KARANGLEWAS BANYUMAS
SKRIPSI
Oleh:
ZIAN FEBRIANA
NIM. 102331130
PURWOKERTO
2014
PERNYATAAN KEASLIAN
NIM : 102331130
Jenjang : S-I
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa Naskah Skripai ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya
sendiri kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.
Purwokerto, Juni 2014
Zian Febriana
10233110
PENGESAHAN
Skripsi berjudul
Yang disusun oleh Saudara Zian Febriana Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan
Tarbiyah STAIN Purwokerto telah diujikan pada tanggal 21 Juli 2014 dan dinyatakan telah
memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islamoleh Sidang Dewan
Penguji Skripsi
Pembimbing/Penguji
Penguji I Penguji II
Kepada Yth.
Di Purwokerto
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah melakukan bimbingan, telaah, arahan, dan koreksi terhadap penulisan skripsi dari
Zian Febriana, NIM: 102331130 yang berjudul:
Saya berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Ketua STAIN
Purwokerto untuk diujikan dalam rangka memperoleh gelar Sarjana dalam Pendidikan Islam
(S.Pd.I)
Pembimbing
H.Khoirul Amru Harahap, M.H.I. NIP. 19760705 200501 1 002
MOTTO
2. Mimpi tanpa tindakan adalah khayalan, pikiran dengan perbuatan adalah nyata. By Zian
Febriana
PERSEMBAHAN
Sebagai rasa syukur dan dalam kesempatan yang berbahagia ini Kupersembahkan skripsi
untuk kedua orangtuaku tercinta: “I hope my mother and my father get well soon and always
be heatlthy”. Amiin
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah zat yang Maha Rahman dan Maha Rahim
terhadap seluruh makhluknya. Dialah yang menganugerahkan berbagai nikmat dan karunia
khususnya bagi penulis, sehinga dengan hidayah dan inayahnya memberikan kemudahan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam pada Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Purwokerto.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada penyelamat umat manusia di dunia, yaitu
baginda Nabi besar Muhammad SAW sebagai insan utama pilihan Allah yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman ilmu pengetahuan dan teknologi seperti pada
saat ini.
Setelah sekian lama mengikuti proses bimbingan, akhirnya proses penyusunan skripsi ini
terwujud bukan semata-mata atas usaha pribadi penulis, melainkan berkat bantuan dan
dorongan dari semua pihak. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, dalam
kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terimakasih
yang terdalam kepada:
2. Drs. Munjin, M.Pd.I. Wakil Ketua I STAIN Purwokerto, Pgs. Ketua Jurusan Tarbiyah,
dan sebagai penasehat akademik penulis
8. Seluruh dosen STAIN Purwokerto yang telah mendidik, memberikan pengalaman, dan
mendewasakan penulis berbagai wawasan serta ilmu perguruan yang sangat berguna selama
mengikuti studi di kampus
9. Bapak Kodir selaku kepala SMK IT Ma’arif NU Karanglewas yang telah mengizinkan
penulis untuk melakukan penelitian
10. Seluruh dewan guru dan beserta staf tenaga kerja SMK IT Ma’arif NU Karanglewas
11. Mama terkasih Masitoh dan Papa tercinta Mufrodat atas segala limpahan kasih sayang
dan cinta tak pernah putus, you’re the best I ever had, I know your love to me unbreakeable
by time, unchangeable by distance
12. Kakak Ofah Wahyu, adik Tika, dan Keponakan Apta tersayang yang turut serta
memberikan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
Semoga segala amal kebaikan dan ketulusan yang mereka berikan mendapat berkah dari
Allah SWT. Tidak lupa penulis haturkan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada salah baik
disengaja maupun tidak disengaja. Semoga karya ini bermanfaat baik bagi diri penulis sendiri
maupun bagi dunia pendidikan.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Purwokerto, Juni 2014
Zian Febriana
102331130
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... ........ i
PERNYATAAN KEASLIAN....................................................................... ....... ii
PENGESAHAN.............................................................................................. ...... iii
MOTTO........................................................................................................... ....... v
PERSEMBAHAN.......................................................................................... ...... vi
KATA PENGANTAR................................................................................... ..... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................. ....... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ..... xii
ABSTRAK...................................................................................................... .... xiii
B. Rumusan Masalah................................................................................. 8
C. Definisi Operasional.............................................................................. 8
E. Kajian Pustaka ................................................................................... 10
F. Sistematika Pembahasan..................................................................... 14
A. Jenis Penelitia ............................................................................... ..... 45
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 45
C. Objek Penelitian ................................................................................. 47
D. Subjek Penelitian ................................................................................ 47
A. Penyajian Data .................................................................................. 51
B. Analisa Data ...................................................................................... 78
BAB V: PENUTUP ............................................................................................ 85
A. Kesimpulan ................................................................................... 85
B. Saran-Saran ................................................................................... 86
C. Kata Penutup ................................................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
.........
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran:
3. Field Notes
ZIAN FEBRIANA
NIM. 102331130
ABSTRAK
Dilihat dari lokasinya penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Metode penentuan
subjek penelitian menggunakan teknik puposive sampling, pengumpulan data dilakukan
dengan mengadakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisa data
menggunakan metode analisa kualitatif dengan cara reduksi data,penyajian data, dan
mengambil kesimpulan.
Usaha yang dilakukan dalam pembentukan karakter siswa antara laian: 1. Integrasi
pendidikan karakter ke dalam pembelaajaran. Terdapat beberapa mata pelajaran sebagai
usaha pembentukan karakter antara lain: PAI, matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris,
dan menata produk, 2. Pengembangan budaya sekolah berbasis karakter dengan kegiatan
rutin, spontan, teladan, dan pengondisian, 3. Usaha pembentukan karekter melalui
ekstrakurikuler, 4.Usaha pembentukan karakter melalui sosialisasi dalam organisasi, 5. Usaha
pembentukan karakter melalui kreativitas siswa, 6. Kartu monitoring sebagai ssaha
pembentukan karakter, 7. Pembentukan karakter melalui peningkatan budaya baca tulis. Dari
berbagai usaha diatas dapat membentuk nilai karakter pada diri siswa anatara lain: religius,
disiplin, tanggung jawab, gemar membaca, kreatif, tekun, rasa hormat, rasa ingin tahu,
percaya diri, berpikir kritis, menghargai prestasi, gaya hidup sehat, nasionalisme, dan
mandiri.
BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan karakter senantiasa mewarnai kehidupan manusia dari masa kemasa. Upaya
pembentukan karakter menjadi sangat penting dalam rangka mencapai keharmonisan hidup.
Pendidikan pada umumnya dan pendidikan karakter pada khusunya merupakan sarana untuk
mengadakan perubahan secara mendasar, karena membawa perubahan individu sampai pada
akar-akarnya. Pendidikan akan kembali merobohkan pasir jahiliyah, membersihkan,
kemudian menggantikannya dengan bangunan nilai baru yang lebih baik (Nurul Zuriah,
2008: 6).
Berdasarkan isi dari tujuan pendidikan nasional menurut Ardhana sebagaimana yang dikutip
Sjarkawi menyatakan bahwa negara Indonesia merupakan suatu negara yang menaruh
perhatian besar pada masalah pendidikan karakter. Kurikulum sekolah mulai dari tingkat
paling rendah hingga paling tinggi, mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi bidang
studi potensial untuk pembinaan karakter atau akhlak yaitu pendidikan agama (Sjarkawi,
2006: 43).
Kementrian Pendidikan Nasional mensinyalir bahwa sumber dari musibah dan bencana yang
telah meluluhkan moralitas bangsa ini adalah terabaikannya pendidikan karakter. Kementrian
Pendidikan Nasional mencanangkan gerakan nasional berupa pendidikan karakter, dengan
adanya pendidikan karakter tersebut diharapkan mampu menjadi solusi atas rapuhnya
karakter bangsa selama ini.
Pada hakikatnya mengajar tidak hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, tetapi
dimaknai juga sebagai proses pembentukan karakter. Pembentukan karakter terbaik pada
siswa menjadi hal yang sangat penting karena siswa merupakan generasi penerus yang akan
melanjutkan eksistansi bangsa. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan merupakan salah
satu lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter siswa. Sebagai sebuah
lembaga, sekolah memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik siswa agar pintar, cerdas,
serta memiliki karakter positif sebagaimana diharapkan setiap orangtua. Menurut Lickona
sebagaimana yang dikutip oleh Suyadi menjelaskan bahwa, pendidikan karakter mencakup
tiga unsur pokok yaitu: mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan
(desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Suyadi, 2013:6).
Menurut Lickona sebagaimana yang dikutip oleh Muhaimin menjelaskan bahwa untuk
mendidik karakter dan nilai-nilai yang baik, termasuk didalamnya nilai keimanan kepada
Tuhan Yang Maha Esa diperlukan pembinaan yang terpadu sebagaimana untuk menunjukan
pentingnya penciptaan suasana religius disekolah (Muhaimin, 2010: 60). Sehingga, perlu
adanya pengembangan budaya sekolah yang berorientasi pada pendidikan karakter. Budaya
sekolah memiliki cakupan yang sangat luas, antara lain mencakup kegiatan ritual, harapan,
ekstrakurikuler, maupun interaksi sosial antarkomponen (Novan Ardy, 2013: 99).
Dalam proses pembentukan karakter yang dilakukan oleh guru PAI adalah dengan
memberikan nasehat dan motivasi agar para siswa berperilaku baik. Pada setiap pertemuan
pelajaran guru PAI selalu mengadakan absen shalat, kegiatan ini dimaksudkan untuk
membentuk karakter disiplin agar siswa tetap melaksanakan kewajiban shalat lima waktu.
(Wawancara dengan guru PAI Ibu Siti Aminah tanggal 6 Oktober 2013).
Pembentukan karakter di SMK Islam Terpadu juga dilakukan dengan adanya kegiatan
sekolah yang berorientasi pada pembentukan karakter. Kegiatan sekolah yang ada di SMK
Islam Terpadu Ma’arif NU Karanglewas adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten
setiap saat. Misalnya shalat dhuhur berjamaah, shalat dhuha dan pembacaan surat Waqi’ah,
berdoa setiap memulai dan mengakhiri pelajaran.
2. Kegiatan spontan, kegiatan yang dilakukan siswa secara spontan pada saat itu juga.
Misalnya: mengumpulakan infaq untuk menjenguk teman atau guru yang sedang sakit.
3. Keteladanan, dalam hal ini para guru menjadi contoh yang baik bagi para peserta didik.
Misalnya, mencotohkan untuk berangkat ke sekolah tepat waktu, mencotohkan melaksanakan
shalat berjamaah, berbicara dengan menggunakan bahasa krama inggil.
Selain yang sudah dijelaskan diatas, usaha pembentukan karakter siswa di SMK Islam
Terpadu adalah dengan diadakannya kegiatan keagamaan antara lain: terdapat mujahadah,
isighosah dan doa bersama, diadakan ziarah kubur setiap menjelang UAN, pangajian rutin
setiap minggu pahing dengan mengundang wali murid, terdapat ekstra hadroh, organisasi
IPNU-IPPNU yang mengadakan yasinan dan perjanjenan, PHBI misalnya dengan pesantren
kilat, diadakan qurban, pembacaan shalawat dan lain sebagainya. Kegiatan keagamaan yang
ada disekolah diharapkan dapat membentuk karakter siswa, karena pembentukan karakter
tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja tetapi juga dengan menambahkan kegiatan
keagamaan yang bernilai positif secara berkelanjutan (Wawancara dengan guru PAI Ibu Siti
Aminah tanggal 15 Februari 2014).
