Anda di halaman 1dari 16

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN INKLUSIF

Rina Aryani
Sri Vuji Agustin
Wangi Suci Lestari
PENGERTIAN KURIKULUM

Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang
artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di
Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh
pelari dari garis start sampai garis finish.
Pengertian Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah
semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu
ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Pengertian Kurikulum Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah
usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing
murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah ditentukan.
Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Kurikulum Pendidikan Inklusif
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif
pada dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah
umum. Namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta
didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya
ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya,
kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim pengembang
kurikulum di sekolah. Tim pengembang kurikulum sekolah terdiri dari:
kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan
khusus, konselor, psikolog, dan ahli lain yang terkait.
Dasar Pengembangan Kurikulum untuk melakukan modifikasi dan
pengembangan kurikulum dalam program inklusif harus mengacu kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun perundang-undangan
yang menjadi landasan dalam pengembangan dan implementasi kurikulum
dalam program inklusif, antara lain sebagai berikut.
1. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya :
a) Pasal 5 ayat (1) : setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
b) Pasal 5 ayat (2) : warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus.
c) Pasal 5 ayat (3) : warganegara di daerah terpencil atau terbelakang,
serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan
khusus.
d) Pasal 5 ayat (4) : warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
e) Pasal 6 ayat (1) setiap warganegara yang berusia tujuh sampai dengan
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
b) Pasal 1 ayat (15) : Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan.
c) Pasal 17 ayat (1) : Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK/ atau bentuk lain yang
sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta
didik.
d) Pasal 17 ayat (2) : sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite
madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah
supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan Departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
3. Peraturan Mendiknas No. 22/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
4. Peraturan Mendiknas No. 23/2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
5. Peraturan Mendiknas No. 24/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang
Pelaksanaan Peraturan Mendiknas No. 22/2006 dan No. 23/2006.
MODEL KURIKULUM ABK

A. Duplikasi Kurikulum
kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan siswa
rata-rata atau regular. Model kurikulum ini cocok untuk
peserta didik tunanetra, tunarungu wicara, tunadaksa, dan
tunalaras. Alasannya peserta didik tersebut tidak
mengalami hambatan intelegensi. Namun demikian perlu
memodifikasi proses, yakni peserta didik tunanetra
menggunkan huruf Braille, dan tunarungu wicara
menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya.
b. Modifikasi Kurikulum
Yakni kurikulum siswa rata-rata atau regular disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan atau potensi ABK.
Modifikasi kurikulum ke bawah diberikan kepada peserta
didik tunagrahita dan modifikasi kurikulum ke atas
(eskalasi) untuk peserta didik gifted and talented.
c. Substitusi Kurikulum
Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata
ditiadakan dan diganti dengan yang kurang lebih setara.
Model kurikulum ini untuk ABK dengan melihat situasi
dan kondisinya.
d. Omisi Kurikulum
Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan
total, karena tidak memungkinkan bagi ABK untuk dapat berfikir setara
dengan anak rata-rata.
MODEL PENDIDIKAN
INKLUSIF

Pendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua


model. Pertama yaitu model inklusi penuh (full inclusion). Model ini
menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima
pembelajaran individual dalam kelas reguler.
Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini
mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian
pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam
kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus.
. Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan
peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler
sama seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang
dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun
pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan
peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa
berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
c. Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program
PPI yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru
kelas, guru pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli
lain yang terkait.
tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti:
1) Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum
yang sama.
2) Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3) Bentuk kelas reguler dengan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4) Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-
waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus.
5) Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar
bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6) Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti
pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua
mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau
ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi kelainannya
berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang
gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah
khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).
PRINSIP

Prinsip umum pembelajaran meliputi motivasi, konteks, keterarahan,


hubungan sosial, belajar sambil bekerja, individualisasi, menemukan, dan
prinsip memecahkan masalah. Prinsip umum ini dijalankan ketika anak
berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak reguler dalam satu
kelas. Baik anak reguler maupun anak berkebutuhan khusus mendapatkan
program pembelajaran yang sama. Prinsip khusus disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing peserta didik berkebutuhan khusus. Prinsip
khusus ini dijalankan ketika peserta didik berkebutuhan khusus
membutuhkan pembelajaran individual melalui Program Pembelajaran
Individual (IEP).
Pelaksanaan
pembelajaran yang dilakukan di kelas inklusif memiliki
keunikan dengan keberadaan PDBK dan kurikulum
yang berbeda antara PDBK dan reguler. Pelaksanaan
pembelajaran di kelas tetap melibatkan seluruh peserta
didik, diusahakan seluruh peserta didik terlibat di
dalamnya dan tidak ada perbedaan, namun tetap
terdapat penyesuaian bagi PDBK, Berikut beberapa
modifikasi yang dilakukan oleh sekolah saat
pelaksanaan pembelajaran dilihat dari beberapa aspek.
1. Materi Pembelajaran
2. Alokasi waktu
3. Media Pembelajaran,
4. Metode Pembelajaran,
IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN
INKLUSIF
Perencanaan
Pembelajaran Kurikulum yang diterapkan pada sekolah penyelenggara
pendidikan khusus tetaplah kurikulum nasional, sesuai dengan
Permendiknas No 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi
Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi
Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa yang menyebutkan bahwa
kurikulum yang digunakan tetap mengacu pada standar kurikulum
nasional, namun bagi PDBK yang memiliki hambatan kecerdasan
sehingga tidak mampu mengikuti standar kurikulum nasional, maka
dapat mengembangkan kurikulum yang mengakomodasi kebutuhan dan
kemampuan PDBK dengan dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
Kurikulum yang akan diimplementasikan terlebih dahulu direncanakan,
bagi peserta didik berkebutuhan khusus artinya adalah dilakukan
adaptasi atau penyesuaian kurikulum. Guru harus memahami untuk apa
kurikulum diadaptasi dan diselaraskan serta bagian mana saja yang
dapat diselaraskan
Evaluasi Pembelajaran
evaluasi pembelajaran sama dengan reguler pada
penilaian akademik berupa soal tertulis atau pertanyaan
lisan, sedangkan penilaian sikap dan kinerja dengan
menggunakan jurnal sikap.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai