Anda di halaman 1dari 14

Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik

Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif


Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik
Abdul Salim
PLB UNS, e-mail: salimchoiri@fkip.uns.ac.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model modifikasi kurikulum anak berkebutuhan
khusus dan mengetahui validitas empiris modifikasi kurikulum. Pengumpulan data dilakukan melalui
interview, observasi dan dokumentasi. Tehnik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 1) Pemahaman guru dan kepala sekolah terhadap panduan modifikasi
kurikulum menunjukkan :(a) sangat baik 46,93%, (b) baik 32,65%, (c) kurang baik 16,32%, dan 4%
tidak baik. 2) Validitas empiris buku panduan menunjukkan bahwa: a). 88,2% guru dan kepala sekolah
menyetujui kebermaknaan/Substansi buku panduan dan 11% kurang menyetujui. b). 88,2% menyatakan
buku panduan telah menggunakan bahasa yang baik dan sisanya 11,8% menyatakan belum. c) 88,2%
menyatakan buku panduan telah menggunakan gaya penulisan yang singkat, padat dan baik, sedangkan
sisanya 11,8% tidak menjawab pertanyaan. c). 64,7% menyatakan penampilan buku panduan telah
memiliki penampilan yang baik, 29,4% belum baik dan 11,8% tidak menjawab pertanyaan.

Kata kunci: modifikasi kurikulum dan sekolah inklusif

Abstract: The aims of this research are to develop the model of modified curriculum for inclusive
schools based on the individual needs and to know the empirical validity of the curriculum modified. The
data is collected through interview, observation and documentation. The data is analysed by using
descriptive technique. The result of this research show that: 1) The understanding of teachers and
Headmaster Prinsipal in inclusive schools about the content of curriculum modified guidance book, such
as: (a) 46% well understanding, (b) 32,65% good understanding, (c) 16,32% bad understanding (d) 4%
worst understanding. 2).The empiric validities of guidance books of curriculum modification shows: (a)
88.2% teachers and head master have agreed the content of guidance books’ substance the meaning/
the substance of guidance books, only 11.8% who are disagree. (b) The readability of guidance books:
88.2% guidance books have used proper language in its writing and only 11.8% which haven’t used
proper language yet. (c) 88.2% guidance books have used good and proper style of writing while out of
11,8% haven’t answered the question. And (d) the appearance of guidance books: 64.7% respondents
states that guidance books have had good appearance, 29.2% consider that the appearance hasn’t been
good enough yet and the rest, 11.8% do not answer the question.

Key words: curriculum modification and inclusive schools.

Pendahuluan
Pada hakekatnya semua anak memiliki kesem- demikian tidak ada alasan untuk meniadakan
patan yang sama untuk memperoleh pendidikan. pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK),
Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik apalagi menelantarkan ABK dalam memperoleh
dapat digali dan dikembangkan secara optimal. pendidikan.
Baik anak didik yang normal maupun berkelainan. Peserta didik berkebutuhan khusus memiliki
Hal ini bertemali dengan amanat UUD 1945 pasal hambatan dalam mengikut i pe mbel ajaran,
31 ayat 1 dan ayat 2 tentang hak dan kewajiban hambatan itu mulai dari gradasi paling berat
se tiap warga negara untuk me ndapatkan sampai dengan yang paling ringan. Bagi peserta
pendidikan dan UU Nomor 20, Tahun 2003 pasal 5 didik yang memiliki hambatan berat, mereka dapat
ayat 1 te ntang hak seti ap warga negara di didik di sekolah khusus atau Sekolah Luar Biasa
memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).

21
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

Sedangkan mereka yang memiliki hambatan para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu,
belajar pada gradasi sedang dan ringan dapat sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap
dididik di sekolah umum/sekolah regular, dengan anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas
persyaratan tertentu. Pendidikan bagi ABK di tersebut dan saling membantu dengan guru dan
sekolah umum/sekolah regular disebut sekolah teman sebayanya, maupun anggota masyarakat
inklusif. Tujuan pendidikan inklusif antara lain untuk lain agar kebutuhan individualnya dapat ter-
mengatasi keterbatas-an jumlah SLB dan SDLB penuhi. Selanjutnya, Sunardi (2005) mengemu-
yang telah ada (karena SLB dan SDLB hnya kakan bahwa pendidikan inklusif menempatkan
mampu mendidik 1% dari ABK usia sekolah) serta ABK tingkat ringan, sedang, dan berat secara
untuk mempercepat pencapaian program wajib penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa
belajar pendidikan dasar bagi ABK di Indonesia. kelas reguler merupakan tempat belajar yang
Permasalahan yang terkait dengan ABK relevan bagi ABK, dari semua jenis dan gradasi
ant ara lain: a) kur ikulum yang tepat dan kel ainan. Sementara i tu, Skjo rten (2000)
proporsional untuk digunakan sebagai acuan mengemukakan bahwa pe nd idikan inklusi f
dalam pembelajaran; b) keterbatasan kemam- sebagai syste m layanan pe ndidikan yang
puan guru dalam mengembangkan kurikulum mempersyaratkan: 1) ada ABK di sekolah umum;
khusus ABK; c) ke terbat asan sarana dan 2) ada dukungan dari komunitas sekolah; 3)
prasarana dan; d) kesulitan guru dalam penilaian kurikulum fleksibel; 4) pembelajaran bervariasi;
kemampuan ABK. 5) ada guru kelas dan guru khusus; 6) terjadi
modifikasi tehnik evaluasi, dan 7) tidak ada anak
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk
tinggal kelas.
mengembangkan model modifikasi kurikulum
untuk seko lah inklusif berbasis kebutuhan Pendidikan inklusif di Indonesia sudah dirintis
individual peserta didik. Secara khusus, penelitian sejak tahun 2003. Berdasarkan Surat Edaran
bertujuan untuk: 1) mengembangkan model Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.66/MN/
modifikasi kurikulum sekolah inklusif berbasis 2003, 20 Januari 2003 perihal Pendidikan Inklusif
kebutuhan individu dan 2) mengetahui validitas bahwa di setiap Kabupaten/Kota di seluruh
empiris modifikasi kurikulum. Indonesia sekurang-kurangnya harus ada 4
sekolah penyelenggara inklusif, yaitu di jenjang
Kajian Literatur SD, SMP, SMA dan SMK masing-masing minimal
Pendidikan Inklusif satu sekolah. Sampai akhir tahun 2006 telah
dirintis sebanyak 775 sekolah inklusif di Indonesia
Pe nd idikan i nklusif pada dasar nya adalah
pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak dengan perincian sebanyak 573 sekolah jenjang
yang memiliki kebutuhan khusus (ABK/penyan- SD, 101 sekolah jenjang SMP dan 101 sekolah
dang cacat) untuk belajar bersama-sama dengan jenjang SMA. Penyelenggaraan pendidikan inklusif
anak-anak lain sebayanya di sekolah umum. di Indonesia sekarang telah memiliki landasan
Menurut Konferensi Dunia tentang Pendidikan yuridis yaitu Peraturan Menteri Pe ndi dikan
Luar Biasa pada bulan Juni 1994 di Salamanca Nasio nal Nomo r 70 , Tahun 20 09 . Dalam
bahwa prinsip mendasar dari pendidikan inklusif implementasinya te rnyata sekolah inklusi f
adalah selama memungkinkan, semua anak menemui banyak hambatan, baik hambatan yang
se yo gyanya b elajar bersama-sama tanpa berkai tan de ngan kurikul um yang harus
memandang kesulitan ataupun perbedaan yang digunakan, keterbatasan kemampuan guru dalam
ada pada mereka. mengembangkan kurikulum khusus, keterbatasan
Stainback dan Stainback (1990) mengemu- sarana dan prasarana, sampai pada kesulitan guru
kakan bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang dalam penilaian kemampuan ABK.
menampung semua siswa di kelas yang sama. Se tiap anak hake katnya berbe da satu
Sekolah ini menyediakan program pendidikan dengan yang lainnya, baik kemampuan di bidang
yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan akade mik maupun di bi dang nonakad emi k.
kemampuan dan kebutuhan setiap anak, maupun Kenyataan ini mengharuskan pendidik dalam
bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh mengembangkan kurikulum perlu mempertim-

