DISUSUN OLEH:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-
BANJARY
(UNISKA)
BANJARBARU
2019
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum sebagai mana dituangkan dalam Pasal 1 ayat 3
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai Negara
hukum, Indonesia juga bercirikan sebagai negara kesejahteraan modern (welfare state modern)
yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia sebagaimana
negara harus menjamin keadilan sosial dalam pelaksanaan agar terhindar dari penindasan
maupun pelanggaran hukum. Sehingga harus dipahami bahwa pelaksanaan pengenaan pajak oleh
pemerintah kepada wajib pajak yang kemudian berlakulah suatu hukum pajak, sebagaimana
dikemukakan oleh Santoso Brotodihardjo sebagai berikut: Hukum pajak yang disebut hukum
fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk
melalui kas Negara sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur
hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang
Penegakan hukum pajak dapat dilakukan melalui penyelesaian sengketa pajak di luar
peradilan pajak sebagaimana dilakukan oleh pejabat pajak dengan melakukan penagihan pajak.
Sedangkan penegakan hukum pajak melalui peradilan pajak dilakukan oleh Lembaga Keberatan
dan Pengadilan Pajak yang berpuncak pada Mahkamah Agung dengan cara pemeriksaan dan
memutus sengketa pajak. Menurut Dewi Kania Sugiharti tentang Peradilan Pajak sebagai
berikut: Peradilan pajak mencangkup hal yang luas, meliputi baik peradilan untuk penyelesaian
perkara tindak pidana fiscal maupun yang mengenai sengketa (administrasi) pajak (yakni
sengketa yang timbul karena tidak adanya kecocokan tentang jumlah utang pajak yang harus
Berdasarkan uraian di atas, sehingga penulis menggunakan judul dalam makalah ini
B. Rumusan Masalah
Apa perkembangan, kedudukan, dan fungsi lembaga penyelesaian sengketa pajak melalui
C. Pembahasan
Undang No.14 Tahun 1970 tentang kekuasaan Kehakiman. Generasi pertamanya adalah
pengadilan anak yang diikuti dengan pengadilan niaga dan pengadilan Hak Asasi Manusia.
Dapat dikatakan bahwa pada saat itu belum ada pemikiran akan adanya pengkhususan
pengadilan di lingkup peradilan lainnya. Adapun dengan didirikannya pengadilan pajak, seperti
yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU
No.14 Tahun 2002), dikemudian hari ikut menambah nuansa baru dari suatu pengkhususan
pengadilan di Indonesia. Seperti diketahui secara umum, hingga detik ini di Indonesia hanya ada
4 lingkup peradilan, yaitu peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer, dan
Peradilan Agama. Amandemen terhadap UU No. 14 Tahun 1970 dengan UU No.35 Tahun 1999,
kemudian diamandemen lagi dengan UU No. 4 Tahun 2004 tidak mengubah ketentuan apapun.
Hal ini menjadi masalah saat munculnya keberadaan pengadilan pajak. Dengan melihat
karateristik pengadilan pajak, sekilas dapat diketahui bahwa pengadilan ini itdak mungkin masuk
dalam lingkup peradilan umum karena pengadilan pajak berfungsi menyelesaikan sengketa
warga negara yang tidak puas dengan keputusan yang diberikan oleh negara, khususnya kantor
perpajakan, baik itu didaerah dan/atau di pusat. Dengan singkatnya, dapat disebutkan bahwa
yang digugat dalam pengadilan pajak adalah putusan dari pejabat negara (Atep Adya Bharata,
2003).
Pengadilan pajak didirikan dengan suatu asumsi bahwa upaya peningkatan penerimaan pajak
pusat dan daerah, bea masuk dan cukai, dan pajak daerah dalam prakteknya terkadang dilakukan
tanpa adanya peningkatan keadilan terhadap para wajib pajak itu sendiri. Karenanya, si pewajib
pajak seringkali merasakan bahwa peningkatan kewajiban perpajakan/bea tidak memenuhi asas
adanya suatu kebutuhan untuk mendirikan suatu badan peradilan khusus untuk menanganinya.
