Paradigma Burhani
Paradigma Burhani
BURHANI DALAM
KAJIAN ILMU-
ILMU ISLAM
KLASIK
Diva Fakih As Shkiy
Thalib 23031380010
Pengertian Paradigma
Burhani
Paradigma Burhani merupakan salah satu metode penting dalam kajian-kajian ilmu keislaman klasik yang berfokus pada pendekatan rasional
dan logis dalam memahami teks-teks agama. Istilah "Burhani" berasal dari kata Arab "Burhan," yang berarti bukti atau argumentasi yang jelas
dan kuat. Paradigma ini menekankan pentingnya menggunakan akal dan logika dalam mendalami dan memahami ajaran Islam, khususnya
dalam kajian filsafat Islam, teologi, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
Dalam kajian ilmu keislaman klasik, paradigma Burhani sering kali dikontraskan dengan dua paradigma lainnya, yaitu paradigma Irfani (intuitif
atau mistis) dan paradigma Shorfi (tekstual atau literal). Sementara paradigma Irfani menekankan pengalaman spiritual dan intuitif dalam
memahami agama, dan paradigma Shorfi menekankan pada pemahaman teks-teks agama secara harfiah, paradigma Burhani menawarkan
pendekatan yang lebih berimbang dengan mengintegrasikan akal dan wahyu.
Ke Halaman Agenda
Nama Perusahaan
Sejarah Paradigma
Burhani
Nalar burhani masuk pertama kali kedalam peradaban Arab-Islam dibawa oleh al-Kindi (185 – 252 H) melalui sebuah
tulisannya, yaitu al-Falsafah al-Ula. Sebuah tulisan tentang filsafat yang ‘disadur’ dari filsafatnya Aristoteles. Al-Kindi
menghadiahkan tulisan ini kepada Khalifah al-Makmun. Di dalam al-falsafah al-Ula, al-Kindi menegaskan bahwa filsafat
merupakan ilmu pengetahuan manusia yang menempati posisi paling tinggi, karena dengannya hakekat segala sesuatu
dapat diketahui. Melalui tulisan itu pula, al-Kindi menepis keraguan orang-orang yang selama ini menolak keberadaan
filsafat, yang merupakan jalan untuk mengetahui kebenaran.
Namun berbeda dengan konsep nalar Yunani yang berkaitan dengan upaya memahami sebab, yakni pengetahuan, maka
nalar Arab pada dasarnya berhubungan dengan perilaku dan akhlak. Dalam pemikiran Arab, pengetahuan adalah usaha
untuk membedakan objek pengetahuan (baik indrawi maupun sosial) antara yang baik dan yang buruk. Signifikansi dan
peran akal adalah mengarahkan pemiliknya kepada perbuatan baik dan mencegahnya dari perbuatan tercela.
• Penggunaan Akal dan Logika
Sementara filsuf Muslim Barat seperti Ibnu Hazm dan Ibnu Rusyd, mereka mampu
mengaplikasikan epistemologi burhani Aristoteles secara autentik tanpa dipengaruhi nalar
dominan Arab yang lebih bernuansa bayani dan irfani meski masih terpengaruh perspektif
normativitas nalar Arab.
Ke Halaman Agenda
TERIMAKASI
H
Ke Halaman Agenda