22
Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik

bangkan perbedaan-perbedaan peserta didik. st andar nasional pe nd idikan te lah be rhasil


Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusif tentu mengembangkan kurikulum khusus bagi ABK
tidak hanya kurikulum umum/reguler. Karena dengan hambatan penglihatan, pendengaran,
kurikulum regular hanya cocok untuk anak normal daksa/fisik, dan penyimpangan perilaku. Akan
dan memiliki kemampuan homogen. Bagi ABK di tetapi kurikulum khusus tersebut diperuntukan
se ko lah inklusif seharusnya menggunakan bagi sekol ah khusus yait u SLB dan SDLB,
kurikulum khusus yang telah disesuaikan dengan sedangkan untuk sekolah inklusif BSNP belum
kebutuhan individual peserta didik ABK. Kurikulum dapat mengembangkannya.
khusus yang seharusnya ada di sekolah-sekolah Dengan dikembangkannya “model modifikasi
inklusif dimaksud sampai sekarang belum ada. kurikulum untuk se ko lah inklusif berbasis
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor kebutuhan individual peserta didik” diharapkan
19 , Tahun 2005 tentang Stand ar Nasio nal dapat mengisi kekosongan kurikulum khusus di
Pendidikan. Pemerintah memberikan arahan seko lah reguler serta mengatasi hambatan
tentang perlunya disusun dan dilaksanakan implementasi pendidikan inklusif di Indonesia.
delapan standar nasional pendidikan, yaitu Mutu pendidikan (lulusan) dipengaruhi oleh
standar isi, standar proses, standar kompetensi mutu proses belajar-mengajar; sementara itu,
lul usan, standar pendidik dan t enaga ke- mutu proses belajar-mengajar ditentukan oleh
pendidikan, standar sarana dan prasarana, berbagai faktor (komponen) yang saling terkait
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan satu sama lain, yaitu: a) Input siswa, b) Kurikulum
standar penilaian pendidikan. Melalui kerja keras (bahan aj ar), c) Tenaga kependidikan (guru/
selama tahun 2006, Badan Standar Nasional instruktur/ pelatih), d) Sarana-prasarana, e) Dana,
Pendidikan (BSNP) sebagai badan mandiri dan f) Manajemen (pengelolaan), dan g) Lingkungan
independen yang bertugas mengembangkan, (sekolah, masyarakat , dan keluarga), Secara
memantau pelaksanaan, dan me nge valuasi diagramatis seperti Gambar 1.

TENDIK DANA
KURIKULUM SAR-PRAS MANAJEMEN

INPUT OUT PUT


SISWA LULUSAN
PROSES BELAJAR MENGAJAR

LINGKUNGAN

Gambar 1. Komponen yang berpengaruh pada mutu proses belajar mengajar

23
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

Komponen-komponen tersebut merupakan pendidikan kenyataan ini mengharuskan perlunya


