Anda di halaman 1dari 3

Program pengembangan kurikulum secara makro adalah sebuah model pengembangan

kurikulum yang biasanya sudah dibentuk tim khusus secara nasional. Kurikulum tingkat makro
menempatkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan perencanaan kurikulum nasional.
Kurikulum ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional atau pimpinan lembaga pemerintah non
departemen berdasar pelimpahan wewenang dari Menteri Pendidikan Nasional. Jadi guru di
sekolah tidak dilibatkan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum secara makro, tugas
guru yaitu sebagai pelaksana kurikulum untuk bisa menyampaikan kurikulum yang telah
dikembangkan tersebut kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.

Program pengembangan kurikulum secara mikro merupakan model pengembangan kurikulum


yang dilaksanakan pada tiap satuan pendidikan dengan berpedoman terhadap produk
pengembangan kurikulum secara makro. Hal ini karena guru dipandang sebagai penentu utama
keberhasilan pencapaian tujuan kurikulum sehingga guru bersama kepala sekolah harus mampu
merencanakan dan mengembangkan kurikulum sekolah dimana ia bertugas. Tugas perencanaan
guru sebelum melaksanakan pembelajaran adalah mengembangan silabus yang sudah disepakati
ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah: a) menganalisis SK, KD, dan Indikator, b) mendesain program tahunan, program
semester, silabus, pengalaman belajar, c) mengembangan rencana dengan langkah-langkah,
strategi, bahan, sumber, serta format penilaian, d) mengimplementasikan dengan efektif dan
efisien, e) melakukan evaluasi.

Kurikulum bisa bersifat makro, artinya pengaturan tetang tujuan, isi/materi, proses dan evaluasi
dalam skala nasional, tetapi juga bisa bersifat mikro yaitu pengatur - an tentang hal tersebut
dalam konteks pembelajaran di kelas.
Jadi nanti kan sudah dibuatkan hasil pengembangan kurikulum secara nasional, lalu tiap sekolah
membreakdown lagi disesuikan dengan sekolah masing-masing

2. Kurikulum adaptif adalah kurikulum yang dimodifikasi dan diadaptasi atau disesuaikan
dengan kebutuhan atau kondisi, kemampuan dan keterbatasan/kelebihan peserta didik. Dalam
kurikulum adaptif, rancangan program pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-
masing siswa berkebutuhan khusus. Modifikasi (penyelarasan) kurikulum adaptif diterapkan
pada empat komponen utama kurikulum yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi. Modifikasi
(penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah. Tim sekolah
terdiri dari: kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor,
psikolog, dan ahli yang terkait. Tim sekolah juga berperan dalam asesmen dan penyaringan
siswa berkebutuhan khusus.
Ada empat model kemungkinan pengembangan kurikulum adaptif bagi siswa yang
berkebutuhan pendidikan khusus yang mengikuti pendidikan di sekolah inklusif, yakni: (1)
Model duplikasi; (2) Model modifikasi; (3) Model subtitusi, dan (4) model omisi

1.      Model Duplikasi
Duplikasi artinya salinan yang serupa benar dengan aslinya. Menyalin berarti membuat
sesuatu menjadi sama atau serupa. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, duplikasi berarti
mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan
khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk siswa pada umumnya
(reguler). Jadi model duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana siswa-siswa
berkebutuhan pendidikan khusus menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh
anak-anak pada umumnya.  Model duplikasi dapat diterapkan pada empat kmponen utama
kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi.

2. Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan. Dalam kaitan dengan model kurikulum
untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka model modifikasi bararti cara
pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan bagi siswa-siswa reguler
dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan
pendidikan khusus.
Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kurikulum yang
disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan mereka. Modifikasi dapat diberlakukan
pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi, proses, dan evaluasi.

3.      Model Subtitusi
Subtitusi berarti mengganti. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka substansi
berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain.
Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh siswa berkebutuhan
pendidikan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang sebobot dengan yang
digantikan. Model substansi bisa terjadi dalam hal tujuan pembelajaran, materi, proses maupun
evaluasi.

4. Omisi berarti menghapus/menghilangka. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi


berarti upaya untuk menghapus/menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau keseluruhan dari
kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan kepada siswa berkebutuhan
pendidikan khusus.
Dengan kata lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tetapi tidak
disampaikan atau tidak diberikan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus, karena sifatnya
terlalu sulit atau mampu dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Bedanya dengan
substitusi adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti yang sebobot, sedangkan dalam
model omisi tidak ada materi pengganti.

 Jenis ABK tertentu memerlukan program kurikulum plus yaitu program kurikulum tambahan yang
bersifat rehabilitatif-kompensatif  dan tidak ada di sekolah reguler. Adapun kurikulum plus itu
adalah:
         Tunanetra   orientasi dan mobilitas, Braille
         Tunarungu bina wicara
         Tunagrahita bina diri
         Tunadaksa  bina gerak
         Tuna laras bina sosial/ pribadi
         Autis à bina komunikasi dan sosial
         Gifted à akselerasi dan pengayaan

 ABK yang tidak mampu mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat digunakan program
pembelajaran individual (PPI) dimana kurikulum disusun atas dasar karakteristik ABK secara
individual.

Anda mungkin juga menyukai