Kel 6 ISKEP Sejarah Keperawatan Islam Pada Zaman Nabi Muhammad SAW
Kel 6 ISKEP Sejarah Keperawatan Islam Pada Zaman Nabi Muhammad SAW
Sejarah Keperawatan
Islam di Zaman Nabi
Muhammad Kelompok 3
SAW
1.Wendra Meilina (G2A223007)
2.Andina Septa W (G2A223012)
3.Yunita (G2A223030)
4.Desi Fitriana Sari (G2A223044)
Latar
Praktik-praktik kesehatan Islam pada abad ke-6 sampai abad ke-7
Belakang
merupakan gabungan antara pelayanan kesehatan kuratif dan pelayanan
preventif. Praktik kesehatan Islam masa ini tidak membedakan antara
perawat dan dokter, karena fakta-fakta telah menunjukan bahwa hampir
seluruh proses itu dilakukan oleh perawat sekaligus dokter. Maka, istilah
atau sebutan khusus dan klasifikasi perawat maupun dokter tidak dikenal
pada masa ini.
Kesehatan Islam ini sejak awal dipengaruhi oleh dua tradisi kesehatan
dari peradaban sebelumnya, yakni Barat dan Timur. Tradisi Barat ini
mewariskan dasar-dasar pengobatan yang dipelopori oleh Hippocrates.
Sedangkan tradisi Timur mewariskan metode bedah yang dikembangkan
sangat baik dengan penggunaan opium sebagai anestesi.
anjutan..
Latar
Ketika Islam tumbuh pada abad ke-7, tradisi kesehatan Yunani dan Persia tetap hidup melalui
Belakang
para dukun atau tabib yang mendominasi praktik- praktik kesehatan. Sebagai contoh Ibn Usaibah
dalam karyanya yang berjudul Tabaqat al- Atba’ (Peringkat para Tabib) bahwa tabib bangsa Arab
yang bernama al- Haris ibn Kaladah yang memeluk Islam pada masa tuanya adalah alumnus
sekolah kedokteran di Jundisapur dan dia memperoleh tempat tersendiri dalam disiplin ilmu
kedokteran. Bahkan Kaisar Anusyirman mengakui kepakaran al-Haris ibn Kaladah ketika dia
menyembuhkan sakitnya.
Kebutuhan akan peran ahli kesehatan lebih tinggi ketika peperangan yang dilakukan umat
Islam. Pada periode ini, Nabi dan umat Islam melakukan sejumlah peperangan. Setidaknya riwayat
dari Sahih Al- Bukhari peperangan yang diikuti langsung oleh Rasulullah saw berjumlah enam belas
kali. Sementara dari riwayat Muslim menyebutkan Rasulullah saw berperang sembilan belas kali.
Sumber lain mengatakan bahwa peperangan yang terjadi pada periode kenabian berjumlah 27 kali.
Dari sinilah bermula sejarah perkembangan keperawatan Islam di zaman Nabi Muhammad SAW.
a. Perawatan pada Masa Sebelum Perang
Pada saat itu, Rufaidah merupakan asisten dan belajar ilmu pengobatan dan perawatan dari
ayahnya yang merupakan seorang tabib dan peramal di kota Madinah. Namun sebelum Rufaidah
dan ayahnya Sa’ad Al-Aslamy memeluk agama islam, mereka melakukan pengobatan dan
perawatan dengan menggunakan metode pengobatan Jahiliyyah, yaitu dengan memberikan Khamr
(minuman yang memabukkan) kepada pasien ketika menunggu giliran untuk dipriksa, kemudian
sebelum melakukan proses pengobatan tabib memberikan tuak (obat bius) kepada pasien dan
pengobatan juga dilakukan dengan membacakan matra-mantra.
Pada saat Islam datang, Rufaidah dan Sa’ad Al- Aslamy memeluk agama Islam, semua praktek
pengobatan dan perawatan yang dilakukan sebelum hadirnya Islam, mereka tinggalkan dan hijrah
pada pengobatan dan perawatan yang sesuai dengan ajaran Islam dan tuntunan Rasulllah Saw.