subsistem dalam sistem pendidikan (sistem pendidik mempertimbangkan perbedaan-per-
pembelajaran). Bila ada perubahan pada salah bedaan peserta didik ketika merencanakan,
satu subsistem (komponen) maka menuntut melaksanakan, dan menilai pendidikan. Khusus
perubahan/penyesuaian komponen lainnya. untuk peserta didik berkebutuhan khusus (ABK)
Dalam hal ini, bila dalam suatu kelas terdapat terdapat perbedaan karakteristik dan kemampuan
perubahan pada input siswa, yakni tidak hanya yang tampak menyolok pada hampir semua
menampung anak normal tetapi juga ABK maka bidang akademik maupun nonakademik. Implikasi
menuntut penyesuaian (modifikasi) kurikulum dari perbedaan yang bervariasi pada ABK tersebut
(bahan ajar), peran serta guru, sarana-prasarana, menyebabkan bentuk layanan pendidikan harus
dana, manajemen (pengelolaan kelas), ling- disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
kungan, dan kegiatan belajar-mengajar. anak. Snell (dalam Sunardi, 2005) mengemukakan
Implikasinya, bahwa pendidikan inklusif akan beberapa hal yang mendasari perlunya layanan
sang at sul it dii mplementasikan manakala pendi di kan ABK yang disesuaikan dengan
komponen-komponen tersebut di atas tidak kebutuhan individualnya, yaitu: a) ABK dalam
dilakukan modifikasi. Komponen pendidikan yang belajar berbeda dengan anak normal, makin berat
paling berat merasakan adalah komponen tenaga tingkat kecacatannya semakin komplek cara
pendidik atau guru. Guru akan sangat sulit belajarnya. ABK memerlukan modifikasi dan
melaksanakan pembelajaran yang bermutu rentang waktu yang berbeda d ibandi ngkan
apabila kurikulum tidak dilakukan modifikasi, dengan peserta didik yang normal; b) Sekolah
demikian juga komponen yang lain perlu diadakan bertanggung jawab memberikan keterampilan
penyesuaian. Mengapa guru yang pal ing fungsional agar siswa dapat mandiri. Dengan
terbebani?. Hal ini karena guru di sekolah umum demikian, diharapkan sekolah dapat mengajarkan
tidak dididik dan dipersiapkan untuk melaksa- keterampilan fungsional yang dibutuhkan siswa
nakan pendidikan bagi anak normal. dalam menjalankan kehidupannya baik di sekolah,
di rumah, dan di masyarakat; c) Guru harus
Sementara itu, di sekolah inklusif dengan
berhubungan dengan orangtua peserta didik di
kehadiran ABK maka guru akan mengalami
dalam menjalankan program maupun evaluasi
kesulitan. Kesulitan itu akan dapat dieliminasi
programnya; d) Guru sangat berperan dalam
manakala guru dibantu dengan dipersiapkan
pencapaian tujuan pembelajaran. Guru juga harus
kurikulum khusus bagi ABK, baik ABK tingkat ringan
dapat meyakinkan masyarakat bahwa tujuan
ataupun ABK tingkat sedang.
materi dalam program pembelajaran individual
Kecacatan pada dasarnya merupakan suatu dapat diterima: praktis, efektif, dan manusiawi;
kondisi atas hilangnya normalitas dari fungsi atau e) ABK membutuhkan pelayanan pendidikan
struktur anatomi, psikologi maupun fisiologi dengan prinsip-prinsip modifikasi perilaku.
seseorang. Dengan kecacatan hidup seseorang
Pe ng akuan at as penti ngnya pe rbedaan
menjadi terbatas serta memiliki kemampuan yang
individual diperlukan baik dalam sistem pendidikan
berbeda dari o rang normal sehingga akan
yang sifatnya individual maupun yang sifatnya
mempengaruhi kelel uasaan aktivit as fisik,
klasikal. Bukan hanya siswa yang harus
kepercayaan dan harga diri, hubungan dengan
menyesuaikan diri kepada situasi dan subtansi
orang lain maupun dengan lingkungannya. Kondisi pendidikan, melainkan juga sistem pendidikan
ini juga berakibat pada keterbatasan, kesempatan yang harus menyesuaikan diri pada kemampuan,
bergaul, b erseko lah, bekerja dan bahkan kesulitan, kecepatan, dan minat peserta didik.
menimbulkan perlakuan diskriminatif dari mereka Artinya, ABK tidak dipaksa menguasai kompetensi
yang tidak cacat. Hal inilah yang menyebabkan yang di luar ke mampuannya. Nanun tidak
mereka berbeda dengan orang lain. dikurung dalam bahan yang sudah ada karena
Pada dasarnya manusia berbeda-beda tidak ada sangkaan apriori bahwa bahan berikutnya
hanya dalam umur, melainkan juga dalam warna terlalu sukar. ABK juga tidak diminta mengejar
kulit, karakteristik, kesenangan, kebiasaan, temannya yang lebih pintar, juga tidak didiamkan
kemampuan, minat, dan lain-lain. Bagi dunia menunggu temannya yang lebih lambat. Siswa

24
Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik

yang gagal dalam suatu metode dan teknik tentang Standar Nasional Pendidikan meng-
mengajar belum tentu akan gagal dalam metode amanat kan kuri kulum pada KTSP je njang
dan teknik yang lain. pendidikan dasar dan menengah disusun oleh
De ngan adanya perbedaan kemampuan satuan pendidikan dengan mengacu kepada
individual maka Vaughn, Bos, dan Schumm (2000) Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
menganjurkan penyediaan layanan pendidikan (SKL) serta berpedoman pada panduan yang
yang layak bagi ABK sesuai dengan kebutuhan disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
individualnya. Penempatan belajar ABK harus (BSNP). Selain itu, penyusunan KTSP juga harus
dipilih yang paling bebas di antara a) Kelas reguler mengikuti ketentuan lain yang menyangkut
(inklusif penuh), b) Kelas reguler dengan cluster, kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
c) Kelas reguler dengan pull out, d). Kelas reguler Dalam konteks sekolah inklusif maka KTSP
dengan cluster dan pull out, e) Kelas khusus tidak hanya satu macam, karena keberadaan ABK
dengan berbagai pengintegrasian di sekolah tersebut. Artinya, di samping ada KTSP
Untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang yang dikembangkan dengan mengacu pada
sering dirasakan sekolah dalam implementasi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
pendidikan inklusif, beberapa pakar pendidikan (KD) yang terdapat dalam SI dan SKL, juga
luar biasa (Sunardi, 2005, Abdul Salim, 2005, mengembangkan program pembelajaran indi-
2008) menyarankan agar ABK yang mengikuti vidual (PPI) atau IEP (Individualized Educational
pendidikan inklusif di sekolah reguler hanyalah Program) yang dikembangkan mengacu pada
ABK dengan gradasi kesulitan tingkat ringan dan kurikulum khusus yang memuat standar
tingkat sedang. Sementara itu, ABK dengan kompetensi dan kompetensi dasar untuk satuan
gradasi kesulitan tingkat berat sebaiknya tetap pendidikan dasar yang masih harus dikem-
memperoleh layanan pendidikan di sekolah- bangkan.
sekolah khusus seperti SLB dan SDLB. Secara skematik kebutuhan pengembangan
Sampai saat ini, di Indonesia belum ada kurikulum khusus di sekolah inklusif dipolakan
pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif pada Gambar 2.
yang berkaitan dengan kurikulum. Dalam Undang- Gambar 2 menunjukkan bahwa di sekolah
Undang Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem inklusif terdapat: 1) kurikulum reguler atau KTSP
Pendidikan Nasional (UU 20/2003) pada pasal 1 yang dikembangkan berpedoman pada SK dan KD
butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah yang dikembangkan BSNP, dan 2) IEP atau PPI
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai yang dikembangkan berdasarkan “Kurikulum
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang Khusus” atau “Kurikulum Modifikasi”.
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan Mengingat kurikulum khusus atau untuk
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan sekolah inklusif belum ada maka kurikulum
pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi modifikasi tersebut mendesak dikembangkan. SK
tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dan KD yang ada dalam kurikulum modifikasi akan
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, menjadi arah dan landasan untuk mengem-
satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab bangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran,
itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk dan indikator pencapaian kompetensi untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan penilaian, dengan mempertimbangkan kemam-
dengan kebutuhan dan potensi yang ada di puan individual peserta didik. Hasilnya dituangkan
daerah. dalam IEP atau PPI yang dikembangkan oleh Guru
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pe nd idikan Khusus (GPK). Ker angka pi ki r
Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
standar nasional pendidikan untuk menjamin
pencapaian tujuan pendidikan nasional. UU 20/
2003 dan Peraturan Pemerintah Republi k
Indonesia Nomor 19, Tahun 2005 (PP 19/2005)

