Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN KARTU PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) DI WILAYAH CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG Agus

Riyanto, Roni Iryadi * ABSTRAK


Dalam rangka melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) pemerintah Indonesia mengembangkan suatu program nasional yang dinamakan Program Keluarga Harapan (PKH). Sasaran PKH adalah sama dengan program JPKM/Jamkesmas yaitu masyarakat atau Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Seluruh peserta PKH merupakan penerima jasa kesehatan gratis yang disediakan oleh program Jamkesmas dan program lain yang diperuntukkan bagi orang tidak mampu.. Jumlah rumah tangga sangat miskin di Wilayah Cipeundeuy Kabupaten Subang yang menjadi peserta PKH masih cukup tinggi yaitu sebanyak 729 peserta dari 42.527 orang penduduk Kecamatan Cipeundeuy. Namun cakupan pemanfaatan kartu PKH di Puskesmas Cipeundeuy tahun 2009 sebesar 32,76% hal ini masih dibawah target nasional yaitu 85%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan kartu PKH. Metode penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta PKH yang sedang hamil/nifas dan atau mempunyai balita yaitu sebanyak 197 orang, tehnik pengambilan sampel dengan cara proporsional random sampling. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Cipeundeuy Kabupaten Subang pada bulan Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan persepsi berhubungan bermakna dengan pemanfaatan kartu PKH (p value= 0,014, 0,0001, 0,005, 0,007, 0,0001, 0,001). Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dan status perkawinan dengan pemanfaatan kartu PKH (p value = 0,540 dan 1,000). Kesimpulan penelitian adalah perlunya pendamping PKH yang ada di Wilayah Cipeundeuy mengadakan pendekatan kepada aparat kecamatan, kelurahan, dan tokoh masyarakat untuk memberikan penjelasan yang lebih detail tentang manfaat dan tata cara penggunaan kartu PKH kepada masyarakat khususnya peserta PKH komponen kesehatan. Kata Kunci: Program keluarga harapan, cross sectonal

PENDAHULUAN Dalam rangka melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) sekaligus pula pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial, pemerintah Indonesia yang dikoordinasikan oleh Bappenas bersama dengan Kementrian atau Lembaga terkait, yaitu Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Komunikasi dan Informatika, Badan Pusat Statistik dan PT Pos Indonesia mengembangkan suatu program nasional yang dinamakan Program Keluarga Harapan (PKH). Program serupa di negara lain dikenal dengan istilah Conditional Cash Transfers (CCT) (Depsos RI, 2008). Sasaran PKH adalah sama dengan program JPKMM/Jamkesmas yaitu masyarakat atau Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Peserta program PKH adalah

peserta program Jamkesmas (Pembahasan Manlak 2009 dan Kebijakan Jamkesmas 2010). Seluruh peserta PKH merupakan penerima jasa kesehatan gratis yang disediakan oleh program Jamkesmas dan program lain yang diperuntukkan bagi orang tidak mampu, kartu PKH bisa digunakan sebagai alat identitas untuk memperoleh pelayanan tersebut (Buku saku pendamping PKH, Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial, Depsos RI, 2008). Sinergisme kedua program ini diharapkan akan berimplikasi positif tidak hanya terhadap peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan akan tetapi juga terhadap perubahan pola pikir dan prilaku masyarakat miskin terhadap status kesehatan anak dan Ibu hamil yang pada akhirnya/ jangka panjangnya akan berdampak kepada pemutusan rantai kemiskinan antar generasi dan peningkatan Sumber Daya Manusia (Depsos RI, 2008). Hasil studi pendahuluan dengan teknik wawancara yang telah dilakukan kepada 12 peserta PKH di desa Cipeundeuy pada bulan maret 2010 dimana penulis mengajukan pertanyaan sekitar pemanfaatan kartu PKH diperoleh bahwa dari 12 orang tersebut, hanya 5 orang (41,66%) yang mengetahui tentang pemanfaatan kartu PKH. Hal tersebut menjelaskan bahwa peserta PKH di Kecamatan Cipeundeuy masih kurang mengetahui tentang pemanfaatan kartu PKH. Jumlah rumah tangga sangat miskin di Wilayah Cipeundeuy Kabupaten Subang yang menjadi peserta PKH masih cukup tinggi yaitu sebanyak 729 peserta dari 42.527 orang penduduk Kecamatan Cipeundeuy. Namun dari data yang didapat dari puskesmas, cakupan pemanfaatan kartu PKH di Puskesmas Cipeundeuy tahun 2009 sebesar 32,76% hal ini masih dibawah target nasional yaitu 85%. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan kartu Program Keluarga Harapan (PKH).