Sebelum adanya nama pengadilan pajak sudah didirikan sebelumnya lembaga khusus
penyelesainya sengketa pajak yang dikenal dengan nama Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
(BPSP) sejak tahun 1998, kebutuhan untuk mendirikan badan peradilan seperti pengadilan pajak
yang sekarang, tetap ada. Dalam butir-butir pertimbangan pada UU No. 4 Tahun 2004 dikatakan
bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di
Mahkamah Agung. Karena itulah, diperlukan adanya suatu pengadilan pajak yang sesuai dengan
sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian
hukum yang tidak didapatkan dari institusi penyelesaian sengketa pajak sebelumnya. Ekspektasi
ini yang dicoba hendak dijawab oleh pengadilan pajak. Sejak berdirinya, memang pengadilan
pajak cukup diminati oleh para pihak yang bersengketa di bidang pajak dan dianggap cukup
menjanjikan sebagai suatu badan peradilan yang baru dibentuk dalam mencari kepastian
hukum.Sejak dahulu kala, pajak pada tahun 1915 (Staatsblaad Tahun 1915 Nomor 707) yang
berkedudukan di Jakarta (Batavia pada saat itu). Kemudian, ketentuan penyelesaian sengketa
pajak Indonesia sebenarnya sudah memiliki suatu Institusi khusus yang dikenal dengan nama
institusi pertimbangan ini disempurnakan dengan Staatsblaad Tahun 1927 Nomor 29 tentang
Ordonantie Regeling van Het Beroep in Belasting Zaken, sebagaimana telah diubah terakhir kali
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 (Lembaran Negara Nomor 13, Tambahan
Institusi pertimbangan pajak ini kemudian berganti nama menjadi Majelis Pertimbangan
Pajak (MPP) yang bertugas memberi keputusan atas surat permohonan banding tentang pajak-
pajak negara dan pajak-pajak daerah. Majelis Pertimbangan Pajak memeriksa dan memutus
sengketa pajak hanya berlaku hingga tahun 1997. Sejak awal tahun 1998, dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, penanganan
penyelesaian sengketa pajak (banding dan gugatan) beralih ke Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak(BPSP).
Didalam penjelasan umum Undang-Undang No.17 Tahun 1997 disebutkan bahwa
Majelis Pertimbangan Pajak yang dibentuk berdasarkan Regeling van het beroep in Belasting
Zaken Stbl. Nomor 29 Tahun 1927 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1959, tidak memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan dalam menyelesaikan
sengketa pajak.
pelayanan kepada masyarakat, maka diperlukan lembaga peradilan di bidang perpajakan yang
lebih komprehensif untuk menjamin hak dan kewajiban pembayar pajak berdasarkan undang-
hukum atas sengketa pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah. Atas dasar
Kompetensi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak lebih luas dibandingkan dengan badan
peradilan pajak sebelumnya. Dalam penjelasan Undang-Undang No. 17 tahun 1997 dinyatakan
bahwa: “Badan Penyelesaian Sengketa Pajak bukan saja menggantikan kedudukan Majelis
Pertimbangan Pajak, tetapi juga menggantikan Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai
sebagaimana dimaksud dalam UU. No. 10 Tahun 1985 tentang Kepabeanan dan UU. No. 11
Sebagai lembaga peradilan, keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak hanya berumur 4
tahun 4 bulan 11 hari. Badan ini digantikan dengan badan peradilan baru bernama Pengadilan
Pajak, sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
pada tanggal 12 April 2002. Pengadilan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 14
Tahun 2002, merupakan badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib
pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan dalam hal terjadi sengketa pajak dengan
yang terdapat dalam pasal 1 angka 5 yang berbunyi sebagai berikut: “Sengketa Pajak adalah
sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak
dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan
Adapun yang menjadi keputusan dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 1 angka 4 Undang-
Undang Pengadilan Pajak, yaitu sebagai berikut: “Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di
bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan
UU No. 14 Tahun 2002 juga memberikan pengertian mengenai pajak dalam pasal 1
angka 2 yaitu sebagai berikut: “Pajak adalah semua jenis Pajak yang dipungut oleh Pemerintah
Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah,
maka tidak ada satu jenis sengketa pajak pun yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang dikecualikan untuk dapat diperiksa di pengadilan pajak, setelah memenuhi persyaratan
yang telah tertera dalam undang-undang. Jadi semua subyek pajak menyelesaikan sengketa
2. Pembinaan teknis peradilan dilakukan oleh Mahkamah Agung, sedang pembinaan organisasi,
3. Proses penyelesaian Sengketa Pajak melalui Pengadilan Pajak dalam acara pemeriksaannya
hanya mewajibkan kehadiran Terbanding atau Tergugat, sedangkan Pemohon Banding atau
Penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri, kecuali apabila dipanggil
4. Proses seleksi penerimaan Hakim dilaksanakan oleh Departemen Keuangan dengan melibatkan
Mahkamah Agung.