Atas pertimbangan diatas penulis tertarik untuk meneliti serta mengkaji lebih dalam
berkenaan dengan proses pembentukan karakter siswa, yang diterapkan dalam skripsi
berjudul “Pembentukan Karakter Siswa di SMK-IT (Islam Terpadu) Ma’arif NU
Karanglewas Banyumas Tahun Pelajaran 2013/2014”.
B. Rumusan Masalah
Fokus permasalahan yang akan dicari jawabannya lewat penelitian ini adalah “Bagaimana
Pembentukan Karakter Siswa di SMK IT (Islam Terpadu) Ma’arif NU Karanglewas
Banyumas Tahun Pelajaran 2013/2014?”.
C. Definisi Operasional
Beberapa konsep kunci dalam rumusan masalah yang perlu mendapat penjelasan secara
operasional agar memiliki gambaran nyata tentang wujud konsep tersebut dalam tataran
praktis penelitian ini adalah sebagai berikut :
Karakter diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain. Sehingga orang yang berkarakter adalah orang
yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak tertentu, dan watak
tersebut yang membedakan dirinya dengan orang lain (Suyadi, 2013:5). Sedangkan karakter
yang hendak dibentuk oleh SMK Islam Terpadu adalah sesuai dengan visinya yaitu
membentuk generasi tangguh, mandiri, dan berakhlak mulia.
Siswa dalam penelitian ini adalah mereka yang secara formal tercacat sebagai peserta didik
pada sebuah lembaga pendidikan formal tertentu, dalam hal ini adalah siswa padaSMK Islam
Terpadu Ma’arif NU Karanglewas.
Sehingga yang dimaksud dengan pembentukan karakter siswa dalam penelitian ini adalah
perbuatan atau usaha sungguh-sungguh untuk membentuk sifat tangguh, mandiri, dan
berakhlak mulia peserta didik.
Sehingga dapat disimpulkan pembentukan karakter siswa di SMK Islam Terpadu Ma’arif NU
Karanglewas dalam penelitian ini adalah perbuatan atau usaha sungguh-sungguh untuk
membentuk sifat-sifat tangguh, mandiri, dan berakhlak mulia peserta didik di SMK Islam
Terpadu Ma’arif NU Karanglewas Banyumas.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui usaha-usaha pembentukan karakter
siswa di SMK IT (Islam Terpadu) Ma’arif NU Karanglewas.
2. Kegunaan Penelitian
d. Informasi penting bagi penulis sebagai calon guru PAI dan sebagai bahan pengalaman
penulis dalam penulisan berbentuk skripsi.
e. Untuk menambah bahan pustaka (Khasanah Kepustakaan) PAI Jurusan Tarbiyah STAIN
Purwokerto.
E. Kajian Pustaka
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pembentukan adalah proses, cara, perbuatan atau
usaha untuk membentuk (Daryanto SS, 1998:88). Dalam penyusunan skripsi yang digunakan
sebagai kerangka teori penulis menggunakan beberapa sumber buku diantanya adalah sebagai
berikut:
Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi buku karya Heri Gunawan. Buku tersebut
menjelaskan bahwa karakter adalah keadaan asli yang ada dalam diri individu seseorang yang
membedakan antara dirinya dengan orang lain. Metode dalam pembentukan karakter siswa
dapat dilakukan dengan: Metode HiwarPercakapan, Metode Qishah atau Cerita,
Metode Amtsal atau Perumpamaan, Metode Uswah atau Keteladanan, Metode Pembiasaan,
Metode ‘Ibrah atauMau’idah, Metode Targhib dan Tarhib atau Janji dan
Ancaman, Tarhib (Heri Gunawan, 2012: 88). Guna melengkapi skripsi ini, penulis
menggunakan pijakan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
pembentukan karakter siswa, antara lain:
Skripsi milik Zeftii Izza Erlina dengan skripsi yang berjudul Peran Guru PAI dalam
Membentuk Peserta Didik yang Berakhlakul Karimah di SMK Al-Huda Kecamatan Bumiayu
Kabupaten Brebestahun 2011. Skripsi ini membahas tentang peran guru PAI dalam
membentuk peserta didik yang berakhlakul karimah dan bagaimana pelaksanaannya
disekolah serta faktor pendukung dan faktor penghambat. Hasil penelitian menunjukan
bahwa peran guru PAI dalam usaha membentuk akhlak meliputi guru sebagai: pembimbing
untuk membimbing peserta didik dengan baik, inspirator, teladan yang baik bagi siswa
dengan cara berpakaian sopan, kebiasaan, motivator, fasilitator, dan evaluator. Faktor
pendukung dalam pembentukan akhlak dengan adanya kerja sama yang baik antara guru,
orantua, dan lingkungan. Yang membedakan dengan skripsi penulis yaitu dalam skripsi milik
Zeftii lebih menekankan kepada peran guru PAI dan yang dibentuk adalah hanya masalah
tentang akhlak sedangkan dalam skripsi ini adalah semua pihak atau guru yang membentuk
karakter siswa yang meliputi kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
Berdasarkan kajian pustaka diatas, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian tentang
pembentukan karakter siswa di SMK Islam Terpadu Ma’arif NU Karanglewas.
F. Sistematika Pembahasan
Agar skripsi ini dapat memerankan fungsinya sebagai media komunikasi antara peneliti
dengan semua fihak yang konsern dengan wilayah yang menjadi fokus penelitian, maka
skripsi ini disusun dengan sistematika pembahasan yang diharapkan akan mempermudah para
pembaca untuk memahami atau menangkap makna, termasuk alur fikir yang dikembangkan
oleh penulis dalam melakukan penelitian.
Untuk keperluan itulah, skripsi ini disusun dengan alur fikir dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab I merupakan pendahuluan, dalam bab ini terdiri atas: Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Definisi Operasional, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kajian Pustaka, dan
Sistematika Pembahasan.
BAB III merupakan bab Metode Penelitian yang terdiri dari: Jenis Penelitian, Lokasi
Penelitian, Objek Penelitian, Subjek Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa
Data.
