Anda di halaman 1dari 53

Pengadilan Pajak

1. Pengaturan Pengadilan Pajak


2. Organisasi Pengadilan Pajak
3. Kewenangan Pengadilan Pajak
1. Pengaturan Pengadilan Pajak
• Pada masa Hindia Belanda keberatan pajak
diatur melalui:
 untuk Pajak Perseroan (PPs) 1925
atau Vennotschap Belasting diatur di dalam
Ordonansi PPs 1925.
 untuk pajak pendapatan (Inkomsten
Belasting) diatur dalam Ordonansi Pajak
Pendapatan 1944.
• WP yang keberatan dan tidak dapat menerima
keputusan fiskus diberi kesempatan untuk
melakukan upaya lanjutan yakni dengan
permohonan banding.
• Pemerintah Hindia Belanda berkeinginan
untuk mendirikan badan khusus yang
mengurusi dan menyelesaikan permohonan
banding ini.
• Keinginan tersebut dapat dipenuhi dengan
ditetapkannya Staatsblad tahun 1915 No.707
tanggal 11 Desember 1915 yaitu Ordonnantie
Tot Regeling van Het Beroep in
Belastingzaken (Peraturan Banding Pajak).
• Badan khusus tersebut diberi nama Raad van
het Beroep voor Belastingzaken (Badan
Banding Administrasi Pajak).
Gubernur
Jenderal

Badan Banding Administrasi Pajak


Ketua  Menkeu (ex officio)
Anggota  diusulkan MA + Kamar Dagang & Industri
• Diganti melalui Staatsblad tahun 1927 No.29
yaitu tot regeling van het beroep in
belastingzaken atau Majelis Banding Urusan
Pajak yang menggantikan Stb. 1925 No. 707.
• Jabatan Ketua Majelis Banding Pajak adalah
Wakil Ketua Mahkamah Agung Hindia Belanda
(Hooggererechtshof).
MA

Majelis Banding Urusan Pajak


Ketua  Wakil Ketua MA
Anggota  diusulkan MA + Kamar Dagang & Industri
• Peradilan Pajak tersebut berkedudukan di
Batavia.
• Pada 1925, sebutan Peradilan Pajak berubah
menjadi Peradilan Banding Pajak (PBP).

• Pendaftaran gugatan tetap ke pusat. Sedang pengadilan pajak di daerah


misal di Jogja hanya untuk tempat sidang saja
• Setelah Proklamasi  UU No. 5 Tahun 1959
– Tidak mengubah substansi
– Mengubah “istilah”, salah satunya Peradilan
Banding Pajak (PBP), berubah menjadi Majelis
Pertimbangan Pajak (MPP). Tapi fungsi dan peran
tetap sama, tidak ada perubahan
• Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1983, MPP
diberlakukan sebagai badan peradilan pajak
yang sah dan tidak bertentangan dengan
kekuasaan kehakiman sebagaimana tercantum
dalam UU Nomor 14 Tahun 1970.
• Ps. 27 UU No. 6 Tahun 1983:
– ayat (1) “Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan banding hanya kepada badan peradilan
pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak”
– ayat (2): “Sebelum badan peradilan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk,
permohonan banding diajukan kepada Majelis
Pertimbangan Pajak, yang putusannya bukan
merupakan keputusan Tata Usaha Negara”
• Dalam perkembangannya (seiring
berkembangnya aturan mengenai pajak dan
semakin meningkatnya potensi sengketa
pajak), MPP dianggap tidak memadai dalam
melakukan penyelesaian sengketa pajak.
• Perlu dibentuk lembaga peradilan di bidang
perpajakan yang lebih komprehensif dan
dibentuk melalui undang-undang.
• Tujuannya adalah menjamin hak dan
kewajiban pembayar pajak sesuai dengan
undang-undang bidang perpajakan serta
memberikan putusan hukum atas sengketa
pajak.
• Berdasarkan UU No. 17 Tahun 1997
dibentuklah Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak (BPSP).
• Arah dan tujuan pembentukannya adalah:
1. BPSP bertugas memeriksa dan memutus
sengketa pajak berupa:
a. banding terhadap pelaksanaan keputusan pejabat
yang berwenang;
b. gugatan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-
undangan perpajakan di bidang penagihan.
2. Putusan BPSP bersifat final dan mempunyai
kekuasaan eksekutorial dan berkedudukan
hukum yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Pengajuan banding atau gugatan ke BPSP
merupakan upaya hukum terakhir bagi
pembayar pajak dan putusannya tidak dapat
digugat ke PTUN.
• UU tersebut juga menentukan bahwa untuk
mendapatkan keadilan pengenaan pajak,
wajib pajak dapat menempuh jalur-jalur
sebagai berikut:
1. Jalur keberatan pajak dan banding ke BPSP.
2. Jalur melalui Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN).
3. Jalur melalui peradilan umum
• Ditentukan pula keberadaan BPSP sebagai
badan peradilan pajak hanya untuk
menyelesaikan sengketa administratif, yaitu
dari segi perhitungan dan akuntansi, bukan
mengenai pidana pajak.
• Walaupun tidak bertentangan dengan UU No.
14 Tahun 1970, BPSP pada kenyataannya
belum merupakan badan peradilan yang
berpuncak di Mahkamah Agung.
• Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengadilan
pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan
kehakiman yang berlaku di Indonesia sekaligus
mampu menciptakan keadilan dan kepastian
hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.
• Atas berbagai pertimbangan tersebut,
Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan
UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak.
• Ps. 2 UU No. 14 Tahun 2002: “Pengadilan Pajak
adalah badan peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau
penanggung pajak yang mencari keadilan
terhadap sengketa pajak”.
• Ps. 27 UU No. 48 Tahun 2009  Pengadilan
Pajak merupakan pengadilan khusus yang
berada di lingkungan PTUN.
Obyek Pengadilan Pajak Obyek PTUN
Keputusan adalah suatu Keputusan Tata Usaha Negara
penetapan tertulis di bidang adalah suatu penetapan
perpajakan yang dikeluarkan tertulis yang dikeluarkanoleh
oleh pejabat yang berwenang badan atau pejabat tata usaha
berdasarkan peraturan negara yang berisi tindakan
perundang-undangan hukum tata usahanegara yang
perpajakan dan dalam rangka berdasarkan peraturan
pelaksanaan Undang-undang perundang-undangan yang
Penagihan Pajak dengan Surat berlaku yangbersifat konkret,
Paksa (Ps. 1 angka 4 UU No. 14 individual, dan final yang
Tahun 2002) menimbulkan akibat hukum
bagi seseorang atau badan
hukum perdata (Ps. 1 angka 9
UU No. 51 Tahun 2009)