25
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

KURIKUL UM KHUSUS
Guru Pendidikan
Berisi: Khusus (GPK)

IEP
STA NDAR KOMPETENSI DAN
KOMPETENSI DASAR

SEKO

LAH KEGIATA N PEMBELAJARAN


DI KELA S INKLUSIF
INKLU
KURI KU
LUM
Standar Kompetensi
REGU
dan Kompetensi Dasar
LAR
dalam SI dan SKL Guru Kelas/ Guru
(KTSP) Bidang Studi
(dari BSNP)

Gambar 2. Kebutuhan Pengembangan Kurikulum Khusus di Sekolah Inklusif

SEKOL AH INKLUSIF

Kurikulum
Regular

RPP Konvensional Prestasi


Belajar
Rendah
Anak
Normal

Anak Kegiatan pembelajaran


Berk e Prestasi
lainan Belajar
KURIKULUM Optimal
KHUSUS/
MODIFIKASI IEP/
KURIKULUM PPI

Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian

26
Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik

Gambar 3 menunjukkan bahwa ABK di sekolah pengamatan sekolah inklusif, menggali dokumen
inklusif apabila dikenakan pembelajaran yang asesmen) tentang kebutuhan dan komponen
dirancang (RPP) bertolak dari kurikulum reguler, model yang diperlukan, (2) Melakukan peren-
maka prestasi belajarnya akan rendah. Hal ini canaan, seperti identifikasi komponen model yang
karena pembelajaran yang diberikan tidak/belum perlu dikembangkan, langkah-langkah pengem-
mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan bangan, perencanaan uji validasi ahli, peren-
individual peserta didik ABK. Sebaliknya, apabila canaan ujicoba skala kecil, uji coba skala besar,
ABK di sekolah inklusif diberikan pembelajaran b) Pengembangan model awal, kegiatannya
yang perencanaannya (IEP) disusun berdasarkan meliputi: (1) Pengembangan model modifikasi
kurikulum modifikasi dimungkinkan prestasi kurikulum level I (untuk ABK hambatan ringan),
belajarnya menjadi optimal. (2) Pengembangan model modifikasi kurikulum
level II (untuk ABK hambatan sedang), c) Validasi
Metode Penelitian ahli dan revisi model (pertama), kegiatannya
Pe ne liti an ini menggunakan pende katan meliputi (1) Mengadakan FGD (Focus Group
penelitian pengembangan (R & D), yang memuat Discussion) untuk mereviu model awal yang sudah
3 komponen (Sunarto, 2005), yaitu: 1) model dikem-bangkan, (2) melakukan revisi/perbaikan 1,
pengembangan; 2) prosedur pengembangan; dan Perbaikan/revisi 1, d) Uji coba lapangan skala kecil
3) ujicoba model yang dikembangkan. dan revisi model (kedua), kegiatannya meliputi:
(1) Sosialisasi Model modifikasi kurikulum berbasis
Model pengembangan potensi individual peserta didik ABK level 1 dan 2,
Model pengembangan yang dipilih adalah model (2) Pelatihan penyusunan IEP atau PPI, (3)
prosedural dari Borg dan Gall (1983, dalam Pelatihan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi,
Sunarto, 2005), yang bersifat deskriptif me- (4) Pelatihan penilaian di kelas inklusif, (5)
nunjukkan ada 5 langkah dalam model pengem- Implementasi model modifikasi kurikulum level I
bangan disajikan pada gambar 4. dan II di sekolah inklusif, (6) Evaluasi validitas
empirik model modifikasi kurikulum level I dan II
Prosedur pengembangan di sekolah inklusif yang dikembangkan, (7)
Prosedur atau langkah-langkah kegiatan pene- Perbaikan/revisi 2, e) Ujicoba lapangan skala
litian sebagai berikut: a) Analisis model yang akan besar dan finalisasi model akhir. Dalam hal ini
dikembangkan. Kegiatan yang dilakukan meliputi macam dan langkah kegiatan sama dengan yang
(1) Melakukan penelitian pendahuluan untuk ada pada tahap uji coba lapangan skala terbatas,
mengumpulkan i nformasi (kajian pustaka, hanya saja jumlah sekolah uji coba dan cakupan

Ujicoba
Lapangan
Analisis Pengembangan Validasi
Skala Kecil/
Kebutuhan Model Awal A hli &
terbatas &
dan Revisi I
Revisi II
Komponen 1. Modifikasi Kuriklum
Model Level I (untuk
kelainan ringan)

Ujicoba
2. Modifikasi Kuriklum
Lapangan
Level II (untuk
Skala Besar
(Field Testing)
& Finalisasi
Model Akhir