BAB IV merupakan bab yang mendeskripsikan data-data yang telah diperoleh untuk
menjawab rumusan masalah yang berisi tentang penyajian data tentang pembentukan karakter
siswa dan analisa data tentang pembentukan karakter siswa.
BAB V merupakan bab penutup yang terdiri atas: Simpulan, Saran dan Kata
Penutup. Kemudian pada bagian akhir skripsi dicantumkan: daftar pustaka, lampiran-
lampiran, dan daftar riwayat hidup penulis.
BAB II
PEMBENTUKAN KARAKTER
Pendidikan pada umumnya dan pendidikan karakter pada khusunya merupakan sarana untuk
mengadakan perubahan secara mendasar, karena membawa perubahan individu sampai pada
akar-akarnya. Pendidikan akan kembali merobohkan pasirjahiliyah, membersihkan,
kemudian menggantikannya dengan bangunan nilai baru yang lebih baik (Nurul Zuriah,
2008: 6).
Menurut Kementrian Pendidikan Nasional sebagaimana yang dikutip oleh Haedar Nashir
menjelaskan bahwa:
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi
peserta didik. Pendidikan adalah suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan
generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik
di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah
dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya
dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter
bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.
(Haedar Nashir, 2013:14)
Sedangkan menurut John Dewey yang dikutip oleh Masnur Muslich Pendidikan adalah
proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam
dan sesama manusia. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus
generasi tua dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma tersebut
dengan cara mewariskan segala segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan, dan
ketrampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan
(Masnur Muslich, 2011: 67)
Pendidikan adalah proses pengembangan sosial kejiwaan menuju pengembangan bakat alami,
bertahap dalam mengembangkannya dan memperbaiki akhlak serta menyempurnaknnya
sesuai dengan akidah dan nilai-nilai budaya (Muhammad Syarif, 2003:49)
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menegaskan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Sjarkawi, 2006: 43)
Dari beberapa pengertian pendidikan diatas penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran sebagai sarana perubahan dalam mengembangkan potensi peserta didik
dan proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual, emosional dengan
ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang dimiliki masyarakat dan bangsa untuk
mempersiapkan generasi mudanya demi keberlangsungan yang lebih baik, mengembangkan
dan memperbaiki akhlak serta menyempurnakannnya sesuai dengan akidah dan nilai-nilai
budaya.
Ditinjau dari segi bahasa, akar kata karakter dapat ditemukan dari bahasa Latin
yaitukharassein, dan kharax, yang maknanya “tools for making”(Muhammad Badiran,
2011:152). Selain itu ditemukan, kata karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu karraso yang
berarti cetak biru, format dasar, sidik jari (Maksudin, 2013: 1), ada juga yang berpendapat
karakter dari bahasa Yunani yaitueharassein yang berarti “to engrave” dapat diterjemahkan
menjadi mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan. Istilah ini sama dengan istilah
Karakter dalam bahasa inggris character yang juga berarti mengukir, melukis, memahatkan,
atau menggoreskan. Arti karakter secara kebahasaan yang lain adalah huruf, angka, ruang
atau simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik. Sementara itu
dalam bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (Suyadi, 2013:5). Dalam bahasa
Arab, karakter diartikan khuluk, sajiyyah, thab’u, syakhsiyyah yang bararti budi pekerti,
tabiat, watak, lebih dekat dengan kepribadian (Agus Zaenul, 2012: 20)
Penulis menarik kesimpulan bahwa orang yang berkarakter adalah orang yang
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak tertentu, dan watak tersebut
yang membedakan dirinya dengan orang lain.
Selain ditinjau dari segi bahasa pengertian karakter dapat ditemukan dari segi istilah.
Menurut Thomas Lickona sebagaimana yang dikutip oleh suyadi menjelaskan bahwa karakter
adalah:
Penulis menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan karakter usaha aktif
menginternalisasi budaya dan nilai kehidupan untuk ditumbuhkankembangkan melalui
keteladanan agar peserta didik memahami, merasakan, mengambil keputusan dengan bijak
sehingga mengerjakan dan menyerap nilai kedalam kehidupan sehari-hari baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupuan kebangsaan sebagai
kekuatan dalam hidupnya sehingga memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Menurut Lickona pendidikan karakter menekan pada tiga komponen karakter yang baik,
yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action. Yang diperlukan agar anak mampu
memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan, atau istilah lainnya adalah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. (Masnur Muslich, 2011: 75)
Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, pembentukan adalah proses, cara, perbuatan atau
usaha untuk membentuk (Daryanto SS, 1998:88). Berbicara masalah pembentukan karakter
sama halnya berbicara tentang tujuan pendidikan, karena menurut berbagai pendapat tujuan
pendidikan kita adalah sama halnya dengan pembentukan karakter. Pembentukan karakter
dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan
menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan akhlak atau karakter ini
dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi
dengan sendirinya (Abuddin, 2009: 158).
Pembentukan watak atau karakter merupakan usaha untuk menanamkan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat isiadat
(Zainal, 2012: 201).
Pembentukan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah,
lebih dari itu, pembentukan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga
peserta didik menjadi paham tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan nilai
yang baik dan biasa melakukannya (Gunawan, 2012: 27).
Berdasarkan pembahasan diatas penulis sependapat dengan Zainal bahwa yang dimaksud
dengan pembentukan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan
secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma
agama-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat isti adat.
Terdapat beberapa unsur dimensi manusia ditinjau secara psikologis dan sosiologis dalam
kaitannya dengan terbentuknya karakter manusia. Unsur-unsur itu antara lain: sikap, emosi,
kepercayaan, kebiasaan dan kemauan, konsepsi diri (Fatchul, 2011: 167).
Menurut Abdul Majid, unsur pembentuk karakter manusia ada dua yaitu:
a. Pikiran, merupakan unsur terpenting dalam pembentukan karakter, karena pikiran yang
didalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidup. Jika program
yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan
selaras dengan hukum alam.
b. Kebiasaan, dari berbagai literatur ditemukan bahwa kebiasaan yang dilakukan secara
berulang-ulang yang didahului oleh kesadaran dan pemahaman akan menjadi karakter
seseorang (Abdul Majid, 2012: 17).
