Anda di halaman 1dari 13

Issue Internasional Bencana,

Kebijakan Strategis Nasional


Bencana
Nama Kelompok
• Mutiara Pitaloka (212402056)
• Nabila Zahwa Ashari (2112402057)
• Ni Komang Sephita Y P (2112402059)
• Nurlina Asri Putri (2112402060)
Perempuan dan Bencana Alam:
1)Bencana Alam dan Ketidakamanan
Perempuan
2) Perempuan sebagai Agen
3)Peran Organisasi Internasional
Bencana Alam dan Ketidakamanan Perempuan

Tragedi bencana alam perempuan dan anak-anak seringkali dipotret


dan diasumsikan sebagai pihak yang lemah. Namun apakah perempuan
harus diposisikan sebagai pihak yang lemah dalam situasi bencana?

Dampak tsunami yang terjadi di negara sepanjang samudera Hindia


membuktikan hal itu. Rasio perempuan dan laki-laki yang meninggal
akibat tsunami adalah 3:1. Angka ini menunjukan rentannya
perempuan dalam menghadapi bencana.

Alasan rentannya perempuan dalam menghadapi bencana:


1.Perempuan kurang gesit dibanding laki-laki dalam menyelamatkan diri
2.Perempuan kurang gesit, karena harus menyelamatkan diri dan anaknya
3.Perempuan yang sedang mengandung, terdata >150.000
Kondisi perempuan yang selamat:
• Perempan hamil yang menjadi pengungsi mengalami kondisi psikologi
dan fisik yang berat.
• Perempuan hamil dan menyusui mengalami dampak kesehatan mental,
karena kekurangan gizi di pengungsian dan minimnya akses kesehatan.
• Perempuan harus menjadi kepala keluarga bagi yang ditinggalkan
suaminya.
• Perempuan rentan menghadapi tekanan sosial ekonomi pasca bencana,
karena mengganggur kehilangan pekerjaan, ia harus menjalankan peran-
peran sosial lain.
• Perempuan harus menjalankan tugas-tugas domestik; seperti mengurus
anak, mendampingi orang tua yang lanjut usia, dan menjaga anggota
keluarga yang cacat fisik/mental
Penyebab Rentannya Perempuan Menghadapi Bencana:

• Terhambatnya mobilitas perempuan dalam mendapatkan informasi tempat untuk


menyelamatkan diri, tempat tinggal sementara atau bantuan.
• Dominasi laki-laki dalam membuat keputusan semakin mengecilkan perempuan untuk
melakukan mitigasi bencana,misal menyelamatkan harta benda, dan menyelamatkan diri
ke tempat lebih aman. Akibat dominasi laki-laki, program yang dirumuskan sering kali
bias gender, misal memberi bantuan laki-laki debagai kepala rumah tangga. Padahal
ketidakamanan perempun secara ekonomi, misal kemiskinan yang dihadapi tugas
mengurus rumah tangga, kurangnya akses untuk mendapat kredit & tabungan.
• Kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga adalah tantangan bagi perempuan
dalam menghadapi masa krisis.
Perempuan Sebagai Agen
Dalam masyarakat yan patriarkis proses pemulihan bencana seringkali memberikan kesempatan bagi perempuan untuk
mengambil peran publik dan terlibat dalam pengambilan keputusan, padahal dalam proses pasca bencana perempuan bisa
memberikan konstribusi besar dalam mengorganisasi masyarakat.
Contoh andil besar yang dilakukan perempuan:
1) Program rekonstruksi tsunami Aceh (tahun 2005), berperan dalam penguat masyarakat; mereka diberi keterampilan
agar bisa berkarya dan menghasilkan pendapatan.
2) Bencana Banjir di Andra Pradesh (India); perempuan diberi pelatihan khusus yang berkaitan dengan isu-isu bencana
3) Kerala (India), perempuan diberi peran penting dalam pengelolaan bencana.
4) Di distrik Thiruvananthapuram (negara bagian kerala), kaum perempuan berkreatif mengelola limbah/sampah
menjadi kompos
5) Di Bantul D.I.Y dan Kelaten Jawa Tengah, perempuan memiliki peran aktif dan bekerja bersama laki-laki untuk
membangun kembali komunitas mereka meskipun tanpa bantuan pihak luar.
6) Bencana badai mitch (1998), perempuan di Guatemala dan Honduras, berkontribusi membangun rumah, menggali
sumur dan parit, menyelamatkan persediaan air, dan membangun tempat perlindungan. perempuan juga rela, dan
ternyata mampu mengambil peran aktif dalam pekerjaan yang biasanya dianggap tugas laki-laki.
Peran Organisasi Internasional
Upaya memberikan ruang bagi peran aktif perempuan dalam menghadapi dan
menanggulangi bencana membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Salah satu
diantaranya adalah organisasi internasional, terutama UNDP. Pemulihan pasca tsunami di
Sri Lanka tim Disatater Risk Reduction (DRR), dibawah UNDP telah mengambil inisiatif
untuk membangun kesadaran gender dengan mengintegrasikan materi mengenai gender
dalam pelatihan kurikulum yang diberikan lembaga-lembaga pembangun kapasitas
(capacity building).