METODE PENELITIAN Penelitian survey analitik ini menggunakan rancangan cross sectional, dimana penelitian dilakukan di Wilayah Cipeundeuy Kabupaten Subang pada bulan Juni 2010. Sampel dalam penelitian ini adalah peserta PKH yang sedang hamil/nifas dan atau mempunyai balita yaitu sebanyak 197 orang, tehnik pengambilan sampel proporsional random sampling. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan cara observasi, wawancara dan membagikan kuesioner. Instrument yang digunakan adalah kuesioner dimana kuesioner sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap 20 responden di Wilayah Sukamelang. Seteleh data dikumpulkan dilakukan pengolahan data mulai dari editing, coding, entry data dan cleaning. Analisis data menggunakan analisis univariat untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, fungsinya yaitu untuk menyederhanakan atau meringkas kumpulan data tersebut menjadi informasi yang berguna, dalam penelitian ini informasi disajikan dalam bentuk tabel. Analisis selanjutnya menggunakan analisis bivariat untuk menguji hipotesis dengan menentukan hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas (independent) dan terikat (dependent), uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square (kai kuadrat)

untuk menguji kemaknaan dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil akhir uji statistik adalah mengetahui apakah keputusan Ho ditolak atau gagal ditolak. Ketentuannya bila p value < (0,05) maka Ho ditolak artinya ada hubungan atau ada perbedaan bermakna, jika p value > (0,05) maka Ho gagal ditolak artinya tidak ada hubungan atau perbedaan yang bermakna (Riyanto A, 2009).

HASIL PENELITIAN Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaan kartu Program Keluarga Harapan (PKH) di Wilayah Cipeundeuy Kabupaten Subang dilakukan dari tanggal 21 Juni 2010 sampai dengan tanggal 26 Juni 2010. penelitian dilakukan terhadap 197 orang yaitu rumah tangga sangat miskin peserta PKH komponen kesehatan (ibu hamil/nifas dan atau mempunyai Balita). Hasil analisis disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1: Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Kartu PKH dan Factor-Faktor yang Berhubungan di Wilayah Cipeundeuy Kabupaten Subang
Variabel Penelitian Pemanfaatan PKH: - Tidak memanfaatkan - Memanfaatkan Umur: - Dewasa dini - Dewasa madya Status perkawinan: - Tidak menikah/Janda - Menikah Jumlah keluarga: - Kecil - Besar Pendidikan: - Rendah - Tinggi Pekerjaan: - Tidak bekerja - Bekerja Pendapatan: - Rendah - Tinggi Pengetahuan: - Kurang - Cukup - Baik Persepsi: - Kurang baik - Baik Jumlah 82 115 138 59 28 169 101 96 161 36 161 36 159 38 12 65 120 101 96 Persentase 41,6 58,4 70,1 29,9 14,2 85,8 51,3 48,7 81,7 18,3 81,7 18,3 80,7 19,3 6,1 33,0 60,9 51,3 48,7

Hasil penelitian komponen kesehatan berumur dewasa dini setengahnya (51,3%)

didapatkan bahwa hampir setengahnya 41,6% peserta PKH tidak memanfaatkan kartu PKH, sebagian besar (70,1%) (18-40 tahun), (14,2%) tidak menikah (janda), lebih dari tergolong keluarga kecil ( 4 orang), hamper seluruhnya