Pendidikan karakter yang dibangun dalam pendidikan mengacu pada Pasal 3 Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, bahwa:
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan karakter yang terintegrasi
dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan tatanan serta iklim kehidupan sosial-kultural
dunia persekolahan secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu
menggunakan pengetahuan, mengkaji, dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai,
mengembangkan ketrampilan sosial yang memungkinkan untuk berkembangnya akhlak
mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, dalam berbagai
konteks sosial budaya yang berbhineka sepanjang hayat (Nurul Zuriah, 2008: 64).
Tujuan pembentukan karakter yaitu membentuk dan membangun pola pikir, sikap, dan
perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur,
dan bertanggung jawab. Dalam konteks pendidikan, pendidikan karakter adalah usaha sadar
yang dilakukan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi positif dan berakhlak
karimah sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sehingga dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
dan berwawasan kebangsaan
Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta
didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan dapat
membentuk peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan meninteranalisasi, serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter
dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pada tingkat institusi,
pendidikan karakter mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikan oleh
semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah (Masnur Muslich, 2011: 81).
Tujuan pendidikan karakter sebagai usaha untuk membentuk siswa jika ditinjau dalam seting
sekolah:
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu
sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-
nilai yang dikembangkan.
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang
dikembangkan oleh sekolah.
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan
tanggung jawab pendidikan karakter secar bersama (Dharma Kesuma, 2012: 9)
Menurut Agus Zaenul Fitri pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk
kebiasaan sehingga sifat anak akan terukir sejak dini, agar dapat mengambil keputusan
dengan baik dan bijak serta mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari (Agus Zaenul,
2012: 21)
Dapat dipahami bahwa tujuan dari pendidikan karakter adalah membentuk, menanamkan,
memfasilitasi, dan mengembangkan nilai-nilai positif pada anak sehingga menjadi pribadi
yang unggul dan bermartabat.
Sebagai pengaruh dari terlaksanaannya pendidikan karakter dapat disimpulkan dari beberapa
penelitian menurut Muchlas Samani adalah:
b. Para siswa dan staf menganggap sekolah sebagai tempat yang peduli, aman, dan cocok
bagi anak
Lickona sebagaimana yang dikutip oleh Zainal Aqib menjelaskan bahwa apabila pendekatan
kompeherensif diberikan kepada pendidikan karakter, maka budaya moral yang positif akan
tercipta disekolah. Sekolah yang merupakan sebuah lingkungan yang mendukung penanaman
nilai-nilai dikelas. Hal ini dapat diwujudkan melalui keteladanan kapala sekolah, disiplin,
kepekaan, demokrasi, dan peluang untuk mengahargai kepedulian moral (Zainal Aqib,
2012:28). Dari pernyataan tersebut dapat diambil pengertian bahwa pendidikan karakter
dapat berpengaruh terhadap penciptaan kondisi budaya sekolah yang positif akibat dari
kepala sekolah dan warga sekolah yang mendukung akan terlaksanaannya pembentukan
karakter.
Manusia pada dasarnya memiliki dua potensi yaitu baik dan buruk. Di dalam Al-Quran surah
Al-Syams dijelaskan dengan istilah Fujur dan takwa. Keberuntungan berpihak pada orang
yang senantiasa menyucikan dirinya dan kerugian berpihak pada orang yang mengotori
dirinya, sebagaiman firman Allah dalam surah Al-Syams ayat 8 berikut ini:
ÇÑÈ$yg1uqø)s?ur$ydu‘qègéú$ygyJolù;r'sù
“Maka Dia menghilmakan kepada jiwa itu (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,”(Ahmad
Hatta, 2011: 595)
ôzþÇ5çŸtÇÎÈû,Î#Ïÿ»y™@xÿó™r&m»tR÷ŠyŠu‘OèOÇÍÈ¢OƒÈqø)s?`|
¡ômr&’Îû`»|¡SM}$#$uZø)n=y{‰s)s9
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian
Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”,(Ahmad Hatta, 2011: 597).
Berdasarkan surat Al-Tin ayat 4-5 diatas dijelaskan sesungguhnya telah kami ciptakan
manusia dalam bentuk yang paling baik. Manusia diistimewakan dengan akalnya agar bisa
berpikir dan menimba berbagai ilmu pengetahuan serta bisa mewujudkan segala inspirasinya
yang dengannya manusia bisa berkuasa atas segala makhluk. Manusia memiliki kekuatan dan
pengaruh yang dengan keduanya bisa menjangkau segala sesuatu (Ahmad Mustafa, 1993:
341).
Dalam teori lama yang dikembangkan oleh dunia barat, disebutkan bahwa perkembangan
seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme). Sebagai lawannya, berkembang
pula teori yang berpendapat bahwa seseorang hanya ditentukan oleh pengaruh lingkungan
(empirisme). Sebagai sinsetisisnya, kemudian dikembangkan teori ketiga yang berpendapat
bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan
ataukonvergensi (Agus Zaenul, 2012: 36).
Dapat difahami bahwa manusia banyak mempunyai kecenderungan yang disebabkan oleh
banyak potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi
menjadi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang baik dan kecenderungan menjadi orang
jahat. Oleh sebab itu, pembentukan karakter harus dapat memfasilitasi dan mengembangkan
nilai-nilai positif agar secara alamiah dapat membentuk seseorang menjadi pribadi yang
unggul dan barakhlak mulia.
Perkembangan moral atau karakter merupakan proses dinamis yang umum dalam setiap
budaya. Moral berkembang menurut serangkaian tahap perkembengan psikologis.
Perkembangan moral itu bertahap artinya kedewasaan moral seseorang hanya dapat
meningkat satu tahap lebih tinggi diatasnya. Pembentukan karakter diyakini perlu dan penting
untuk dilakukan oleh sekolah dan warganya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan
pendidikan karakter di sekolah.
