Anda di halaman 1dari 18

Topik 2 Pengantar Pendidikan ABK

Bentuk-Bentuk Layanan
Pendidikan untuk ABK
Kelompok 6
Abdi Nur Ihsan
Amelia Husnul Mahmudah
Rizqi Dwi Ariana
Safrulloh Hadi Saleh
Sekolah segregasi merupakan sistem
Sekolah Segregasi layanan yang terpisah dari pendidikan
umum dan dilaksanakan secara
khusus.

Sekolah Luar Biasa (SLB)/Sekolah


Khusus merupakan lembaga
pendidikan khusus yang memberikan
layanan pada ABK
Sekolah Luar Biasa SLB Berasrama
(SLB)/Sekolah Khusus
Menurut UU RI Nomor 2 Tahun 1989 dan PP SLB Berasrama merupakan SLB dengan
No.72 Tahun 1991. dalam pasal 4 PP No. 72 fasilitas penginapan bagi ABK. Penginapan
Tahun 1991 dijelaskan bahwa satuan pendidikan dikelola oleh sekolah sehingga SLB tersebut
luar biasa terdiri dari : memiliki tingkatan yaitu tingkat persiapan,
• Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Layanan
lama pendidikan minimal enam tahun. pendidikan yang diberikan sama dengan SLB.
• Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Pada SLB berasrama terdapat keterkaitan
Biasa (SLTPLB) minimal tiga tahun dengan layanan pendidikan yang diberikan di
• Sekolah Menengah Luar Biasa (SMALB)
sekolah sehingga anak akan diberikan
minimal tiga tahun.
bimbingan setelah sekolah.
Dalam pasal 6 PP No.72 Tahun 1991 dijelaskan
bahwa penyelanggaraan Taman Kanak – Kanak Luar
Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai
tiga tahun.
SLB Kelas Jauh SLB dengan Guru Kunjung

SLB dengan kelas jauh diperuntukkan bagi ABK SLB dengan guru kunjung merupakan suatu
yang memiliki tempat tinggal jauh dari SLB. layanan pendidikan khusus bagi ABK yang
Terbatasnya SLB sedangkan ABK memiliki memiliki hambatan untuk mengikuti proses
persebaran di seluruh indonesia,SLB terdekat pembelajaran di SLB terdekat. Guru
bertanggung jawab terhadap kelas jauh tersebut. kunjung( intinerant teacher) datang ke rumah
SLB terdekat sebagai sekolah induk memberikan PDBK dan memberikan pembelajaran.
tugas kepada tenaga guru untuk melakukan kelas
Administrasi tetap dilakukan di SLB terdekat
jauh
yang merupakan naungan dari guru kunjung.
Sekolah Inklusif merupakan layanan pendidikan
dengan suasana terpadu antara ABK dan anak anak

Sekolah Inklusif
pada umumnya yang dilaksanakan dalam sekolah
reguler/umum. Sekolah inklusif memiliki prinsip
keberagaman dimana mereka bersama dalam
seluruh ataupun sebagian kegiatan dengan
memahami perbedaan. Sekolah inklusif
dilaksanakan menggunakan kurikulum yang
berlaku di sekolah dan guru dapat merubah sesuai
dengan kondisi ABK. Selain itu, sekolah inklusif
juga menyediakan Guru Pembimbing Kelas (GPK)
untuk membantu kesulitan dalam memberikan
pelayanan pendidikan khusus.
Kelas Biasa dengan Ruang
Kelas Biasa Bimbingan Khusus

Pada kelas biasa, ABK melakukan kegiatan Pada kelas ini menggunakan kurikulum umum dan
pembelajaran bersama peserta didik pada umumnya GPK memberikan pelayanan pendidikan khusus yang
dan menggunakan kurikulum yang berlaku di sekolah dilaksanakan di ruang bimbingan khusus. Pelayanan
tersebut. Pendekatan, metode dan cara penilaian pendidikan khusus menggunakan pendekatan
menggunakan kurikulum umum dan jika terdapat kasus individual dengan menyesuaikan metode sesuai
ringan atau sangat memungkinkan dilakukan oleh guru dengan karakteristik ABK. Ruang bimbingan khusus
kelas. Salah satu kategori ABK pada kelas biasa yaitu dilengkapi dengan media pembelajaran sesuai dengan
tunarungu pada mata pelajaran kesenian dan bahasa layanan pendidikan khusus. Seperti contohnya
yang menggunakan penilaian sesuai dengan menyediakan alat tulis braille bagi anak tunanetra.
kemampuan wicara pada anak Penggunaan kurikulum umum dan adanya program
layanan khusus disebut sebagai keterpaduan sebagian.
Pelaksanaan pendidikan khusus mengikuti
kurikulum SLB dan dilaksanakan pada ruang
bimbingan khusus. Keterpaduan pada kelas ini
Kelas Khusus merupakan keterpaduan lokal/bangunan atau
keterpaduan yang bersifat sosialisasi. GPK
melaksanakan program pada ruang bimbingan
khusus dengan menggunakan pendekatan, metode
dan cara penilaian sama seperti kurikulum yang
berlaku di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini
hanya bersifat fisik dan sosial, Keterpaduan ABK
dan peserta didik reguler hanya dilakukan pada
kegiatan non akademik seperti pada saat
pembelajaran olahraga, kesenian, dan diarahkan
agar bersosialisasi pada jam istirahat.
Kurikulum untuk Layanan
Pendidikan ABK
Kurikulum untuk ABK secara khusus
diatur dalam Permendikbud Nomor
157 Tahun 2014 tentang Kurikulum
Pendidikan Khusus yang memuat
tentang Penyelengara pendidikan
khusus, Kurikulum & muatkan
pendidikan khusus, program
kurikulum, Penilaian hasil belajar,
kewenangan pemerintah daerah.
Penyelenggara
Pasal 5 ayat 1
Pendidikan Khusus Pendidikan Khusus bagi peserta didik
berkebutuhan khusus (pasal 2 huruf a),
diselenggarakan melalui satuan pendidikan
khusus atau satuan pendidikan reguler pada
jalur pendidikan formal dan non-formal.
Pasal 7
Memuat kurikulum reguler sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 6, dengan penegasan pada pasal 7 ayat 2
yaitu diperuntukan bagi peserta didik berkebutuhan