Gambar 4. Model Pengembangan Kurikulum Sekolah Inklusif

27
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

wilayah lebih besar. Kemudian dilanjutkan dengan Jenis data


telaah uji lapangan, revisi 3, dan desiminasi. Jenis dan macam data yang dikumpulkan dalam
penelitian meliputi: 1) Kecermatan isi kurikulum
Uji coba model yang dikembangkan khusus/ modifikasi kurikulum yang dikembangkan;
Uji coba dilakukan 3 kali, yaitu: (a) uji-ahli; (b) 2) Keterbacaan kurikulum khusus/modifikasi
ujicoba lapangan (empirik) terbatas dilakukan kurikulum dan kejelasan petunjuk pelaksanaan;
terhadap kelompok kecil (satu sekolah inklusif); dan 3) Ketepatan sistimatika
dan (c) ujicoba lapangan (empirik) skala besar
(field testing). Tehnik Pengumpulan data dan instrumen
Sesuai dengan macam data yang dikumpulkan
Desain Ujicoba
dalam penelitian, maka metode yang digunakan
Tiga tahapan ujicoba model modifikasi kurikulum untuk mengumpulkan data meliputi: metode
level 1 dan 2 yang dikembangkan dapat dilihat interview, observasi dan kuesioner. Dilihat dari
pada Gambar 5. macam data, metode pengumpulan data, sumber

Uji Lapangan
3 (empirik) skala besar
1
(Field Testing)
Uji ahli

Uji Lapangan
(Empirik) Terbatas

Gambar 5. Tiga Tahap Ujicoba

Subyek Ujicoba
Subyek ujicoba dilihat dari tahapan ujicoba dan
karakteristik subyek adalah sebagai berikut.

Tahapan uji Jumlah Karakteristik sampel Tehnik Proses, Orientasi, dan


coba sampel sampling hasil uji coba
Awal, uji ahli 30-50 Ahli kurikulum, anggota Tim BSNP, purposive Kualitatif (FGD),
Ahli Pendidikan Khusus, Kepala kuesioner, interview,
Sekolah Inklusif, Kepala SLB, draf awal model
Kepala SDLB, Pejabat dinas modifikasi k urikulum
Pendidikan Kota/Kabupaten, level 1 dan 2 ,
kesesuaian substansi.
Utama 20-30 Pengguna model yang random Eksperimen, Q-
kelompok kecil dikembangkan pada sekolah eksperimen,
inklusif kesesuaian model
dengan pelak sana
Uji lapangan 30-50 Pengguna model yang sebenarny a random Model yang Siap pakai,
operasional, beberapa sekolah inklusif di Kota
tahap ak hir Surakarta

28
Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik

data dan instrumen yang digunakan adalah


sebagai berikut.

Macam data Metode Sumber data Instrumen/media yang


pengump. digunakan
data
1. Kecermatan isi model modifik asi interview Responden ahli Form isian pengemb
k urikulum lev el I dan II yang sendiri, FGD
dik embangkan
2. Keterbacaan model modifik asi interview Responden ahli Form isian pengemb
k urikulum lev el I dan II dan sendiri, FGD
petunjuk pelaks
3. Ketepatan sistimatika model Interview Responden ahli Form isian, pokok
modifikasi kurikulum lev el I dan II interview, pengemb
sendiri, FGD

Tehnik analisis data Kompetensi Dasar (SK KD) Mata Pelajaran PKN,
Data penelitian bersifat kualitatif. Mengingat sifat Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS untuk
data tersebut, maka tehnik analisis data yang SD/MI. Modifikasi isi kurikulum ini dinamakan
digunakan pada pe ne liti an adalah se bagai prototipe model/panduan. Dalam penelitian ini
berikut. prototipe model terdiri dari a) Prototipe model
panduan modifikasi kurikulum level I (untuk anak
Analisis deskriptif untuk mendeskripsikan
kelainan ringan), b) Prototipe model panduan
seluruh data dan hasil-hasil penelitian berkaitan
modifikasi kurikulum level II (untuk anak kelainan
dengan model modifikasi kurikulum yang di-
sedang)
kembangkan, termasuk kecermatan isi, keter-
bacaan dan keberjalanan model dalam ujicoba. Prototipe ini dikembangkan dengan mengkaji
SK KD berdasarkan substansi keilmuan dan
Hasil Dan Pembahasan kemudian dilakukan pengurangan pada bagian-
bagian te rtentu unt uk disesuaikan dengan
Sesuai dengan tujuan khusus penelitian, maka
kemampuan dan hambatan yang dialami peserta
penelitian ini telah berhasil dikembangkan hal-hal
didik tingkat ringan dan sedang.
berikut.
Hasil pengkajian SK KD pada lima pelajaran
Model Modifikasi Kurikulum Anak di tingkat SD/MI disajikan pada Tabel 1.
Berkebutuhan Khusus
Yang dimodifikasi di sini adalah isi kurikulum yang
meliputi penyesuaian Standar Kompetensi dan

Tabel 1. Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan Hambatan Belajar Ringan
Mata Pelajaran SK-KD Lama SK-KD Modifikasi Prosentase
1. Bahasa Indonesia SK 48 buah SK 48 buah 79.56%
KD 122 buah KD 97 buah
2. I P A SK : 42 buah SK : 42 buah 79.1%
KD: 120 buah KD: 95 buah
3. I P S SK 13 buah SK 13 buah 79,16%
KD 48 buah KD 38 buah
4. PKN SK 24 buah SK 24 buah 81,034%
KD 58 buah KD 47 buah
5. Matematika SK 36 buah SK 36 buah 79,67%
KD 123 buah KD 98 buah

29
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

Tabel 2. Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan Hambatan Belajar Sedang

Mata Pelajaran SK-KD Lama SK-KD Modifikasi Prosentase


1. Bahasa Indonesia SK 48 buah SK 48 buah 59.01%
KD 122 buah KD 72 buah
2. I P A SK : 42 Buah SK : 42 Buah 64,1%
KD: 120 Buah KD: 77 Buah
3. I P S SK 13 buah SK 13 buah 58.3%
KD 48 buah KD 28 buah
4. PKN SK 24 buah SK 24 buah 62.067%
KD 58 buah KD 36 buah
5. Matematika SK 36 Buah SK 36 Buah 65%
KD 123 Buah KD 80 Buah