(81,7%) berpendidikan rendah (SD atau SMP), lebih dari setengahnya (81,7%) tidak bekerja, hampir seluruhnya (80,7%) berpendapatan rendah (Rp.100.000,- s/d Rp.199.000), sebagian besar (60,9%) berpengetahuan baik, lebih dari setengahnya (51,3%) memiliki persepsi kurang baik terhadap pelayanan kesehatan. Tabel 2: Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaan Kartu Program Keluarga Harapan (PKH) di Wilayah Cipeundeuy Kabupaten Subang Pemanfaatan Kartu Program Keluarga Harapan Tidak Memanfaatkan memanfaatkan 55 (39,9%) 82 (41,6%) 12 (42,9%) 70 (41,4%) 51 (50,5%) 31 (32,3%) 77 (47,8%) 5 (13,9%) 75 (46,6%) 7 (19,4%) 74 (46,5%) 8 (21,1%) 12 (100%) 58 (89,2%) 12 (10%) 54 (53,5%) 28 (29,2%) 83 (60,1%) 32 (54,2%) 16 (57,1%) 99 (58,6%) 50 (49,5%) 65 (67,7%) 84 (52,2%) 31 (86,1%) 86 (53,4%) 29 (80,9%) 85 (53,5%) 30 (78,9%) 0 7 (10,8%) 108 (90%) 47 (46,5%) 68 (70,8%) P value 0,540 1,000 OR (95% CI) 0,7 (0,4-1,4) 1,06 (0,4-2,3) 2,1 (1,1-3,8) 5,6 (2,1-15) 3,6 (1,4-8,7) 3,2 (1,4-7,5) -

Variabel Penelitian Umur: - Dewasa dini - Dewasa madya Status perkawinan: - Tidak menikah/Janda - Menikah Jumlah keluarga: - Kecil - Besar Pendidikan: - Rendah - Tinggi Pekerjaan: - Tidak bekerja - Bekerja Pendapatan: - Rendah - Tinggi Pengetahuan: - Kurang - Cukup - Baik Persepsi: - Kurang baik - Baik

Jumlah

138 59 28 169 101 96 161 36 161 36 159 38 12 65 120 101 96

0,014 0,0001 0,005 0,007 0,0001

0,001

2,7 (1,5-5)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan pemanfaatan kartu PKH (p = 0,540), tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan pemanfaatan kartu PKH (p = 1,000). Ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan pemanfaatan kartu PKH (p = 0,014) dimana peserta PKH komponen kesehatan yang jumlah keluarganya kecil (< 4 orang) mempunyai resiko 2,1 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang jumlah keluarganya besar (> 4 orang). Ada hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan kartu PKH (p = 0,0001) dimana peserta PKH komponen kesehatan yang berpendidikan rendah mempunyai resiko 5,7 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang berpendidikan tinggi. Ada hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan kartu PKH (p = 0,005) dimana peserta PKH komponen kesehatan yang

tidak bekerja mempunyai resiko 3,6 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang bekerja. Ada hubungan antara pendapatan dengan pemanfaatan kartu PKH (p = 0,007) dimana peserta PKH komponen kesehatan yang berpendapatan rendah mempunyai resiko 3,3 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang berpendapatan tinggi. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan kartu PKH (p = 0,0001). Ada hubungan antara persepsi dengan pemanfaatan kartu PKH (p = 0,001) dimana peserta PKH komponen kesehatan yang memiliki persepsi buruk mempunyai resiko 2,8 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan ibu peserta PKH komponen kesehatan yang memiliki persepsi baik. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari setengahnya (58,4%) peserta PKH komponen kesehatan memanfaatkan kartu PKH dan (41,6%) tidak memanfaatkan kartu PKH. Hal ini disebabkan oleh banyaknya peserta yang berpendidikan rendah sehingga kurangnya pengetahuan mengenai pemanfaatan kartu PKH. Pendidikan berkaitan dengan pemahaman seseorang dalam menilai sesuatu dan cara pandang seseorang, yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan cara pandang seseorang yang berpendidikan tinggi. Berbeda dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rani (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan kartu jamkesmas. Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pendidikan sangat mempengaruhi segala sikap dan tindakan setiap individu, faktor pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan peserta tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan karena dengan pendidikan seseorang dapat mengatahui berbagai informasi mengenai pelayanan kesehatan. Seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menerima informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan dibandingkan dengan pendidikan rendah. Artinya ia dapat mengadopsi inovasi dengan cepat, dibandingkan dengan peserta berlatar belakang pendidikan rendah yang cenderung lebih sulit untuk mengetahui atau mengikuti informasi yang tersedia karena keterbatasan pengetahuan.
65