Kurikulum dan khusus yang tidak disertai hambatan intelektual,


komunikasi, interaksi dan perilaku.
Pasal 8
Muatan Pendidikan Memuat kurikulum khusus sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 6, dengan penegasan pada pasal 8 ayat 2
Pasal 6
yaitu diperuntukan bagi peserta didik berkebutuhan
Kurikulum untuk peserta didik
khusus yan disertai hambatan intelektual, komunikasi,
berkebutuhan khusus dapat terbentuk interaksi dan perilaku.
kurikulum pendidikan reguler atau Pasal 9
pendidikan kurikulum pendidikan khusus Memuat muatan kurikulum pendidikan khusus bagi
peserta didik tunanetra, tunadaksa, tunarungu, dan
tunagrahita
Pada setiap muatan kurikulum dapat ditambahkan dengan
program kebutuhan khusus dan program pilihan
kemandirian
Pasal 10 ayat 1
Program Kurikulum Pasal 11 ayat 1
memuat program kebutuhan khusus pada kurikulum memuat program pilihan kemandirian pada kruikulum
pendidikan sebagai mana dalam pasal 7 dan 8, untuk pendidikan sebagai mana dalam pasal 8, untuk bekal hidup
meminimalkan hambatan dan meningkatkan capian mandir, tidak tergantung pada orang lain, dan untuk bekal
kompetensi secara optimal persiapan bekerja.
pasal 10 ayat 2 pasal 11 ayat 2
program kebutuhan khusus mencakup : program pilihan kemandirian mencakup :
a. pengembangan oerientasi dan mobilitas, bagi tunanetra a. teknologi informasi dan komputer
b. pengembangan komunikasi persepsi, bunyi dan irama, bagi b. akupressur
tunarungu c, elektonika
c. pengembangan binadiri, bagi tunagrahita d. otomotif
d. pengembangan binadiri dan binagerak, bagi tunadaksa e. pariwisata
e. pengembangan pribadi dan perilaku sosial, bagi tunalaras f. tata kecantikan
f. pengembangan interaksi, komunikasi dan perilaku, bagi g. tata boga
autis h. tata busana
Pasal 15 ayat 2
Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan/bakat istimewa
Penilaian Hasil Kewenangan
Belajar Pemerintah
Pasal 14 ayat 1
Pasal 12 ayat 1
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan
Pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus
kewenangan masing-masing wajib
berhadarkan hasil asesmen peserta didik.
menyediakan/menempatkan pendidikan dan
tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi
Pasal 13 ayat 1 akademik dan sertifikasi kompetensi
Penilaian hasil belajar peserta didik berkebutuhan penyelenggara pendidikan khusus
khusus mengacu pada prinsip dan pendekatan Pasal 14 ayat 2
penilaian hasil belajar reguler yang disesuaikan pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan
dengan karakteristik peserta didik berkebutuhan kewenangan masing-masing wajib
khusus. menyediakan sarana prasarana yang memenuhi
kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus
sesuai kekhususannya
Masa pandemi Covid-19 merupakan sebuah
kondisi khusus yang menyebabkan ketertinggalan
Pedoman Penerapan pembelajaran atau learning loss yang berbeda-beda
pada ketercapaian kompetensi peserta didik.
Kurikulum dalam Selain learning loss, banyak studi nasional maupun
internasional yang menyebutkan bahwa Indonesia
Rangka Pemulihan juga telah lama mengalami krisis pembelajaran
atau learning crisis.
Kurikulum Melihat berbagai tantangan yang terjadi,
Kemendikbudristek mencoba untuk melakukan
upaya pemulihan pembelajaran. Salah satu upaya
yang dilakukan guna mengatasi permasalahan
yang ada ialah mencanangkan Kurikulum Merdeka
Struktur Kurikulum
SL Struktur Kurikulum SDLB
Struktur kurikulum SLB mengacu kepada
B
Alokasi waktu mata pelajaran SDLB Kelas I-V (Asumsi 1 Tahun = 36
struktur kurikulum SD/MI, SMP/MTs, dan minggu, 1 JP = 30 menit)
SMA/MA yang disesuaikan untuk peserta didik Alokasi waktu mata pelajaran SDLB Kelas VI (Asumsi 1 Tahun = 32
minggu, 1 JP = 30 menit)
berkebutuhan khusus dengan hambatan
intelektual. Untuk peserta didik yang tidak Struktur Kurikulum SMPLB
mengalami hambatan intelektual dapat Alokasi waktu mata pelajaran SMPLB Kelas VII-VIII (Asumsi 1
Tahun = 36 minggu, 1 JP = 35 menit)
menggunakan kurikulum pendidikan reguler Alokasi waktu mata pelajaran SMPLB Kelas IX (Asumsi 1 Tahun =
yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik. 32 minggu, 1 JP = 35 menit)
Penyesuaian struktur kurikulum dimaksud
Struktur Kurikulum SMALB
dilakukan terhadap keterampilan fungsional dan Alokasi waktu mata pelajaran SMALB Kelas X-XI (Asumsi 1 Tahun
mata pelajaran yang menunjang kebutuhan = 36 minggu, 1 JP = 40 menit)
tersebut Alokasi waktu mata pelajaran SMALB Kelas XII (Asumsi 1 Tahun =
32 minggu, 1 JP = 40 menit)
Penjelasan dari Struktur a. JP paling besar yaitu kelompok keterampilan (untuk
SMPLB dan SMALB), dan mata pelajaran Seni dan Budaya
Kurikulum SLB secara untuk SDLB. Hal ini didasarkan pada penekanan kemandirian
dan pengembangan keterampilan adaptif anak;