Membentuk karakter pada diri siswa memerlukan suatu tahapan yang disusun secara
sistematis dan berkelanjutan. Siswa akan melihat dan meniru apa yang ada di sekitaranya,
siswa apabila akan melakukan sesuatu (baik atau buruk), selalu diawali dengan proses
melihat, mengamati, meniru, mengingat, menyimpan, kemudian mengeluarkannya kembali
menjadi perilaku sesuai dengan ingatan yang tersimpan di dalam otaknya. Oleh karena itu,
untuk membentuk karakter siswa harus dirancang dan diusahakan penciptaan lingkungan
kelas dan sekolah yang mendukung program pendidikan karakter (Agus Zaenul, 2012: 58).
Karakter dibentuk melalui tahap pengetahuan, pelaksanaan, dan kebiasaan. Dengan demikian
diperlukan tiga komponen karakter yang baik yaitu:
a. Kesadaran Moral, untuk membentuk warga negara yang bertanggungjawab harus ada
upaya membuat mereka terinformasi. Pendidikan nilai dapat melakukan tugas ini dengan
mengerjakan siswa cara memastikan fakta terlebih dahulu sebelum membuat sebuah
timbangan moral.
b. Mengetahui Nilai Moral, hal ini berarti memahami bagaimana menerapkannya dalam
berbagai situasi, nilai yang baik menjadi faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik.
c. Pengambilan Prespektif, adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain,
melihat situasi dari sudut pandang orang lain, membayangkan bagaimana mereka akan
berfikir, berinteraksi dan merasa. Pengembilan prespektif dapat membantu siswa untuk
merasakan dunia dari sudut pandang orang lain.
d. Penalaran moral, adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa kita
harus bermoral.
e. Membuat Keputusan, adalah proses orang menjadi memliki putusan saat orang tersebut
menghadapi masalah atau dilema moral.
f. Memahami diri sendiri, yaitu sadar terhadap kekuatan dan kelemahan karakter dan
mengetahui cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut.
a. Hati Nurani, hati nurani yang matang juga mencakup kapasitas untuk memiliki rasa
bersalah kontruksif artinya ketika hati nurani anda berkata wajib untuk mengambil sikap
tertentu maka jika tidak melakukannya anda merasa bersalah.
b. Penghargaan Diri, artinya orang yang mempunyai penghargaan sehat maka akan
menghormati diri sendiri, orang yang menghormati diri sendiri maka akan menghargai diri
sendiri. Dengan demikian orang yang menghargai diri sendiri kecil kemungkinan bagi dirinya
untuk merusak tubuh atau pikiran kita atau bahkan membiarkan orang lain untuk
merusaknya.
c. Empati, adalah kemampuan mengenali dan merasakan keadaan yang tengah dialami orang
lain. Merupakan sisi emosi dari pengambilan presprektif.
d. Mencintai Kebaikan, merupakan bentuk karakter yang tertinggi, yaitu ketertarikan murni
yang tidak dibuat-buat pada kebaikan.
e. Kontrol Diri, emosi dapat menghanyutkan akal itulah mengapa kontrol diri merupakan
bentuk pekerti moral yang penting.
f. Kerendahan Hati, merupakan bagian dari pemahaman diri yaitu sutau bentuk keterbukaan
murni terhadap kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki
kegagalan kita.
b. Kehendak, adalah menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Hal ini berguna agar
dapat melihat dan memikirkan sesuatu keadaan melalui seluruh dimensi moral, untuk
menahan godaan, bertahan dari tekanan, dan melawan gelombang. Kehendak merupakan inti
dari kebenarian moral.
c. Kebiasaan, merupakan faktor penentu pembentuk moral. Orang yang memiliki karakter
baik bertindak sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi, dan adil tanpa tergoda oleh hal-hal
sebaliknya. Mereka akan melakukan hal yang benar karena kebiasaan (Lickona, 2013: 72).
Dalam pandangan Islam, tahapan pembentukan karakter dimulai sejak sedini mungkin, yaitu
dengan tahap-tahap pendidikan karakter yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Tahap-tahap pembentukan karakter beserta pendidikan karakter pada
anak dalam pandangan Islam adalah sebagai berikut:
1. Tauhid (0-2 tahun)
Nabi memerintahkan untuk mengajarkan kalimat la ilaha illallah kepada setiap anak yang
baru bisa mengucapkan kata-kata sebanyak tujuh kali, sehingga kalimat tauhid ini menjadi
ucapan mereka yang pertama kali dikenalkannya.
Pada fase ini siswa diajarkan nilai-nilai karakter tentang adab tentang: jujur, mengenal mana
yang benar atau salah, mengenal yang baik atau buruk, mengenal mana yang diperintah atau
yang dilarang.
Perintah agar anak usia tujuh tahun dimulai menjalankan shalat menunjukan bahwa anak
mulai dididik untuk bertanggung jawab. Anak dimulai diminta untuk membina dirinya
sendiri, memenuhi kebutuhan, kewajiban diri sendiri.
Pada fase ini anak diajarkan tentang nilai karakter yang meliputi menghargai orang lain,
menghormati orang lain, bekerjasama, tolong menolong dan saling membantu.
5. Kemandirian (11-12 tahun)
Mandiri ditandai dalam kesiapan dalam menerima resiko sebagai konsekuensi tidak menaati
aturan. Anak telah mampu menerapkan terhadap hal-hal yang menjadi perintah atau yang
menjadi larangan.
Anak telah siap bergaul dimasyarakat dengan berbekal pengalaman yang dilalui sebelumnya,
anak akan mampu melakukan beradaptasi dengan masyarakat (Abdul Majid, 2012: 23).
Pada tingkatan SMK dalam perkembangannya anak memasuki masa ramaja. Remaja
merupakan masa perkembangan sikap tergantung terhadap orangtua ke arah kemandirian.