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dengan pemanfaatan kartu PKH (p value = 0,540). Berdasarkan data yang ada dilapangan menunjukkan bahwa peserta PKH komponen kesehatan yang berusia dewasa dini (1840 tahun) sebanyak 39,9% yang tidak memanfaatkan kartu PKH (Program Keluarga Harapan) sedangkan peserta PKH komponen kesehatan yang berusia dewasa madya (40-60 tahun) sebanyak 45,8% yang tidak memanfaatkan kartu PKH, hal ini berarti baik responden yang berusia dewasa dini maupun madya samasama kurang memanfaatkan kartu PKH. Hal ini disebabkan karena responden yang berumur dewasa dini berada dalam kondisi sehat dan kurang mengetahui kewajiban peserta PKH sehingga mereka tidak memanfaatkan kartu PKH dan tidak datang ke tempat pelayanan kesehatan baik itu Posyandu, Puskesmas atau Rumah Sakit. Hal ini sesuai dengan penelitian Efi (2004) didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan pemanfaatan kartu JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) oleh keluarga miskin di Kabupaten Klaten dan hasil tersebut berbeda dengan pendapat Andersen (1974) menyatakan bahwa umur dapat mempengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara status perkawinan dengan pemanfaatan kartu PKH (P Value=1,000). Dari data yang telah diperoleh sebelumnya diketahui bahwa peserta PKH komponen kesehatan yang tidak

menikah (janda) ada sebanyak 42,9% yang tidak memanfaatkan kartu PKH sedangkan peserta PKH komponen kesehatan yang menikah ada sebanyak 41,4% yang tidak memanfaatkan kartu PKH, hal ini berarti baik responden yang tidak menikah maupun sudah menikah sama-sama kurang memanfaatkan kartu PKH. Setelah ditanyakan kepada responden penyebab tidak dimanfaatkannya kartu PKH adalah peserta yang sudah menikah tingkat ekonominya agak meningkat sehingga dilarang untuk memakai kartu PKH oleh suaminya, tidak tahu kegunaan kartu PKH, lupa tidak membawa kartu PKH, bila sakit pergi ke praktik swasta, bila sakit cukup membeli obat di warung, dan peserta punya kartu sehat lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Efi (2004) didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara status perkawinan dengan pemanfaatan kartu JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) oleh keluarga miskin di Kabupaten Klaten dan hasil tersebut berbeda dengan pendapat Andersen (1974) menyatakan bahwa status perkawinan dapat mempengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah keluarga dengan pemanfaatan kartu PKH (P Value=0,014). Dari data yang telah diperoleh sebelumnya diketahui bahwa peserta PKH komponen kesehatan yang jumlah keluarganya kecil (< 4 orang) dan tidak memanfaatkan kartu PKH yaitu sebanyak 50,5% sedangkan peserta PKH komponen kesehatan yang jumlah keluarganya besar (> 4 orang) dan tidak memanfaatkan kartu PKH sebanyak 32,3%. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai POR (95% CI) = 2,139 (1,199-3,816), artinya ibu peserta PKH komponen kesehatan yang jumlah keluarganya kecil (< 4 orang) mempunyai resiko 2,1 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang jumlah keluarganya besar (> 4 orang), dengan selang interval 1,199 sampai dengan 3,816. Hal ini sesuai dengan penelitian Khumaidah (2000) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara jumlah keluarga dengan pemanfaatan kartu JPS-BK (Jaminan Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan) oleh keluarga miskin di Kabupaten DATI II Jepara. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Andersen (1974) menyatakan bahwa jumlah keluarga dapat mempengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, sehingga keluarga dengan jumlah anggota lebih dari empat orang dan mengerti tentang kewajiban peserta PKH akan lebih memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pemanfaatan kartu PKH (P Value=0,0001). Hal ini sesuai dengan penelitian Khumaidah (2000) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan kartu JPS-BK (Jaminan Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan) oleh keluarga miskin di Kabupaten DATI II Jepara. Dari data yang telah diperoleh dilapangan diketahui bahwa peserta PKH komponen kesehatan yang berpendidikan rendah dan tidak memanfaatkan kartu PKH yaitu sebanyak 47,8% sedangkan dari 36 peserta PKH komponen kesehatan yang berpendidikan tinggi dan tidak memanfaatkan kartu PKH sebanyak 13,9%. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Andersen (1974) menyatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal tersebut didukung oleh hasil statistik didapatkan nilai POR(95% CI) = 5,683 (2,104-15,355), artinya peserta PKH komponen kesehatan yang berpendidikan rendah mempunyai resiko 5,7 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang berpendidikan tinggi, dengan selang interval 2,104 sampai dengan 15,355. Pendidikan berkaitan dengan pemahaman seseorang dalam menilai sesuatu dan cara pandang seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan cara pandang seseorang yang berpendidikan tinggi terhadap sesuatu. Artinya yang berpendidikan tinggi akan cenderung memanfaatkan kartu PKH daripada yang