Dari Tabel 1 dan 2 di atas diketahui bahwa Adapun tolok ukur yang digunakan untuk
untuk anak b erkebutuhan khusus dengan menentukan keberjalanan model modifikasi
hambatan belajar ringan, KD yang ada di kurikulum adalah apabila 60% guru kelas dan
kurikulum reg ul ar dikurangi sekit ar 2 0%. kepala SD menyetujui atau memberikan jawaban
Sedangkan untuk anak berkebutuhan khusus sesuai dengan indikator-indikator.
dengan hambatan belajar sedang, maka KD dalam
kurikulum regular dikurangi sekitar 40%. Tabel 3. Data jumlah rata-rata skor
keberjalanan model modifikasi kurikulum
Pengurangan KD didasarkan pertimbangan-
pertimbangan berikut: a) Kompetensi dasar yang No Sumber Jumlah Jumlah Skor Rata2 %
Data Skor maks skor
dirancang terl alu suli t dicapai oleh anak
1. Guru kelas 15 180 14 12
berkebutuhan khusus; b) Kompetensi dasar
2. Kepala SD 5 20 5 4
tertentu mungkin dapat dikuasai anak ber-
3. Peserta didik 21 117 7 5.57
kebutuhan khusus tetapi perlu dimasukkan pada Jumlah 26 21.57
semester/kelas yang lebih tinggi; dan c) Ada % 21.57 : 26 x 100 = 82.96
kompetensi dasar tertentu yang substansinya
sudah tercakup pada kompetensi dasar yang
Dari tabel 3 diketahui bahwa jumlah rata-rata
lainnya (ada duplikasi).
skor hasil wawancara guru kelas, kepala SD dan

Validitas empiris model modifikasi kurikulum peserta didik berkebutuhan khusus sebanyak
21.57, dengan prosentase keberjalanan layanan
Implementasi model kurikulum modifikasi
rehabilitasi sebesar 82.96%.
Para guru sekolah dasar inklusif yang menjadi
Dengan demikian, dilihat dari tolok ukur
tempat ujicoba diminta menerapkan kurikulum
keberjalanan model modifikasi kurikulum yang
modifikasi dalam pembelajaran anak berke-
digunakan dalam penelitian ini, maka dapat
butuhan khusus.
dikatakan bahwa keberjalanan model modifikasi
Indikator yang digunakan adalah: 1) Guru
kurikulum untuk sekolah inklusif 82.96%.
kelas telah: (a) menyusun rencana pembelajaran
individual berbasis kurikulum modifikasi, (b) Pemahaman guru dan kepala tentang isi buku
melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan PPI panduan
yang dikembangkan, dan (c) mencatat per-
Pemahaman guru dan kepala sekolah tentang
kembangan/kemajuan anak; 2) Kepala sekolah
buku panduan modi fikasi kurikulum di si ni
telah: (a) Mengesahkan rencana pembelajaran
dibedakan menjadi empat, yaitu “sangat baik”,
individual yang disusun guru, (b) Menyaksikan guru
“baik”, “kurang baik” dan “tidak baik”. Data ini
kelas melaksanakan pembelajaran berbasis PPI,
dan (c) Ke pala Sekolah telah menyaksikan diperoleh berdasarkan skala penilaian yang diisi
kemajuan anak dalam kegiatan sehari-hari; 3) oleh para guru dan kepala sekolah.
Menurut pengakuan peserta didik bahwa: (a) Berdasarkan hasil pengumpulan data dan
guru pernah memberi pembelajaran dan (b) anak analisis deskriptif diketahui bahwa:
pernah melaksanakan kegiatan pembelajaran.

30
Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik

Pemahamannya sangat baik, 46,93%, Pe- undangan yang berlaku. Adapun perundang-
mahamannya yang baik 32,65%, Pemahamannya undangan yang menjadi landasan dalam
kurang baik 16,32%, Pemahamannya tidak baik pengembangan dan implementasi kurikulum
4%. dalam program inklusi, adalah UU No. 20/2003
Selanjutnya apabila dilihat dari aspek validitas tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya
empiris buku panduan, maka digunakan pedoman pasal 5 ayat 1, 2, pasal 5, 6 12 dan pasal 36.
penilaiannya sbb: De mi kian juga di dasarkan pad a Peraturan
Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional
Jumlah prosentase:
Pendidikan, khususnya pasal 1 ayat 13, yang
(a) < 50% : kurang valid
menyatakan bahwa Kurikulum adalah sepe-
(b) 51% - 75% : cukup valid rangkat rencana dan pengaturan mengenai
(c) 76% - 100% : Sangat valid tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
Bertolak dari pedoman di atas, maka hasil digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
analisis validitas empiris buku panduan diperoleh kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
hasil sebagai berikut: a) Kebermaknaan/Substansi pendidikan tertentu.
buku panduan: Sebagian besar (88,2%) guru dan Penelitian ini telah mengem bangkan modul
kepala sekolah telah setuju isi substansi buku modifikasi kurikulum melalui penyesuaian isi
panduan. Dan hanya 11,8% yang kurang setuju. kurikulum regular se suai kemampuan anak
b) Keterbacaan buku panduan: 1) Sebanyak berkebutuhan khusus tingkat ringan dan sedang.
88,2% buku panduan telah menggunakan bahasa Penyesuaian itu berupa pengurangan KD sekitar
yang baik dalam penulisan, hanya 11,8% yang 20% untuk anak berkelainan ringan dan sekitar
belum, 2) Sebanyak 88,2% buku panduan telah 40% untuk anak berkelainan sedang.
menggunakan gaya penulisan yang singkat, padat Se bagaimana di ke tahui bahwa hasil
dan baik. Sebanyak 11,8% tidak menjawab modifikasi isi kurikulum terhadap ke lima bidang
pertanyaan, c) Penampilan buku panduan. studi utama di SD/MI, yaitu bidang studi bahasa
Indonesia, IPA, IPS, PKN dan matematika sebagai
Penampilan buku panduan meliputi aspek
berikut: a) Hambatan belajar tingkat ringan:
ukuran buku, tata letak, tipe huruf, konsistensi
Bahasa Indonesia 79.56%, IPA 79.1%, IPS
peno mo ran, p ewarnaan dan kesan umum
79,16%, PKN 81,034% dan matematika 79,67%.
tampilan buku panduan. Hasil analisis data
Ini berarti modifikasinya mengalami pengu rangan
menunjukkan bahwa sebanyak 64,7% buku
kompetensi dasar sebesar sekitar 20%. b)
panduan telah memiliki penampilan yang baik,
Hambat an belajar t ingkat sedang: Bahasa
selebihnya 29,4% belum baik dan 11,8% tidak
Indonesia 59.01%, IPA 64,1%, IPS 53,3%, PKN
menjawab pertanyaan. 62,06% dan matematika 62,06%. Ini berarti
Pendidikan inklusif sebagai wacana baru modifikasinya mengalami pengurangan kompe-
dalam bidang pendidikan memerlukan pedoman tensi dasar sebesar sekitar 40%.
dalam sistem pe nye lenggaraannya. Kare na Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat
sekolah inklusif tidak semua peserta didiknya Suharso pakar rehabilitasi anak cacat Indonesia
memiliki kemampuan yang normal. Panduan dalam (Abdul Salim, 2005; 2009) bahwa anak berkelainan
modifikasi kurikulum untuk penyelenggaraan ringan memiliki hambatan dalam belajar walaupun
sekolah inklusi merupakan salah satu komponen pada gradasi minimal, yaitu sekitar 20%. Bantuan
yang diperlukan oleh para guru, agar guru dapat orang lain diperlukan, tetapi masih sangat minim.
melakukan penyesuaian kurikulum reguler untuk Sebaliknya bagi anak berkelainan tingkat sedang,
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan peserta mereka sudah membutuhkan bantuan orang lain
didik berkebutuhan khusus yang mengalami yang lebih banyak, karena hambatannya sekitar
hambatan belajar. 40%.
Mengembangkan model atau pe doman Keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus
modifikasi kurikulum dengan melakukan penye- di kelas inklusif juga menuntut guru melakukan
suaian isi kurikulum regular (SK-KD) merupakan modi fi kasi met ode yang dig unakan dalam
cara yang sesuai dengan peraturan perundang- pembelajaran.