Pejabat yang berwenang dalam UU PP adalah termasuk dalam


pengertian Pejabat Tata Usaha Negara menurut UU PTUN
• Pasal 9A UU No. 51 Tahun 2009  bahwa di
lingkungan PTUN dapat diadakan
pengkhususan yang diatur dengan undang-
undang.
• Kekhususannya terletak pada:
1. pengadilan Pajak berkedudukan di ibu kota
negara.
2. pembinaan teknis peradilan dilakukan oleh
Mahkamah Agung, sedang pembinaan
organisasi, administrasi, dan keuangan dilakukan
oleh Kementerian Keuangan.
3. proses penyelesaian sengketa pajak melalui
Pengadilan Pajak dalam acara pemeriksaannya
hanya mewajibkan kehadiran terbanding atau
tergugat, sedang pemohon banding atau
penggugat dapat menghadiri persidangan atas
kehendaknya sendiri, kecuali apabila dipanggil
oleh hakim atas dasar alasan yang cukup
4. proses seleksi penerimaan hakim dilaksanakan
oleh Kementerian Keuangan dengan melibatkan
Mahkamah Agung,
5. Pengadilan Pajak selain menjadi bagian integral
dari kekuasaan kehakiman juga merupakan
bagian integral dari proses penerimaan negara
yang bermuara di APBN
6. Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat
pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutus sengketa pajak
7. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan
akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap
2. Organisasi Pengadilan Pajak
• Susunan Pengadilan Pajak terdiri dari
Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan
Panitera (Ps. 6 UU No. 14 Tahun 2002).
KETUA PENGADILAN