Dalam perspektif belajar sosial menurut Albery Bandura sebagaiman yang dikutip oleh
Syamsu Yusuf berpendapat bahwa proses kognitif yang mengantarai perubahan tingkah laku
dipengaruhi oleh pengalaman yang mengarahkan untuk mentutaskan ketrampilan atau tugas-
tugas (Syamsu Yusuf, 2011:189).
1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama
yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, serta hidup rukun dan berdampingan.
2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan,
perkataan, dan perbuatan yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar
sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.
3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan
agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang
berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah
perbedaan tersebut.
4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan
atau tata tertib yang berlaku.
5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukan upaya secara sungguh-sungguh dalam
menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
6. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berati tidak boleh
kerja sama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab
kepada orang lain.
7. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam
memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-car baru, bahkan hasil-hasil baru
yang lebih baik dari sebelumnya.
8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan
kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.
9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran
dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih
mendalam.
10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.
11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli,
dan penghargaan, yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya,
sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
12. Mengahargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui
kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi.
13. Komunikatif, yakni senang bersahabat atau proaktif, sikap dan tindakan terbuka
terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara
kolaboratif dengan baik.
14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman,
tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu
secara khusus guna membaca berbagai informasi
16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan
melestarikan lingkungan sekitar.
17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang
lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.
18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara
maupun agama (Suyadi, 2013: 8).
Prinsip pembelajaran yang digunakan di sekolah adalah mengusahakan agar siswa mengenal
dan menerima nilai-nilai karakter sebagai milik mereka, dan bertanggung jawab atas
keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menentukan pendidikan, dan
selanjutnya menjadikan satu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip tersebut
siswa belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Kemendiknas menjelaskan
bahwa prinsip dalam pembentukan karakter adalah sebagai berikut:
2. Melalui semua mata pelajaran dan pengembangan diri. Artinya proses pengembangan
nilai-nilai karakter dilakukan melalui setiap mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler
3. Nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan. Yang perlu diperhatikan adalah aktivitas
belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan ranahkognitif,
afektif, dan psikomotorik
4. Proses pembelajaran dilakukan dengan penekanan agar siswa secara aktif dan
menyenangkan. Artinya setiap proses pembelajaran siswa dituntut untuk aktif dan
menimbulkan rasa senang. (Gunawan, 2012: 36).
Metode adalah cara-cara untuk menyampaikan materi pendidikan oleh guru kepada siswa,
disampaikan dengan efektif dan efisien, untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan.
Metode ini berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan (Heri Gunawan, 2012:88). Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplememtasikan
rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran diantaranya: ceramah, demonstrasi,
diskusi, simulasi, laboratorium, pengalaman lapangan, brainstroming, debat, dan simposium (
Zubaedi, 2011: 188)
Menurut Superka sebagaimana yang dikutip oleh Sutarjo menunjuk berbagai pendekatan dan
metode dalam pendidikan karakter yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan dan Metode Penanaman Nilai, adalah suatu pendekatan yang memberi
penekanan pada penanaman nilai dalam diri siswa. Metode yang digunakan dalam proses
pembelajaran adalah: keteladanan, simulasi, bermain peran.
3. Pendekatan dan Metode Argumentasi Moral, pendekatan ini memberikan penekanan pada
perkembangan kemampuan siswa untuk berfikir logis dengan cara menganalisis masalah
yang berhubungan dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan mencari alasan pembenaran
secara moral.
4. Memoralisasi, yaitu model pendidikan karakter secara langsung dengan mengajarkan
sejumlah nilai yang harus menjadi pegangan siswa. Metode yang digunakan dengan:
pemberian nasihat dan larangan, khotbah, pidato, dan ceramah.
5. Bersikap Membiarkan, adalah metode dengan cara membiarkan siswa menentukan sendiri
apa yang diinginkan, anak dibiarkan tumbuh dan berkembang secara alamiah.
6. Menjadi Model, yaitu guru berusaha menampilkan dirinya sebagai model atau contoh
yang hidup menurut karakter tertentu.
7. Pendekatan dan Metode Teknik Klarifikasi Nilai, yaitu pendekatan karakter dimana siswa
dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, mengambil sikap sendiri nilai hidup yang
diperjuangkan. Metode yang digunakan adalah metode dialog, diskusi kelompok, studi kasus
atau problem solving (Sutarjo, 2013: 134).
1. Metode Hiwar Percakapan, adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih
melalui tanya jawab mengenai satu topik, dan dengan sengaja diarahkan kapada satu tujuan
yang dikehendaki. Metode ini mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap jiwa
pendengar yang mengikuti percakapan dengan seksama dengan penuh perhatian.
4. Metode Uswah atau Keteladanan, keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan
efisien, karena siswa pada umumnya cenderung meniru gurunya.
5. Metode Pembiasaan, adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar
sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan berintikan pengalaman karena yang
dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan.
1. Cara penyampaian dalam pendidikan karakter dapat dilakukan dengan beberapa model
antar lain: model sebagai mata pelajaran tersendiri, model terintegrasi dalam semua bidang
studi, model diluar pengajaran, model gabungan.
a. Metode Demokrasi, dalam hal ini guru bersifat sebagai fasilitator, metode ini akan
menyebabakan anak berani menungkapkan gagasan, pendapat, maupun perasaan. Nilai-
nilainya antara lain: keterbukaan, kejujuran, penghargaan pada pendapat orang lain,
sportivitas, kerendahan hati, dan toleransi.
b. Metode Pencarian Bersama, metode ini menekankan pencarian bersama yang melibatkan
siswa dan guru. Pencarian bersama ini lebih menekankan diskusi atas soal-soal yang aktual
dalam masyarakat.
c. Metode Siswa Aktif, yaitu menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak awal
pembelajaran. Guru memberikan pokok bahasan dan anak dalam kelompok mencari dan
mengembangkan proses selanjutnya. Mendorong untuk mempunyai kreativitas, ketelitian,
kecintaan terhadap imu pengetahuan, kerjasama, kejujuran, dan daya ingat.
d. Metode Keteladanan, proses pembentukan karakter pada anak akan dimulai dengan
melihat orang yang akan diteladani. Guru dapat menjadi tokoh idola dan panutan bagi anak.