Program tersebut didanai pemerintah Jerman melalui tsunami flash Appeal, merupakan
bagian dari program pemulihan tsunami di Sri Lanka oleh UNDP (maret 2005) beroperasi
14 distrik yang terkena dampak tsunami di Sri Lanka.
Badan yang mengimplementasikannya adalah institute of bankers sri lanka (IBSL) dan
UNDP unit pemulihan tsunami Sri Lanka.
Program pelatihan dilakukan masing-masing distrik administrasi dengan 3 program yang
ditargetkan untuk kelompok masing-masing distrik:
• Program akuntansi/pembukuan
• Program manajemen sumber daya manusia
• Isu-isu yang berhubungn dengan identifikasi & hubungan dengan klien

Pelatihan yang diberikan labe knowledge for recovery series info kit 5, melibatkan para pelatih
level nasional yang juga berhubungan dengan banyak program pelatihan lain untuk para
pengambil kebijakan misalnya, Bank Sentral Sri Lanka dan sejumlah Bank pedesaan yang
memberikan kredit pedesaaan berbagai pelayanan yang bergender pembangunan
Upaya dalam jangka pendek akan memunculkan kesadaran gender diantara
individu dan organisasi, membantu mendorong organisasi pelatihan yang
telah maju agar memiliki sensitivitas gender, mendorong keterlibatan
perempuan sebagai tokoh kunci pada level pembuatan keputusan dan
menciptakan proram pelatihan didesain untuk mendorong perempuan lebih
banyak berpartisipasi, mengembangkan usaha, memahami skema kredit,
dan asuransi, mengembangkan kehidupan mereka. Hal ini membantu
mengurangi resiko akibat bencana memperluas kapasitas mereka
Upaya yang dilakukan jaringan masyarakat miskin kota dan GROOTS yaitu
inisiatif:
1) Agar perempuan dapat menanggulangi dampak gempa bumi (mei 2006)
tanpa bantuan pihak luar
2) Mengupayakan pembangunan dan kepemimpinan perempuan memiliki
kapasitas dalam masyarakat di daerah yang beresiko bencana. Inisiatif ini
dilakukan di 10 desa ( Pucung, Growong, Kategan dan Manding) di Bantul
pada bulan desember 2006, dengan dukungan masyarakat miskin kota dan
GROOTS, para perempuan berbagi pengalaman dan keterampilan mereka untuk
masyarakat lain.
Yang dilakukan organisasi-organisasi internasional tersebut
memberikan dampak positif bagi peningkatan peran dan
partisipasi perempuan dalam masa tanggap darurat dan
pemulihan pasca bencana. Setidaknya kaum perempuan
mulai berani mengemukakan pendapat, memiliki
kemampuan membuat usulan kegiatan. Membangun
kelompok dan memiliki bekal keterampilan untuk memulai
usaha-usaha yang mendatangkan penghasilan.
Thank
You

Anda mungkin juga menyukai