WK Bid I WK Bid II

Sekretaris, Wakil Sekretaris,


Sekretaris Pengganti

Panitera, Wakil Panitera, Panitera


Pengganti

Hakim Hakim Hakim Hakim Hakim


• Pimpinan Pengadilan
– Pimpinan Pengadilan Pajak terdiri dari seorang Ketua
dan paling banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua (Ps. 7).
– Wakil Ketua dapat lebih dari 1 (satu) didasarkan pada
jumlah Sengketa Pajak yang harus diselesaikan. Apabila
jumlah Sengketa Pajak sudah tidak dapat ditangani oleh
seorang Wakil Ketua, diperlukan lebih dari 1 (satu)
Wakil Ketua. Dalam hal Wakil Ketua lebih dari 1 (satu),
tugas tiap-tiap Wakil Ketua dapat disesuaikan dengan
jenis Pajak, wilayah kantor perpajakan, dan/atau jumlah
Sengketa Pajak (penjelasan Ps. 7).
– Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari
para Hakim yang diusulkan Menteri setelah
mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung
(Ps. 8 ayat (2))
– Ketua, Wakil Ketua dan Hakim diangkat untuk
masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan (Ps.
8 ayat (3))
• Hakim dan Hakim ad hoc
– Ps. 9 ayat (1) mengenai syarat2 menjadi hakim:
a. warga negara Indonesia;
b. berumur paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun;
c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 atau terlibat organisasi terlarang;
f. mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah sarjana hukum
atau sarjana lain;
g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan
i. sehat jasmani dan rohani.
– Dalam memeriksa dan memutus perkara Sengketa
Pajak tertentu yang memerlukan keahlian khusus,
Ketua dapat menunjuk Hakim Ad Hoc sebagai Hakim
Anggota (Ps. 9 ayat (2)).
– Untuk dapat ditunjuk sebagai Hakim Ad Hoc,
seseorang harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kecuali huruf b
dan huruf f. (Ps. 9 ayat (3))
– Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) huruf f tidak berlaku bagi Hakim Ad Hoc (Ps. 9 ayat
(4))
– Ps. 11:
1. Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim
dilakukan oleh Mahkamah Agung.
2. Ketua melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku Wakil
Ketua, Hakim, dan Sekretaris/Panitera.
3. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus
Sengketa Pajak
– Hakim tidak boleh merangkap menjadi: (Ps. 12
ayat (1))
a. pelaksana putusan Pengadilan Pajak;
b. wali, pengampu, atau pejabat yang berkaitan dengan
suatu Sengketa Pajak yang akan atau sedang diperiksa
olehnya;
c. penasehat hukum;
d. konsultan Pajak;
e. akuntan publik; dan/atau
f. pengusaha
– Karena berkaitan dg fungsi ttt, maka hakim ad hoc
tidak dpt menjadi hakim tunggal
– Apabila sengketa sudah diputuskan, maka Ketua
PP menerbitkan keputusan yang memberhentikan
hakim ad hoc.
• Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti
(Ps. 23 – Ps. 27)
– Sekretaris memimpin sekretariat yang mempunyai tugas
pelayanan di bidang administrasi umum, dibantu oleh
seorang Wakil Sekretaris
– Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti, dan
pegawai Sekretariat Pengadilan Pajak adalah pegawai negeri
sipil dalam lingkungan Departemen Keuangan.
– Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti dapat
merangkap tugas-tugas kepaniteraan.
– Kedudukan Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris
Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri
• Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera
Pengganti (Ps. 29)
– Pada Pengadilan Pajak ditetapkan adanya
kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang Panitera
– Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti
diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh
Menteri.
– Pembinaan teknis Panitera dilakukan oleh
Mahkamah Agung
3. Kewenangan Pengadilan Pajak
• Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan
Pejabat yang berwenang (fiscus) sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada
Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan
berdasarkan UndangUndang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa (Ps. 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2002)

• Sengketa:
1. Sengketa antara WP dengan fiscus
2. Sengketa yang timbul atas penagihan pajak
• Dengan demikian, maka kekuasaan Pengadilan
Pajak dalam memeriksa dan memutus
sengketa pajak meliputi semua jenis sengketa
pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat,
termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan pajak
yang dipungut oleh Pemerintah Daerah,
berdasarkan peraturan perundangundangan
yang berlaku
• Kekuasaan Pengadilan Pajak (Ps. 31):
1. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang
memeriksa dan memutus sengketa pajak.
2. Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya memeriksa
dan memutus sengketa atas keputusan keberatan,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Pengadilan pajak dalam hal gugatan memeriksa dan
memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak
atau keputusan pembetulan atau keputusan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP
dan peraturan per-UU-an perpajakan yang berlaku.
• Ps. 33:
1. Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat
pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutus Sengketa Pajak.
2. Untuk keperluan pemeriksaan Sengketa Pajak,
Pengadilan Pajak dapat memanggil atau
meminta data atau keterangan yang berkaitan
dengan Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
• Pasal 77:
1. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas
Gugatan berkenaan dengan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2). Penggugat dapat
mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan
penagihan Pajak berjalan, sampai ada putusan Pengadilan
Pajak 
3. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan
peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung.
• Putusan pengadilan pajak bersifat final and binding,
namun apabila ada pihak yang keberatan, maka ia
dapat mengajukan PK, namunn apa yg diputuskan
oleh pengadilan pajak itu tetap berjalan terus sampai
keluar/ada putusan atas PK
• Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan
hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan
keyakinan Hakim (Ps. 78)
• Ps. 79:
1. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan
Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah yang
dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam
musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan
diambil dengan suara terbanyak.
2. Apabila Majelis di dalam mengambil putusan dengan cara
musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan sehingga
putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat
Hakim Anggota yang tidak sepakat dengan putusan
tersebut dinyatakan dalam putusan Pengadilan Pajak.
• Ps. 80:
1. Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa:
a. menolak;
b. mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
c. menambah Pajak yang harus dibayar;
d. tidak dapat diterima;
e. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung;
dan/atau
f. membatalkan.
2. Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak dapat lagi diajukan Gugatan, Banding, atau kasasi
• Ps 86
– Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat
dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi
keputusan pejabat yang berwenang kecuali
peraturan perundang-undangan mengatur lain.

Anda mungkin juga menyukai