Anda di halaman 1dari 56

PENCHAYAAN

PENCAHAYAAN
• Pendahuluan

• Jenis sistem penerangan

• Pengkajian sistem penerangan

• Peluang efisiensi Energi


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsumsi energi untuk pencahayaan :
 20 - 45% untuk bangunan komersial
 3 - 10% untuk plant industri.

Penghematan energi dapat dilakukan


dengan investasi yang tidak terlalu mahal
1.2 Teori Dasar Mengenai Cahaya

Cahaya hanya merupakan satu bagian dari


berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang
terbang ke angkasa.

Gelombang tersebut memiliki panjang dan


frekuensi tertentu, yang nilainya dapat
dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam
spektrum elektromagnetisnya.
Gambar 1

Menyatakan gelombang yang sempit diantara


cahaya ultraviolet (UV) dan energi inframerah
(panas). Gelombang cahaya tersebut mampu
merangsang retina mata, yang menghasilkan
sensasi penglihatan yang disebut pandangan.
1.3 Definisi dan Istilah yang Umum
Digunakan :

Konsep dari pengukuran Cahaya


Terdapat empat konsep dasar pengukuran
cahaya praktikal
Simbol Satuan
1. Luminous Flux F lumen
2. Intensitas Cahaya I Candela (cd)
3. Illuminance (Tingkat E Lux
pencahayaan)
4. Luminance L Candela per meter
persegi (cd/m2)
1. Luminous Flux :

Luminous flux adalah jumlah


cahaya yang dipancarkan per detik
dari sebuah sumber cahaya.
Satuannya adalah lumen (lm)
2. Intensitas Cahaya:

Intensitas cahaya adalah konsep


dari konsentrasi lampu pada arah
tertentu setiap detiknya. Hal ini
dilambangkan dengan symbol I.
Satuannya adalah candela (cd).
Intensitas cahaya kemudian dapat
didefinisikan sebagai pengarahan
cahaya pada arah tertentu yang
dihitung per satuan sudut tertentu.
3. Illuminance (Tingkat
Pencahayaan):
Rasio antara jatuhnya cahaya
dalam suatu permukaan berbanding
dengan luas permukaan. Satuannya
adalah Lux (lm/m2).
Kuat pencahayaan suatu titik pada bidang kerja
yang tidak tegak lurus dengan arah datangnya
cahaya adalah setara dengan Lumen intensitas
kearah titik tersebut dibagi dengan jarak
kwadrat antara titik tersebut dengan sumber
cahaya. Ini disebut Hukum Cosinus
a. Iluminasi Horisontal

b. Iluminasi Horisontal

Dimana :
d = jarak antara sumber cahaya
dengan titik yang akan dihitung
h = tinggi
4. Luminance :
Rasio antara intensitas cahaya
dari permukan yang diberikan arah
terhadap area yang tampak dari
permukaan. Satuannya adalah
candela per meter persegi (cd/m2).
Beberapa contoh praktis :
Permukaan matahari 1 650 000 000 cd/m2
Kawat pijar pada lampu pijar 7 000 000 cd/m2
Bola lampu pijar "argenta " 200 000 cd/m2
Lampu neon 5000 -15 000 cd/m2
Permukaan bulan pada saat purnama 2500 cd/m2
Pantai yang disinari matahari 15 000 cd/m2
Kertas putih (faktorrefleksi 0.8) dengan 100 cd/m2
penerangan 400 lux
Kertas abu abu (faktor refleksi 0.4) 50 cd/m2
dengan penerangan 400 lux
Kertas hitam ( factor refleksi 0.04 ) 5 cd/m2
dengan penerangan 400 lux
Permukaan jalan dengan lampu jalan 0,5 - 2 cd/m2
5. Efficacy cahaya terhitung:
Perbandingan keluaran lumen
terhitung dengan pemakaian
daya terhitung dinyatakan dalam lumens per watt.

6. Efficacy Beban Terpasang:


Merupakan iluminasi/terang rata- rata
yang dicapai pada suatu bidang kerja yang datar per
watt pada pencahayaan umum didalam
ruangan yang dinyatakan dalam lux/W/m².
7. Suhu Warna
Suhu warna, dinyatakan dalam skala
Kelvin (K), adalah penampakan
warna dari lampu itu sendiri dan
cahaya yang dihasilkannya.
7. Perubahan Warna
Kemampuan sumber cahaya
merubah warna permukaan secara
akurat dapat diukur dengan baik oleh
indeks perubahan warna.
2. JENIS-JENIS SISTIM PENCAHAYAAN

2.1 Lampu Pijar (GLS)


 Prinsip kerja
Prinsip kerja dari lampu pijar tersebut
adalah istrik dialirkan pada filamen, terjadi
pemanasan sehingga menghasilkan cahaya.