31
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

Metode pembelajaran sebagai cara-cara diajarkan. Pembuatan sistesis mengacu kepada


yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran keputusan tentang bagaimana cara menunjukkan
yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda. keter kai tan di antara ko nsep-konsep, at au
Metode pembelajaran ini diacukan sebagai cara- prinsip-prinsip. Pembuatan rangkuman mengacu
cara yang dapat digunakan dalam kondisi tertentu kepada keputusan tentang bagaimana cara
untuk mencapai hasil pe mb elajar an yang melakukan tinjauan ulang konsep-konsep, atau
diinginkan. Cara-cara ini disebut juga sebagai prinsip-prinsip serta kaitan-kaitan yang sudah
strategi pembelajaran. Variabel metode pem- diajarkan.
belajaran diklasifikasi menjadi 3 jenis, yaitu: 1) Strategi Penyampaian. Strategi penyam-
strategi pengorganisasian; 2) strategi penyam- paian isi pembelajaran merupakan komponen
paian; dan 3) strategi pengelolaan. variabel metode untuk melaksanakan program
pembelajaran. Sekurang-kurangnya ada 2 fungsi
Strategi Pengorganisasian Pembelajaran dari strategi ini (Budiyanto, 2005) yaitu: 1)
Yang dimaksudkan di sini adalah metode untuk menyampaikan isi pembelajaran kepada pe-
mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih belajar; dan 2) menyediakan informasi/bahan-
untuk pembelajaran. Mengorganisasi mengacu bahan yang diperlukan pebelajar untuk menam-
pada suatu tindakan se pe rti pe mi lihan isi, pilkan unjuk kerja (seperti latihan dan tes).
penataan isi, pembuatan diagram, format, dan Strategi penyampaian mencakup lingkungan fisik,
lainnya yang setingkat dengan itu. Guru, bahan-bahan pembelajaran, dan kegiatan-
Ada tiga strategi pembelajaran bagi anak luar kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran.
Atau, dengan kata lain, media merupakan satu
biasa/anak berkelainan di kelas inklusi, yaitu: 1)
komponen penting dari strategi penyampaian
Pembe lajaran ko mp etit if; 2) Pembe lajaran
pembelajaran. Itulah sebabnya, media pem-
individual; 3) Pembelajaran kooperatif (Abdul
belajaran merupakan bidang kajian utama strategi
Salim, Munawir Yusuf, 2009).
ini.
Pemilihan salah satu dari model pembelajaran
Secara lengkap ada 3 komponen yang perlu
di atas sangat tergantung pada: a) kondisi
diperhatikan dalam mempreskripsikan strategi
kemampuan anak berkelainan; b) kemampuan
penyampaian: 1) media pembelajaran; 2) interaksi
guru; c) jumlah guru; serta d) sarana dan
pembelajar dengan media; dan 3) bentuk/struktur
prasarana yang tersedia.
belajar mengajar. Media pembelajaran adalah
Strategi pengorganisasian pembelajaran lebih komponen strategi penyampaian yang dapat
lanjut dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: dimuati pesan yang akan disampaikan kepada
strategi makro dan strategi mikro. Strategi makro: pembelajar, apakah itu orang, alat, atau bahan.
mengacu kepada metode untuk mengorganisasi Ada 5 car a dalam mengklasifikasi media
isi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu pembelajaran untuk keperluan mempreskripsikan
konsep, atau prosedur, atau prinsip. Strategi st rategi penyampai an, yaitu: 1 ) tingkat
mikro: mengacu kepada metode untuk meng- kecermatan representasi; 2) tingkat interaktif
organisasi isi pembelajaran yang berkisar pada yang mampu ditimbulkannya; 3 ) tingkat
satu konsep, atau prosedur, atau prinsip. Strategi kemampuan khusus yang dimilikinya; 4) tingkat
makro berurusan dengan bagaimana memilih, motivasi yang mampu ditimbulkannya; dan 5)
menata urutan, membuat sintesis, dan rang- tingkat biaya yang diperlukan. Interaksi pebelajar
kuman isi pembelajaran (apakah konsep, prinsip, dengan media adalah ko mponen strategi
atau prosedur) yang saling berkaitan. Pemilihan penyampaian pe mb elajaran yang mengacu
isi, berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin kepada kegiatan ap a yang dilakukan o le h
dicapai, mengacu kepada penetapan konsep- pebelajar dan bagaimana peranan media dalam
konsep, atau prinsip-prinsip, atau prosedur- merangsang kegiatan belajar itu. Bentuk belajar
prosedur yang diperlukan untuk mencapai tujuan mengajar adalah komponen strategi penyampaian
itu. Penataan urut an i si me ngacu kepada pembelajaran yang mengacu kepada apakah
keputusan untuk menata dengan urutan tertentu Siswa (pebelajar) belajar dalam kelompok besar,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip yang akan kelompok kecil, perseorangan, ataukah mandiri.

