagai penganut Syi’ah. Pada
masa tersebut, mayoritas khalifah di Baghdad sebagai ibu kota
Kekhalifahan Bani Abbasiyah adalah penganut Ahlussunnah
wal Jama’ah. Selain itu, fakta bahwa mayoritas muslim di Jawa
Barat pada saat itu bermazhab Syafi’i dan berpaham
Ahlussunnah wal Jama’ah, bukan pengikut Syi’ah, menjadi
salah satu alasan mengapa teori ini dianggap lemah.
Teori Persia C
Hubungan antara ejaan huruf Al-Quran di Jawa
Barat dan teori Persia adalah bahwa teori Persia
menyatakan bahwa Islam masuk dari Persia, dan
ejaan huruf Al-Quran di Jawa Barat menggunakan
ejaan Persia. Namun, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, teori ini dianggap lemah karena tidak
semua pengguna ejaan tersebut dianggap sebagai
penganut Syi’ah.
Teori Cina A
Slamet Muljana berpendapat bahwa Sultan Demak dan Wali Songo adalah keturunan Cina
berdasarkan penafsiran atas Kronik Klenteng Sam Po Kong. Menurutnya, nama-nama
seperti Panembahan Jin Bun, Tung Ka Lo, Bong Swi Hoo, Toh A Bo, yang disebutkan dalam
kronik tersebut, dianggap sebagai nama Cina. Namun, titik kelemahan utama teori ini
adalah asumsi bahwa penulisan nama orang dan tempat dalam kronik tersebut dianggap
mengikuti pola penulisan Cina untuk orang dan tempat yang bukan berasal dari negeri
Cina. Ini menjadi kelemahan karena tidak semua penulisan sejarah di luar Cina harus
mengikuti aturan tersebut, dan penafsiran ini dapat dipertanyakan.
Teori Cina B
Kelemahan utama teori Cina terkait dengan Kronik Klenteng Sam Po Kong
adalah asumsi bahwa penulisan sejarah dalam kronik ini mengikuti pola
penulisan Cina untuk orang dan tempat yang bukan berasal dari negeri
Cina. Ini dapat menimbulkan kesalahan interpretasi karena tidak semua
penulisan sejarah di luar Cina harus mengikuti aturan tersebut. Selain itu,
asumsi bahwa nama-nama yang dicinakan dalam kronik ini secara otomatis
menunjukkan keturunan Cina bisa dipertanyakan, karena banyak faktor
yang dapat mempengaruhi pemilihan nama.
Teori Cina C
Penulisan sejarah dalam Kronik Klenteng Sam Po
Kong dapat mempengaruhi interpretasi teori
Cina karena kronik tersebut mencantumkan
nama-nama yang dianggap memiliki asal Cina.
Namun, perlu diingat bahwa penulisan sejarah
dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk
budaya penulis kronik dan kepentingan politik
atau agama. Oleh karena itu, interpretasi teori
Cina berdasarkan Kronik Klenteng Sam Po Kong
perlu diperhatikan dengan hati-hati dan tidak
boleh dianggap sebagai satu-satunya bukti.
Teori Maritim A
Menurut N.A. Baloch, jalur perdagangan laut tetap berlanjut
meskipun terjadi perang di Makkah dan Madinah karena
perdagangan laut telah menjadi tradisi yang sudah mapan
sejak lama. Meskipun terdapat konflik di daratan,
perdagangan laut tetap berlangsung karena aktivitas ini telah
menjadi bagian integral dari jalur perdagangan antara Timur
Tengah, India, dan Cina. Selain itu, pada masa Khulafaur
Rasyidin (11-41 H/632-661 M), hubungan perdagangan
semakin lancar, dan banyak sahabat Nabi yang berdakwah di
luar Madinah, termasuk di sepanjang jalur perdagangan laut
tersebut.
Teori Maritim B
Kemampuan umat Islam dalam penguasaan perniagaan
melalui jalur maritim memainkan peran penting dalam
penyebaran Islam. Menurut N.A. Baloch, umat Islam memiliki
kemampuan dalam penguasaan perniagaan melalui jalur
maritim, sehingga agama Islam dapat dikenalkan di sepanjang
jalur niaga di pantai-pantai tempat persinggahan. Proses
pengenalan ajaran Islam ini terjadi pada abad ke-1 H atau
abad ke-7 M. Kemampuan umat Islam dalam perdagangan
membantu memperluas cakupan penyebaran agama Islam
melalui jalur laut, memungkinkan pesan Islam tersebar di
berbagai wilayah yang dilalui jalur perdagangan.
Teori Maritim C
Menurut N.A. Baloch, proses pengenalan dan pengembangan
agama Islam melalui jalur maritim terdiri dari beberapa fase.
Fase pertama terjadi pada abad ke-1 H atau abad ke-7 M, di
mana agama Islam dikenalkan di sepanjang jalur niaga di
pantai-pantai tempat persinggahan. Fase ini merupakan tahap
awal penyebaran agama Islam. Fase berikutnya adalah
pengembangan agama Islam, yang terjadi mulai abad ke-6 H
hingga ke pelosok Indonesia. Pada fase ini, agama Islam mulai
berkembang di wilayah pedalaman, dan saudagar pribumi
memainkan peran penting dalam proses ini. Proses
pengembangan agama Islam melalui jalur maritim berlangsung
selama kurun waktu abad ke-1 sampai abad ke-5 H/7-12 M.
- Terima Kasih -

Anda mungkin juga menyukai