Dituntut adanya ketulusan, keteguhan, kekonsistenan hiduo seorang guru.
f. Metode Penjernihan Nilai, latar belakang sosial, latar belakang kehidupan, dan
pengalaman dapat membawa perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai hidup. Oleh
karena itu dibutuhkan adanya penjernihan nilai dengan dialog afektif dalam bentuk sharing
ataupun diskusi yang mendalam dan intensif (Paul Suparno, 2002: 42-51).
Selanjutnya menurut Lickona sebagaimana yang dikutip oleh Muchlas Samani, menyarankan
bahwa:
“Agar pendidikan karakter berlangsung efektif, maka guru dapat mengusahakan berbagai
metode seperti: metode bercerita, menugasi siswa membaca buku literatur, melaksanakan
studi kasus, bermain peran, debat, kooperatif” (Muchlas Samani, 2012: 147).
Dalam pendidikan karakter perspektif Islam, Abdul Majid menawarkan metode dengan
model Tadzkirah (dibaca Tadzkiroh). Tadzkirah mempunyai makna yaitu:
7. R: repitisi atau pengulangan
Dari beberapa metode diatas penulis menyimpulkan bahwa metode yang sering digunakan
dalam pembentukan karakter siswa adalah dengan keteladanan. Dimana seorang guru harus
menjadi contoh yang baik bagi para siswa. Proses pembentukan karakter pada siswa akan
dimulai dengan melihat orang yang akan diteladani.
Yang dimaksud dengan implementasi pendidikan karakter secara terintegrasi kedalam proses
pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan
pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik
sehari-hari melalui proses pembelajaran yang berlangsung baik didalam kelas maupun di luar
kelas pada semua mata pelajaran (Novan Ardy, 2013: 90). Pengintegrasian tersebut dapat
dilakukan dengan:
a. Guru mengembangkan dan menyisipkan pendidikan karakter pada materi pelajaran yang
sesuai dengan konteks, dapat menggunakan silabus dan RPP berkarakter.
b. Pembelajaran berbasis kearifan lokal sebagai alternatif solusi dalam integrasi pada proses
pembelajaran. Nilai karakter kearifan lokal memiliki peran strategis dalam pembentukan
karakter dan identitas bangsa. Kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai
landasan bagi pembentukan jati diri.
2. Pengembangan Budaya Sekolah Berbasis Karakter
Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat berinteraksi peserta didik dengan
sesamanya. Budaya sekolah memiliki cakupan yang sangat luas, antara lain mencakup
kegiatan ritual, harapan, hubungan sosial-kultural, kegiatan kurikuler, kegiatan
ekstrakurikuler, maupun interaksi sosial antarkomponen. Pengembangan budaya sekolah
yang berorientasi pada pembentukan karakter dapat dilakukan dengan adanya kegiatan:
kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengondisian terhadap proses
pembentukan karakter.(Novan Ardy, 2013: 99).
b. Disiplin dalam seluruh lingkungan sekolah yang memberi teladan, mendorong, dan
menjunjung tinggi nilai di seluruh lingkungan sekolah
d. Organisasi siswa yang melibatkan para siswa dalam mengurus diri sendiri dan
menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk menjadikan sebagai sekolah terbaik
e. Sebuah atsmosfer moral yang didalamnya terdapat sikap saling menghormati, keadilan, da
kerjasama yang meresap kedalam semua bentuk hubungan di sekolah
f. Menjunjung tinggi arti penting moralitas dengan memberi waktu khusus untuk menangani
urusan moral (Lickona, 2013: 415).
Lebih lanjut Novan Ardy menjelaskan bahwa manfaat ekstrakurikuler dapat menekan angka
kriminalitas dan menekan angka pelanggaran norma, serta menambah pengalaman, teman,
dan ketrampilan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan ekstrakurikuler
mempunyai kontribusi dalam pembentukan karakter siswa.
Salah satu potensi yang menjadi aset generasi muda adalah potensi kepemimpinan. Oleh
karena itu perlu direkayasa kondisi pendidikan yang memberikan peluang berupa tugas,
tantangan, persoalan, dan situasi yang dapat mengaktualisasikan potensi kepemimpinan dan
perilaku berorganisasi siswa. Dapat dilakukan dengan memberikan penciptaan kesempatan
yang luas untuk dapat berlatih kepemimpinan dan organisasi, hal ini dianggap penting karena
akan terjadi interaksi efektif antar siswa (Deni Damayanti, 2014: 65).
Kreativitas merupakan ranah psikologis yang cukup kompleks dan multidimensi. Lingkungan
merupakan basis pertama yang banyak mempengaruhi terhadap kreativitas anak. Pola
pendidikan yang berpengaruh terhadap kreativitas siswa adalah dengan: tegas yaitu dalam
mengarahkan dan memberi contoh yang baik kepada siswa, demokrasi yaitu dengan cara
musyawarah dan berdiskusi, preventif dan permisif yaitu berkaitan dengan bakat atau potensi
kecerdasan anak dalam hal ini orangtua hanya mengontrol bakat anak sehingga terbangun
sikap kreativitas dalam hidup yang penuh dinamika (Anas Salahudin, 2013: 297).
Membaca dan menulis adalah kegiatan yang berhubungan dengan transfer pengetahuan,
pengkhayatan kosakata sebagai pintu masuk untuk menjelaskan dunia. Semakin siswa banyak
membaca, mereka akan mengetahui dunia kehidupan, tahu asal usul sejarah, dan itu akan
membentuk karakter mereka. Karakter individu dibentuk saat orang melakukan tindakan
membaca karena kegiatan itu memungkinkan banyak jalan untuk melihat diri sendiri dari
membayangkan dunia yang dikisahkan dalam tulisan yang dibaca (Fatchul, 2011: 328)