berpendidikan rendah. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan peserta tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan karena dengan pendidikan seseorang dapat mengatahui berbagai informasi mengenai pelayanan kesehatan. Seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menerima informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan dibandingkan dengan pendidikan rendah. Artinya ia dapat mengadopsi inovasi dengan cepat, dibandingkan dengan peserta berlatar belakang pendidikan rendah yang cenderung lebih sulit untuk mengetahui atau mengikuti informasi yang tersedia karena keterbatasan pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan pemanfaatan kartu PKH (P Value=0,005). Hasil uji sebelumnya diperoleh bahwa peserta PKH komponen kesehatan yang tidak bekerja dan tidak memanfaatkan kartu PKH yaitu sebanyak 46,6% sedangkan peserta PKH komponen kesehatan yang bekerja dan tidak memanfaatkan kartu PKH sebanyak 19,4%. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa pekerjaan berkaitan erat dengan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan. Seseorang yang tidak bekerja cenderung tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan karena keterbatasan pengatahuan tentang prosedur pemanfaatan kartu PKH yang telah diwajibkan. Hal ini di perkuat oleh hasil statistik, dimana didapatkan nilai POR (95% CI) = 3,613 (1,496-8,724), artinya peserta PKH komponen kesehatan yang tidak bekerja mempunyai resiko 3,6 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang bekerja, dengan selang interval 1,496 sampai dengan 8,724. Hal ini sesuai dengan penelitian Efi (2004) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan kartu JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) oleh keluarga miskin di Kabupaten Klaten. Seseorang yang bekerja cenderung memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja karena disebabkan ibu bekerja memiliki akses yang mudah terhadap berbagai informasi. Sesuai dengan pernyataan Departemen Kesehatan RI (2003), bahwa pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan, hal ini berkenaan dengan arah pencarian informasi yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja. Semua ini disebabkan karena seseorang yang bekerja memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk informasi mengenai kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan pemanfaatan kartu PKH (P Value=0,007). Hal ini sesuai dengan penelitian Efi (2004) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pendapatan dengan pemanfaatan kartu JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) oleh keluarga miskin di Kabupaten Klaten. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Andersen (1974) menyatakan bahwa pendapatan dapat mempengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil uji yang menunjukkan bahwa peserta PKH komponen kesehatan yang bependapatan rendah dan tidak memanfaatkan kartu PKH yaitu sebanyak 46,5% sedangkan peserta PKH komponen kesehatan yang berpendapatan tinggi dan tidak memanfaatkan kartu PKH sebanyak 21,1%. Hasil statistik didapatkan nilai POR (95% CI) = 3,265 (1,410-7,561), artinya peserta PKH komponen kesehatan yang berpendapatan rendah mempunyai resiko 3,2 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang berpendapatan tinggi, dengan selang interval 1,410 sampai dengan 7,561. Andersen (1974) menyatakan bahwa keluarga yang berpendapatan rendah kurang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dibandingkan dengan keluarga yang berpenghasilan cukup karena keterbatasan kemampuan mereka untuk biaya transportasi ke tempat pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemanfaatan kartu PKH (P Value=0,0001). diketahui bahwa peserta PKH komponen kesehatan yang mempunyai pengetahuan kurang semuanya