umum b. peserta didik SMPLB dan SMALB memilih 1 (satu) jenis


keterampilan sesuai dengan bakat dan minat di kelas VIII.
Pada kelas VII peserta didik dapat memilih 2 (dua) jenis atau
Berdasarkan Keputusan Menteri lebih dari keterampilan yang tersedia di satuan pendidikan
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan masing-masing;
Teknologi Republik Indonesia Nomor c. satuan pendidikan dapat mengembangkan jenis
keterampilan secara mandiri sesuai dengan kebutuhan dan
56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan karakteristik daerah dan ketersediaan SDM;
Kurikulum Dalam Rangka Pemulihan d. mata pelajaran Seni Budaya di SMPLB dan SMALB
Kurikulum pada kelompok mata pelajaran umum berfungsi sebagai
sarana apresiasi dan terapi, sedangkan mata pelajaran Seni
pada kelompok keterampilan berfungsi sebagai pembekalan
untuk profesi;
Penjelasan dari Struktur
e. program kebutuhan khusus bertujuan untuk membantu anak
memaksimalkan indera yang dimilikinya dan mengatasi
keterbatasannya, dengan ketentuan sebagai berikut:
Kurikulum SLB secara • bagi tunanetra merupakan pengembangan orientasi,
mobilitas, sosial, dan komunikasi;
• bagi tunarungu merupakan pengembangan komunikasi,
umum persepsi bunyi, dan irama;
• bagi tunagrahita merupakan pengembangan diri;
Berdasarkan Keputusan Menteri • bagi tunadaksa merupakan pengembangan diri dan gerak;
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan dan
• bagi autis merupakan pengembangan komunikasi, interaksi
Teknologi Republik Indonesia Nomor
sosial, dan perilaku;
56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan f. Program Kebutuhan Khusus di SMALB menjadi mata
Kurikulum Dalam Rangka pelajaran wajib seperti di SDLB dan SMPLB dengan
pertimbangan mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup
mandiri di lingkungan masyarakat;
g. pengampu mata pelajaran Program Kebutuhan Khusus
adalah guru pendidikan khusus, guru mata pelajaran lain atau
guru kelas yang telah dinilai layak oleh kepala satuan
pendidikan;
Penjelasan dari Struktur h. selanjutnya guru mata pelajaran lain atau guru kelas yang
dimaksud wajib mendapatkan pelatihan kompetensi program
Kurikulum SLB secara kebutuhan khusus (terstandar);
i. penentuan fase pada peserta didik didasarkan pada hasil

umum asesmen diagnostik, sehingga pembelajaran sesuai dengan


kebutuhan dan karakteristik peserta didik, misalnya: salah satu
peserta didik pada kelas X SMALB (fase E) berdasarkan hasil
Berdasarkan Keputusan Menteri
asesmen diagnostik berada pada fase C sehingga pembelajaran
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan peserta didik tersebut tetap mengikuti hasil asesmen diagnostik
Teknologi Republik Indonesia Nomor yaitu fase C;
56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan j. peserta didik berkebutuhan khusus yang tidak memiliki
hambatan intelektual di SLB atau Satuan Pendidikan
Kurikulum Dalam Rangka Penyelenggara Pendidikan Inklusif dapat menggunakan struktur
kurikulum dan capaian pembelajaran pendidikan reguler sesuai
jenjangnya dengan menerapkan prinsip-prinsip modifikasi
kurikulum;
Sekian &
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai