Anda di halaman 1dari 13

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN INKLUSI

A. Latar Belakang

Kurikulum merupakan komponen yang tidak bisa terlepas dari peran sekolah untuk mencapai suatu
tujuan yang berguna bagi peserta didik. Secara singkat kurikulum adalah suatu perangkat yang
menunjang bahan ajar pada mata pelajaran di sekolah. Namun,Pengertian Kurikulum Menurut UU
No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Adapun peran lain dari kurikulum, sebagai pedoman bagi para guru untuk mengukur ketercapaian
tujuan dari proses pembelajaran yang telah ditempuh oleh peserta didik. Oleh sebab itu kami
membahas permasalahan mengenai kurikulum ini untuk mengetahui dan memahami tentang
permasalahan kurikulum serta memberi wawasan baru untuk menjadi bekal dimasa depan untuk
masuk dunia pendidikan.
Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik dapat digali dan dikembangkan secara optimal. Baik
anak didik yang normal maupun berkebutuhan khusus. Hal ini bertemali dengan amanat UUD 1945
pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 tentang hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapatkan
pendidikan dan UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 tentang hak setiap warga negara
memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan demikian tidak ada alasan untuk meniadakan
pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), apalagi menelantarkan ABK dalam memperoleh
pendidikan.
Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada pasal 1 butir 19 dapat disimpulkan kurikulum adalah seperangkat rencana
pembelajaran yang didalamnya menampung pengaturan tentang tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Di
dalam pendidikan inklusif, modifikasi atau pengembangan kurikulum sangat perlu dilaksanakan
mengingat pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak yang
berkelainan dan bakat 2
istimewa untuk mengikuti pembelajaran anak pada umumnya. Oleh karena itu kurikulum disesuaikan
dengan potensi dan karakteristik ABK agar mereka tidak mengalami hambatan dalam pembelajaran
yang dilaksanakan di pendidikan inklusif.
B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian pengembangan kurikulum di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif?
2. Bagaimana Tujuan pengembangan kurikulum di sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif?
3. Bagaimana Model pengembangan kurikulum pada pendidikan inklusif?

C. Tujuan Pembahasan 1. Mengetahui Pengertian pengembangan kurikulum di sekolah


penyelenggara pendidikan inklusif
2. Mengetahui Tujuan pengembangan kurikulum di sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif
3. Mengetahui Model pengembangan kurikulum pada pendidikan inklusif.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pengembangan kurikulum di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif

Modifikasi kurikulum yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular disesuaikan dengan kebutuhan
dan kemampuan atau potensi ABK. Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta didik
tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas untuk peserta didik gifted and talented. Modifikasi
kurikulum ini dilakukan terhadap alokasi waktu, isi atau materi kurikulum, proses belajar-mengajar,
sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas.
Dalam pendidikan inklusif, kurikulum yang digunakan adalah kurikulum sekolah regular atau
kurikulum nasional yang dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan
khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Kurikulum
nasional terdiri dari 3 model yaitu model kurikulum regular, model kurikulum regular dengan
modifikasi dan model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI).
Dalam melakukan modifikasi atau pengembangan kurikulum, tidak serta merta sesuka hati untuk
melakukannya. Namun terdapat landasan – landasan dalam pengembangan dan implementasi
kurikulum dalam program inklusif, antara lain yaitu:
1. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pada
pasal 5 ayat (1), (2), (3) dan (4), pasal 6 ayat (1), pasal 12 ayat (1.b), pasal 36 ayat (2) dan penjelasan
pasal 15.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya
pada Pasal 1 ayat (13) dan (15) dan pasal 17 ayat (1) .
3. Peraturan Mendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. Peraturan Mendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan
Mendiknas Nomor 22 dan Nomor 23 Tahun 2006.
4
B. Tujuan pengembangan kurikulum di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif 1.
Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang
dialami semaksimal mungkin dalam setting sekolah inklusif

2. Membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta
didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah.

3. Menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan
menyempurnakan program pendidikan inklusif.

Tujuan modifikasi atau pengembangan kurikulum dalam pendidikan inklusif, yaitu:


C. Model pengembangan kurikulum pada pendidikan inklusif.

Dalam pembelajaran inklusif, model kurikulum bagi ABK dapat dikelompokan menjadi empat,
yakni: duplikasi kurikulum, modifikasi kurikulum, substitusi kurikulum, dan omisi kurikulum
Model duplikasi artinya salinan yang serupa benar dengan aslinya. Dalam kaitannya dengan model
kurikulum, duplikasi berarti mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk peserta
didik berkebuthan khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk siswa
pada umumnya (regular). Jadi model duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana
peserta didik ABK menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh anak-anak pada
umumnya. Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama kurikulum, yaitu tujuan,
isi, proses dan evaluasi .
Model modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan. Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk
peserta didik ABK maka model modifikasi berarti cara pengembangan dimana kurikulum umum
yang diberlakukan bagi peserta didik ABK. Dengan demikian, peserta didik ABK menjalani
kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan mereka. Modifikasi dapat
diberlakukan pada empat komponen utama kurikulum.
Model substitusi berarti mengganti. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka substansi
berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain. Pengganti
dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh peserta didik ABK, tetapi masih bisa
diganti dengan hal lain yang sebobot dengan yang digantikan. Model substitusi bisa terjadi dalam
komponen utama kurikulum 5
Model omisi berarti menghapus/menghilangkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi
berarti upaya untuk menghapus atau menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau keseluruhan dari
kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada peserta didik ABK. Dengan
kata lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tetapi tidak disampaikan atau tidak
diberikan kepada peserta didik ABK, karena sifatnya terlalu sulit atau tidak mampu dilakukan peserta
didik ABK. Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti yang
sebobot, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti (Yusuf Munawir, 2011).
Modifikasi atau pengembangan kurikulum pendidikan inklusif dapat dilakukan oleh Tim
Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama
dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa)
yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa
(Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah
dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.
Modifikasi atau pengembangan pengembangan kurikulum dalam pendidikan inklusif dilaksanakan
dengan:
1. Modifikasi alokasi waktu

Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan atau mengacu pada kecepatan belajar siswa. Misalnya
materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar)
diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam, maka modifikasi alokasi waktu untuk pendidikan
inklusif dapat dilakukan dengan:
a. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal (anak berbakat)
dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.

b. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal dapat
dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam.

c. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban
belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam,
atau lebih; dan seterusnya.

2. Modifikasi isi atau materi

Modifikasi isi atau materi dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan: 6
a. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam
kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi
baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting
untuk anak berbakat.

b. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam
kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.

c. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban
belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat
kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.

3. Modifikasi proses belajar – mengajar a. Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi,


yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang
memiliki inteligensi di atas normal

b. Menggunakan pendekatan student centerred, yang menekankan perbedaan individual


setiap anak

c. Proses belajar – mengajar yang lebih terbuka (divergent)

d. Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas


heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke
kelompok lain.

e. Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan


pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk
berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan
berusaha seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik, “aku-lah sang juara”!. Namun, dengan
pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan
berkembang kurang baik. Anak dapat menjadi egois. Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan
pembelajaran kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui
pendekatan pembelajaran kooperatif, setiap anak dikembangkan
Modifikasi proses belajar – mengajar dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan: 7
jiwa kerjasama dan kebersamaannya. Mereka diberi tugas dalam kelompok, secara bersama
mengerjakan tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan
kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta
saling tolong menolong akan berkembang dengan baik. Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa
kerjasama anak akan berkembang harmonis.

f. Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada yang bertipe
auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis). Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi
melalui indera penglihatan.Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera
pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera
perabaan/gerakan.Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan
menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.

4. Modifikasi sarana dan prasarana

Modifikasi sarana dan prasarana dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan menyediakan
sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan masing – masing anak dengan mempertimbangkan
karakteristik (ciri – ciri) dan tingkat kecerdasannya.
5. Modifikasi lingkungan belajar

Modifikasi lingkungan belajar dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan proses belajar –
mengajar yang tidak selalunya dilakukan di dalam ruangan kelas, bisa dilakukan di luar ruangan
kelas.
6. Modifikasi Pengelolaan kelas

Modifikasi pengelolaan kelas dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan memodifikasi
penataan ruangan kelas misalnya dengan peletakkan perlengkapan kelas, hiasan di kelas, alat peraga
dan lain – lain. Modifikasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan anak sesuai dengan
karakteristik (ciri – ciri) dan tingkat kecerdasan anak. 8
A. Kesimpulan

B. Saran

BAB III
PENUTUP
Modifikasi kurikulum yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular disesuaikan dengan kebutuhan
dan kemampuan atau potensi ABK dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat
kecerdasannya.
Tujuan modifikasi atau pengembangan kurikulum, yaitu membantu peserta didik dalam
mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami semaksimal mungkin dalam
setting sekolah inklusif, membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan program pendidikan
bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah dan
menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan
menyempurnakan program pendidikan inklusif.
Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan modifikasi alokasi waktu, modifikasi isi atau materi,
modifikasi kurikulum dalam isi atau materi ini yang dapat berupa penyesuaian Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar (SK – KD), modifikasi proses belajar – mengajar, modifikasi sarana dan
prasarana, modifikasi lingkungan belajar dan modifikasi Pengelolaan kelas.
Bagi para pendidik maupun calon pendidik, hendaknya dapat melakukan modifikasi kurikulum
sesuai dengan kebutuhan anak dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri – ciri) dan tingkat
kecerdasannya, khususnya untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada pendidikan inklusif agar
ABK agar mereka tidak mengalami hambatan dalam pembelajaran yang dilaksanakan di pendidikan
inklusif. 9
DAFTAR PUSTAKA
Dina, Restiana.2020. Manajemen Modifikasi Kurikulum di Sekolah Inklusi SDN Pasar Lama 3
Banjarmasin. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Rani, Darojat, dkk. 2011. Modifikasi Kurikulum dalam Pembelajaran Pendidikan Inklusi. Kebumen
Salim, Abdul. 2010. Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis
Kebutuhan Individu Peserta Didik. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan. 5 (1)
Yusuf Munawir. 2011. Implementasi Pendidikan Inklusif melalui Adaptasi Kurikulum dan
Pembelajaran.
http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-artikel/115-pendidikan-inklusi-pendidikan-
terhadap-anak-berkebutuhan-khusus (18 November 2010)

Anda mungkin juga menyukai