tidak memanfaatkan kartu PKH (100%). Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Andersen (1974) menyatakanbahwa pengetahuan dapat mempengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Efi (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan kartu JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat) oleh keluarga miskin di Kabupaten Klaten. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Khumaidah (2000) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan kartu JPS-BK (Jaminan Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan) oleh keluarga miskin di Kabupaten DATI II Jepara. Pendapat Andersen (1974) tentang pengetahuan di perkuat oleh Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2007) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor presdisposisi terbentuknya perilaku seseorang, dalam hal ini ialah perilaku pemanfaatan kartu PKH oleh keluarga miskin. Dengan demikian semakin baik pengetahuan peserta tentang manfaat kartu PKH maka akan semakin ingin memanfaatkan penggunaan kartu PKH daripada peserta yang tidak atau kurang mengetahui manfaat dari kartu PKH tersebut. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi dengan pemanfaatan kartu PKH (P Value=0,001). Diketahui bahwa peserta PKH komponen kesehatan yang memiliki persepsi buruk sebanyak 53,5% yang tidak memanfaatkan kartu PKH, sedangkan peserta PKH komponen kesehatan yang berpersepsi baik sebanyak 29,2% yang tidak memanfaatkan kartu PKH. Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi mempunyai pengaruh yang cukup penting dalam mempengaruhi tindakan seseorang untuk menentukan suatu pilihan antara memanfaatkan atau tidak kartu PKH dalam pelayanan kesehatannya, dimana hasil statistik diperoleh bahwa peserta yang mempunyai Balita yang memiliki persepsi buruk mempunyai resiko 2,8 kali untuk tidak memanfaatkan kartu PKH dibandingkan dengan peserta PKH komponen kesehatan yang memiliki persepsi baik, dengan selang interval 1,549 sampai dengan 5,027. Hal ini sesuai dengan penelitian Khumaidah (2000) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara persepsi dengan pemanfaatan kartu sehat. Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Andersen (1974) menyatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

SARAN Diharapkan pendamping PKH yang ada di wilayah kerja Puskesmas Cipeundeuy mengadakan pendekatan kepada aparat Kecamatan, Kelurahan, dan tokoh masyarakat untuk memberikan penjelasan yang lebih detail tentang manfaat dan tata cara penggunaan dari kartu PKH untuk disampaikan kepada masyarakat khususnya peserta PKH komponen kesehatan. Perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi ulang tentang pemanfaatan kartu PKH kepada ibu kader kesehatan dan pemegang kartu PKH. Memasang spanduk tentang Program Keluarga Harapan di tempat-tempat yang sering dikunjungi peserta PKH komponen kesehatan. Disarankan agar lebih meningkatkan promosi kesehatan melalui penyuluhan tentang Keluarga Berencana (KB) agar dapat menekan angka kelahiran. Diharapkan agar pihak puskesmas dan aparat desa setempat membuka lapangan kerja berbasis masyarakat untuk mengurangi pengangguran dan dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Diharapkan peserta PKH agar selalu memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan cara :penimbangan balita, munisasi, posyandu, pemeriksaan kehamilan dan menghadapi persalinan, pengobatan anaknya yang sakit dan konsultasi

kesehatan jika belum mengerti secara detail akan manfaat dari kartu PKH (Program Keluarga Harapan).