5. Pengadilan Pajak selain menjadi bagian integral dari kekuasaan kehakiman juga merupakan
6. Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
7. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa
pajak, yakni:
Pengadilan pajak juga mempunyai tugas mengawasi kuasa hukum yang memberian bantuan
hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang pengadilan pajak (Dewi Karnia
Sugiharti, 2005:72).
Pengadilan pajak yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2002 ini bersifat khusus
1. Sidang peradilan pajak pada prinsipnya dilaksanakan terbuka, namun dalam hal tertentu dan
khusus guna menjaga kepentingan pemohon Banding atau tergugat, sidang dapat dinyatakan
tertutup, sedangkan pembacaan putusan Hakim Pengadilan Pajak dilaksanakan dalam sidang
2. Penyelesaian sengketa pajak memerlukan tenaga-tenaga Hakim khusus yang mempunyai keahlian
3. Sengketa yang diproses dalam pengadilan pajak khusus menyangkut sengketa perpajakan.
4. Putusan Pengadilan Pajak memuat penetapan besarnya pajak terutang dari wajib pajak, berupa
hitungan secara teknis perpajakan, sehingga wajib pajak langsung memperoleh kepastian hukum
tentang besarnya Pajak terutang yang dikenakan kepadanya. Sebagai akibatnya jenis putusan
pengadilan pajak , disamping jenis-jenis putusan yang umum diterapkan pada peradilan umum,
juga berupa mengabulkan sebagian, mengabulkan seluruhnya, atau menambah jumlah pajak
Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa
dan memutus sengketa pajak (Pasal 33 UU No. 14 Tahun 2002). Sehingga putusan pengadilan
pajak tidak dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, kecuali hanya wewenang untuk
memeriksa peninjauan kembali (PK), sebagaimana diatur dalam Pasal 89 UU No. 14 Tahun
a. Apabila putusan pengadilan pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkara diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian
pada tahap persidangan di pengadilan pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali
d. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya; atau
e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
D. Kesimpulan
tentang Pengadilan Pajak yang sebelumnya adanya lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
yang diatur dalam Undang-Undang No. 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa
Pajak. Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa
pajak, yakni banding atas keputusan keberaran dan gugatan atas pelaksanaan penagihan pajak
atau keputusan pembetulan. Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan
terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak (Pasal 33 UU No. 14 Tahun 2002).
Sehingga putusan pengadilan pajak tidak dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung,
kecuali hanya wewenang untuk memeriksa peninjauan kembali (PK), sebagaimana diatur dalam
E. Saran
suatu pengadilan pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan
mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.
DAFTAR BACAAN
Adya Bharata, Atep, 2003, Memahami Pengadilan Pajak: Meminimalisasi dan menghindari sengketa
Pajak dan Bea Cukai, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Ahmadi, Wiratni, 2006, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak,
PT Refika Aditama, Bandung.
Djafar Saidi, Muhammad, 2007, Perlindungan Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2002 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No. 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
siapapun tentang Penyelesaian sangketa pajak melalui peradilan pajak di Indonesia
NPM:17810345