Yakni, meninggalkan mantra-mantra atau jampi-jampi dan jimat dalam proses pengobatan dan
perawatan, karena hal tersebut merupakan perbuatan syirik yang merupakan salah satu dosa
besar. Sehingga menggantinya dengan do’a-do’a dan sholawat yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw.
lanjutan..
a. Perawatan pada Masa Sebelum Perang
Islam menganjurkan umatnya untuk menjaga kebersihan dimana pun dan kapan pun. Dengan
begitu Rufaidah mengubah tempat pengobatan yang semula merupakan tempat yang sangat kotor
menjadi tempat yang bersih, higienis dan nyaman untuk proses pengobatan dan perawatan pada
pasien. Hal tersebut didasari pada salah satu Hadits Rasulullah Saw yang artinya yaitu “Kebersihan
itu sebagian dari Iman”. Sehingga proses pengobatan dan perawatan yang dilakukan oleh Rufaidah
berlandaskan pada Al-Qur’an dan Rasulullah Saw.
b. Perawatan pada Masa Perang
Dalam terjadinya peperangan sekitar tahun 623-630 Masehi, seorang perawat sebagian
besar dari kalangan wanita yang berusia antara 20-45 tahun, tahun yang terdiri dari istri, putri, dan
sahabat perempuan Nabi SAW.
Peran mereka saat itu merawat para prajurit dari garis pertempuran paling belakang.
Keterlibatan mereka ini atas dasar inisiatif yang tinggi dan telah mendapatkan izin dari Rasulullah
Saw. Adapun wanita yang berbai’at kepada Rasullah adalah :
6. Rufaidah Al-Anshariyah
Berperan mengobati orang-orang terluka yang tidak memiliki perawat, ia mengobati orang-orang
terluka di kemahnya, di sebagian ruang masjid nabawi.
lanjutan..
b. Perawatan pada Masa Perang
Saat perang terjadi, para perawat berada pada baris belakang dan mendirikan rumah sakit
lapangan untuk orang yang sakit, karena rumah sakit lapangan tersebut biasanya digunakan ketika
terjadinya perang karena sifatnya yang dapat dipindah-pindahkan, tugas mereka dalam merawat
korban perang itu terkait beberapa hal, yaitu:
• Mereka mengkarantina orang yang menderita sakit dan yang terluka serta menyuplai air pada
para prajurit yang kehausan dalam perang.
• Mereka mengangkut orang-orang yang terluka dan yang mati syahid dalam perang tersebut.
• Mereka membantu para prajurit memanggul mesin senjata, membawakan panah, dan fasilitas
perang lainnya.
Rasulullah juga memerintahkan kepada para sahabat yang terluka ketika perang agar pergi
ke rumah sakit lapangan atau tenda Rufaidah. Rumah sakit tersebut dikenal dengan nama
Khaimah Rufaidah (tenda rufaidah) sehingga menjadi latar belakang penyebutan Rufaidah sebagai
Mummaridah al-Islam al- Ula (Perawat Wanita Pertama dalam Sejarah Islam).
lanjutan..
b. Perawatan pada Masa Perang
Pada saat prajurit terluka dan datang ke rumah sakit lapangan Rufaidah, di saat itulah perawatan
rohani Islam juga dilakukan yaitu menyampaikan dakwah keutamaan Islam untuk memelihara,
mengobati dan mengembangan kualitas rohani prajurit yang terluka, yaitu dengan memberikan
pembinaan spiritual agama islam dan juga dukungan moral sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan
anjutan Rasulullah Saw. Karena penyakit fisik yang diderita pasien dapat mempengaruhi kesehatan
atau kesucian rohani manusia atau mempengaruhi mentalnya, sehat bisa dilihat dari tiga aspek,
yaitu sehat secara jasmani (anggota tubuh), sehat secara ruhani dan sehat secara nafsani (mental).
Sehingga dengan memberikan perawatan rohani Islam akan memperoleh suatu perbaikan,
kesehatan dan kebersihan rohani. Sehingga pasien atau prajurit yang terluka akan merasakan
ketenangan dan damai, serta sabar dan ikhlas terhadap sakit yang dideritanya.