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Azrul, Azwar. 1998. Pengantar Administrasi kesehatan. Jakarta : Bina Rupa Aksara. BPS. 2008. Berita Resmi Statistik No.37/07/Th.XI, 1 Juli 2008. Tersedia http://dds.bps.go.id/brs_File/Kemiskinan-01jul08.pdf, diperoleh pada tanggal 16 Februari 2010. Depkes RI. 2003. Kebijakan Dasar Puskesmas (Menuju Indonesia Sehat 2010). Jakarta : Depkes RI. Departemen Sosial RI .2008. Pedoman Operasional PKH bagi Pemberi Pelayanan Kesehatan. Jakarta. FKM-U1. 1989. Pengantar Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Format Laporan PPK IA Puskesmas Cipeundeuy .2009. Khumaidah.1999. Beberapa Faktor yang mempengaruhi kartu sehat oleh keluarga miskin di pelayanan kesehatan pada program JPS-BK di Kabupaten DATI II Jepara Bulan Mei Tahun 1999. http://Library.usv.ac.id/Index.Php/component/journals/Index.php?opti on = com. Journal review & id = 11203 & task = view, diperoleh pada tanggal 01 Maret 2010. Kusumawati Efy. 2004. Pemanfaatan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) oleh Keluarga Miskin di Kabupaten Klaten http://arc.ugm.ac.id/Files/ (2883-H-2004).pdf, diperoleh pada tanggal 23 Februari 2010. Mukti, Ali Gufron., & Moertjahjo. 2008. Sistem Jaminan Kesehatan : Konsep Desentralisasi Terintegrasi. Yogyakarta : Magister Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan FK UGM & Asosiasi Jaminan Sosial Daerah. Muliany S, Rany .2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan kartu jamkesmas di wilayah kerja puskesmas jalancagak. Cimahi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Ahmad Yani. Nursalam .2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan). Jakarta : Salemba Medika. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. ____________2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. ____________2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. ____________2003. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta. Riduwan. 2009. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Riset Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan, Musril & Kristiani, Pelayanan Puskesmas : Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Masyarakat Miskin di Simpang Pandan, 2008, tersedia http://kmpk.ugm.ac.id/kmpkriset/?P=12, diperoleh pada tanggal 28 Februari 2010. Riyanto, A. 2009. Pengolahan dan Analisis Data kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Suara Pembaruan. 2005. Indonesia Peringkat 110 Dunia Indeks Pembangunan Manusia. Tersedia di http://www.Freelist.org/post/ppi/ppiindia- IndonesiaPeringkat-110-Dunia-Indeks-Pembangunan-Manusia, diperoleh pada tanggal 10 Maret 2010.

Situs Pemerintahan Subang. 2002. Pembangunan Bidang Ekonomi. Tersedia di http://www.Subang.go.id/Pembangunan.php. Diperoleh pada tanggal 10 Maret 2010. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Jakarta : Alfabeta. Sugiyono. 2006. Statistik untuk penelitian. Bandung : Alfabeta. Sundoyo & Siregar, S,M. 2008. Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Jamkesmas 2008. tersedia http://www.rohukor.depkes.90.id/?art=32, diperoleh pada tanggal 20 Januari 2010. Supari, SF. 2006. Manajemen Kesehatan Masyarakat. Tersedia http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal 05 Maret 2010. Tim Karya Tulis Ilmiah, Laporan Tugas Akhir dan Skripsi Stikes Jenderal Ahmad Yani. 2010. Pedoman Penulisan dan Petunjuk Karya Tulis Ilmiah/Skripsi. Cimahi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Ahmad Yani.

Anda mungkin juga menyukai