32
Abdul Salim, Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik

Strategi Pengelolaan. Strategi pengelolaan tentang isi buku panduan modifikasi kurikulum:
pembelajaran merupakan komponen variabel Pemahaman guru dan kepala tentang isi buku
metode yang berurusan dengan bagaimana panduan meliputi: a) Pemahamannya sangat baik
menat a inte raksi antara pebel ajar dengan = jumlah 23 orang (46,93%); b) Pemahamannya
variabel-variabel metode pembelajaran lainnya. baik= jumlah 16 orang (32,65%); c) Pema-
Strategi ini berkaitan dengan pengambi lan hamannya kurang baik= jumlah 8 orang (16,32%);
keputusan tentang strategi pengorganisasian dan d) Pemahamannya tidak baik= jumlah 2 orang
strategi penyampaian mana yang digunakan (4%). Keempat, validitas empiris buku panduan,
selama proses pembelajaran. Paling tidak ada 4 maka digunakan pedoman penilaiannya sebagai
klasifikasi penting variabel strategi pengelolaan, berikut: a) Kebe rmaknaan/Subst ansi buku
yaitu: 1) penjadwalan; 2) pembuatan catatan panduan: sebagian besar (88,2%) guru dan
kemajuan belajar; 3) pengelolaan motivasi; dan kepala sekolah telah menyetujui isi substansi buku
4) kontrol belajar. Penjadwalan penggunaan strategi panduan. Hanya 11,8% yang kurang menyetujui;
pembelajaran mengacu kepada kapan dan berapa b) Keterbacaan buku panduan: (1) Sebanyak
kali suatu strategi pembelajaran atau komponen 88,2% buku panduan telah menggunakan bahasa
suatu strategi pembelajaran dipakai dalam suatu yang baik dalam penulisan, hanya 11,8% yang
si tuasi pembel ajaran. Pe mbuatan catatan belum, yaitu buku panduan pemberdayaan
kemajuan belajar mengacu kepada kapan dan lingkungan masyarakat dan manajemen sekolah
berapa kali penilaian hasil belajar dilakukan, serta dan, (2) Sebanyak 88,2% buku panduan telah
bagaimana prosedur penilaiannya. Pengelolaan menggunakan gaya penulisan yang singkat, padat
motivasional mengacu kepada cara-cara yang dan baik. Sebanyak 11,8% tidak menjawab
dipakai untuk meningkatkan motivasi belajar pertanyaan; c) Penampilan buku panduan.
pebelajar. Kontrol belajar mengacu kepada Penampilan buku panduan meliputi aspek ukuran
kebebasan pebelajar dalam melakukan pilihan buku, tata l etak, ti pe huruf, ko nsistensi
tindakan belajar. peno mo ran, p ewarnaan dan kesan umum
tampilan buku panduan. Hasil analisis data
Simpulan dan Saran
menunjukkan bahwa sebanyak 64,7% buku
Simpulan panduan telah memiliki penampilan yang baik,
Dari uraian penelitian, maka dapat disimpulkan selebihnya 29,4% belum baik dan 11,8% tidak
sebagai berikut. menjawab pertanyaan.
Pertama, telah dikembangkan model modi-
Saran
fikasi kurikulum untuk sekolah inklusif berbasis
kebutuhan individual peserta didik. Modifikasi isi Sambil menunggu finalisasi pengembangan model
kurikulum untuk anak dengan hambatan belajar modifikasi kurikulum untuk sekolah inklusif. Maka
tingkat ringan sekitar 20% yait u Bahasa sebaiknya sekolah dan guru di sekolah inklusif
Indonesia 79.56%, IPA 79.1%, IPS 79,16%, PKN khususnya di jenjang SD/MI memulai melakukan
81,034% dan matematika 79,67%. Kedua, model penyesuaian-penyesuaian kurikulum dengan
modifikasi kurikulum untuk sekolah inklusif yang mendiskusikannya dengan guru-guru pendidikan
dikembangkan mencapai 82 .96 %. Ke tiga, khusus yang mendampingi sekol ah yang
pemahaman guru dan kepala sekolah inklusif bersangkutan.

Pustaka Acuan
Abdul Salim. 2005. Pediatri Sosial Dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan nasional.
Abdul Salim. 2005. Ujicoba model pendidikan inklusif di Indonesia. Jakarta: Ditbinlitabmas. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Abdul Salim. 2008. Adaptasi Kurikulum, Pembelajaran dan Penilaian dalam Sekolah Inklusif. Jurnal
Media Prestasi. Vol.III Nomor 2/Desember 2008.

33
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Edisi Khusus I, Juni 2010

Abdul Salim, Munawir Yusuf. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta:
FKIP Universitas Sebelas Maret
Angela Valeo. 2008. Inclusive Education Support Systems: Teacher and administrator Views.
International Journal of Special Education. Vol. 23 No.2 2008
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2003. Mengenal Pendidikan Terpadu/Inklusi. Jakarta: Ditjen
Dikdasmen.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70, Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa.
Skjorten. 2000. Keeping tracks: Can Inclusion work?, A converzation with Jim Kaufman. Educational
Leadership 52 (4) 7-11.
Stainbak W. Stainback. 1990. Support Network for Inclusive Schooling: Independent Integrated/educatio.
Baltimore: Paul H.Brooker
Sunardi. 2005. Kecenderungan dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Dikti
Sunarto. 2005. Metode Penelitian Pengembangan untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran.
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 380 /C.66/MN/2003, 20 Januari 2003 perihal
Pendidikan Inklusif
Undang-undang Dasar Republik Indonesia, 1945.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Vaughn. Bos & Schumm. 2000. Adaptive Mainstreaming, NY: John Wile.

34

Anda mungkin juga menyukai