 Konstruksi
Lampu incandescent terdiri atas beberapa
bagian utama yaitu bulb atau bola lampu,
base lamp, dan filamen kawat pijar
2.2 Lampu Tungsten--Halogen
 Prinsip Kerja
Prinsip kerja lampu halogen sama dengan
lampu pijar yaitu dengan memijarnya
filament.
Keterangan Gambar :
1 Terlihat gas halogen diantara gas-gas lainnya dalam lampu halogen. Secara
kimia, gas halogen (butir merah) akan bereaksi dengan uap tungsten(butir
hitam) yang kemudian menghasilkan halida tungsten.
2 Pada saat filamen tungsten membara, tungsten akan menguap
3 Gas halogen mengikat uap tungsten tadi menjadi tungsten halida. Ketika
halide tersebut menyentuh tungsten filamen yang sedang membara, senyawa
tersebut kembali terpecah dimana gas halogen kembali terlepas sementara
tungsten kembali melekat pada filamen.
4 Siklus ini berulang terus menerus yang menghasilkan cahaya lampu yang
stabil dan umur lampu yang panjang.
•Konstruksi

 Konstruksi
2.3 Lampu neon yang kompak (CFL)
 Prinsip Kerja

Lampu ini bekerja menggunakan gas flour


untuk menghasilkan cahaya, dimana
energi listrik akan membangkitkan gas di
dalam tabung lampu sehingga akan timbul
sinar ultar violet. Sinar urtra violet itu akan
mebangkitkan phosphors yang kemudian
akan bercampur mineral lain yang telah
dilaburkan pada sisi bagian dalam tabung
lampu sehingga akan menimbulakan cahaya.
 Kontruksi
2.4 Lampu Sodium Tekanan Rendah (SOX)
 Prinsip Kerja

Lampu SOX ini termasuk dalam kelompok


lampu tabung (discharge lamp). Oleh
karena itu, prinsip kerja lampu berdasarkan
terjadinya pelepasan elektron (electron
discharge) dalam tabung gas (arc tube). Tujuan
dibuatnya lampu sodium tekanan rendah
adalah untuk mencapai efficacy yang
setinggi-tingginya, yaitu sampai 200 l m/watt.
 Konstruksi
Tabung dalam berbentuk U dan di kedua
ujungnya terpasang elektroda yang
biasanya terdiri dari filamen tungsten.
2.5 Lampu sodium tekanan tinggi (SON)
 Prinsip Kerja
Prinsip kerjanya sama dengan prinsip
kerja lampu sodium tekanan rendah, yaitu
berdasarkan terjadinya pelepasan elektron di
dalam tabung lampu. Sesuai dengan
namanya, lampu ini mempunyai tekanan gas di
dalam tabung kira-kira 1/3 atmosper
(250mm merkuri), dibandingkan dengan
tekanan gas dalam lampu sodium tekanan
rendah yang kira-kira hanya 10-3 mm
merkuri. Disamping itu, temperatur kerja
tabung lampu sodium tekanan tinggi juga
lebih tinggi.
 Kontruksi
2.6 Lampu Mercury
 Prinsip kerja

Prinsip kerja lampu merkuri sama dengan


prinsip kerja lampu fluoresen, yaitu cahaya
yang dihasilkan berdasarkan terjadinya
loncatan elektron (electron discharge)
didalam tabung lampu.
 Konstruksi
Karakteristik Kinerja Pencahayaan (Luminous) dari
Luminer yang Umum Digunakan
3. PENGKAJIAN SISTIM PENCAHAYAAN

Bagian ini meliputi perancangan sistim


penerangan untuk interior dan juga
metodologi studi efisiensi energi sistim
pencahayaan.
3.1 Merancang Sistim Pencahayaan

3.1.1 Berapa banyak cahaya yang


diperlukan?
Setiap pekerjaan memerlukan tingkat
pencahayaan pada permukaannya.
Pencahayaan yang baik menjadi penting
untuk menampilkan tugas yang bersifat visual.
Pencahayaan yang lebih baik akan membuat
orang bekerja lebih produktif.
3.1.2 Rancangan pencahayaan untuk
interior

Proses rancangan pencahayaan tahap demi


tahap digambarkan dibawah dengan
bantuan contoh. Gambaran berikut
menunjukan parameter ruang yang khusus.
Tahap 1:
Tentukan penerangan yang diperlukan
pada bidang kerja, jenis lampu dan luminer.

Pengkajian awal harus dibuat terhadap jenis


pencahayaan yang dibutuhkan, seringkali
keputusan dibuat sebagai fungsi dari
estetika dan ekonomi. Untuk pekerjaan kantor
yang normal, dibutuhkan pencahayaan 200 lux.
Tahap 2:
Kumpulkan data ruangan
Tahap 3:
Perhitungan indeks ruangan

= 10 X 10 / [2 *(10 + 10)] = 2,5


Tahap 4:
Perhitungan faktor Penggunaan

Faktor penggunaan didefinisikan sebagai


persen dari lumen lampu kosong yang
mengeluarkan cahaya dan mencapai bidang
kerja. Faktor ini bertanggungjawab langsung
terhadap cahaya dari luminer dan cahaya
yang dipantulkan permukaan ruangan. Fihak
pabrik akan memasok setiap luminer dengan
tabel CU nya sendiri yang berasal dari laporan
pengujian fotometrik.

Anda mungkin juga menyukai